Vous êtes sur la page 1sur 30

Referat

ANKILOSIS SPONDILITIS

Oleh:

Gnanambhikaiy Ganapathi,S.Ked 04084841820003


Melpa Yohana Sianipar,S.Ked 04054821820041
Abram Lordkhetsa Tarigan, S.Ked 04084821719223

Pembimbing:
dr. Hanna Marsinta Uli, Sp.Rad

DEPARTEMEN RADIOLOGI RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul
Ankilosis Spondilitis

Oleh:

Gnanambhikaiy Ganapathi,S.Ked 04084841820003


Melpa Yohana Sianipar,S.Ked 04054821820041
Abram Lordkhetsa Tarigan, S.Ked 04084821719223

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad
Hoesin Palembang, Periode 22 Oktober 2018 – 7 November2018.

Palembang, November 2018


Pembimbing

dr. Hanna Marsinta Uli, Sp.Rad

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan YME, yang telah melimpahkan berkat
dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Ankilossis Spondilitis”. Referat ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian
pada Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Hanna Marsinta
Uli, Sp.Rad selaku pembimbing dalam penulisan referat ini, serta kepada semua
pihak yang telah membantu hingga tulisan ini dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam referat ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan
demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan tulisan ini dapat
memberi ilmu dan manfaat bagi yang membacanya.

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2

2.1. Anatomi Vertbrae ........................................................................ 3

2.2. Ankilosis Spondilosis .................................................................. 4

2.2.1. Definisi ........................................................................... 8

2.2.2. Etiologi ........................................................................... 8

2.2.3. Epidemiologi................................................................... 9

2.2.4. Patogenesis ..................................................................... 9

2.2.5. Diagnosis ........................................................................ 11

2.2.6. Diagnosis Banding .......................................................... 19

2.2.7. Tatalaksana ..................................................................... 21

2.2.8. Komplikasi...................................................................... 22

2.2.8. Prognosis ........................................................................ 23

BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 26

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Spondilitis mengacu pada rasa sakit punggung kronis dan kekakuan yang
disebabkan oleh infeksi parah atau peradangan pada sendi tulang belakang.
Peradangan pada tulang belakang dapat disebabkan oleh infeksi atau peradangan
kronik pada jaringan di sekitar tulang belakang seperti pada ankilosis spondilitis.
Ankilosis spondilitis menyerang bagian dari insersi tendon, ligamen, fascia, dan
jaringan fibrosa kapsul sendi. Ankilosis spondilitis dianggap sebagai penyakit
rematik yang relatif jarang terjadi.1
Spondilitis ankilosis merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat sistemik,
ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang
belakang dengan penyebab yang masih belum jelas. Penyakit ini melibatkan sendi-
sendi perifer, sinovial, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang
mengakibatkkan fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka
merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada
stadium lanjut dan jarang terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain
SA adalah marie strumpell disease atau bechterew’s disease.2
Penyakit ini termasuk jarang dan insidensinya sebanding dengan artritis
rematoid. Sekitar 20 % donor darah dengan HLA-B27 menderita kelainan
sakroilitis. Manifestasi biasanya dimulai pada masa remaja dan jarang di atas 40
tahun, lebih banyak pada pria daripada wanita.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vertebrae


Columna vertebralis terdiri atas 33 vertebra yaitu 7 vertebra cervicalis, 12
vertebra thoracica, dan 5 vertebra lumbalis. Pada orang dewasa kelima vertebra
menyatu membentuk os sacrum, dan keempat vertebra coccygea menyatu untuk
membentuk os coccygis.5

Gambar 1. Columna vertebrae.6

Vertebra yang khas terdiri atas corpus vertebrae dan arcus vertebrae. Corpus
vertebrae adalah bagian ventral yang memberi kekuatan pada columna vertebralis
dan menganggung berat tubuh. Corpus vertebrae, terutama dari pediculus arcus
vertebrae dan lamina arcus vertebrae. Pediculus arcus vertebrae adalah taju pendek
yang kokoh dan menghubungkan lengkung pada corpus vertebrae; incisura
vertebralis merupakan torehan pada pediculus arcus vertebrae. Incisura vertebralis
superior dan incisura vertebralis inferior pada vertebra- vertebra yang bertetangga
membentuk sebuah foramen intervertebrale. Pediculus arcus vertebrae menjorok

