Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti semua sebelum hamil, yang berlangsung selama 6-40 hari. Lamanya masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 2013). Masanifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhr ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira- kira 6 minggu (syaifuddin, 2001). Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi dan nutrisi bagi ibu (Prawirohardjo, 2009).
B. Tujuan Asuhan Nifas
Menurut Rukiyah (2011), selama bidan memberikan asuhan sebaiknya bidan mengetahui apa tuuan dari pemberian asuhan pada ibu masa nifas, tujuan yang diberikan pada ibu masa nifas antara lain : 1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis dimana pada asuhan pada masa ini peranan keluarga sangat penting, dengan pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi selalu terjaga. 2. Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana bidan harus melakuka manajemen asuhan kebidanan pada ibu masa nifas secara sistematis dimulai dari pengkajian data subjektif, objektif maupun penunjang. 3. Setelah bidan melaksanakan pengkajian data maka bidan harus menganalisa data tersebut sehingga tujuan asuhan masa nifas ini dapat mendeteksi masalah yang terjadi pada ibu dan bayi. 4. Mengobati atau merujuk jika terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, yakni setelah masalah ditemukan maka bidan dapat langsung masuk ke langkah berikutnya sehingga tujuan diatas dapat dilaksanakan. 5. Memberikan pendidikan kesehatan tenang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, perawatan bayi sehat 6. Mempercepat involusi uteri. 7. Melancarkan pengeluaran lokhea, mengurangi infeksi masa nifas. 8. Mendapatkan kesehatan emosi 9. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
Menurut Saifudidin (2006), asuhan masa nifas diperlukan dalam
periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
C. Tahapan Masa Nifas
Menurut Rukiyah (2011), masa nifas merupakan rangkaian stelah proses persalinan dilalui oleh seorang wanita, beberapa tahapan masa nifas yang harus di pahami oleh seorang bidan antara lain : 1. Puerperium dini yaitu pemulihan dimana ibu telah diperbolehlan untuk berdiri dan berjalan-jalan. 2. Peurperium intermedial yaitu pemulihan menyeluruh alat-alata genetalia yang lamanya 6-8 minggu. 3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki komplikasi.
D. Perubahan Fisiologis yang Terjadi Pada Masa Nifas
Ada beberapa perubahan fisiologis yang terjadi pada masa nifas sebagai berikut : 1. Perubahan Sistem Reproduksi (Rukiyah, 2012) Alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil atau sering disebut dengan involusi, selain itu juga perubahan-perubahan penting lain, yakni hemokondentrasi dan timbulnya laktasi karena laktogenik hormon dari kelenjar hipofisis anterior terhadap kelenjar mamae. a. Serviks Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persakinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 6 minggu serviks menutup. b. Uterus Dalam masa nifas, uterus akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan uterus ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Involusi uteri disebabkan oleh : 1) Pengurangan estrogen plasenta. Pengurangan estrogen menghilangakan stimulus ke hipertropi dan hyperplasia uterus. 2) Iskemia miometrium, miometrium terus berkontraksi dan berinteraksi setelah kelahiran, mengkontriksi pembulu darah dan mencapai haemostasis pada sisi plasenta. Iskemia menyebabkan atropi pada serat-serat otot. 3) Otolisis miometrium. Selama kehamilan, estrogen meningkatkan sel miometrium dan kandungan protein, penurunan estrogen setelah melahirkan menstimulasi enzim proteolitik dan makrofag untuk menurunkan dan mencerna (proses autolisis) kelebihan protein dan sitoplasma intra sel, mengakibatkan pengurangan ukuran sel secara menyeluruh. Jaringan ikat dan lemak biasanya ditelan, dihancurkan dan dicerna oleoh jaringan makrofag. Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri ±2 jari dibawah pusat, uterus harus teraba berkontraksi dengan baik. Uterus menyerupai suatu buah alvokat gepeng berukuran panjang ± 15 cm, lebar ± 12 cm dan tebal ± 10 cm. korpus uteri sekarang sebagian besar terdiri dari miometrium yang dibungkus oleh serosa dan dilapisi oleh desidua. Karena pembuluh darah tertekan oleh kontraksi miometrium, uterus nifas pada potongan tampak iskemik kalau dibandingkan dengan organ hamil yang hipermik berwarna ungu kemerah- merahan. Selama 2 hari berikutnya, uterus masih tetap pada ukuran yang sama dan kemudian mengerut pada hari ke-5 post partum uterus kurang lebih setinggi 7 cm diatas simfisis atau pertengahan pusat dan simfisis. Normalnya organ ini mencapai ukuran tak