Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat antipiretik dan analgesik merupakan obat yang sudah dikenal luas
seperti obat asetaminofen. Obat ini banyak dijual sebagai kemasan tunggal
maupun kemasan kombinasi dengan bahan obat lain. Obat ini tergolong sebagai
obat bebassehingga mudah ditemukan di apotik toko obat maupun warung pinggir
jalan. Hal tersebut karena mudah didapatkan resiko untuk terjadi penyalahgunaan
obat ini semakin besar. Di Amerika Serikat dilaporkan lebih dari 100.000 kasus
per tahun yang menghubungi pusat informasi keracunan, 56.000 kasus datang ke
unit gawat darurat, dan 26.000 kasus memerlukan perawatan intensif di rumah
sakit.Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu
tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa
nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. NSAID (Non Steroidal
Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) adalah
suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti inflamasi, analgetik dan
antipiretik. NSAID merupakan obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat
berbeda secara kimiawi. Antiinflamasi adalah obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan peradangan.

Berdasarkan aksinya, Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu: Analgesik


narkotika dan Obat Analgetik Non-narkotik. Pada obat Antipiretik penggolongan
obatnya, yaitu Benorylate, Fentanyl, dan Piralozon. Berdasarkan rumus kimia,
obat golongan NSAID dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yakni Golongan
asam propionate, Golongan asam asetat, Golongan derifat asam enolic (oxicam),
Gologan asam fenamic, dan Gologan COX-2 inhibitor (coxib).

Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat


sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam.
Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi
mendapatkan "sinyal" nyeri,sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.

1
Hal ini dibagi jadi dua jenis, yaitu jenis urikosurik (probenesid dan sulfinpirazon)
dan jenis urikostatik (allopurinol).

Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik. Bagi


para pengguna mungkin memerlukan bantuan dalam mengkonsumsi obat yang
sesuai dengan dosis-dosis obat. Penggunaan obat analgetik narkotik atau obat
analgesik ini mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa
berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek
menurunkan tingkat kesadaran. Obat analgetik atau analgesik ini tidak
mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan analgetika, antipiretika, AINS dan sendi?
2. Apa saja golongan obat dari analgetik, atipiretik, AINS, dan gangguan pada
sendi?
3. Bagaimana mekanisme kerja obat analgetik, antipiretik, dan AINS?
4. Bagaimana efek farmakodinamika dari obat analgetik dan antipiretik?
5. Bagaimana efek farmakokinetika, efek farmakodinamika, dan efek samping
secara umum dari AINS?
6. Apa saja yang termasuk obat baru pada AINS?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan makalah ini sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari analgetika, antipiretika, AINS dan sendi.
2. Untuk mengetahui golongan obat dari analgetik, atipiretik, dan AINS.
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat analgetik, antipiretik, dan AINS.
4. Untuk mengetahui efek farmakodinamika dari obat analgetik dan obat
antipiretik.
5. Untuk mengetahui efek farmakokinetika, efek farmakodinamika, dan efek
samping secara umum dari AINS.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analgetik
A. Pengertian Analgetik
Analgetik atau analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi
atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada
orang yang menderita. Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik
yang tidak menyenangkan dan berhubungan dengan adanya potensi kerusakan
jaringan atau kondisi yang menggambarkan kerusakan tersebut. Gejala nyeri dapat
digambarkan sebagai rasa benda tajam yang menusuk, pusing, panas seperti rasa
terbakar, menyengat, pedih, nyeri yang merambat, rasa nyeri yang hilang timbul,
dan berbeda tempat nyeri. Adapun jenis nyeri beserta terapinya sebagai berikut.
a. Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid,
dan keseleo. Pada nyeri ringan dapat digunakan analgetik perifer seperti
parasetamol, asetosal, dan glafenin.
b. Nyeri yang disertai pembengkakan
Contohnya: jatuh, tendangan, dan tubrukan. Pada nyeri ini dapat digunakan
analgetik antiradang seperti aminofenazon dan NSAID (ibu profen dan
mefenaminat).
c. Nyeri hebat
Contohnya: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, dan batu empedu.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa morfin, atropine,
butilskopolamin (bustopan), dan camylofen ( ascavan).
d. Nyeri hebat menahun
Contohnya: kanker, rematik, dan neuralgia berat. Pada nyeri ini dapat
digunakan analgetik berupa fentanil, dekstromoramida, dan benzitramida.

