Vous êtes sur la page 1sur 2

BERDIRINYA CANDI BOROBUDUR

Candi Borobudur didirikan di atas sebuah bukit seluas ± 7,8 ha pada ketinggian 265,40 m
di atas permukaan laut atau berada ± 15 m di atas bukit sekitarnya. Denah candi yang menyerupai
bujur sangkar dengan 36 sudut pada dinding teras 1, 2 dan 3 tersusun dari batu Adhesit dengan
sistem dry masonry (tanpa pelekat) yang diperkirakan mencapai 55.000 m3 atau 2.000.000 blok
batu yang diusung dari Sungai Elo dan Progo dipahat dan dirangkai menjadi puzzle raksasa yang
menutupi sebuah bukit kecil hingga terbentuk Candi Borobudur.

Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur
dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara
jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim
digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar
tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak
kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya.

Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu
beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha
aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa
mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa.

Berdasarkan prasasti Kayumwungan yang bertanggal 26 Mei 824, Candi Borobudur


dibangun oleh Raja SAMARATUNGGA antara abad ke-8 hingga abad ke-9, berbarengan dengan
Candi Mendut dan Candi Pawon. Proses pembangunan diperkirakan berlangsung selama 75 tahun
di bawah kepemimpinan arsitek GUNADHARMA.

Untuk memperkuat konstruksi dipergunakan sambungan batu tipe ekor burung ke arah
horizontal, sedangkan untuk yang arah vertikal menggunakan sistem getakan. Pada masing-
masing tingkat dan setiap penjuru mata angin terdapat pintu gerbang atau tangga. Pintu utama
ada di sebelah timur.Menurut Hoening yang dikutip oleh Bernet Kempers, rancangan semula
candi Borobudur adalah candi yang mempunyai empat pintu di atas suatu undag-undag sembilan
tingkat. Bentuk ini banyak ditemui di Kamboja. Menurut H. Parmentier yang dikutip oleh
Bernet Kempers, menyebutkan bahwa pada rencana semula candi Borobudur akan mempunyai
sebuah stupa yang sangat besar sekali, yang diletakan pada bagian yang sekarang ditempati
banyak stupa.

Perkiraan ini banyak dilihat dari sisa susunan batu pada tangga dinding teras ± sisi barat dan
utara yang merupakan dasar dari sebuah stupa besar dengan diameter AE 51 m. Sedangkan
menurut Sutterheim dalam bukunya yang berjudul “Tjandi Borobudur, Naam Vorm en
Beteekens”, 1929 yang dikutif Purnama Atmadi menyebutkan hasil perubahannya, bentuknya
sesuai dengan keterangan dalam kitab Jawa Kuno “Sang Hyang Kamahayanikam” yang
menguraikan filsafat agama Budha, dikatakan bahwa bangunan candi Borobudur adalah “Stupa
Prasada” yaitu suatu bangunan gabungan dari stupa bagian atas dan piramida yang mempunyai
undag-undag. Dan apabila dilihat dari aspek seni bangunan, ada dua bentuk seni arsitektur yang
dipadukan, yaitu.Hindu Jawa Kuno yaitu adanya punden berundak, relief maupun patung Budha
yang sedang bermeditasi.Serta India yaitu adanya stupa dan lantai yang bundar.

Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine Geldern,
nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic dan
Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek
moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa
bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil seperti bangunan candi Borobudur.
Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau
semacam piramida dan sebuah stupa. Candi Borobudur merupakan versi lain dari bangunan
piramida. Piramida Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah
dan negara manapun, termasuk di India. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan candi
Borobudur yang merupakan ciri khas arsitektur Budha di Indonesia.

Borobudur tidak hanya memiliki nilai seni yang teramat tinggi, karya agung yang menjadi bukti
peradaban manusia pada masa lalu ini juga sarat dengan nilai filosofis. Mengusung konsep
mandala yang melambangkan kosmologi alam semesta dalam ajaran Buddha, bangunan megah
ini dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni dunia hasrat atau nafsu (Kamadhatu), dunia bentuk
(Rupadhatu), dan dunia tanpa bentuk (Arupadhatu). Jika dilihat dari ketinggian, Candi
Borobudur laksana ceplok teratai di atas bukit. Dinding-dinding candi yang berada di tingkatan
Kamadatu dan Rupadatu sebagai kelopak bunga, sedangkan deretan stupa yang melingkar di
tingkat Arupadatu menjadi benang sarinya. Stupa Induk melambangkan Sang Buddha, sehingga
secara utuh Borobudur menggambarkan Buddha yang sedang duduk di atas kelopak bunga
teratai.

Vous aimerez peut-être aussi