Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati
diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul
kekacauan dalam susunan parenkim hati. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian
terbesar pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering
ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar
kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan
saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous bacterial
peritonitis serta hepatosellular carcinoma.
4. Apa manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik?
8. Apa saja komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
10. Bagaimana woc (web of caution) dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
11. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik?
1.3 Tujuan
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
4. Menjelaskan manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
1.4 Manfaat
2. Mengetahui dan memahami definisi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
3. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
8. Mengetahui dan memahami komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
9. Mengetahui dan memahami prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
10. Mengetahui dan memahami WOC Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada
bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar
terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di
bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar
difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah
posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan
diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum
dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligament
(Guyton, 2000).
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati yaitu :
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1
sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan
memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut
glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh,
selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah
pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari
nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic
acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi,
hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ
yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea
merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga
dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin
mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing
menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan
katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan
ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan
beberapa faktor koagulasi.
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun, obat over dosis.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500
cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam
v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis,
pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,
shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah (Guyton, 2000).
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan
proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit
hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat,
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-pita
jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak
berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson, 2001:445).
Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan yang di
timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi saluran
empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus, atau cedera
hepatosit akibat toksin (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).
1. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol.
Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati.
Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak yang
sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan
peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
4. Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu
kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan imunitas
pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari pembuluh-pembuluh
kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang
dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam
usus serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan
mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua).
5. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali
ditemukan pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu
yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran
empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang
menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.
6. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem
imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis
autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang
progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
8. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak umum
pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal
jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika
bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang
paling umum dari penyakit hati dan sirosis (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas
Indonesia, tt).
Terdiri atas:
2. Morfologi
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul
halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm,
sedang sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi
makonodular sehingga dijumpai campuran mikro an makronodular.
Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya
juga bervariasi ada nodul besar di dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang masih baik atau
terjadi regenerasi parenkim.
Campuran
Fungsional
Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun, gembung, mual, dll.
1) Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas
2) Eritema Palmaris
3) Asites
7) Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor akibat ammonia dan
produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan kegagalan hati)
Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik karena mengurangnya
sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan
arteri hepatic ke system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa disebabkan satu factor saja
misalnya peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya. Biasa yang dominan adalah
peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa:
1) Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik meningkat
tetapi tekanan portal intra hepatic normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan
meningkatnya aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis limfa.
2) Intrahepatik
Dalam buku Mary Baradero 2008, sirosis hepatis diklasifikasikan menjadi 4, antara lain:
Sirosis Laennec :
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada awal tahap ini, hepar membesar dan
mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar mengecil dan nodular.
Sirosis Pascanekrotik:
Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya berasal dari hepatitis virus.
Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
Sirosis Bilier:
Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koleduktus komunis (duktus sitikus).
Sirosis Cardiac:
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati
tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen
dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan
pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati
akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh
obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif akan berkumpul dalam vena portal
dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang
cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru
kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan seluruh tubuh.
Varises Gastroinstestinal:
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting)
darah dari pembuluh portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi
albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi
aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai
(terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai
khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis
dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan
fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan
status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang
mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran mental:
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis yang mencakup perilaku umum pasien,
kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
2. Cepat lelah
3. Kelemahan otot
8. Hematemesis, melena
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam
waktu yang singkat atau dalam keadan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang
terjadi pada peminum alcohol aktif. Hal ini kemudian membauat hati merespon kerusakan sel
tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada
cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memicu
timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga
ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono, 2002).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel
hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata
dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah
perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan
pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel
hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati
yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan
menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi
klinis (Sujono, 2002).
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua
factor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system portal. Pembebasan system portal
ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono,
2002).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular sehingga perfusi ginjal pun
mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat.
Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan
peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi
cairan lama-lama menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang
ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati.
Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas
yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul (Sujono, 2002).
