Vous êtes sur la page 1sur 8

Pentingnya Pemberian ASI Ekslusif pada bayi umur 0-6 Bulan

Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui,
bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Penyebab tingginya angka
kematian bayi disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah ASI.
Pemberian ASI tetap yang terbaik bagi bayi dan anak. Namun sayangnya, tidak
banyak orang tua yang sadar dan mengetahui bahwa ASI bisa membantu anak
untuk memiliki sistem kekebalan tubuh yang prima sehingga banyak orang tua
yang cenderung memilih untuk memberikan susu formula bila dibanding
dengan memberikan ASI bagi anak mereka. Tenaga kesehatan, baik itu bidan,
dokter, dll memegang peranan penting untuk bisa mensosialisasikan tentang
pentingnya ASI bagi kesehatan anak Indonesa. Bila setiap orang tua mampu
menyadari akan pentingnya ASI eksklusif bagi bayi yang dilahirkan, maka masa
depan generasi mendatang akan lebih baik dan berguna bagi orang tua,
bangsa dan negera. Salah satunya untuk mewujudkan hal itu adalah dengan
memberikan ASI eksklusif sejak dini.

ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan
lain, dan tanpa tambahan makanan lain yang diberikan pada bayi sampai umur
6 bulan (Dinkes, 2008). ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi
dan di produksi khusus oleh tubuh ibu untuk bayinya. Agar ASI cepat keluar
maka dianjurkan bayi disusui dalam 30 menit pertama setelah dilahirkan.
Komposisi ASI yang sesuai untuk kebutuhan bayi dan mengandung Zat
pelindung dengan kandungan terbanyak ada pada kolustrum. Kolustrum adalah
ASI yang berwarna kekuningan yang dihasilkan tiga hari pertama setelah bayi
lahir.

Pada dasarnya saat ini banyak ibu yang memberikan pengganti ASI
sebelum bayi berumur 6 bulan. Seharusnya pemberian ASI paling baik
diberikan sampai umur 6 bulan tanpa tambahan makanan apapun. Jika dipaksa
untuk mengonsumsi selain ASI tidak menutup kemungkinan bayi bisa sakit. Hal
ini dikarenakan dapat mengakibatkan kekebalan bayi menurun. Padahal
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama terbukti menurunkan angka
kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI) yang merupakan indikator
kesehatan (Kompas, 2007).

Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat berupa


penyuluhan Pentingnya pemberian ASI Ekslusif dan tehnik menyusui yang
benar. Penyuluhan yang diberikan menggunakan media pendukung
penyuluhan yang memadai sepert flip chart ataupun banner agar masyarakat
lebih mudah memahami materi yang diberikan. Materi yang diberikan berupa
Manfaat ASI sangat besar dalam upaya meningkatkan kualitas hidup anak,
karena dengan menyusui tidak hanya memberi keuntungan pada bayi saja,
tetapi juga bagi ibu dan keluarga.
1. Keuntungan menyusui bagi bayi, yaitu :
A. Ditinjau dari aspek gizi
Kandungan gizi lengkap dan sesuai dengan kebutuhan bayi untuk tumbuh
kembang yang optimal. Mudah dicerna dan diserap, karena perbandingan
whey protein /casein adalah 80/20, sedangkan susu sapi 40/60. Disamping
itu ASI mengandung lipase yang memecah trigliserida menjadi asam lemak
dan gliserol. Laktosa dalam ASI mudah terurai menjadi glukosa dan
galaktosa, dan enzim laktase sudah ada sejak bayi lahir.
B. Ditinjau dari aspek imonologi
Mengandung kekebalan antara lain:
Imunitas selular yaitu lekosit sekitar 4000/ml ASI yang terutama terdiri dari
Makrofag Imunitas humoral, misalnya IgA- enzim pada ASI yang
mempunyai efek antibakteri misalnya lisozim, katalase dan
peroksidase.Laktoferin Faktor bifidus Antibodi lainnya: Interferon, faktor
antistafilokokus, antibodi HSV, B12 binding protein, dan komplemen C3 dan
C4. Tidak menyebabkan alergi.
C. Ditinjau dari aspek psikologis
Mendekatkan hubungan ibu dan bayi menimbulkan perasaan aman bagi
bayi, yang penting untuk mengembangkan dasar kepercayaan dengan mulai
mempercayai orang lain / ibu dan akhirnya mempunyai kepercayaan pada
diri sendiri.
D. Aspek kesehatan Ibu
Dapat mengurangi pendarahan post partum,mempercepat involusi uterus
dan mengurangi insidens karsinoma payudara.
E. Aspek psikologis Ibu
Mendekatkan hubungan ibu dan anak serta memberikan perasaan
dipelukan.