hamil seperti semula dalam kurun waktu 6 minggu. Proses tersebut berjalan dengan cepat. Uterus yang baru saja melahirkan mempunyai berat 1 kg. karena involusi, 1 minggu kemudian menjadi 500 gram, pada akhir minggu kedua beratnya menjadi 300 gram, dan sesudahnya menjadi 100 gram atau kurang. Jumlah total sel otot tidak berkurang banyak, namun sel-selnya sendiri jelas sekali berkurang ukurannya. Karena pelepasan plasenta dan membrane terutama mengikutsertakan spongiosa desidua, bagian basal desidua tetap ada di uterus. Desidua yang tersisa mempunyai variasi ketebalan yang mencolok, gambaran bergerigi yang tidak teratur, dan terinfiltrasi oleh darah. Khususnya ditempat plasenta. Sisa plasenta dapat dengan cepat difiltrasi oleh leukosit membentuk barier pelindung yang melawan infeksi. Ekstruksi lengkap tempat plasenta perlu waktu sampai 6 minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinik yang besar, karena kalau proses ini terganggu, mungkin terjadi perdarahan nifas yang lama.segera setelah kelahiran bekas tempat plasenta kira-kira berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil. Pad akhir minggu kedua, diameternya 3 sampai 4 cm. segera setelah berakhirnya persalinan, tempat plasenta normalnya terdiri dari banyak pembuluh darah yang mengalami organisasi thrombus secara khusus. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali ditempat plasenta. Di tempat lain, permukaan bebas menjadi tertutup oleh epitel dalam 1 minggu atau 10 hari, dan seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga. Endometrium yang ditemukan secara histologik pada hari-hari pemulihan puerperium adalah bagian dari proses normal perbaikan tersebut. Demikian pula, pada hamper separuh wanita post partum tuba menunjukkan perubahan peradangan mikroskopik salfingitis akuta antara 5 dan 15 hari, tetapi hal ini tidak disebabkan oleh infeksi. Setelah kelahiran, kaliber pembuluh darah ekstrauteri mengecil menjadi sama, atau sekurangnya mendekati keadaan pra-kehamilan. Di dalam uterus nifas, sebagian besar pembuluh darah mengalami obliterasi dengan perubahan hialoin, dan pembuluh yang lebih kecil tumbuh di tempat mereka. c. Involusi uterus Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke keadaan semula sebelum hamil seberat 30 gram. Proses ini segera dimulai setelah lahirnya plasenta akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Proses involusi uterus pada akhir kala III persalinan, uterus berada digaris tengah kira-kira 2 cm dibawah umbilicus atau 2 jari dibawah pusat dengan fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini uterus besarnya kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram. Adapun proses involusi uterus adalah sebagai berikut : 1) Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterin. Enzim proteulitik akan mendekatkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebihan akan tecerna sendiri hingga tertinggal jaringan ibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan. 2) Atrofi jaringan merupakan jaringan yang berploriferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisa desidua yang mengalami atrofi akan terlepas dan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru. 3) Efek oksitosin membuat intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah lahir, diduga terjadi sebagai respon penurunanvolume intra uterin yang sangat besar. Hormone oksitoin yang dilepas oleh kelenjar hipofise posterior memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membatu proses homostaksis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus. d. Fundus uteri 1) Setelah bayilahir, TFU seinggi pusat, beratnya mencapai 1000 gram. 2) Setelah plasenta lahir, TFU dua jari dibawah pusat dan berat uterus mencapai 750 gram. 3) Setelah 1 minggu, TFU pertengahan pusat-simfisis dan berat uterus mencapai 500 gram. 4) Setelah 2 minggu, TFU tidak teraba diatas simfisis, dan berat uterus mencapai 350 gram. 5) Setelah 6 minggu pospartum, TFU menjadi betambah kecil, beratnya mencapai 50 gram. 6) 8 minggu postpartum, TFU sebesar normal, beratnya 30 gram. 2. Perubahan vagina dan Perineum (Rukiyah, 2012) a. Vulva dan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta pereganggan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut kedu organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali ke keadaan sebelum hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol. b. Perineum Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun lebih kendur pada keadaan sebelum melahirkan. 