Vous êtes sur la page 1sur 16

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

I. KONSEP DASAR MEDIS


A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis
dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat (Pedoman Diagnosis
danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 2014).
Efusi pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu system
pernapasan, dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura jika dibiarkan
membahayakan jiwa penderitanya.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Dari segi anatomis, permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru
sehingga cairan pleura muda bergerak dari satu rongga ke rongga yang
lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara
kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10 – 20 cc cariran yang
merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap
saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk
memisahkan kedua pleura. Jika terjadi maka kelebihan tersebut akan dipompa
keluar oleh pembuluh limvatik (yang membuka secara langsung) dari rongga
pleura ke mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral
pleura parietalis, memerlukan adanya kesimbangan antara produksi cairan
pleura oleh pleura paretalis dan absorpsi oleh pleura viseralis. Oleh karena
itu, rongga pleura disebut sebagai ruang potesial karena ruang ini normalnya
begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas (Guten dan
Hall,1997).

Hernika Pantun S.Kep 1


C. ETIOLOGI
Efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk, cairan efusi pleura
dibagi menjadi Transudat, Eksudat, dan Hemoragik.
1. Transudat dapat disebabkan oleh; kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis),
syndroma vena cava superior, tumor.
2. Eksudat disebabkan oleh; infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya,
tumor, infark paru, radiasi, penyakit kolagen
3. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh; adanya tumor, trauma, infark
paru, tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi efusi pleura yang terbentuk dibagi menjadi
unilateral dan bilateral, efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik
dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi yang bilateral sering
ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini : Kegagalan jantung kongestif,
Sindrom nefrotik, Asites, Infark paru, Tumor, Tuberkolusis.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Batuk
2. Dispnea
3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami
efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.

E. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga
pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera
direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara
produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml.

Hernika Pantun S.Kep 2


Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila
antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal
dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura
parietal melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura
parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan
hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh
sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis
adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial. Akumulasi
cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan
pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum
Starling.Keadaan ini dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal
jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis,
baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena
sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik dapat ditegakkan dengan anamnesis yang
baik meliputi:
1. Pemeriksaan radiologi
2. Biopsi pleura

Hernika Pantun S.Kep 3


3. Pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan laboratorium
5. Water Seal Drainage (WSD). WSD adalah suatu unit yang bekerja
sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
Indikasi WSD adalah
6. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
7. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca
bedah toraks
8. Torakotomi
9. Efusi pleura
10. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
1. Tujuan Pemasangan
11. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
12. Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
13. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
14. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
2. Tempat pemasangan
a. Apikal
 Letak selang pada interkosta III mid klavikula
 Dimasukkan secara antero lateral
 Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
 Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII- IX mid
aksiller
 Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
3. Jenis WSD
 Sistem satu botol
 Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada
pasien dengan simple pneumotoraks
 Sistem dua botol

Hernika Pantun S.Kep 4


 Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase
dan botol kedua adalah botol water seal.
 System tiga botol
 Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke
system dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk
mengatur jumlah penghisapan.

G. KOMPLIKASI
1. Pneumotoraks
2. Fibrosis paru
3. Atelaksis
4. Edema paru
5. Kolaps paru
6. Pusing s/d shock neurogenik

Hernika Pantun S.Kep 5


II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data-data yang dikumpulkan adalah:
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada
dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.

Hernika Pantun S.Kep 6


f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga
memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol
dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan
effusi pleura keadaan umumnya lemah.
3. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan ilusi dan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena
keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.

Hernika Pantun S.Kep 7


4. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
dan Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya
sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
5. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat,
selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang
yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6. Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami
perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien
tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus
mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran
pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai
seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal
ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
8. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian
juga dengan proses berpikirnya.
9. Pola reproduksi seksual

Hernika Pantun S.Kep 8


Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse
akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di
rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.

10. Pola penanggulangan stress


Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada
perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin
dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya
kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu
cobaan dari Tuhan.
h. Pemeriksaan fisik
1. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,
sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu
juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
2. Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR
cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu. Fremitus tokal
menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding
dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Suara perkusi redup
sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan

Hernika Pantun S.Kep 9


berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis
ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-
tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta
mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang
disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty
Abdol, 1994,79)
3. Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung
(health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya
denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk
menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah.
4. Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak,
selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau
massa. Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus. Pada
palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah

Hernika Pantun S.Kep 10


massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi
abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak.
5. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen
atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji
seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan
6. Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer
serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan
palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
7. Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis
akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu
diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang.
i. Pemeriksaan diagnostic
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
1. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa
terlihat. Pada effusi pleura sub pulmonal, cairan pleura lebih dari 300
cc, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan
dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit, ini akan memberikan

Hernika Pantun S.Kep 11


hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff,
1990, 786-787).

2. Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura
dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk
mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa
cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan analisis
cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan penyebab
dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil torakosentesis
secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat,
transudat.
 Haemorshagic pleural effusion, biasanya terjadi pada klien
dengan adanya keganasan paru atau infark paru terutama
disebakan oleh tuberculosis
 Yellow eksudat pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan
gagal jantung kongesti sindrom nefortik
 Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien
dengan ekstrapulmoner.
4. Pemeriksaan Fisik: Inspeksi, palpasi, Perkusi, Auskultasi.

B. DIAGNOSA
1. Pola nafas tidak efektif b/d ekspansi paru (akumulasi udara atau paru),
gangguan muscolaskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor
fisik (pemasangan selang dada).
3. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar kapiler.

Hernika Pantun S.Kep 12


4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang b.d sekresi mucus yang
kental, kelemahan, adanya batuk dan edema tracheal.
5. Intoleransi aktifitas b.d penurunan suplai O2 kejaringan.

C. INTERVENSI
1. Pola nafas tidak efektif b.d ekspansi paru (akumulasi udara atau paru),
gangguan muscolaskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
 Tujuan : Pola nafas efektif
 Kriteria hasil :
 Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
 Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
 Intervensi :
 Evaluasi fungsi pernapasan
R/ untuk mengetahui tingkat pernafasan klien
 Auskultasi bunyi napas
R/ agar mengetahui apaka bunyi nafas baik atau tidak
 Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala
R/ dengan posisi peninggian kepala dapat memperlancar system
pernafasan
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor
fisik
 Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
 Kriteria hasil :
 Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
 Pasien tampak tenang
 Intervensi :
 Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
R/ nyeri untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri klien
 Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi
dan Relaksasi

Hernika Pantun S.Kep 13


R/ teknik relaksasi dan distraksi dapat menghilangkan ras nyeri
 Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan
menghindari Iritasi
R/ agar tidak terjadi infeksi
 Berikan analgetik sesuai indikasi
R/ pemberian analgetik dapat menurunkan rasa nyeri
3. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar kapiler
 Tujuan : pertukaran gas kembali normal
 Kriteria hasil :
 Tidak menunjukkan distres pernafasan
 Menunjukkan perbaikan ventilasi O2 jaringan adekuat
 Intervensi:
 Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas
R/ untuk mengetahui sejauh mana bunyi nafas klien
 Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan
perubahan warna kulit
R/ untuk mengetahui sejauh mana perkembangan atau keadaan
klien
 Pemberian O2 sesuai kebutuhan
R/ pemberian O2 dapat memenuhi kebutuhan klien
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang b.d, kelemahan, adanya batuk
dan edema trakheal
 Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi
bersihan jalan nafas kembali efektif
 Kriteria hasil :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Pernafasan klien normal tanpa ada penggunaan otot bantu
nafas,\bunyi nafas normal dan perngerakan pernafasan normal
 Intervensi :
 Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan, irama,
kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan

Hernika Pantun S.Kep 14


R/ untuk mengetahui sejauh mana kempuan klien bernafas
 Berikan posisi semifowler atau fowler tinggi dan bantu klien
latihan nafas dalam
R/ dengan posisi semi fowler dapat menurangi reflex batuk klien
 Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea bila perlu lakukan
pengisapan
R/ pembaersihan secret dapat mempermudah jalan napas klien
 Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotic
R/ untuk membantu pengeluaran lendir
5. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan menelan
 Tujuan : nutrisi klien terpenuhi
 Kriteria hasil :
 Klien dapat makan tanpa menggunakan alat bantu
 Intervensi :
 Lakukan penkes
R/ untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang
dialami
 Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah,menelan dan
mengatasi sekresi
R/ Menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga
pasien harus terlindung dari aspiras
 Auskultasi bising usus,cata adanya penurunan atau suara
hiperaktif
R/ Membantu menentukan respon untuk makan atau
berkembangnya komplikasi seperti ileus paralitik
 Berikan makanan dalam jumlah kecil dan sering serta teratur
R/ Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi yang diberikan

Hernika Pantun S.Kep 15


DAFTAR PUSTAKA

Marrilyn. E. Doengus,1999 Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta
EGC.
Mansjoer, A, 2001. Kapita selekta kedokteran edisi ke 3 jilid 1, Jakarta:media
aeskulapius FKUI.
Prince, A & Wilson, M. 2005, Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit
edisi 6,Jakarta:EGCss
Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakarta, EGC, 2000.
http://www.igdrsml.co.cc/2010/05/efusi-pleura.html

Hernika Pantun S.Kep 16

Vous aimerez peut-être aussi