2.7 Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepats
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak
meningkat pada sirosis inaktif.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati
membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti
HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah
terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan
radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi
untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography
(ERCP) (Sjaifoellah, 2000).
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh, antasid
diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan
gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel
hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang
mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi asites dan
meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik
lainnya (Sjaifoellah, 2000).
1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000 kalori). Bila ada
ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000 mg). Bila proses
tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi protein (80-125
g/hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet
hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh.
Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein
dalam darah visceral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan
protein yang cukup perlu diperhatikan.
1. Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tiak
hepatotoksik.
2. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asma amino esensial berantai
cabang dan glukosa.
2. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan pengobatan diuretik
berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila
setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau
keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak
dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic (Sjaifoellah, 2000).
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah
dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
1) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg
perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untukjangka waktu 24-48 minggu.
2) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit
setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48
minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
3) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap
hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti ;
1. Asites
3. Hepatorenal syndrome
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul
varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul
perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis
biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar
berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam
lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga
perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus
saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan
perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum
dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum.
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum
primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan
elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya
pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada
keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh
sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak
yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea
lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan
dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi
pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain
ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 %
penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis
terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita
sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru,
glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi
(Sujono, 2002).
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, minimal penyakit ini
dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi. Secara klasifikasi child yang dikembangkan maka
keadaan di bawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari pasien sirosis.
4. Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatic spontan tanpa factor pencetus luar. Gagal hati
tanpa factor pencetus luar mempunyai prognosis lebih jelek dari pada yang jelas factor
pencetusnya.
5. Hati mengecil
7. Komplikasi
9. Kadar natrium darah yang rendah (<120 meq/l), tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg.
10. CHE rendah, sedian biopsy yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit peradangan.
7% infeksi
Pengkajian
Identitas Klien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan
prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan
dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai
pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam
status jasmani serta rohani pasien. Selain itu apakah pasien memiliki penyakit hepatitis, obstruksi
empedu, atau bahkan pernah mengalami gagal jantung kanan.
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan
atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi,ginjal yang ada dalam
keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat
mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir
premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan
dengan riwayat tumbuh kembang.
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit
hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu
peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan
psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,karena pada pasien
dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil,
menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya.
Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema,gangguan integument, dan terpasangnya
alat-alat invasive (seperti infuse, kateter).Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan
tanggungjawab keluarga, danperubahan status financial
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kakiTD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang
merupakan tolak ukur dari keadaan umumpasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dan lebihfocus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan
menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan
BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi
cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang terjadi,
sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis,
tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati
tumpul dan ada nyeri tekan padaperabaan hati.
2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :-Schuffner, hati membesar ke
medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)-
Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites,
manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu,
leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan
adanya eritema palmaris, ginekomastiadan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan
hemoroid
Metabolism steroid seks pria (esterogen, progesterone, testoteron) menurun, akibatnya sifat-sifat
kepriaan menurun diganti sifat-sifat kewanitaan karena estrogen meningkat. Pada wanita, sifat-sifat
kewanitaan menurun karena testoteron meningkat.
2. B3 (Brain) : Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji tingkat kesadaran
pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat
ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya
membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah
satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokanO2 ke jaringan kurang
termasuk pada otak.
Data subjektif
2. Kulit, selaput lender, sclera : kekuning-kuningan, gatal, urine berwarna kuning tua dan
berbuih.
Data objektif
2. Kulit dan skelra : ikterik, petekie, hematoma, luka bekas garukan, spider angioma, eritema
palmar, edema, ginekomastia.
Diagnosa Keperawatan
2. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus).
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan karena aldosteron menigkat,
dan tekanan osmotic koloid menurun.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti ikterik, asites,
edema, ginekomastia.
9. Anemi berhubungan dengan perdarahan dan gangguan produksi sel darah merah akibat
splenomegali.
10. Perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan kadar amonia serum.
12. Potensial infeksi berhubungan dengan perubahan metabolism protein, fungsi fagosit hepar
lumpuh, kurangnya leukosit (akibat splenomegali).