3. Perubahan pada payudara a. Penurunan kadar hormone progesterone secara cepat dengan peningkatan hormone prolaktin setelah persalinan. b. Kolostrum sudah ada saat persalinan, produksi ASI terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah persalinan. c. Payudara menjadi lebih besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi. 4. Perubahan Sistem Pencernaan (Rukiyah, 2012) Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena waktu persalinan kurang makan, hemoroid, laserasi jalan lahir. Rasa sakit didaerah perineum juga dapat menghalangi keinginan untuk buang air besar. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diet/makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. 5. Perubahan Sistem Perkemihan (Rukiyah, 2012) Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasine sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini Mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok, keadaan ini menyebabkan cliviesis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu. 6. Perubahan Sitem Muskeloskeletal (Rukiyah, 2012) Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi, karena ligament rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. 7. Perubahan Sistem Endokrin (heryani, 2012) a. Hormon Plasenta Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormone yang diproduksi oleh plasenta. Penurunan hormone plasenta menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. b. Hormon Pituitary Hormon pituitary antara lain : hormone prolaktin, FSH dan LH. Hormone prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. c. Hipotalamik Pituitary Ovarium Hormone ini mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca persalinan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi sekitar 40% setelah 6 minggu pasca persalinan 90% setelah 24 minggu. d. Hormon Oksitosin Selama tahap ketiga persalinan, hormone oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri. e. Hormon Estrogen dan Progesteron Hormone darah normal selama kehamilan akan meningkat.Hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormone anti diuretic yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan hormone progesterone mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. 8. Perubahan Sistem Kardiovaskuler (Rukiyah, 2012) Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan kembali estrogen menyebabkan aturesis terjadi yang secara cepat mengurangi volume darah plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa nifas ini ibu banyak mengeluarkan urin. Hilangnya progesterone membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya volume pada jaringan tersebut selama kehamilan. Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar (200-400 cc). Bila kelahiran melalui seksio cesaria, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume darah. 9. Perubahan Sistem Hematologi (Rukiyah, 2012) Selama mingu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama pasca persalinan, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan factor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dan masa pasca persalinan, jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25.000/30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin, hemorokit dan eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa PP sebagai akibat volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa pasca persalinan kehilangan darah sekitar 200-250 ml. penurunan volume dan peningkatan sel darah dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 pasca persalinan dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu pasca persalinan. 10. Perubahan tanda-tanda Vital a. Suhu badan Sekitar hari pertama setelah persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit antara 37,2˚C-37˚C sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan yang berlebihan dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan mejadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu tubuh naik lagi karena adanya pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkok, berwarna merah karena kebanyakan ASI. Bila suhu > 38˚C tidak menurun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genitalis atau sistem lain.(Heryani, 2012) b. Nadi Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih lambat karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Denyut nadi melebihi 100 x/menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum.(Heryani, 2012) c. Tekanan darah Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena perdarahan. Tekanan darah tinggi pada pasca persalinan dapat menandakan terjadinya preeklamsia postpartum. (Rukiyah, 2012). d. Pernafasan Frekuensi pernafasan normal orang dewasa adalah 16-24 kali per menit. Pada post partum pada umumnya pernafasan la mbat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tand-tanda syok. (Rukiyah, 2012).