F. Aspek keluarga berencana


Menunda kembalinya kesuburan, sehingga dapat menjarangkan kehamilan.
Perlu diketahui bahwa frekuensi menyusui yang sering baru mempunyai
efek keluarga berencana.
G. Bagi keluarga
1). Hemat karena tidak perlu menyediakan dana untuk membeli susu
formula
2). Bayi jarang sakit, bisa menghemat biaya pengobatan
3). Mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.
Tehnik menyusui yang benar disertai gambar-gambar dan bahasa yang
mudah dimengerti sehingga mempermudah masyarakat mengerti dan
pengetahuan masyarakat akan menjadi lebih baik dan diharapkan angka
kematian bayi akan berkurang.
Bahaya Obesitas Pada Anak

Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya,
masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah
muncul masalah gizi lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas dapat
terjadi baik pada anak-anak hingga usia dewasa. Obesitas disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan
oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan.1 Jika keadaan ini
berlangsung terus menerus (positive energy balance) dalam jangka waktu
cukup lama, maka dampaknya adalah terjadinya obesitas. Obesitas merupakan
keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95
pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya.
Beberapa faktor penyebab obesitas pada anak antara lain asupan makanan
berlebih yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft
drink, makanan jajanan seperti makanan cepat saji (burger, pizza, hot dog) dan
makanan siap saji lainnya yang tersedia di gerai makanan. Selain itu, obesitas
dapat terjadi pada anak yang ketika masih bayi tidak dibiasakan mengkonsumsi
air susu ibu (ASI), tetapi mengunakan susu formula dengan jumlah asupan
yang melebihi porsi yang dibutuhkan bayi/anak. Akibatnya, anak akan
mengalami kelebihan berat badan saat berusia 4-5 tahun. Hal ini diperparah
dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan yang kurang sehat dengan
kandungan kalori tinggi tanpa disertai konsumsi sayur dan buah yang cukup
sebagai sumber serat. Anak yang berusia 5-7 tahun merupakan kelompok yang
rentan terhadap gizi lebih. Oleh karena itu, anak dalam rentang usia ini perlu
mendapat perhatian dari sudut perubahan pola makan sehari-hari karena
makanan yang biasa dikonsumsi sejak masa anak akan membentuk pola
kebiasaan makan selanjutnya.
Anak-anak sebagian besar menyukai makanan cepat saji atau fast food.
Padahal makanan seperti ini umumnya mengandung lemak dan gula yang
tinggi yang menyebabkan obesitas. Orang-tua yang sibuk sering menggunakan
makanan cepat saji yang praktis dihidangkan untuk diberikan pada anak
mereka, walaupun kandungan gizinya buruk untuk anak. Makanan cepat saji
tidak memiliki kandungan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Itu
sebabnya makanan cepat saji sering disebut dengan istilah junk food atau
makanan sampah. Selain itu, kesukaan anak-anak pada makanan ringan dalam
kemasan atau makanan manis menjadi hal yang patut diperhatikan.

Obesitas anak remaja biasanya diukur dengan menggunakan indeks


massa tubuh ( BMI ), nomor yang dihitung dengan membagi berat badan anak
dalam kilogram dengan tinggi dalam meter kuadrat. Karena anak laki-laki dan
perempuan tumbuh pada tingkat yang berbeda dan diharapkan memiliki
perbedaan massa tubuh, BMI yang dianggap "normal" untuk anak-anak
tergantung pada jenis kelamin anak dan usia. BMI adalah pengukuran
kemudian dibandingkan dengan persentil ditetapkan oleh Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk menentukan apakah anak tersebut
dianggap obesitas. CDC memenuhi syarat anak- anak dengan BMI lebih besar
dari persentil ke-95 sebagai obesitas. Persentase anak-anak kelebihan berat
badan dan obesitas telah terus meningkat. Selain penyakit jantung, diabetes,
dan hipertensi , anak-anak obesitas juga rentan untuk tidur apnea dan masalah
sendi atau tulang akibat kelebihan berat bahwa pertumbuhan badan. Meskipun
penyakit ini yang paling sering dikaitkan dengan orang dewasa, orang tua atau
wali dari anak-anak, obesitas tidak boleh meremehkan risiko obesitas remaja.
Menjadi obesitas di masa kanak-kanak meningkatkan kemungkinan anak
memicu pubertas pada usia lebih dini atau mengembangkan masalah
pernapasan seperti asma. Bahkan jika masalah berat badan tidak
mempengaruhi anak, gagal untuk menurunkan kelebihan berat badan sebelum
dewasa dan secara drastis mengubah gaya hidup menempatkan seseorang
pada risiko yang sangat tinggi untuk mengembangkan masalah kesehatan.

