Vous êtes sur la page 1sur 53

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG WANITA USIA 56 TAHUN DENGAN PNEUMONIA CURB-65 (1)


DENGAN CHF NYHA III, DIABETES MELITUS TIPE II NORMOWEIGHT,
KOLESTASIS, DAN ANEMIA SEDANG NORMOSITIK NORMOKROMIK

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan senior


Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Oleh:
Atika Nurmalitasari
22010114210141

Pembimbing :
DR. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, K-EMD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Atika Nurmalitasari

NIM : 22010114210141

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP

Judul kasus :Seorang Wanita Usia 56 Tahun denga Pneumonia CURB-65


(1), dengan CHF NYHA III, Diabetes Melitus tipe II
Normoweight, Kolestasis, dan Anemia Sedang Normositik
Normokromik

Pembimbing dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, K-EMD

Semarang, 17 Mei 2016


Pembimbing
Residen Pembimbing

dr. Aniq Ulthofiah DR. dr.Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, K-EMD

2
DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................1

Laporan Kasus......... .................................................................................................1

Catatan Kemajuan...................................................................................................16

BAB II.....................................................................................................................29

Tinjauan Pustaka......................................................................................................29

BAB III....................................................................................................................44

Pembahasan.............................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................49

3
ABSTRAK
SEORANG WANITA USIA 56 TAHUN DENGAN PNEUMONIA CURB-65 (1)
DENGAN CHF NYHA III, DIABETES MELITUS TIPE II NORMOWEIGHT,
KOLESTASIS, DAN ANEMIA SEDANG NORMOSITIK NORMOKROMIK
Atika Nurmalitasari 1, Tjokorda Gde Dalem Pemayun2

Latar Belakang. Gagal jantung merupakan sindrom kardiovaskuler yang paling


kompleks untuk diobati karena gagal jantung mempunyai banyak etiologi serta
adanya berbagai kelainan hemodinamik, metabolik, dan neuroendokrin yang timbul
pada gagal jantung.
Tujuan. Mendeskripsikan penegakan diagnosis dan penanganan baik terapi
non-farmakologik maupun farmakologik pada suatu gagal jantung.
Metode. Pembahasan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
dan follow up pasien selama perawatan.
Hasil. Pasien adalah seorang wanita 56 tahun datang dengan keluhan sesak nafas.
Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan riwayat diabetes melitus sejak 3 tahun yang
lalu tapi tidak rutin berobat. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
keluhan sesak yang makin lama makin berat, tidur harus dengan 3 bantal, sesak tidak
disertai mengi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan batas jantung kiri bergeser. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan GDS 279 mg/dl, EKG iskemik anteroseptal, hasil
x-foto thorax adalah kardiomegali dengan efusi pleura. Penegakan diagnosis gagal
jantung sendiri menggunakan kriteria Farmingham. Tatalaksana gagal jantung pada
pasien ini meliputi bed rest total untuk mengurangi kerja jantung. Terapi farmakologis
yang diberikan adalah pemberian spironolakton, candesartan dan furosemide.
Kesimpulan. Pada pasien ini didapatkan gejala mayor dan minor gagal jantung
sesuai dengan kriteria Farmingham. Penatalaksanaan komprehensif dapat mencegah
timbulnya morbiditas dan mortalitas pada pasien ini.
Kata kunci. Gagal Jantung, Diabetes Melitus Tipe-2, Pneumonia

1. Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter, FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi


2. Staff Divisi Endokrinologi, Metabolik dan Diabetes, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi

4
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama : Ny. K
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 56 tahun
Masuk RS : 30 April 2016
Ruang : Rajawali 3A
NO. CM : C 583947
Alamat : Grobogan
Status : BPJS-PBI

1.2 DATA DASAR


1.2.1 Subjektif
Anamnesis (autoanamnesis dengan pasien tanggal 2 Mei 2015 di Rajawali 6A RSUP
Dr Kariadi Semarang)
Keluhan utama : sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang


± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sesak nafas, terus menerus
tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan perubahan posisi. Sesak makin lama makin
memberat. Sesak tidak disertai mengi, terbangun malam hari karena sesak (-), tidur
malam hari dengan 2 bantal. Batuk berdahak (+) warna kuning kehijauan. Mual (-),
muntah (-), berat badan menurun (-). Demam (+) naik turun, demam turun setelah
minum obat penurun panas.BAK warna seperti teh, BAB tidak ada keluhan.

5
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat DM (+) baru diketahui sejak 3 tahun yang lalu, tidak rutin minum obat
 Riwayat sakit jantung (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat penyakit ginjal (-)
 Riwayat sakit kuning (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat sakit jantung (-)
 Riwayat sakit kuning (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga,tinggal bersama suami, memiliki 3 orang
anak yang sudah mandiri.
Pembiayaan secara BPJS-PBI.
Kesan sosial ekonomi kurang.

1.2.2 Objektif
1.2.2.1 Pemeriksaan Fisik
Pada tanggal 2 Mei 2016 jam 18.00 WIB di Rajawali 3A RSUP Dr. Kariadi Semarang
Keadaan umum : tampak sesak
Kesadaran : composmentis GCS E4M6V5=15
Tanda vital :
TD : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
RR : 24 x/menit

6
t : 38,5OC (axiller)
Tinggi badan: 165 cm
Berat badan : 62 kg
BMI : 22,78 kg/m2 (Normoweight)
Kulit : turgor kulit kembali cepat, pucat (-)
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Hidung : discharge (-), cuping (-)
Telinga : discharge (-)
Mulut : bibir kering(-), bibir sianosis (-)
Leher : trachea di tengah, JVP R+0, pembesaran kelenjar getah bening (-),
refluk hepatojugular (+)
Thoraks : bentuk normal, retraksi intercostal (-), retraksi supraclavicular (-),
pembesaran nnll axilla (-)
Pulmo depan :
RBK
Inspeksi : paru kanan dan paru kiri simetris saat
statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada lapangan kanan
Auskultasi : Suara dasar paru bronkial, suara tambahan
ronki basah kasar (+/-) setinggi vertebra thoracal 5-7
RBH
ronki basah halus (+/+) pada basal paru
RBK
Pulmo belakang :
Inspeksi : paru kanan dan paru kiri simetris
saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada lapangan paru kanan
Auskultasi : suara dasar paru bronkial, suara tambahan RBH

7
ronki basah kasar (+/-)setinggi vertebra thoracal 5-7
ronki basah halus (+/+) pada basal paru
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tak nampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V linea midcalvicularis sinistra
Perkusi : Batas kiri :SIC V linea midclavicularis sinistra
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Auskultasi : BJ I – II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Palpasi :hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), pembesaran nnll
inguinal (-),
Ekstremitas
Superior Inferior
Oedem pitting -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing Finger -/- -/-
Capillary refill <2"/<2" <2"/<2"
Pembesaran nnll (-)

8
1.2.2.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Pemeriksaan tanggal 30 April 2016