2
ke arah dorsal bertemu dengan dua lempeng tulang yang lebar dan gepeng, yakni
lamina arcus vertebrae. Arcus vertebrae dan permukaan dorsal corpus vertebrale
membatasi foramen vertebrale. Foramen vertebrale berurutan pada columna
vertebralis yang utuh, membentuk canalis vertebralis yang berisi medulla spinalis,
meninges, jaringan lemak, akar saraf dan pembuluh.5

Gambar 2. Vertebrae A. Anterior B. Lateral.2

Secara umum tulang punggung cervical memiliki bentuk tulang yang kecil
dengan spina atau processus spinosus yang pendek, kecuali pada tulang ke-2 dan
ke-7 yang processusnya agak panjang. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari
C1- C7, namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau
aksis. Setiap mamalia memiliki 7 tulang punggung leher, seberapapun panjang
lehernya.5

Gambar 3 Tampakan superior os vertebrae C4 dan C7.7

3
Gambar 4 Os vertebrae cervicalis.8

Pada tulang punggung thorax, processus spinosusnya akan berhubungan


dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal
juga sebagai ‘ tulang punggung dorsal’ dalam konteks mamalia. Bagian ini diberi
nomor T1-T12. Pada tulang punggung lumbal ( L1-L5) merupakan bagian paling
tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini
memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi
dengan derajat kecil. Pada tulang punggung sacral terdapat 5 tulang yakni S1- S5.
Tulang- tulang bergabung dan tidak memiliki celah atau diskus intervertebralis satu
sama lainnya. Pada tulang punggung coccygeal ( Co1- co5) yang saling bergabung
dan tanpa celah.5

Gambar 5. Os vertebrae thorakalis dan ligamentum.9

4
Gambar 6 Os Vertebrae Lumbalis.10

Gambar 7. Os vertebrae sacralis dan coccygis.11

Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga


berat badan, maka tulang belakang diperkuat oleh otot dan ligamen, antara lain :
Ligament :
1. Ligamentum intersegmental: menghubungkan seluruh panjang tulang
belakang dari ujung ke ujung
a) Ligamentum longitudinalis anterior
b) Ligamentum Longitudinalis posterior
c) Ligamentum Praspinosum

5
2. Ligamentum intersegmental: menghubungkan satu ruas tulang belakang
ke ruas yang berdekatan
a) Ligamentum intertransversum
b) Ligamentum flavum
c) Ligamentum interspinosum
3. Ligamentum-ligamentum yang memperkuat hubungan di antara tulang
occipitalis denga vertebra C1 dengan C2, dan ligamentum sacriiliaca di
antara tulang sacrum dengan tulang pinggul. 1

Gambar 8. Ligamentum pada Os Vertebrae.11

Otot- otot :
1. Otot- otot dinding perut
2. Otot- otot extensor tulang punggung
3. Otot gluteus maximus
4. Otot flexor paha ( iliopsoas)
5. Otot hamstrings

6
Gambar 9. Otot pada os vertebrae.12

Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia
berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk
dua tulang yaitu tulang sakrum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupakan
penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk
jajaran barisan tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Fungsi
kolumna vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang
secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara
seimbang tetap tegak. 5
Vertebra servikal, torakal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang lainnya
ada perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut tulang
tersebut mempunyai bentuk yang sama. Korpus vertebrae merupakan struktur yang
tebesar karena mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan. Prosesus
transverses terletak pada ke dua sisi korpus vertebra, merupakan tempat melekatnya
otot-otot punggung, sedikit ke arah atas dan bawah dari prosesus transverse terdapat
facies artikularis vertebrae dengan vertebrae yang lainnya. Arah permukaan facet
joint mencegah/membatasi gerakan berlawanan arah dengan permukaan facet
joint.5
Pada daerah lumbal facet letak pada bidang vertikal sagital memungkinkan
gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordrosis

7
lumbalis ( hiperekstensi lumbal) kedua facet saling menjauh sehingga
memungkinkan gerakan ke lateral berputar. 5
Bagian lain dari vertebrae adalah”lamina” dan “predikel” yang membentuk
arkus tulang vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosessus
spinosus merupakan bagian posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai
tonjolan, berfungsi tempat melekatnya otot- otot punggung. Diantara dua buah-
buah tulang vertebrae terdapat diskus intervertebralis yang berfungsi sebagai
bantalan sendi.5

2.2 Ankilosis Spondilitis


2.2.1.Definisi
Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat
sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang
belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat
melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi
tendon dan ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang.
Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis
vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang terjadi pada penderita yang
gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie Strumpell disease atau Bechterew's
disease1,2

