Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
1. DESI WALUYANINGTYAS
(P1337420918026)
2. HERNI PURBASARI
(P1337420918064)
4. YUNITA WIGATININGSIH
(P1337420918151)
6. DEVI HARMITA
(P1337420918028)
7. FEBRINA PITASARI
(P1337420918054)
8. MIRANDA AYU RISANG B.
(P1337420918084)
TAHUN 2019
A. KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat
dan karunia-Nya penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menempuh pembelajaran
Keperawatan Gerontik dengan judul “ Penggunaan Instrumen Berg Balance Scale
dalam Perhitungan Skala Resiko Jatuh pada Pasien Lansia di RSUD
Temanggung”.
Penyusunan makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan bimbingan
dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu perkenankan penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen pembimbing Stase Keperawatan Gerontik
2. Para CI Ruangan di RSUD Temanggung
3. Tidak lupa kepada semua pihak yang telah membantu kami selama
pencarian literatur.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehubungan dengan hal tersebut kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca untuk penulisan makalah yang
lebih baik di masa mendatang.
Penulis
1
B. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................3
D. Manfaat.........................................................................................................3
A. Konsep Lansia...............................................................................................5
B. Risiko Jatuh.................................................................................................11
A. Pembahasan.................................................................................................18
B. Analisa Jurnal..............................................................................................19
1. Kekurangan.............................................................................................23
2. Kelebihan.................................................................................................23
BAB IV INSTRUMEN..........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
2
3
C. BAB I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan
berpengaruh pada peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH). Seiring
meningkatnya angka harapan hidup populasi lansia juga akan meningkat.
Data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2017 penduduk lansia di
Indoneisa mencapai 23,66 juta atau 9,03%, dan diprediksi akan meningkat
setiap tahunnya, karena prosentase lansia yang melebih 7% maka Indonesia
termasuk sebagai negara berstruktur tua. Salah satu provinsi dengan jumlah
lansia terbanyak ke 2 setelah DIY adalah Provinsi Jawa Tengah, prosentase
lansia di daerah tersebut mencapai 12,59% atau sejumlah 2,979 juta jiwa.
Semakin banyaknya jumlah lansia apabila dari segi kesehatan dan
kesejahteraan tidak dikelola dengan baik, maka akan berdampak pada
peningkatkan penyakit degeneratif yang saat ini menjadi masalah terbesar
pada lansia. Diperkirakan pada tahun 2050 sekitar 75% lansia penderita
penyakit degeneratif tidak dapat beraktifitas seperti semula. Penyakit
degeneratif itu sendiri merupakan penyakit yang mengiringi proses penuaan
pada manusia (Kementrian Kesehatan RI, 2012).
1
2
Proses menua di dalam hidup pada manusia memang lazim terjadi, selain
penyakit degenaratif proses menua juga dapat menimbulkan berbagai
masalah baik secara fisik, biologik, mental maupun sosial. Namun yang
tampak menonjol dari penuaan tersebut, lansia akan mengalami kemunduran
terutama kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada
peran-peran sosialnya (Padila, 2013). Hal tersebut juga diungkapkan oleh
Stanley (2007) bahwa proses kemunduran secara fisik juga terjadi pada
sistem muskuloskeletal salah satunya karena kelemahan otot atau
berkurangnya massa otot. Kekuatan muskular mulai merosot sekitar usia 40
tahun, dengan satu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun.
Perubahan gaya hidup dan penurunan penggunaan sistem neuromuscular
adalah penyebab utama untuk kehilangan kekuatan otot. Berkurangnya
kemampuan fisik pada muskoloskletal tersebut akan dapat minigkatkan
risiko jatuh pada lansia. Gunarto (2015) menyatakan bahwa sekitar 31%-
48% lansia jatuh karena mengalami gangguan keseimbangan.
pengendalian, serta depresi (Miller dalam Stanley et.al., 2007). Dilihat dari
beberapa masalah yang ada perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan
mempunyai kewajiban untuk mengurangi masalah yang ada pada lansia
yang mempunyai risiko jatuh. Berg Balance Scale merupakan sebuah
predikator yang paling efektif untuk mengukur skala resiko jatuh dan
gangguan keseimbangan pada pansien lansia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengen lansia ?
2. Apakah yang dimaksud dengan Resiko Jatuh ?
3. Bagaimana penerapan Berg Balance Scale untuk menilai resiko
jatuh pada pasien lansia ?
