Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Tingkat : III.C
Kelompok 2
1. Mila Amelia Tuahuns
2. Dahlia Marasabessy
3. Valentino Wattimena
4. Inggrid A. Gapang
5. Rosdiyana Latutui
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES MALUKU
PRODI KEPERAWATAN MASOHI
T.A 2018-2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan keluarga yang berjudul “ Asuhan
Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Integumen (Dekubitus) ” dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini mungkin ada hambatan, namun berkat
bantuan serta dukungan dari teman-teman Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak, atas bantuan serta dukungan dan doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri maupun pihak yang
membaca makalah. Kami mohon maaf apabila makalah ini mempunyai banyak kekurangan,
karena keterbatasan kami yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca yang sifatnya membangun, sangat diharapkan dalam pembuatan
makalah selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca maupun
kami.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 16
B. Saran ................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit adalah organ yang paling liuas pada tubuh, mewakili kira-kira 16% dari berat
badan orang dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang dapat digosok, dipijat,
diregangkan, dan dicium. Kulit bersifat fleksibel dan tahan terdapat perubahan-perubahan
yang terjadi sepanjang kehidupan sehari-hari. Tanpa fleksibilitas ini, suatu jabatan tangan
yang sederhana akan menimbulkan pengelupasan kulit akibat regangan dan tekanan.
Karena kulit dapat terlihat sangat jelas, kulit tersebut bertindak sebagai suatu suatu
jendela terhadap kematian seseorang. Walaupun benar bahwa tidak seorangpun
meninggal karena kulit yang sudah tua atau terjadi kegagalan kulit karena suatu
diagnosis, pemahaman tentang bukti-bukti perubahan fisiologis pada kulit seiring
peningkatan usia memberikan banyak informasi bagi perawat tentang klien lansia.
Secara structural, kulit adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari epidermis,
dermis, dan subkutis. Hal yang dikaitkan dengan penuaan adalah khususnya perubahan
yang terlihat pada kulit seperti atropi, keriput, dan kulit yang kendur. Perubahan yang
terlihat sangat abervariasi, tetapi pada prinsipnya terjadi karena hubungan antara
penuaan intreinstik (alami) dan penuaan ekstrinsik (lingkungan).
Secara fungsional kulit memiliki berbagai kegunaan, dan kehadirannya sangat
penting untuk bertahan hidup secara keseluruhan. Karena kulit mampu untuk melakukan
sensasi, kulit dapat melindungi tubuh dari cedera dan serangan tiba-tiba dari lingkungan.
Kulit yang utuh lebih jauh lagi dapat melindungi individu secara imunologis dengan cara
mencegah bakteri masuk kedalam tubuh. Kulit memainkan suatu peran utama dalam
termoregulasi dan adaptasi terhadap lingkungan. Kulit juga bertindak sebagai organ
ekskresi, sekresi, absorbsi, dan akumulasi. Akhirnya, kulit mewakili kontak pertama
individu dengan orang yang lain secara social dan secara seksual. Bagaimana cara kita
melihat diri sendiri cenderung untuk menentukan bagaimana perasaan kita tentang diri
kita sendiri dan merupakan suatu komponen penting dari harga diri dan konsep diri.
Proses penuaan normal dimulai dari stratum korneum yaitu lapisan paling luar dari
epidermis, stratum korneum terutama terdiri dari timbunan korneosit. Dengan
peningkatan usia, jumlah keseluruhan sel-sel dan lapisan sel secara esensial tetap tidak
berubah, tetapi kohesi sel mengalami penurunan. Waktu perbaikan lapisan sel menjadi
lambat, menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Penurunan kekohesivan sel
dalam hubungannya dengan penggantian sel beresiko terhadap lansia. Pelembab pada
stratum korneum berkurang, tetapi status barier air tampaknya tetap terpelihara, yang
berakibat pada penampilan kulit yang kasar dan kering. Kekasaran ini menyebabkan
pemantulan cahaya menjadi tidak seimbang, yang menyebabkan kulit kurang bercahaya
yang sering dihubungkan dengan kemudahan dan kesehatan yang baik.
Lalu proses penuaan epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit
seiring penuaan sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan sel,
jumlah sel basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge. Rete
ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah kebawah
kedalam dermis. Pendataran dari rete ridge tersebut mengurangi area kontak antara
epidermis dan dermis, menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan
kulit ini. Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan
merupakan predisposisi infeksi bagi individu tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat
penggunaan plester atau zat lain yang dapat menimbulkan gesekan. Oleh karena itu,
penting untuk menggunakan suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-
dermal itu sendiri untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan
plester.
Terjadi penurunan jumlah melanosit seiring penuaan, dan sel yang tersisa mungkin
tidak dapat derfungsi secara normal. Rambut mungkin menjadi beruban, kulit mungkin
mengalami pigmentasi yang tidak merata, dan perlindungan pigmen dari sinar ultraviolet
(uv) mungkin menurun.
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami penurunan,
dermis menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun. Konsekuensi fisiologis dari
perubahan ini termasuk penundaan atau penekanan timbulnya penyakit pada kulit,
penutupan dan penyembuhan luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon
inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.
Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun.
Serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim-enzim,
menghasilkan perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan
pada daerah sekitar mata. Pada saat elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan
peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit mengalami tekanan.
Organisasi kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor kulit hilang.