2.2.2.Etiologi
Patogenesis pada SA tidak begitu dipahami, tetapi SA merupakan penyakit
yang diperantari oleh sistem imun, dibuktikan dengan adnya peningkatan IgA dan
berhubungan erat dengan HLA B27.3 Secara imunologi terdapat interaksi antara
class I HLA molecule B27 dan Limfosit T. Tumor necrosis factor (TNF-α)
teridentifikasi sebagai pengatur sitokin.4
Kecenderungan terjadinya SA dipercayai sebagai penyakit yang diturunkan
secara genetik, dan mayoritas (hampir 90%) penderita SA lahir dengan suatu gen
yang disebut dengan HLA B27. Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan adanya
HLA B27 gene marker yang dapat menjelaskan adanya hubungan HLA B27 dengan

8
SA. Adanya gen HLA B27 ini hanya menunjukan adanya kecenderungan yang
meningkat terhadap terjadinya SA ini meskipun ada faktor lain yang mempengaruhi
seperti lingkungan. Akhir-akhir ini, dua gen lain telah teridentifikasi berhubungan
dengan SA, yaitu ARTS1 dan Il23R yang mempunyai peran dalam mempengaruhi
fungsi imunitas.4

2.2.3.Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi spondilitis ankilosis sebesar 100-200 per
100.000 penduduk, yang merupakan penyakit spondiloartitis terbanyak. Namun,
prevalensi spondilitis ankilosis di Jerman mencapai 1% hingga 5% sedangkan di
Prancis 0,49%.5
Spondilitis ankilosis biasanya mulai sejak dekade kedua hingga ketiga
kehidupan dengan median usia 23 tahun. Pada 5% pasien, gejala timbul pada usia
lebih dari 40 tahun. Usia yang rinci sulit ditentukan karena diagnosis seringkali
tidak dikenali selama bertahun-tahun.5Prevalensi spondilitis ankilosis antara pria
dan wanita berbanding 2:1 hingga 3:1. Spondilitis ankilosis pada wanita seringkali
timbul lebih ringan gejalanya.5 Dilaporkan sebanyak 0,2 % dari eropa menderita
spondilitis ankilosis dan pada orang jepang dan negro insidensinya lebih rendah.
Spondilitis ankilosis berbeda dengan artritis rheumatoid dalam onset, insidens,
distribusi penyakit, umur serta respon terhadap pengobatan. 4

2.2.4.Patogenesis
Patogenesis pada Spondilitis ankilosis (SA) tidak begitu dipahami, tetapi SA
merupakan penyakit yang diperantarai oleh sistem imun, dibuktikan dengan adanya
peningkatan igA dan berhubungan erat dengan Human Leucocyte Antigen B27 (
HLA B27). Saat ini kira-kira 90 % pasien yang terdiagnosis sebagai spondilitis
ankilosis memiliki HLA-B27 positif. Namun, terdeteksinya HLA B27 saja tidak
membuat seseorang akan langsung mengalami SA. Sekitar 8 % individu pada
populasi secara umum memiliki gen HLA-B27, namun tidak mengalami SA.1
Proses patogenesis yang terjadi pada SA ditandai dengan adanya inflamasi
dan terjadinya fusi. Faktor genetik pada pasien yang memiliki HLA- B27 biasanya

9
akan menyerang tulang rawan dan fibrokartilago sendi pada tulang belakang serta
ligamen- ligamen paravertebral. Diskus intervertebralis juga terinvasi oleh jaringan
vaskular dan fibrosa sehingga timbul kalsifikasi sendi- sendi dan struktur artikular.
Kalsifikasi yang terjadi pada jaringan lunak akan menjembatani antar tulang
vertebra( sindesmofit). Jaringan synovial sekitar sendi yang terkena akan meradang
akibat dari gen HLA-B27.3

Gambar 10. Vertebrae normal dan Vertebrae dengan Spondilitis Ankilosis.2

2.2.5.Manifestasi
Gejala klinik Spondilosis Ankilosis (SA) dapat dibagi dalam manifestasi
skeletal dan ekstraskeletal. Manifestasi skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi
panggul dan bahu, artritis perifer, entensopati, osteoporosis, dan fraktur vertebra.
Manifestasi ekstraskeletal berupa iritis akut, fibrosis paru, dan, amiloidosis.9,10
Gejala utama SA adalah sakroilitis. Perlangsungannya secara gradual dengan
nyeri hilang timbul pada pinggang bawah dan menyebar ke bawah pada daerah
2-5,
paha. 7-13. Keluhan konstitusional biasanya sangat ringan seperti anoreksia,
kelemahan, penurunan berat badan, dan panas ringan yang biasanya terjadi pada
awal penyakit.9,10.
Manifestasi pada Tulang
Keluhan yang umum dan karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang
dan sering menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan, diserati