4. Bagaimana perbedaan penilaian resiko jatuh pada lansia dengan
menggunakan skala Berg Balance Scale dibandingkan dengan skala
MORSE ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
4
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Dapat menambah pengetahuam tentang penggunaan Berg Balance
Scale sesuai dengan teori dan penggunaan secara tepat dan benar
untuk mencegah kejadian jatuh pada lansia.
2. Bagi Ruangan rawat inap
Dapat meningkatkan mutu pelayanan mengenai patient safety dan
peningkatan kemandirian pasien lansia diruangan serta dapat
menerapkan Berg Balance Scale untuk mengukur skala resiko jatuh
lansia.
3. Bagi Rumah sakit
Dapat meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Temanggung
mengenai pencegahan kejadian jatuh pada pasien lansia.
5
BAB II TINJAUAN TEORI
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
2. Pembagian Lansia
6
young old (70-75 tahun), old (75- 80 tahun), dan very old (>80
tahun).
3. Proses penuaan.
7
8
a Perubahan Fisik
c Perubahan Psikologis
d Perubahan Kognitif
e Perubahan spiritual
b. Masalah kesehatan.
c. Peningkatan Stressor
yang lain, berkurangnya 30% massa otot terutama otot tipe II (fast
twitch), terjadi penumpukan lipofusin, peningkatan jaringan lemak
dan jaringan perhubungan, degenerasi miofibril, dan timbulnya bekas
garis z pada serabut otot. Dampak perubahan morfologis otot adalah
penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu
reaksi, dan penurunan kemampuan fungsional otot. Untuk mencegah
perubahan lebih lanjut, dapat diberikan latiah untuk mempertahankan
mobilitas. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Herman et.al (2011)
dalam penelitian Sagala (2017), bahwa pada lansia terjadi perubahan
komposisi tubuh berupa penuruna fatfree mass atau peningkatan fat
mass. Pada proses penuaan presentase massa otot menurun, sehingga
terjadi penurunan kekuatan otot 30-40%.
B. Risiko Jatuh
1. Definisi
Menurut Reuben (1996) dalam Darmojo (2011) Jatuh adalah “suatu
kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat
kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/
tertunduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilanagn kesadaran atau luka”. Suatu kelompok kerja internasional
telah mendefinisikan jatuh sebagai “suatu kejadian yang
menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada di permukaan tanah
tanpa disengaja” dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan kekerasan,
kehilangan kesadaran, kejang atau awitan paralisis secara mendadak
(Miller dalam Stenly 2007,p.275).
2. Faktor Risiko
a. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh
termasuk proses penuaan dan beberapa kondisi penyakit,
termasuk penyakit jantung, stroke dan gangguan ortopedik serta
neurologik. Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden jatuh pada
lansia adalah kebutuhan eliminasi individu. Beberapa kasus
jatuh terjadi saat lnsia sedang menuju, menggunakan atau
kembali dari kamar mandi. Perubahan status mental juga
berhubungan dengan peningkatan insiden jatuh. Faktor intrinsik
lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah permukaan lantai
yang meninggi, ketinggian tmpat tidur baik yang rendah maupun
yang tinggi dan tidak ada susut tangan ditempat yang strategis
seperti kamar mandi dan lorong
15
b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh
umumnya terjadi pada minggu pertama hospitalisasi, yang
menunjukkan bahaw megenali lingkungan sekitar dapat
mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada
lansia dan dapat digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.obat
yang memengaruhi sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat
meningkatkan risiko terjadinya jatuh, biasanya akibat
kemungkina hipotensi atau karena mengakibatkan perubahan
status ,emtal. Laksatif juga berpengaruh terhadap insiden jatuh.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung
menggunakan alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat
tunggal, tongkat kaki empat dan walker. Pasien yang
menggunakan alat bantu lebih mungkin jatuh dibandingkan
dengan pasien yang tidak menggunakan alat bantu. Penggunaan
restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi, yang
merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.
3. Penyebab Jatuh Pada Lansia
Jatuh bukan merupakan bagian normal pada lansia, namun 30%
lansia di komunitas mengalami jatuh terjadi setiap tahunnya. Menurut
WHO, prevalensi jatuh pada usia 65 tahun keatas sekitar 28- 35% dan
pada usia 70 tahun ketas sekitar 32-42% (Suadyana et.al, 2014).