3
B. Golongan Obat Analgetik
Berdasarkan aksinya, analgesik dibagi menjadi 2 sebagai berikut.
1. Analgesik narkotika
Analgetik narkotik kini disebut juga dengan opioida yang merupakan obat-
obat yang daya kerjanya meniru opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi
dari reseptor-reseptor opioid. Zat-zat ini bekerja terhadap reseptor opioid khas di
SSP sehingga persepsi nyeri dan respon emosional terhadap nyeri berubah.
Analgesik narkotika merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat
seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura dan kanker. Efek samping yang
paling sering muncul adalah mual, muntah, konstipasi, dan mengantuk. Dosis
yang besar dapat menyebabkan hipotansi serta depresi pernafasan. Selain itu, juga
dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan
psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-gejala abstinensia bila
pengobatan dihentikan.
Endorfin adalah kelompok polipeptida yang terdapat di CCS dan dapat
menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin. Mekanisme kerja utamanya
ialah endofrin bekerja dengan jalam menduduki reseptor-reseptor SSP, hingga
perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opioida berdasarkan
kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati
endorphin. Tetapi bila analgetik tersebut digunakan terus menerus, pembentukan
reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi endorphin diujung saraf otak
dirintangi. Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan. Contoh zat analgetik
narkotika, yaitu morfin, kodein, fentanil, netadon, tramadol, lokson, kanabis, dan
pentazosin.
2. Obat Analgetik Non-narkotik
Obat analgesik non-narkotik dalam ilmu Farmakologi juga sering dikenal
dengan istilah analgesik perifer. Analgetika perifer (non-narkotik) terdiri dari
obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan obat
analgetik non-narkotik atau obat analgesik perifer ini cenderung mampu
menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem
susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat

4
analgetik non-narkotik/obat analgesik perifer ini juga tidak mengakibatkan efek
ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan obat analgetika
jenis analgetik narkotik).
Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan
prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka
dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri. Efek samping obat-
obat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati,
ginjal, dan kerusakan kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan
dalam jangka waktu lama dan dosis besar. Contoh obat analgetik non-narkotik,
yaitu aminofenazon, asam salisilat, fenilbtazon, glafenin, dan paracetamol.
C. Mekanisme Kerja Obat Analgetik
Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik,
yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yan disebut
mediator nyeri (pengantara). Zat ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya
pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari tempat ini
rangsang dialirkan melalui syaraf sensoris ke susunan syaraf pusat (SSP) melalui
sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam
otak besar, di mana rangsang terasa sebagai nyeri.
D. Efek Farmakodinamik Obat Analgetik
Sebagai analgesic, obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, antralgia, dan
nyeri lain yang berasal dari integument, terutama terhadap nyeri yang berkaitan
dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah dari pada efek analgesik
opiad. Tetapi berbeda dengan opiad, obat mirip aspirin tidak menimbulkan
ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Obat
mirip aspirin hanya mengubah persepsi modalitas, sensorik nyeri, dan tidak
mempengaruhi sensorik lain. Nyeri akibat terpotongnya saraf aferen tidak teratasi
dengan obat mirip aspirin. Sebaliknya, nyeri kronis pasca bedah dapat diatasi oleh
obat mirip aspirin.

5
2.2 ANTI PIRETIK
A. Pengertian Antipiretik
Obat antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan
temperatur tubuh saat panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat
menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin pada CNS. Demam
adalah tingkat suhu yg lebih tinggi; gejala penyerta infeksi; reaksi tangkis bagi
tubuh terhadap infeksi. Suhu > 37°C limfosit & makrofag lebih aktif; suhu > 40 -
41°C menjadi kritis & fatal (tidak terkendalikan oleh tubuh). Reseptor suhu dan
pusat termoregulasi terletak di hipotalamus. Contoh obat antipiretik, yaitu
parasetamol, panadol, paracetol, paraco, praxion, primadol, santol, zacoldin,
poldan mig, acetaminophen, asetosal atau asam salisilat, dan salisilamida.
B. Golongan Obat Antipiretik
Macam-macam obat antipiretik sebagai berikut.
1. Benorylate
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini
digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan demam
pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding dengan parasetamol dan aspirin
dalam penggunaan yang terpisah. Hal tersebut karena obat ini derivat dari aspirin
maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap Sindrom Reye.
2. Fentanyl
Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa
sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf
pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak
sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa
terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak sehingga untuk mencegah
efek samping perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode
tertentu sebelum pengobatan dihentikan.
3. Piralozon
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin.
Obat ini amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun
piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni agranulositosis

6
(berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang
mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.