Hematologi Nilai Normal Hasil pemeriksan


Hemoglobin 12.0-15.0 g/dl 10,8
Hematokrit 35-47% 31,4
Eritrosit 4.4-5.9jt/mm3 3,53
MCH 27.0-32.0 30,7
MCV 76.0-96.0 88,7
MCHC 29.0-36.0 34,6
Leukosit 3.6-11 ribu/mm3 13,6
Trombosit 150-400 ribu/mm3 160
RDW 11.6-14.8% 12.3
MPV 4.00-11.00 fl 7,96

9
Kimia Klinik Hasil pemeriksaan Nilai normal
Glukosa sewaktu 279 80 – 160 mg/dL
SGOT 46 15 – 34 u/L
SGPT 75 15 – 60 u/L
Alkali phospatase 263 50 – 136 u/L
Gamma GT 101 5 – 55 u/L
Bilirubin total 4,15 0,3 – 1,2 mg/dL
Bilirubin direk 2,90 0,0 – 0,2 mg/dL
Total protein 4,3 6,4 – 8,2 g/dL
Albumin 2,5 3,4 – 5,0 g/dL
Ureum 39 15 – 39 mg/dL
Kreatinin 0,62 0,60 – 1, 30 mg/dL
Magnesium 0,56 0,74 – 0,99 mmol/L
Calcium 1,81 2,12 – 2,52 mmol/L
Elektrolit
Natrium 136 136 – 145 mmol/L
Kalium 3,6 3,5 – 5,1 mmol/L
Chlorida 98 98 – 107 mmpl/L
HbsAg negatif Negatif

10
Pemeriksaan EKG (30 April 2016)

Irama : sinus takikardia


Frekuensi : 120x/menit
Axis : LAD
Gelombang P : 0,08 detik
PR interval : 0,16 detik
QRS complex : 0,08 detik
Q patologis :-
Segmen ST : elevasi pada V3
Gelombang T : T inverted (-), tall peak t (-)
Kesan : sinus takikardi, LAD, iskemik anteroseptal

11
Pemeriksaan X-foto thorax ( 30 April 2016)

COR: apeks jantung bergeser ke laterocaudal


pinggang jantung mendatar, elevasi main bronkus kiri
PULMO: corakan vaskuler tampak meningkat disertai blurring
tampak bercak pada perihiller kanan kiri dan paracardial kanan
tampak konsolidasi disertai air bronchogram di dalamnya pada lapangan
tengah paru kanan
Hemidiafragma kanan setinggi costa 8 posterior
Sinus costophrenicus kanan lancip, kiri tumpul
Kesan:
 Kardiomegali (LV. LA)
 Gambaran edema pulmonum disertai pneumonia
 Efusi pleura kiri

12
1.3 DAFTAR ABNORMALITAS
1. Sesak nafas 13. Eritrosit 3,53 juta
2. Demam 14. Leukositosis 13,600
3. Batuk berdahak warna kuning 15. Hipokalsemia 1,81
kehijauan 16. GDS 279 mg/dL
4. Tidur dengan 2 bantal 17. SGOT 46
5. BAK seperti teh 18. SGPT 75
6. Riwayat DM diketahui sejak 3 19. Alkali phospatase 263
tahun, tidak rutin minum obat. 20. Gamma GT 101
BMI: 22,79 (normoweight) 21. Bilirubin total 4,15
7. Ronkhi basah halus (+) pada 22. Bilirubin direk 2,9
dasar paru kanan kiri 23. Total protein 4,3
8. Ronki basah kasar (+) lapangan 24. Kalsium 1,81
paru kanan setinggi vertebra 25. Albumin 2,5
thoracal 5-7 26. Gambaran kardiomegali (LV,
9. Refluk hepatojugular (+) LA)
10. Ictus cordis teraba di SIC V 27. Gambaran edema pulmonum
linea midclavicula sinistra 28. Gambaran pneumonia
11. Hb 10,8 mg/dL 29. Efusi pleura kiri
12. Hematokrit 31,4 %
1.4 ANALISIS SINTESIS
1,2,3,8,14,28  pneumonia CURB65 (1)
4,,9,10,26,27,29 gagal jantung CHF NYHA III
6, 16  Diabetes Melitus tipe II normoweight
5, 17, 18, 19, 20, 21, 22,23  kolestasis
11,12, 13 anemia ringan normositik normokromik
25Hipoalbumin
24  Hipokalsemia

13
1.5 DAFTAR MASALAH
No. Masalah aktif Tanggal No. Masalah pasif Tanggal
1. Pneumonia CURB-65-1 2 Mei 2016

2. CHF NYHA III 2 Mei 2016

3. Diabetes Melitus Tipe 2 2 Mei 2016

4. Kolestasis 2 Mei 2016

5. Anemia ringan 2 Mei 2016


normositik normokromik

6. Hipoalbumin 2 Mei 2016

7. Hipokalsemia 2 Mei 2016

14
1.5 INITIAL PLANS
1. Pneumonia CURB-65-1
Assesment :
 Etiologi
o viral
o bakterial
 Komorbid
IpDx : kultur sputum, pengecatan BTA, gram, jamur, kultur sputum
IpRx : O2 nasal canul 3 L/menit
infus NaCl 0,9 % 12 tpm
Inj. Cetriaxon 2 gram/ 24 jam
Paracetamol 3 x 500 mg bila demam PO
N-asetyl sistein 200 mg/ 8 jam PO
Diet 1500 kkal/24 jam
IpMx : KUTV, suara tambahan (ronkhi)
IpEx
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien terkena infeksi
paru-paru, untuk mengetahui penyebab pastinya perlu dilakukan
pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan dahak.
 Menjelaskan kepada pasien untuk patuh terhadap pemberian obat. Obat
yang diberikan berupa obat suntik yang dimasukkan ke dalam infus.
 Menjelaskan kepada pasien untuk selalu menggunakan masker agar
tidak menularkan kepada orang-orang di sekitarnya.
 Mengedukai pasien untuk tidak membuang dahak sembarangan,
apabila ingin membuang dahak lebih baik langsung di kamar mandi
kemudian disiram atau menggunakan tisu.

15
2. Congestif Heart Failure NYHA III
Assesment :
 DA: Left Ventricle Hypertrophy, Left Atrium Hypertrophy
 DE: Iscemic Heart Disease
 DF: NYHA III
IP Dx : Echocardiogram
IP Rx :
 Candesartan 4 mg/ 24 jam
 Inj. Furosemide 10 mg/24 jam intravena
 Spironolakton 25 mg/ 24 jam
 Pasang DC
IP Mx : KUTV, diuresis dalam 24 jam, balance cairan 24 jam, monitoring
elektrolit 3 hari sehari
IP Ex :
 Menjelakan kepada pasien bahwa pasien mengalami penyakit jantung
yang menyebabkan sesak nafas. Untuk itu, pasien memerlukan
pemeriksaan tambahan berupa echocardiografi untuk mengetahui
penyebab dari penyakit jantung tersebut.
 Menjelaskan kepada pasien untuk tidak mengejan saat BAB, sehingga
tidak memperparah kondisi pasien.
 Menjelaskan kepada pasien untuk tidak turun dari ranjang,
meminimalisir aktivitas sehingga tidak memperparah kondisi jantung
pasien.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk membatasi cairan
yang masuk, sesuai dengan instruksi dokter agar tidak membebani
jantung pasien.