Lansia di institusi seperti pada panti jompo, memiliki risiko lebih
besar daripada lansia yang tinggal di komunitas, hal ini terjadi karena
lansia yang tinggal di institusi memiliki masalah rentan dan memiliki
disabilitas (Miller dalam Stanley 2007,p.275). Hal yang sama
diungkapkan oleh Guideline For The Prevention of Falls in Older
Person dari seluruh populasi lanjut usia ≥ 65 tahun yang tampak sehat
di masyarakat sekitar 35-40% mengalami jatuh setiap tahun.
16
4. Pencegahan Jatuh
yang dapat meningkatkan risiko jatuh pada klien, bila memang ada
sumber –sumber yang dapat membahayakan dapat berikan edukasi
tentang kebutuhan untuk memperbaiki bahaya-bahaya serta perbaiki
bahaya-bahaya tersebut. Pendekatan kelima menggunakan peran ahli
gizi dalam mencegah risiko jatuh pada lansia adalah memberikan
edukasi dan membantu klien dalam memberikan nutrisi yang adekuat.
1. Definisi
Skala Berg Balance digunakan oleh ahli fisioterapi dan terapis okupasi
untuk menentukan mobilitas fungsional seorang individu. Tes ini
dapat dilakukan sebelum perawatan untuk orang tua dan pasien
dengan riwayat tetapi tidak terbatas pada stroke, Multiple sclerosis ,
penyakit Parkinson , Ataxia , vertigo , penyakit kardiovaskular dan
penyakit pernapasan . Tes Skala Berg Balance dapat diberikan setiap
beberapa bulan pengobatan untuk menentukan apakah pengobatan
efektif untuk meningkatkan mobilitas fungsional pasien (perbedaan 8
poin dianggap sebagai perubahan yang signifikan).
21
22
D. BAB III PEMBAHASAN
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Berg Balance Scale merupakan sebuah metode yang digunakan
sebagai pengukuran yang berorientasi pada keseimbangan lansia. BBS
menilai keseimbangan dari dua dimensi, yaitu kemampuan mempertahankan
postur tegak dan penyesuaian yang tepat pada gerakan yang dikehendaki
/gerakan volunter (Setiati & Laksmi, 2009). Uji ini merupakan uji aktivitas
dan keseimbangan fungsional yang menilai penampilan mengerjakan 7
tugas, diberikan angka 0 (tidak mampu melakukan) sampai 4 (mampu
mengerjakan dengan normal sesuai dengan waktu dan jarak yang
ditentukan) dengan skor maksimum 28 (Setiati & Laksmi, 2009). Morse
Fall Scale merupakan skala yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
resiko jatuh pada orang anak dan dewasa dengan klasifikasi 0-24 (resiko
jatuh ringan), 25-44 (resiko jatuh sedang), > 45 (resiko jatuh berat).
Penggunaan BBS yang telah dicoba pada 2 pasien di ruang Flamboyan
1 dan 2 RSUD Kab. Temanggung. Pada pasien di ruang Flamboyan 1
didapatkan nilai skor 27 (risiko jatuh rendah) dengan pengkajian
menggunakan BBS, sedangkan nilai skor pada skala Morse diperoleh nilai
skor 24 (risiko jatuh ringan). Pada pasien di ruang Flamboyan 1, didapatkan
nilai skor 2 (risiko jatuh tinggi) dengan pengkajian menggunakan BBS,
sedangkan nilai skor pada skala Morse diperoleh 45 (risiko jatuh tinggi).
Meskipun kesimpulan hasil pengkajian resiko jatuh menggunakan Morse
dan BBS sama, namun hasil dari pengkajian BBS tetap dapat digunakan
bahkan sampai pasien kembali ke rumah. Sedangkan dalam pengkajian
resiko jatuh menggunakan morse, skor menjadi lebih tinggi salah satunya
adalah ada tidaknya pemasangan infus pada pasien (skor=20). Sedangkan
dalam pengkajian BBS, lebih detail mengenai keseimbangan pasien.
23
24
B. Analisa Jurnal
a. P:
Efektifitas Berg Balance Scale untuk mendeteksi resiko
jatuh pada lansia.
b. I :
c. C:
d. O:
c. C:
d. O:
1. Kekurangan
Pengkajian resiko jatuh menggunakan Berg Balance Scale (BBS)
memerlukan waktu yang relative lebih lama dibandingkan pengkajian
resiko jatuh menggunakan More Scale Fall. Dalam pengkajian BBS,
pasien harus mengikuti instruksi yang diberikan perawat, terkadang
perawat juga harus mendomenstrasikan terlebih dahulu mengingat
tidak semua pasien mampu mendengarkan dan memahami instruksi.