C. Mekanisme kerja obat antipiretik


Secara umum, mekanisme obatnya bekerja dengan cara menghambat
produksi prostaglandin di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon
adanya pirogen endogen).

D. Efek Farmakodinamik Antipiretik


Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya
pada keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek
antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat
toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis
bahwa COX yang ada disentral otak terutama COX-3 di mana hanya parasetamol
dan beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon dan
antireumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antiperitik atas alasan
tersebut.

2.3 AINS (Anti Inflamasi non-Steroid)


A. Pengertian AINS
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi
non steroid (AINS) adalah suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti
inflamasi, analgetik dan antipiretik. NSAID merupakan obat yang heterogen,
bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-
obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek
samping. Obat golongan NSAID dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non
steroid, karena ada obat golongan steroid yang juga berfungsi sebagai anti
inflamasi. Obat golongan steroid bekerja di sistem yang lebih tinggi dibanding
NSAID, yaitu menghambat konversi fosfolipid menjadi asam arakhidonat melalui
penghambatan terhadap enzim fosfolipase. Contoh obatnya antara lain: aspirin,
parasetamol, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam mefenamat, piroksikam,
diklofenak, indometasin.

7
B. Mekanisme Kerja AINS

Sumber: https://www.medicinehow.com/nsaids/

Gambar di atas merupakan jalur molekular untuk pembentukan eikosanoid


dan prostanoid. Asam arakidonat dilepas dari membran sel dimetabolisme dalam 4
jalur eikosanoid. Jalur COX bertanggung jawab terhadap pembentukan prostanoid.
Obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) bekerja untuk mengurangi nyeri dan
peradangan dengan menghambat enzim COX. Dengan menghambat COX,
NSAID membantu mencegah dan/atau mengurangi nyeri dan peradangan.
Penghambatan enzim COX juga bertanggung jawab untuk banyak efek samping
NSAID.

Tempat Obat AINS Bekerja


Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase dengan kekuatan dan selektifitas yang berbeda. Enzim
siklooksigenase terdapat dalam dua isoform disebut COX-1 dan COX-2. Kedua

8
isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya fungsi dalam
kondisi normal di berbagai jaringan khusunya ginjal, saluran cerna dan trombosit.
Di mukosa lambung, aktifasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat
sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga induksi berbagai stimulus
inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan. COX-2
mempunyai fungsi fisiologis di ginjal, jaringan vaskuler dan pada proses
perbaikan jaringan. Tromboksan A2, yang disintesis trombosit oleh COX-1,
menyebabkan agregasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi otot polos.
Sebaliknya prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2 di endotel
makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi
trombosit, vasodilatasi, dan efek anti-proliferatif.

C. Golongan Obat AINS


Berdasarkan rumus kimia, obat golongan NSAID dapat dibagi menjadi
beberapa golongan sebagai berikut.
1. Golongan asam propionate, seperti ibuprofen, naproxen, fenoprofen,
ketoprofen, flurbiprofen, dan oxaprozin.
2. Golongan asam asetat, seperti indometasin, sulindac, etodolac, dan
diklofenak.
3. Golongan derifat asam enolic (oxicam), seperti piroksikam, meloksikam,
tenoxicam, droxicam, lornoxicam, dan isoxicam.
4. Gologan asam fenamic, seperti asam mefenamat, asam meclofenamic, asam
flufenamic, dan tolfenamic.
5. Gologan COX-2 inhibitor (coxib), seperti celecoxib, rofecoxib (telah ditarik
dari pasar), valdexocib (telah ditarik dari pasar), parecoxib, lumiracoxib, dan
etoricoxib.

D. Efek Farmakodinamik AINS


Semua obat NSAID bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Ada
perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya: parasetamol bersifat
antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali. Sebagai
analgesik, obat NSAID hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah

9
sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia dan nyeri lain yang berasal
dari integument, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek
analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiat. Sebagai antipiretik,
obat NSAID akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam.
Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek anti piretik in vitro, tidak
semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara
rutin atau terlalu lama.
Kebanyakan obat NSAID, terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagai
anti-inflamasi pada pengobatan kelainan musculoskeletal, seperti arthritis
rheumatoid, osteoarthritis dan spondilitas ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa
obat NSAID ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan
dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau
mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal.