16
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk melakukan tirah
baring setiap dua jam sekali untuk mencegah terjadinya luka pada
punggung akibat istirahat total.

3. Diabetes Mellitus tipe II normoweight


Assesment : status glikemia
Komplikasi
 Makrovaskuler: penyakit jantung koroner, PAD
 Mikrovaskuler: retinopati, nefropati, neuropati
IpDx : GD I/II, , HbA1C, urin rutin, funduskopi, echocardiografi,
EMG
IpRx :
Diet DM 1500 kkal/ 24 jam
infus NaCl 0,9 % 12 tpm
injeksi insulin analog aspart 6-6-6 SC
injeksi insulin insulin detemir 0-0-15 SC
IpMx : KUTV, cek GDS pagi sore, GD I/II 2 kali seminggu
IpEx:
 Mengedukasi pasien untuk menghabiskan makanan yang disediakan
oleh rumah sakit karena sudah dihitung sesuai dengan kebutuhan pasien
 Mengedukasi pasien untuk teratur meminum obat yang diberikan dari
pihak rumah sakit
 Menjelaskan kepada pasien mengenai pentingnya kepatuhan
penggunaan insulin dan cara pemakaiannya.
 Menjelaskan mengenai pola hidup sehat, terutama berkaitan dengan pola
makan yang sesuai untuk penderita DM.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien yaitu diabetes mellitus dan kemungkinan komplikasi apa

17
saja yang dapat terjadi seperti gangguan pada mata, gagal ginjal, infeksi
tungkai diabetik, dan lain-lain.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pemeriksaan
penunjang yang akan dilakukan guna menunjang diagnosis dan terapi
selanjutnya. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
laboratorium darah.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang pemantauan kadar
gula darah sewaktu
4. Kolestasis
Assesment :ekstra hepatal intra hepatal
IpDx : USG abdomen, profil lipid,
IpRx :diet 1500kkal/24 jam
IpMx : KUTV
IpEx :
 Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien menderita gangguan pada
fungsi hati akibat adanya sumbatan. Untuk mengetahui asal
sumbatannya, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan
USG perut.
 Menjelaskan kepada pasien untuk menghabiskan makanan dari rumah
sakit, karena sudah sesuai dengan kebutuhan harian pasien.

5. Anemia ringan normositik normokromik


Assesment :
o Penyakit kronik
o Perdarahan akut
o Intake kurang

18
IpDx : cek retikulosit
IpRx : diet 1500 kkal/ 24 jam
IpMx : KUTV, kadar Hb, pemeriksaan darah rutin setelah 1 minggu
IpEx :
 Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien menderita kurang darah dan
perlu pemeriksaan darah lanjutan untuk mengetahui penyebab terjadinya
anemia.
 Menjelaskan kepada pasien untuk menghabiskan makanan yang
diberikan pihak rumah sakit karena sudah sesuai dengan kebutuhan
pasien.
6. Hipoalbumin
Assesment :-
IpDx :-
IpRx :diet 1500 kkal/24 jam
IpMx : kadar albumin
IpEx :
 Mengedukasi pasien untuk menghabiskan makanan yang disediakan
oleh rumah sakit karena sudah dihitung sesuai dengan kebutuhan pasien
 Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien mengalami penurunan kadar
albumin dalam darah. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan secara
berkala melalui pemeriksaan darah untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
7. Hipokalsemia
Assesment :-
IpDx :-
IpRx :diet 1500 kkal/24 jam
CaCo3 500 mg / 24 jam
IpMx : kadar kalsium

19
IpEx :
 Mengedukasi pasien untuk menghabiskan makanan yang disediakan
oleh rumah sakit karena sudah dihitung sesuai dengan kebutuhan
pasien
 Menjelaskan kepada pasien untuk patuh meminum obat yang sudah
diberikan oleh rumah sakit.
 Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien mengalami penurunan kadar
kalsium dalam darah. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan secara
berkala melalui pemeriksaan darah untuk menentukan tindakan
selanjutnya.

20
1.6 CATATAN KEMAJUAN

Tanggal 3 Mei 2016


Subjektif : sesak berkurang
Objektif :
TD : 120/70 mmHg
N : 80x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20x/ menit
T : 36,7ºC
Hasil lab :

Hematologi Nilai Normal Hasil pemeriksan


Hemoglobin 12.0-15.0 g/dl 8,4
Hematokrit 35-47% 25,6
Eritrosit 4.4-5.9jt/mm3 2,9
MCH 27.0-32.0 28,8
MCV 76.0-96.0 87,8
MCHC 29.0-36.0 32,6
Leukosit 3.6-11 ribu/mm3 15,7
Trombosit 150-400 ribu/mm3 249,0
RDW 11.6-14.8% 14,6
MPV 4.00-11.00 fl 10,1

Kimia Klinik Nilai normal Hasil pemeriksaan


Glukosa sewaktu 80 – 160 mg/dL 195
SGOT 15 – 34 u/L 38
SGPT 15 – 60 u/L 52
Bilirubin total 0,3 – 1,2 mg/dL 2,76

21
Bilirubin direk 0,0 – 0,2 mg/dL 1,95
Ureum 15 – 39 mg/dL 39
Kreatinin 0,60 – 1, 30 mg/dL 0,61
Magnesium 0,74 – 0,99 mmol/L 0,44
Calcium 2,12 – 2,52 mmol/L 1,79
Elektrolit
Natrium 136 – 145 mmol/L 133
Kalium 3,5 – 5,1 mmol/L 3,4
Chlorida 98 – 107 mmpl/L 96
Catatan: sampel ikterik

HEMATOLOGI Nilai Normal Hasil


HbA1C 6-8% 11,9
KIMIA KLINIK
Cholesterol Total <200 mg/dL 101
Trigliserid <150 mg 175
HDL Cholesterol 40-60 mg/dL 6 duplo test
LDL Direk 0-100 mg/dL 58
Glukosa puasa 80-109 mg/dL: baik 243