Intervensi Keperawatan
Kriteria hasil : Bebas dispnea dan sianosis, GDA dalam rentang normal, pola nafas efektif,
kapasitas vital alam rentang normal.
Intervensi Rasional
Kolaborasi
2.Diagnosa keperawatan : Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
Kriteria hasil : Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut (mata tidak cowong, turgor
kulit baik, tidak terjadi anemia), menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan
dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Konsul denga ahli diet untuk emberikan diet tinggi Kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang
dalam kalori dan karbohidrat sederhana, rendah pemasukannya dibatasi, karbohidrat memberi
lemak dan tinggi protein sedang; batasi natrium ennergi siap pakai. Lemak sulit diserap. Protein
bila perlu. Berikan tambahan cairan sesuai diperlukan untuk menurunkan edema dan
indikasi. meningkatkan regenerasi sel hati. Catatan:
Protein dan makanan tinggi ammonia dibatasi
bila kadar ammonia meninggi atau pasien
mempunyai tanda klinis ensefalopati hepatic.
Mandiri
Pasien mungkinmencungkil atau hanya makan
Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan
sedikit gigitan karena kehilangan minat pada
diet.
makanan dan mengalami mual, kelemahan
Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori. umum, malaise.
Bantu dan dorong pasien untuk makan; jelaskan Perdarahan dari varises esophagus dapat terjadi
alasan tipe diet. Beri pasien makan bila pasien pada sirosis berat.
mudah lelah, atau biarkan orang terdekat
membantu pasien. Pertimbangkan makanan yang
disukai.
1. Diagnosa keperawatan : Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan retensi cairan
karena aldosteron menigkat, dan tekanan osmotic koloid menurun.
Kriteria hasil : Volume cairan stabil, keseimbangan pemasukan dan pengeluatan, tidak
ada edema, berat badan stabil, tanda vital dalam raentang normal.
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Berikan albumin bebas garam atau plasma Albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan
ekpander sesuai indikasi. tekanan osmotic koloid dalam kompartemen
vaskuler, sehingga meningkatkan volume sirkulasi
efektif dan penurunan terjadinya asites.
4. Diagnosa keperawatan : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti
ikterik, asites, edema, ginekomastia.
Kriteria hasil : Pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada,
mengidentifikasi perasaan dan metode koping persepsi diri negatif.
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Rujuk ke pelayanan pendukung, contoh konselor, Peningkatan kerentanan atau maslah sehubungan
psikiatrik, pelayanan social, pendeta, atau dengan penyakit ini memerlukan sumber
program pengobatan alcohol. professional pelayanan tambahan.
Intervensi Rasional
Mandiri
Berikan perhatian dan perawatan yang cermat Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu
pada kulit. suplai nutrien dan sangat rentanterhadap tekanan
serta trauma.
Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan cara melakukan
evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-pita
jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak
berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445).
Ensefalopati hepatic merupakan sindrom neuropsikiatrrik pada penderita penyakit hati berat.
Sindrom ini ditandai dengan keekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan
asteriksis (Price et al, 1995).
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot.Dengan demikian, diharapkan
cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak
mudah jatuh pada keadaan koma.
4.2 Saran
Dari kedua kasus diatas yaitu sirosis hepatis dan enselopati hepatic merupakan suatu keadaan
masalah kesehatan yang sangat kompleks. Oleh sebab itu diharapkan perawat mampu menerapkan
pola suhan keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, mary. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Penerbit buku kedocteran egc.
Jakarta.
Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for positive outcome. St.Louis :
Elvier Saunders
Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition. Philadelpia:
Lippincott William & Wilkins
Elizabeth J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA: Mosby
McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). USA: Mosby
Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Keyman, Withfield. 2006. Dietary proteins intake in patients with hepatic encephalopahaty and
chirrosis : current practice in NSW and ACT. Diakses pada tanggal 3 OKTOBER 2011
dari :http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/digestive-
Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3 Oktober 2011.
Dari:http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf
Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis prose