E. Efek Farmakokinetik AINS


NSAID dikelompokkan dalam berbagai kelompok kimiawi, beberapa di
antaranya (propionic acid deretivative, inodole derivative, oxicam, fenamate, dll.)
keanekaragaman kimiawi ini memberi sebuah rentang karakteristik
farmakokinetik yang luas. Sekalipun ada banyak perbedaan dalam kinetika
NSAID, mereka mempunyai beberapa karakteristik yang sama. Sebagian besar
dari obat ini diserap dengan baik dan makanan tidak mempengruhi biovailabilitas
mereka secara substansial. Sebagian besar dari NSAID sangat di metabolism,
beberapa oleh mekanisme fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi
langsung (fase II). Metabolisme dari seberapa besar NSAID berlangsung sebagian
melalui enzim P450 kelompok CYP3A dan CYP2P dalam hati. Sekalipun
ekskresi ginjal adalah rute yang paling penting untuk eliminasi terakhir, hampir
semuanya melalui berbagai tingkat ekskresi empedu dan penyerapan kembali
(sirkulasi enterohepatis). Kenyataanya tingkat iritasi seluruh cerna bagian bawah
berkolerasi dengan jumlah sirkulasi enterohepatis. Sebagian besar dari NSAID
berikatan protein tinggi, biasanya dengan albumin.

10
F. Efek Samping AINS
Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga memiliki
efek samping serupa. Hal tersebut karena didasari oleh hambatan pada sistem
biosintesis PG. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak
lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat
perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing
obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung, yaitu (1) iritasi yang bersifat
lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan
menyebabkan kerusakan jaringan, dan (2) iritasi atau perdarahan lambung yang
bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini
banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam
lambung dan merangsang sekresi mucus usus halus yang bersifat sitoprotektif.
Efek samping lain seperti gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu
perdarahan. Efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi profilaksis tromboemboli.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu
tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa
nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. NSAID (Non Steroidal
Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) adalah
suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti inflamasi, analgetik dan
antipiretik. NSAID merupakan obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat
berbeda secara kimiawi. Antiinflamasi adalah obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan peradangan.

Berdasarkan aksinya, analgesik dibagi menjadi 2, yaitu analgesik


narkotika dan obat analgetik mon-narkotik. Pada obat antipiretik penggolongan
obatnya, yaitu benorylate, fentanyl, dan piralozon. Berdasarkan rumus kimia,
obat golongan NSAID dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yakni golongan
asam propionate, golongan asam asetat, golongan derifat asam enolic (oxicam),
gologan asam fenamic, dan gologan COX-2 inhibitor (coxib).

Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat


sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan demam.
Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi
mendapatkan "sinyal" nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur
menghilang. Hal ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis urikosurik (probenesid
dan sulfinpirazon), dan jenis urikostatik (allopurinol).

3.2 Saran
Untuk dapat memahami tentang analgetik, antipiretik, AINS, dan
gangguan pada sendi selain membaca dan memahami materi-materi dari sumber
keilmuan yang ada (buku, internet, dan lain-lain) kita harus dapat mengkaitkan
materi-materi tersebut dengan kehidupan kita sehari-hari, agar lebih mudah untuk
paham dan akan selalu diingat. Selain itu, dengan adanya makalah ini diharapkan

12
untuk ke depan agar bisa bermanfaat untuk referensi pelajaran dan bisa lebih
menyempurnakan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, B.G. 2015. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 2. Jakarta: Salemba
Medika.

Sardjono, Santoso dan Hadi rosmiati D. 2017. Farmakologi dan Terapi, Bagian
farmakologi FK-UI. Jakarta: Universitas Indonesia.

Tjay, Tan howan dan Kirana Rahardja. 2015. Obat-Obat Penting edisi ke VI.
Jakarta: Elex Media Kompetindo.

Ganiswara, Silistia G. 2017. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy


Pharmacology). jakarta: Ahli Bahasa: Bagian Farmakologi FKUI.

14

Vous aimerez peut-être aussi