110-125 mg/dL: sedang

>125 mg/dL: buruk


Glukosa PP 2 jam 80-140 mg/dL baik 312

145-179 mg/dL: sedang

>180 mg/dL: buruk

22
Pemeriksaan Nilai normal Hasil

Warna Kuning Muda

Kejernihan Jernih

Berat Jenis 1,003 – 1,025 1,015

pH 4.8 – 7.4 6,0

Protein NEG 30

Reduksi NEG NEG

Urobilinogen NEG ≥8,0

Bilirubin NEG ++/POS 2

Aseton NEG NEG

Nitrit NEG +/POS

Sedimen

Epitel 0,0-40,0

Epitel 2-3/LPK

Epitel tubulus 0,0-6,0 NEG

Leukosit 0.0 – 20.0 2-3/LPB

Eritrosit 0.0 – 25.0 4-6 /LPB

Kristal 0,0-10,0 NEG

Sil. Pathologi 0,0-5,0 NEG

Granula kasar NEG 2-3

23
Granula Halus NEG NEG

Sil. Hialin NEG 1-2/LPK

Sil. Epitel NEG NEG

Sil.Eritrosit NEG NEG

Evaluasi:
 Pneumonia CURB-65-1 perbaikan
 CHF NYHA III
 Diabetes melitus tipe II normoweight
 Kolestasis
 Anemia sedang normositik normokromik
 Hipokalsemia
Program:
 Oksigen nasal canul 3L/menit
 Infus NaCl 0,9% 12 tpm
 Inj. Ceftriaxon 2 gram/24 jam intravena (hari ke-4)
 Paracetamol 3 x 500 mg (bila suhu >38C) peroral
 N-asetil systein 200mg/ 8 jam peroral
 Insulin detemir 0-0-15 unit SC (pukul 22.00) (naikkan menjadi 0-0-20
unit SC)
 Insulin aspart 6-6-6 unit SC (naikkan menjadi 8-8-8 unit SC)
 Acarbose 3 x 100 mg
 Gliclazid 80 mg/ 24 jam
 Inj. Furosemide 10 mg/ 24 jam intravena
 Spironolakton 25 mg/ 24 jam
 Candesartan 4 mg/ 24 jam

24
 CaCO3 500 mg/ 24 jam
 GDS pagi dan sore
 Tirah baring setiap 2 jam

Tanggal 10 Mei 2015


Subjektif : sesak berkurang, batuk berkurang, luka pada punggung
Objektif :
TD : 140/90 mmHg
N : 85 x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/ menit
T : 36,5ºC
GDS sore: 114 mg/dL
Pemeriksaan Echocardiografi (10 Mei 2016)

Deskripsi :
 Dimensi ruang jantung dalam batas normal
 LVH (+) konsentrik, trombus (-), IAS dan IVS intak, efusi perikardial (-)
 Global normokinetik

25
 Fungsi sistolik LV normal dengan LVEF 61 % (teichz), 61% (biplane)
 Disfungsi diastolik LV grade I dengan E/A 0,9 E/e’ 9,7 E Desc Time 139 ms
 Fungsi sistolik RV normal denga TAPSE 21 mm
 Katup-katup:
o AoV : 3 kuspis, kasifikasi ncc && lcc, AS (-), AR (-)
o MV : baik, tidak tampak prolaps maupun flail
o TV : baik
o Pv :PR mild
Kesimpulan:
o LVH (+) konsentrik
o Disfungsi diastolik grade I

Kimia Klinik Nilai normal Hasil pemeriksaan


Glukosa puasa 80-109 mg/dL: baik 88

110-125 mg/dL: sedang

>125 mg/dL: buruk


Glukosa PP 2 jam 80-140 mg/dL baik 151

145-179 mg/dL: sedang

>180 mg/dL: buruk


SGOT 15 – 34 u/L 37
SGPT 15 – 60 u/L 54
Kolestrol total < 200 mg/dL 103
Trigliserida < 150 mg/dL 76
HDL Kolestrol 40 – 60 mg/dL 16
LDL Direk 0 – 100 mg/dL 96

26
Ureum 15 – 39 mg/dL 15
Kreatinin 0,60 – 1, 30 mg/dL 0,6
Asam urat 2,6 – 6,0 mg/dL 1,8
Magnesium 0,74 – 0,99 mmol/L 0,86
Calcium 2,12 – 2,52 mmol/L 1,5

Evaluasi:
 Pneumonia CURB-65-1 perbaikan
 CHF NYHA III
 Diabetes melitus tipe II normoweight
 Kolestasis
 Anemia sedang normositik normokromik
 Hipokalsemia
 Ulkus dekubitus grade I

Program:
 Oksigen nasal canul 3L/menit
 Infus NaCl 0,9% 12 tpm
 Inj. Ceftriaxon 2 gram/24 jam intravena (hari ke-10)  ganti
Levofloxacin 500mg/ 24 jam PO
 Paracetamol 3 x 500 mg (bila suhu >38C) peroral
 N-asetil systein 200mg/ 8 jam peroral
 Insulin detemir 0-0-20 unit SC (pukul 22.00)
 Insulin aspart 8-8-8 unit SC
 Acarbose 3 x 100 mg
 Gliclazid 80 mg/ 24 jam
 Inj. Furosemide 10 mg/ 24 jam intravena
 Spironolakton 25 mg/ 24 jam

27
 Candesartan 4 mg/ 24 jam
 Gentamicin salep (oleskan pada luka di punggung 2 kali sehari)
 CaCO3 500 mg/8 jam  ganti Inj. Ca Glukonas 1 ampul IV pelan

Tanggal 12 Mei 2016


Subjektif : sesak menurun
Objektif : KU baik, komposmentis
TD : 110/70 mmHg
N : 88x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 22x/ menit
T : 36,8ºC
GDS pagi: 189 mg/dL
GDS sore: 295 mg/dL
Hasil laboratorium (12 Mei 2016)
Hasil pengecatan Hasil
Pewarnaan BTA
o BTA (-)/ Negatif
o Lekosit >25/LPK
Pewarnaan gram
o diplococcus gram (+) (+)/Positif
o kuman bentuk batang gram (-) (+)/Positif
o streptococcus (+)/Positif
Pewarnaan jamur
o pseudohifa (+)/Positif
o yeast cell (+)/Positif

Evaluasi:
 Pneumonia CURB-65-1 perbaikan

28
 CHF NYHA III
 Diabetes melitus tipe II normoweight
 Kolestasis
 Anemia sedang normositik normokromik
 Hipokalsemia
 Ulkus dekubitus grade I
Program:
 Oksigen nasal canul 3L/menit
 Infus NaCl 0,9% 12 tpm
 Levofloxacin 500mg/ 24 jam PO (hari ke-3)
 Paracetamol 3 x 500 mg (bila suhu >38C) peroral
 N-asetil systein 200mg/ 8 jam peroral
 Insulin detemir 0-0-20 unit SC (pukul 22.00)
 Insulin aspart 8-8-8 unit SC
 Acarbose 3 x 100 mg
 Gliclazid 80 mg/ 24 jam
 Inj. Furosemide 10 mg/ 24 jam intravena
 Spironolakton 25 mg/ 24 jam
 Candesartan 4 mg/ 24 jam
 Gentamicin salep (oleskan pada luka di punggung 2 kali sehari)
 Inj. Ca Glukonas 1 ampul IV pelan
 Fisioterapi
 Tunggu hasil kultur untuk terapi jamur