Vaskularitas juga menurun, dengan lebih sedikit pembuluh darah kecil yang
umumnya terdapat pada dermis yang memiliki vaskuler sangat tinggi. Dermis berisi lebih
sedikit fibroblast, makrofag, dan sel batang. Secara visual kulit tampak pucat dan kurang
mampu untuk melakukan termoregulasi. Lansia oleh karena hal tersebut beresiko tinggi
untuk mengalami hipertermia atau hipotermia.
Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan seiring dengan
peningkatan usia. Hal ini turut berperan lebih lanjut terhadap kelemahan kulit dan
penampilan kulit yang kendur/menggantung diatas tulang rangka. Penurunan lapisan
lemak terutama dapat dilihat secara jelas pada wajah,tangan, kaki, dan betis, pembuluh
darah menjadi lebih cenderung untuk mengalami trauma. Deposit lemak cenderung untuk
meningkatkan pada abdomen baik pada wanita dan pria, seperti halnya bagian paha pada
wanita. Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh lebih lanjut menimbulkan
gangguan fungsi perlindungan dari kulit tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis dari decubitus ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan decubitus ?
C. Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa mampu memahami tentang :
1. Konsep medis dari decubitus
2. Konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan decubitus ?
BAB II
PEMBAHASAN
3. Perencanaan Keperawatan
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut b.d agen NOC : NIC :
pencedera fisik Control Nyeri Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan selama komprehensif termasuk lokasi,
…. Pasien tidak mengalami karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri, dengan kriteria hasil: kualitas dan faktor presipitasi
Mampu mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari
(tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
mampu menggunakan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
tehnik nonfarmakologi mencari dan menemukan dukungan
untuk mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang dapat
mencari bantuan) mempengaruhi nyeri seperti suhu
Melaporkan bahwa nyeri ruangan, pencahayaan dan
berkurang dengan kebisingan
menggunakan 5. Ajarkan tentang teknik non
manajemen nyeri farmakologi: napas dala, relaksasi,
Mampu mengenali nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin
(skala, intensitas, 6. Berikan analgetik untuk mengurangi
frekuensi dan tanda nyeri) nyeri
Menyatakan rasa nyaman 7. Monitor vital sign
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal
Tidak mengalami
gangguan tidur
Gangguan integritas NOC NIC
jaringan b.d faktor Integritas jaringan : Perawatan luka tekan
mekanis (penekanana kulit dan mukosa Pengaturan posisi
atau gesekan) Penyembuhan luka 1. Jaga kulit agar tetap bersih dan
Setelah dilakukan tindakan kering
keperawatan selama 2. Mobilisasi pasien (ubah posisi
…. Masalah pasien dapat pasien) setiap dua jam sekali
teratasi kriteria hasil: 3. Monitor kulit akan adanya
Perfusi jaringan normal kemerahan
Tidak ada tanda-tanda 4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
infeksi pada daerah yang tertekan
Ketebalan dan tekstur 5. Monitor aktivitas dan mobilisasi
jaringan normal pasien
Menunjukkan 6. Observasi luka : lokasi, dimensi,
pemahaman dalam kedalaman luka, karakteristik,warna
proses perbaikan kulit cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
dan mencegah terjadinya tanda-tanda infeksi lokal, formasi
cidera berulang traktus
Menunjukkan terjadinya 7. Ajarkan pada keluarga tentang luka
proses penyembuhan dan perawatan luka
luka 8. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet
TKTP, vitamin
-
4. Impelemtasi Keperawatan
(Sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah dibuat)
5. Evaluasi Keperawatan
a. Diagnosa 1 :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentang normal
6) Tidak mengalami gangguan tidur
b. Diagnosa 2 :
1) Perfusi jaringan normal
2) Tidak ada tanda-tanda infeksi
3) Ketebalan dan tekstur jaringan normal
4) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cidera berulang
5) Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
c. Diagnosa 3 :
1) meningkat dalam aktivitas fisik
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
d. Diagnosa 4 :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3) Jumlah leukosit dalam batas normal
4) Menunjukkan perilaku hidup seha
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses penuaan epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring
penuaan sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan sel, jumlah
sel basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge. Rete
ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah kebawah
kedalam dermis. Pendataran dari rete ridge tersebut mengurangi area kontak antara
epidermis dan dermis, menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan
kulit ini. Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan
merupakan predisposisi infeksi bagi individu tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat
penggunaan plester atau zat lain yang dapat menimbulkan gesekan. Oleh karena itu,
penting untuk menggunakan suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-
dermal itu sendiri untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan
plester.
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami penurunan,
dermis menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun. Konsekuensi fisiologis dari
perubahan ini termasuk penundaan atau penekanan timbulnya penyakit pada kulit,
penutupan dan penyembuhan luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan
respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.
Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun.
Serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim-enzim,
menghasilkan perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan
pengeriputan pada daerah sekitar mata. Pada saat elastisitas menurun, dermis
meningkatkan kekuatan peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit ‘’melentur’’
ketika kulit mengalami tekanan. Organisasi kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor
kulit hilang.
Ulkus Dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang
terjadi akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi
tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur,
kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.
B. Saran
Tim penyusun berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan
dan ilmu bagi pembaca tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
integument terkhususnya penyakit decubitus
DAFTAR PUSTAKA
Steanley, Mickey. Patresia, G.B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:Egc
Capernito, Linda Juall. 1999. Rencana Diagnosa Dan Dokumentasi Keperawatan: Diagnosa
Keperawatan Dan Masalah Kolaboratif Ed.2. Jakarta : Egc.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : Egc.
Nurachman, Elly. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto
https://www.scribd.com/doc/133624565/Askep-Dekubitus-Pada-Lansia
https://dokumen.tips/documents/askep-dekubitus-pada-lansia.html