Masalah psikologis dan harga diri juga jauh lebih mungkin untuk
mempengaruhi seseorang yang kelebihan berat badan sebagai anak-anak,
mungkin karena menggoda dan stigma sosial yang terkait dengan obesitas
remaja. Kadang- kadang menggoda ini dan diskriminasi datang bukan hanya
dari rekan-rekan, tetapi juga dari keluarga anak, yang mengarah ke lingkungan
rumah tidak sehat. Hal ini dapat menyebabkan anak mengembangkan ketidak
nyamanan serius dan mungkin menjadi tertekan. Belajar tidak sehat, kebiasaan
makan dan olahraga di rumah dapat mengakibatkan anak kelebihan berat
badan atau obesitas mengembangkan gangguan makan dalam upaya untuk
mengimbangi dan kehilangan berat badan ekstra.

Selain berakibat terhadap kesehatan fisik, obesitas juga berdampak pada


masalah social dan ekonomi yang cukup besar. Terkadang dampak terhadap
konsekuensi ekonomi masyarakat atau perorangan seringkali tertutup oleh
dampak kesehatan dan social. Usaha pencegahan jelas akan lebih menghemat
biaya bila dibandingkan usaha pengobatan. Diperkirakan tahun 2025 biaya
kesehatan yang akan dikeluarkan sedunia berkisar antara 213 hingga 396
miliar dolar atau sekitar 7-13% dari anggaran kesehatan dunia. Melihat
besarnya masalah obesitas diatas, maka WHO menyatakan bahwa obesitas
merupakan suatu epidemic global sehingga menjadi masalah kesehatan yang
harus segera ditangani.

Dalam melakukan upaya pencegahan diperlukan kerjasama antar lintas


program dan lintas sektor, organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat
lainnya. Upaya-upaya pencegahan tersebut, antara lain adalah : a) Memberikan
informasi tentang manfaat pola hidup sehat; b) Penyebarluasan informasi
tentang obesitas dan dampaknya terhadap kesehatan melalui media cetak
maupun elektronik; c) Mengajak pihak sekolah untuk memberikan pendidikan
tentang pola hidup sehat serta memfasilitasi tersedianya makan sehat dan
sarana untuk melakukan aktifitas fisik ataupun olahraga; d) Mengajak
masyarakat untuk melakukan diet seimbang, melakukan aktifitas fisik dan
latihan fisik yang baik, benar, terukur dan teratur; e) Mendorong tersedianya
fasilitas umum yang bersih dan aman untuk pejalan kaki, bersepeda, tempat
bermain untuk anak; f) Mendorong tersedianya sayur dan buah yang terjangkau
oleh masyarakat untuk menunjang gizi seimbang serta hindari konsumsi obat-
obatan untuk menggemukkan badan.

Pengendalian obesitas bertujuan untuk mencapai keadaan sehat dan


memelihara untuk tetap sehat dengan berat badan ideal. Upaya yang
dilakukan: (1) Untuk masyarakat, berupa : a) memberikan pemahaman
kepada masyarakat tentang obesitas dan dampaknya terhadap kesehatan; b)
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pola makan sehat
dengan gizi seimbang; c) Pemahaman tentang aktifitas fisik dan latihan fisik
serta manfaatnya. (2) Untuk petugas puskesmas, dapat melakukan
pengendalian dengan : a) Melakukan identifikasi obesitas, b) Memberikan
edukasi tentang obesitas, memberikan konseling tentang pola hidup sehat, c)
Melakukan dampak obesitas terhadap penyakit-penyakit tidak menular, d)
Melakukan rujukan. (3) Untuk petugas rumah sakit, dapat melakukan
pengendalian dengan : a) Menerima rujukan medic yang meliputi konseling
pasien untuk keperluan diagnostic; b) Pengobatan medikamentosa; c)
Psikoterapi, d) Akupuntur serta tindakan operatif untuk obesitas.

DAFTAR PUSTAKA

Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak.


(https://www.unicef.org/indonesia/id/A5B/Ringkasan/Kajian/Kesehatan/REV.pdf)
. Diakses 14 Februari 2017.

Dinkes Bali. 2010. Pedoman pengendalian obesitas, Ditjen PP dan PL,


Kemenkes RI. (http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PENGENDALIAN-
OBESITAS2). Diakses 14 Februari 2017.

Depkes RI. 2003. ”Buku Panduan Manajemen Laktasi”. Suara Merdeka


(www.Mc spotlinght.org). diakses 14 Februari 2017.

Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan


Dasar dan Rujukan .

Vous aimerez peut-être aussi