Tanggal 13 Mei 2016


Subjektif : batuk (+)
Objektif :
TD : 130/80 mmHg

29
N : 96x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 22x/ menit
T : 36,7ºC
GDS pagi : 153 mg/dL
Hasil USG Abdomen
Hepar : ukuran tidak membesar, parenkim homogen, ekogenitas normal,
tampak lesi isohipoechoic dengan jaringan necrotik di dalamnya, bentuk lobulated,
batas tidak tegas, tepi ireguler (uk ,28 x 4,8 x 6,7 cm) pada segmen 7 dengan CDS
tampak peningkatan vaskularisasi peri dan intralesi. Vena porta tidak melebar, tampak
lesi isoechoic pada lumen v. Hepatica media.
Ductus biliaris : inta dan ekstrahepatal tidak melebar
Vesica felea : ukuran normal, dinding tidak menebal, tak tampak batu, tampal
sludge
Pankreas : parenkim homogen, tak tampak massa maupun kalsifikasi
Ginjal kanan dan kiri : bentuk dan ukuran normal, batas kortikomedular jeals, tak
tampak penipisan korteks, tak tampak batu, PCS tidak melebar, uretrer proximal tidak
melebar
Vesica Urinaria : dinding tampak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak
tampak massa, tampak terpasang balon kateter.
Tak tampak cairan bebas intraabdomen
Tampak cairan supradiafragma kanan kiri
Kesan :
o Massa padat disertai jaringan necritic di dalamnya bentuk lobulated, batas
tidak tegas, tepi ireguler (uk ,28 x 4,8 x 6,7 cm) pada segmen 7
o Trombus pad vena hepatica media
o Cystitis
Evaluasi:
 Pneumonia CURB-65-1 perbaikan

30
 CHF NYHA III
 Diabetes melitus tipe II normoweight
 Kolestasis
 Anemia sedang normositik normokromik
 Hipokalsemia
 Ulkus dekubitus grade I
Program:
 Oksigen nasal canul 3L/menit
 Infus NaCl 0,9% 12 tpm
 Levofloxacin 500mg/ 24 jam (hari ke-4)
 Paracetamol 4 x 500 mg (bila suhu >38C) peroral
 N-asetil systein 200mg/ 8 jam peroral
 Insulin detemir 0-0-20 unit SC (pukul 22.00)
 Insulin aspart 8-8-8 unit SC
 Acarbose 3 x 100 mg
 Candesartan 4 mg/ 24 jam
 Inj. Furosemide 10 mg/ 24 jam intravena  STOP
 Spironolakton 25 mg/ 24 jam  STOP
 Gentamicin salep (oleskan pada luka di punggung 2 kali sehari)
 Inj. Ca Glukonas 1 ampul IV pelan
 Fisioterapi
 Tirah baring setiap 2 jam

Tanggal 16 Mei 2015


Subjektif : -
Objektif :
TD : 110/70 mmHg
N : 80x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup

31
RR : 20x/ menit
T : 36,5ºC
Evaluasi:
 Pneumonia CURB-65-1 perbaikan
 CHF NYHA III
 Diabetes melitus tipe II normoweight
 Kolestasis
 Anemia sedang normositik normokromik
 Hipokalsemia
 Ulkus dekubitus grade I
Program:
 Oksigen nasal canul 3L/menit
 Infus NaCl 0,9% 12 tpm
 Levofloxacin 500mg/ 24 jam (hari ke-7)
 Paracetamol 4 x 500 mg (bila suhu >38C) peroral
 N-asetil systein 200mg/ 8 jam peroral
 Insulin detemir 0-0-20 unit SC (pukul 22.00)
 Insulin aspart 8-8-8 unit SC
 Acarbose 3 x 100 mg
 Candesartan 4 mg/ 24 jam
 Gentamicin salep (oleskan pada luka di punggung 2 kali sehari)
 Inj. Ca Glukonas 1 ampul IV pelan
 Fisioterapi
 Tirah baring setiap 2 jam
 Rencana MSCT

32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pneumonia
Definisi pneumonia
Pneumonia, salah satu bentuk tersering dari Infeksi Saluran Napas Bawah
Akut (ISNBA), adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.7
Faktor risiko pneumonia
a. Usia lanjut lebih dari 65 tahun
b. Merokok
c. Riwayat penyakit saluran pernapasan
d. Memiliki penyakit komorbiditas, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung,
penyakit ginjal, dan lain sebagainya
e. Gangguan neurologis, yang dapat menyebabkan kesulitan menelan atau
kesadaran yang menurun
f. Imunitas yang memburuk
g. Alkoholisme
h. Penggunaan antibiotik dan obat suntik intravena
i. Riwayat pembedahan atau trauma
Faktor-faktor yang mempengaruhi pneumonia
a. Mekanisme pertahanan paru
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup
seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru.
Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomis saluran napas,
reflex batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh

33
sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yag mencapai permukaan
alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat
infeksius dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, sehingga pada orang
sehat tidak akan terjadi infeksi serius.. Infeksi saluran napas berulang terjadi
akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak bekerja dengan
baik.7,8
b. Kolonisasi bakteri di saluran pernapasan
Di dalam saluran napas atau cukup banyak bakteri yang bersifat komnesal.
Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang
cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran napas bawah dan paru, dan
akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran napas, keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang tidak menempel pada
permukaan mukosa saluran anaps akan ikut dengan sekresi saluran napas dan
terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi.
c. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius
Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai
mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit,
ini menunjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien
sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka
bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap
bahanbahan berbahaya dan infeksius berupa reflex batuk, penyempitan
saluran napas, juga dibantu oleh respon munitas humoral
Klasifikasi pneumonia
a. Pneumonia didapat dari komunitas (community acquired pneumonia,
CAP):
Pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di
luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam
setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di

34
rumah sakit selama > 14 hari.
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial):
Pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk
rumah sakit. jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit
(Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah
sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian
pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan
menderita pneumonia.
c. Pneumonia aspirasi/anaerob
Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental
terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan (Jeremy,
2007). d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem
imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi
oleh virus, jamur, dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40°C, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga
disertai batuk, dengan sputum purulen, kadang-kadang berdarah. Pada pasien
muda atau tua dan pneumonia atipikal (misalnya Mycoplasma), gambaran
nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare) dapat menonjol.7,8
B. Diabetes Melitus tipe II
Definisi Diabetes mellitus
Diabetes melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik pada tubuh
yang tampak dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Gangguan ini dipengaruhi
berbagai macam faktor dan dapat mengakibatkan komplikasi-komplikasi pada
organ tubuh yang lain.1,2

35
Klasifikasi dan Diagnosis Diabetes mellitus
Klasifikasi diabetes melitus yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai
dengan anjuran klasifikasi diabetes melitus American Diabetes Association (ADA)
20073,4.
Klasifikasi etiologi diabetes mellitus, menurut ADA 2007 adalah sebagai berikut:
a. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut):
1) Autoimun.
2) Idiopatik.
b. Diabetes tipe 2. (bervariasi mulai yang dominan resistensi insulindisertai defesiensi
insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin).
c. Diabetes tipe lain.
1) Defek genetik fungsi sel beta
2) Defek genetik kerja insulin.
3) Penyakit eksokrin pankreas.
4) Endokrinopati.
5) Karena obat/ zat kimia.
6) Infeksi
7) Sebab imunologi yang jarang: antibodi insulin.
8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus
d. Diabetes mellitus gestasional (DMG).