2. Kelebihan
Berg Balance Sclae sangat tepat dilakukan pada pasien lansia karena
mengukur keseimbangan, karena rata-rata pada lansia mengalami
penurunan fungsi keseimbangan tubuh yang merupakan salah satu
indicator resiko jatuh.
BAB IV INSTRUMEN
BAB IV
INSTRUMEN
Score
No. Item Berg Balance Scale
0 1 2 3 4
1. Duduk ke berdiri
2. Bediri tanpa dukungan
3. Duduk tanpa dukungan
4. Berdiri ke duduk
5. Berpindah
6. Berdiri dengan menutup mata
Berdiri dengan kaki rapat secara
7.
bersamaan
Menjangkau ke depan dengan tangan
8.
terentang
9. Mengambil benda di lantai
Menoleh ke kanan dan ke kiri untuk
10.
melihat ke belakang
11. Berputar 360º
Letakkan kaki secra bergantian pada
12. pijakan dan berpegangan pada kursi saat
berdiri mandiri
13. Berdiri dengan satu kaki di depan
14. Berdiri dengan satu kaki
Jumlah score
Scoring :
Resiko jatuh ringan : 41-56
Resiko jatuh sedang : 21-40
29
30
a. Duduk ke berdiri
Petunjuk :
Score :
Petunjuk :
Score :
Petunjuk :
d. Berdiri ke duduk
Petunjuk :
Silakan duduk
e. Berpindah
Petunjuk :
Petunjuk :
Petunjuk :
Petunjuk :
i. Mengambil benda di
lantai
Petunjuk:
j. Menoleh ke pundak
kanan dan ke kiri untuk melihat ke belakang
Petunjuk:
k. Berputar 360º
Petunjuk:
35
Petunjuk:
Petunjuk :
Score :
Petunjuk :
Score :
Skor Resiko Jatuh Pasien pada saat pasien masuk rawat inap, ketika terjadi
perubahan kondisi / terapi, saat pasien ditransfer dari unit lain atau setelah
pasien jatuh :
Agoes, A., Achidat, A., Arizal, A. (2010). Penyakit Di Usia Tua . Jakarta : EGC.
hlm 248.
Ahtisham, Y., Jacoline, S., (2015). Integrating Nursing Theory and Process into
Practice: Virginia’s Henderson Need Theory. International Journal of Caring
Sciences. Vol. 8. Issue.2. May-August 2015.
Darmojo, B. (2011). Buku ajar geriatri; ilmu kesehatan usia lanjut edisi ke-4,
cetakan ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Lee, A., Lee, W., Khang, P., (2013). Preventing Falls in the Geriatric Population.
The Permanente Journal. Vol. 17 No. 4. Page 37-39.
Lord, S, R., Sherrington, C., Menz, H. (2001). Falls In Older People : Risk
Factors And Strategies For Prevention. Cambridge University.
http://www.cambridge.org.
Mubarak, Wahid Iqbal., Bambang Adi Santoso., Khoirul Rozikin., Siti Patonah.
1
(2006). Ilmu Keperawatan Komunitas 2: Teori dan Aplikasi dalam Praktik.
Jakarta: CV.Sagung Seto.
Munawwarah, M., & Rahmani, N. (2015). Perbedaan Four Square Step Exercises
Dan Single Leg Stand Balance Exercises Dalam Meningkatkan
Keseimbangan Berdiri Pada Lansia 60-74 Tahun. Jurnal Fisioterapi, Vol.
15 No. 2, Oktober 2015.
Pudjiastuti, S & Utomo, Budi. (2012). Fisioterapi pada lansia. EGC: Jakarta.
Stanley, M., Beare, P. G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Egc:
Jakarta.
Sunaryo, R. W., Maisje Marylin Kuhu, T. S., Esti Dwi Widayanti, U. A., & Sugeng
Riyadi, A. K. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Ygyakarta: Penerbiit
Andi.
Utomo, B. (2010). Hubungan Antara Kekuatan Otot Dan Daya Tahan Otot
Anggota Gerak Bawah Dengan Kemampuan Fungsional Lanjut Usia. Tesis
dipublikasikan. Surakarta : Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret.
2
3