Diagnosis DM ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan kadar glukosa


darah. Untuk penentuan Diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat

36
dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan WHO, sedangkan untuk pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik DM


a) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Atau
b) Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Atau
c) Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
*Pemeriksaan HbA1c (>6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.

37
Algoritma diagnosis diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat pada skema berikut:

Bagan 1. Algoritma dasar penentuan diagnosis diabetes melitus tipe 2

Penilaian kadar gula darah dapat menunjukkan kondisi normal, belum pasti
diabetes, dan diabetes. Nilai kadar glukosa darah dalam penunjukkan kondisi tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Penilaian kadar glukosa darah7,8


Jenis Sunber Normal Belum pasti DM
Gula darah Plasma vena <100 100-125 ≥126
puasa (GDP) Darah kapiler <90 90-99 ≥100
Gula darah Plasma vena <100 100-199 ≥200
sewaktu (GDS) Darah kapiler <90 90-199 ≥200

38
Tanda dan Gejala Diabetes mellitus
Tanda dan gejala diabetes melitus dapat digolongkan menjadi gejala akut dan
gejala kronik.4
a. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan, mungkin
tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
1) Gejala awal yang ditunjukkan meliputi:
a) Banyak kencing (poliuria).
b) Banyak minum (polidipsia).
c) Banyak makan (poliphagia).
2) Apabila keadaan tersebut terlambat diobati, akan timbul gejala:
 Nafsu makan mulai berkurang
 Mudah lelah.
 Penurunan berat badan
 Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
koma yang disebut dengan koma diabetik
b. Gejala Kronik Diabetes mellitus
Gejala kronik mulai timbul setelah gejala akut sudah mulai dirasakan oleh
penderita diabetes. Gejala yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus
adalah sebagai berikut:
 Kesemutan.
 Kram.
 mudah lelah
 Rasa tebal di kulit.
 Mudah mengantuk.
 Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
 Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
 Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.

39
 Gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun,bahkan
untuk laki-laki menyebabkan impotensi.
 Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.8,9

Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2


Faktor-faktor risiko terjadinya Diabetes mellitus tipe 2 menurut ADA
dengan modifikasi terdiri atas2,8
a. Faktor risiko mayor :
 Riwayat keluarga DM.
 Obesitas.
 Kurang aktivitas fisik.
 Ras/Etnik.
 Tidak terkontrol kolesterol dan HDL.
 Hipertensi.
b. Faktor risiko lainnya :
 Faktor nutrisi.
 Jenis kelamin.
 Konsumsi alkohol.
 Kebiasaan merokok.
 Kebiasaan mendengkur.
 Faktor stress.

Penatalaksanaan Diabetes mellitus


Prinsip pengelolaan diabetes mellitus adalah empat pilar, meliputi :
a. Edukasi
Tujuan edukasi yaitu meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit dan
pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu

40
mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
b. Diet diabetes mellitus
Tujuan diet pada diabetes mellitus adalah mempertahankan atau mencapai berat
badan ideal, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencegah
komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas hidup3.
Penderita DM di dalam melaksanakan diet harus memperhatikan 3 J, yaitu :
1. Jumlah kalori yang dibutuhkan
2. Jadwal makan yang harus diikuti
3. Jenis makanan yang harus diperhatikan.
Komposisi makanan yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
seimbang yaitu yang mengandung karbohidrat (45-60%), Protein (10-15%), lemak
(20-25%), garam (≤ 3000 mg atau 6-7 gr perhari), dan serat (± 25 g/hr). Jenis
buah-buahan yang dianjurkan adalah buah golongan B (salak,tomat, dll) dan yang
tidak dianjurkan golongan A (nangka, durian, dll), sedangkan sayuran yang
dianjurkan golongan A (wortel, nangka muda, dll) dan tidak dianjurkan golongan B
(taoge, terong, dll). Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
tubuh, diantaranya dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi (±25-30%)
tergantung beberapa faktor misalnya jenis kelamin, umur, aktivitas, dan berat badan.3
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi sebagai
berikut :
BBI = 90% X (TB dalam cm – 100) X 1 kg.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB dan wanita sebesar 25 kal/kg BB.
2) Umur
Diabetisi di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi yaitu usia 40-59 tahun
dikurangi 5%, usia 60-69 tahun dikurangi 10%, dan lebih 70tahun dikurang 20%.

41
3) Aktifitas Fisik
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Aktivitas
ringan ditambahkan 20%, aktivitas sedang ditambahkan30%, dan aktivitas berat
dapat ditambahkan 50%.
4) Berat badan
Bila kegemukan dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan.Bila kurus
ditambah 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
5) Kondisi Khusus
Penderita kondisi khusus, misal dengan ulkus diabetika atau infeksi,dapat
ditambahkan 10-20%.1,3,9
c. Latihan Jasmani
Berikut ini beberapa aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk melatih
kesehatan jasmani bagi penderita diabetes melitus:
Tabel 3.Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita diabetes melitus
Label Aktivitas
Kurangi Sedenter (berdiam, bermalas-malasan) :
Menonton tv, menggunakan internet, bermain komputer
Sering Olahraga rekreasi, aktivitas fisik liburan :
Jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola
Harian Kebiasaan sehari-hari :
Jalan kaki ke pasar, naik/turun melalui tangga, berjalan
menuju/dari tempat parkir

Latihan jasmani tersebut dapat dilakukan setidaknya 3 kali dalam seminggu


masing-masing selama 30 menit. Pada sebagian penderita diabetes melitus tipe 2,
latihan jasmani dapat mengakibatkan hipoglikemia, yaitu pada penderita yang
menggunakan terapi insulin dan obat-obatan insulin sekretagogue sebagai pilihan
terapinya. Oleh karena itu, hendaknya penderita mengecek terlebih dahulu kadar

42
glukosanya sebelum, selama, dan setelah latihan jasmani. Apabila sebelum
melakukan latihan jasmani kadar glukosa darahnya <100 mg/dl, hendaknya penderita
dapat mengkonsumsi tambahan karbohidrat terlebih dahulu.8,9

d. Pengobatan
Jika diabetes telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang
teratur namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai maka dipertimbangkan
pemberian obat. Obat meliputi: obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin. Pemberian
obat Hipoglikemi Oral diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan.
Pemberian insulin biasanya diberikan lewat penyuntikan di subkutan dan pada
keadaan khusus diberikan secara intravena atau intramuskuler. Mekanisme kerja
insulin rapid acting, short acting, medium acting dan long acting. Insulin diperlukan
pada pasien dengan komplikasi akut, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal,
kontraindikasi terhadap OHO, dan stres berat seperti infeksi kaki diabetik.7,9

e. Pemantauan Pengendalian Diabetes dan Pencegahan Komplikasi


Tujuan pengendalian diabetes mellitus adalah menghilangkan gejala,
memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta mengurangi
laju perkembangan komplikasi yang sudah ada. Pemantauan dapat dilakukan dengan
pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial, pemeriksaan HbA1C
setiap 3 bulan, pemeriksaan ke fasilitas kesehatan kurang lebih 4X pertahun (kondisi
normal) dan dilakukan pemeriksaan jasmani lengkap, mikroalbuminuria, kreatinin,
albumin globulin, ALT, kolesterol total, HDL,trigliserida, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan.9

Komplikasi Diabetes mellitus


Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Komplikasi Metabolik Akut

43
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
Hiperglikemia dapat berupa: Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hiperosmolar Non
Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL).
Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg/dL dan
gejala yang muncul yaitu palpitasi, takikardi, mual muntah, lemah, lapar dan dapat
terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula
darah lebih dari 250 mg/dL dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi,
pernafasan kussmaul, mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma.

2. Komplikasi Metabolik Kronik


Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik). Angiopati diabetik untuk memudahkan
dibagi menjadi dua yaitu makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati
(mikrovaskuler). Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut:8,9
a. Mikrovaskuler :
o Nefropati
o Retinopati
b. Makrovaskuler :
o Penyakit jantung koroner.
o Pembuluh darah kaki.
o Pembuluh darah otak.
c. Neuropati: mikro dan makrovaskuler
d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler.
Komplikasi kronik DM tipe 2 yang sering terjadi adalah retinopati dan nefropati
diabetikum.
 Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik (RD) yang terjadi pada penderita DM tipe 2 terbagi menjadi
2 jenis, yaitu: non-proliferatif dan proliferatif.

44
RD non-proliferatif sering muncul pada akhir dekade pertama atau awal dari dekade
kedua pasien menderita DM tipe 2. Kelainan yang muncul yaitu: mikroaneurisma
vaskuler retina, bercak perdarahan, dan tanda cotton-wool spot. Hal-hal tersebut dapat
terjadi karena peningkatan permeabilitas vaskuler retina, abnormalitas vaskularisasi
retina sehingga mengakibatkan iskemi retina dan hipoksemia retina. Kompensasi dari
kondisi ini yaitu munculnya neovaskularisasi pada retina yang keadaan ini meningkat
menjadi retinopati diabetik proliferatif dengan tanda mudahnya ruptur vaskuler yang
mengakibatkan perdarahan vitreus, fibrosis, dan retinal detachment.
 Nefropati Diabetik
Komplikasi yang terjadi pada ginjal ini disebabkan karena kondisi
hiperglikemia kronis pada penderita DM tipe 2. Hal ini menyebabkan perubahan
hemodinamik pada mikrosirkulasi ginjal, yang mengakibatkan perubahan struktur
glomerolus menjadi terdapat peningkatan matriks ekstraseluler, penebalan membrane
basal, ekspansi sel mesangial, dan fibrosis sehingga menimbulkan gangguan pada
sistem filtrasi ginjal.4,9

C. Gagal Jantung
Definisi
Gagal jantung adalah sindroma klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan
atau fungsi jantung. Gagal jantung merupakan sindrom kardiovaskuler yang paling
kompleks untuk diobati karena gagal jantung mempunyai banyak etiologi serta
adanya berbagai kelainan hemodinamik, metabolik, dan neuroendokrin yang timbul
pada gagal jantung. Dengan adanya pertambahan usia penduduk dan meningkatnya
jumlah pasien penyakit kardiovaskuler maka dapat diramalkan bahwa masalah gagal
jantung ini akan menjadi lebih besar pada masa yang akan datang di indonesia.11
Dahulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya
kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk meningkatkannya

45
dan diuretik serta vasodilatator untuk mengurangi beban (unload).
Menurut New York Heart Association (NYHA) gagal jantung dapat
diklasifikasikan atas kelas 1 (asimptomatik), 2 (ringan), 3 (sedang), 4 (berat)
berdasarkan gejala seperti sesak napas dan kelelahan dalam melakukan kegiatan
fisik.12
Kelas Uraian
1 Timbul gejala sesak atau capai pada kegiatan fisik yang berat
2 Timbul gejala pada kegiatan fisik yang sedang
3 Timbul gejala pada kegiatan fisik ringan
Timbul gejala pada kegiatan fisik yang sangat ringan dan pada waktu
4
istirahat.

Diagnosis
Diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi doppler, dan kateterisasi. Terdapat
kriteria yang yang disebut Kriteria Framingham yang digunakan untuk diagnosis
gagal jantung kongestif
a. Kriteria Mayor
 Paroksimal nocturnal dispnea
 Distensi vena leher
 Ronki paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 Gallop S3
 Peninggian tekanan vena jugularis
 Refluks hepatojugular

46
b. Kriteria Minor
 Edema ektremitas
 Batuk dimalam hari
 Dispnea d’effort
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
 Takikardia10,11,12

47
BAB III
PEMBAHASAN

Problem 1. Pneumonia CURB-65-1

Penegakan diagnosis pneumonia didasarkan oleh anamnesis, pemeriksaan


fisik, serta pemeriksaan penunjang. Tanda pneumonia yang sering dijumpai adalah
adanya sesak, leukositosis atau leukopenia, dan adanya gambaran infiltrat atau
konsolidasi paru pada pemeriksaan x-foto thorax.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan sesak nafas,
demam 38C, batuk berdahak warna kuning kehijauan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perkusi redup pada lapangan paru kanan dan pada auskultasi didapatkan
suara tambahan berupa ronki basah kasar di lapangan paru kanan setinggi thoracal 5-7.
X-foto thorax yang dilakukan menunjukkan adanya edema pulmonum disertai dengan
gambaran pneumonia serta efusi pleura.
Terapi farmakologis yang diberikan pada problem ini adalah pemberian
oksigen nasal kanul 3 liter permenit, infus NaCl 0,9% 2 tpm. Antibiotik yang pertama
kali diberikan adalah Ceftriaxon 2 gram/24 jam karena sesuai dengan tipe kuman
yang ada di RSDK. Antibiotik ini diberikan sampai dengan hasil kultur dahak keluar,
kemudian antibiotik empiris diganti dengan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur.
Diberikan paracetamol 500 mg bila pasien demam.

Problem 2. Anemia Normositik Normokromik

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak didapatkan tanda-tanda anemia


seperti lemas ataupun pucat pada mukosa. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan
kadar Hb 10,8 mg/dL dengan nilai MCH dan MCV normal.
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin,

48
selanjutnya pasien akan dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebab
dari anemia normositik normokromik tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan retikulosit.
Pada pasien ini dengan problem anemia normositik normokromik, tidak
diberikan terapi karena menunggu hasil pemeriksaan, apakah disebabkan oleh
perdaraha atau low intake.

Problem 3. Diabetes Melitus tipe II


Penegakan diagnosis diabetes melitus tipe 2 didasarkan atas anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala klasik diabetes melitus tipe 2
berupa polidipsi, poliuria, polifagi, penurunan berat badan tanpa sebab jelas, dan
dapat disertai dengan keluhan lain berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.1,2
Dari anamnesis pada pasien ini yang didapatkan riwayat diabetes melitus
sejak 3 tahun yang lalu dan pasien mengaku tidak rutin minum obat. Pada
pemeriksaan fisik untuk pasien dengan diabetes melitus pada umumnya didapatkan
keadaan umum tampak lemas.. Pada pemeriksaan mata tidak didapatkan mata kabur,
pada funduskopi didapatkan tidak diabetes retinopati. Didapatkan GDS 279 mg/dL.
1,2

Pada pasien ini didapatkan keadaan umum tampak lemah. Tinggi badan pasien
165 cm dengan berat badan 62 kg sehingga didapatkan IMT 22,98dengan kesan
normoweight. Tanda vital tekanan darah pada saat masuk RSDK adalah 120/70
mmHg. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tidak didapatkan tanda-tanda diabetes
mellitus,. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang.
Pada pasien didapatkan nilai gula darah sewaktu 279 mg/dL, gula darah puasa
243 mg/dL, gula darah 2 jam post prandial 312 mg/dL. Dari hasil kadar gula tersebut
maka pasien didiagnosis diabetes melitus. Gula darah sewaktu pasien mencapai kadar
hiperglikemik yang cukup untuk menyebabkan krisis hiperglikemik, oleh karena itu

49
ada indikasi untuk diberikan terapi insulin sehingga pasien diberikan terapi injeksi
insulin analog aspart (insulin aspart) dengan dosis awal 4-4-4 unit SC dan Insulin
detemir 0-0-10 unit SC.
Pada pasien ini diberikan edukasi, terapi nutrisi medis, serta terapi
farmakologis. Terapi nutrisi medis dan kebutuhan kalori bagi penderita diabetes
melitus dapat ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yaitu
sebesar 25 kkal/kgBB ideal (wanita) atau 30 kkal/kgBB ideal (pria).Perhitungan berat
badan ideal (BBI) dapat dihitung dengan rumus Brocca. Berat badan ideal untuk
pasien ini = 90% x (165-100) x 1 kg = 58,5 kg sedangkan berat badan pasien
sekarang 62 kg. Kebutuhan kalori untuk pasien ini sebesar 25 kkal/kgBB ideal
(wanita), dikurangi 5% untuk usia 40-59 tahun (56 tahun), Perhitungannya adalah =
(25 kkal x 58,5 kg) = 1462 kkal yang dibulatkan menjadi 1500 kkal. Asupan nutrisi
untuk pasien ini adalah mengurangi asupan yang manis, dan menghabiskan diet dari
rumah sakit.
Terapi farmakologis yang diberikan pada pasien ini adalah insulin analog karena
gula darah pasien yang tinggi dan nilai HbA1C yang melebihi normal yaitu 11,9.
Monitoring gula darah dilakukan setiap 4 jam sekali, setelah gula darah turun dan
stabil, monitoring berganti menjadi GDS pagi sore.
Edukasi yang sesuai untuk pasien ini adalah asupan nutrisi yang sesuai untuk
diabetes melitus, mengurangi asupan makanan & minuman yang manis dan banyak
lemak, dan menghabiskan diet dari rumah sakit. Pada pasien ini tidak diberikan
edukasi untuk melakukan aktivitas olahraga karena selain adanya diabetes melitus,
pasien juga menderita CHF NYHA III, sehingga apabila berolahraga dikhawatirkan
akan memperparah kondisi dari jantung pasien tersebut.

Problem 4. Kolestasis
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk ke dalam duodenum
dalam jumlah yang normal. Secara klinis, kolestasis dapat didefinisikan sebagai

50
akumulasi zat-zat yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu
dan kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh.
Pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan
BAK seperti teh, liver function test tidak normal ( SGOT/SGPT 46/75, alkali
phospatase 263, gammaGT 101, bilirubin total 4,15, bilirubin direk 2,9, total protein
4,3, albumin 2,5).
Penyebab terjadinya kolestasis belum jelas apabila hanya didapatkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa USG Abdomen yang menghasilkan adanya masa padat dan jaringan nekrotik
pada hepar segmen 7 dan adanya trombus pada vena hepatika media.

Problem 5. CHF NYHA IV

Penegakan diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan atas anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tandagagal jantung antara lain
adanya sesak napas (dispneu) dan kelelahan, dimana hal tersebut juga sering timbul
pada kelainan lain seperti sistem pernapasan atau obesitas.
Pada pasien ini dari pemeriksaan fisik pasien ditemukan adanya pergeseran ictus
cordis. Pada pemeriksaan penunjang x-foto thorax untuk melihat gambaran kondisi
rongga thorax dan organ di dalamnya, dan didapatkan gambaran kardiomegali (LV
dan LA), edema pulmonum disertai pneumonia dan efusi pleura kanan.
Untuk mengetahui adanya kelainan pada jantung pasien diperiksa
menggunakan elektrokardiogram, dan dari gambaran EKG yang telah terekam adanya
sinus takikardia, Left Axis Deviation, dan tanda iskemik anterior . Untuk
menkonfirmasi letak kelainan jantung pasien dilakukan pemeriksaan ekokardiograf
dimana didapatkan adanya pembesaran ventrikel kiri. Dalam pemeriksaan
ekokardiograf tersebut juga didapat kan gambaran disfungsi diastolik grade I dan
gambaran HHD yang dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung.

51
Terapi farmakologis yang diberikan pada pasien adalah injeksi Furosemid40
mg iv sebagai diuretik untuk menurunkan tekanan darah pasien, kemudian
memberikan Candesartan 4mg/24 jam.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Longo, Fauci, et al. Diabetes Mellitus Dalam: Harrison’s Principles of Internal


Medicine 18th Edition. US: The McGraw-Hill Companies; 2012.
2. World Health Organization. Definition, Diagnosis, and Classification of Diabetes
Mellitus and Its Complications Report of a WHO Consultation (Part 1: Diagnosis
and Classification of Diabetes Mellitus). 1999. Geneva: Department of
Noncommunicable Disease Surveillance.
3. PERKENI. Konsensus Pengelolan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia, 2011.
4. Darmono. Life Style Modification for Diabetes Patients. Dalam: Suhartono T,
Pemayun TGD, Nugroho KH, editors. Naskah Lengkap Simposium “Medical
Nutrition Therapy Update In Diabetes Mellitus”. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2010.
5. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. ed.31. Jakarta. EGC;
2010.
6. Medscape. Cholestasis [serial online]. 2010 [cited May 10, 2016]. Medscape
Reference.Availablefrom: http://emedicine.medscape.com/article/927624-clinical
7. Aziz Rani. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006
8. Aziz Rani. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006
9. Dyah Purnamasari. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid 3. 2009. Jakarta: Interna Publishing.
10. Kriteria Framingham untuk CHF. [Cited 2016]
http://www.argaaditya.com/2014/12/kriteria-framingham-untuk-congestive.html
11. New York Heart Association Classification. Heart Online. [cited May 10, 2016].
Available from:
http://www.heartonline.org.au/media/DRL/New_York_Heart_Association_(NYH
A)_classification.pdf
12. Panggabean, Marulam M. Gagal Jantung. In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi
Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata Marcelinus, Setiati Siti, et al, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Internal Publishing; 2013, chapter
248.

53

Vous aimerez peut-être aussi