10
kaku pinggang pada pagi hari, dan membaik dengan aktivitas fisik atau bila
dikompres air panas. Nyeri pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan
lokasinya, dapat unilateral atau bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap,
beberapa bulan kemudiandaerah pinggang bawah menjadi kaku dan nyeri. Neri ini
lebih terasa di daerah bokong dan bertambah hebat bila batuk, bersin, atau pinggang
mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah nyeri dan kaku. Keluhan
nyeri dan kaku pinggang merupakan keluhan dari 75% kasus di klinik. 9,10.
Nyeri tulang juksa artikular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis
yang dapat menyebabkan nyeri di sambungan kostosternal, prosesus spinosus,
krista iliaka, trokanter mayor, tuberositas tibia, atau tumit. Keluhan lain dapat
berasal dari sendi kostovertebra dan manubrium sternal yang menyebabkan keluhan
nyeri dada, sering disaladiagnosiskan sebagai angina. 9,10..
Manifestasi di Luar Tulang
Manisfestasi di luar tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma
kauda ekuina. Manifestasi di luar tulang yang paling sering adalah uveitis anterior
akut, biasanya unilateral, dan ditemukan 25-30% pada pasien SA dengan gejala
nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat
berupa insufisiensi aorta, dilatasi pangkal aorta,, jantung membesar, gangguan
konduksi. Pada paru dapat terjadi fibrosis, umumnya setelah 20 tahun menderita
SA, dengan lokasi pada bagian atas, biasanya bilateral, dan tampak bercak-bercak
linier pada pemeriksaan radiologis, menyerupai tuberkulosis. 9,10.

2.2.6.Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Gambaran klinis spondilitis ankilosa ialah kekakuan tulang belakang pada
sendi sakroiliaka dan spinal dengan osifikasi di sekelilingnya.13Awitan spondilitis
ankilosa biasanya timbul secara perlahan-lahan, diawali dengan rasa lelah dan nyeri
intermiten pada tulang belakang bawah dan panggul. Selain itu juga terjadi
kekakuan pada pagi hari yang dapat hilang dengan sedikit berolahraga. Gejala-
gejalanya dapat asimptomatik dan tidak progresif sehingga banyak penderita
penyakit ini yang tidak terdiagnosis. 13

11
Spondilitis ankilosis biasanya ditemukan pada laki-laki muda dengan gejala
awal berupa rasa nyeri yang tersamar pada tulang belakang mulai dari leher dan
daerah dada dan berlangsung selama beberapa tahun. Nyeri terutama dirasakan
pada pagi hari atau setelah istirahat dari aktivitas. Pada tingkat selanjutnya terjadi
kekakuan pada tulang belakang. 13
Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang yang pada dasarnya sehat tetapi
memiliki riwayat sakit punggung yang persisten dengan awitan yang perlahan-
lahan. Nyeri punggung akan membaik apabila berolahraga dan menjadi lebih berat
apabila beristirahat, dan adanya radiasi difus di seluruh punggung bagian bawah
dan daerah bokong. 13
Pemeriksaan fisik tidak menemukan adanya skoliosis, berkurangnya gerakan
yang simetris, nyeri difus, dan tes mengangkat kaki dengan posisi lurus negatif.
Sistem saraf perifer biasanya tidak mengalami perubahan. Dengan semakin
beratnya penyakit, maka lordosis lumbal normal menjadi hilang, fusi tulang
punggung dorsal menimbulkan kifosis, dan pengembangan thoraks yang terbatas.
Pada tahap yang lebih lanjut terdapat fusi tulang belakang yang dapat menyebabkan
kontraktur fleksi panggul, sehingga pasien harus memfleksikan lututnya untuk
mempertahankan posisi tubuh agar tetap tegak. Nyeri biasanya meghilang setelah
ankilosis menjadi komplit, dan sinovitis berkurang nyata. 13
Pada pemeriksaan ditemukan adanya gangguan pergerakan tulang belakang
ke segala arah yang biasanya dimulai dengan gangguan ekstensi dan sekaligus
merupakan gangguan paling berat. Gangguan ekspani rongga dada ketika
melakukan inspirasi dalam juga dapat ditemukan. Selain gangguan pada sendi
vertebra, tedapat gangguan juga pada sendi sakroiliaka dan kelainanan pada sendi
panggul, bahu dan lutut pada 30 % pasien.13

Pemeriksaan Penunjang
a) Foto Polos
Sakroilitis terjadi di awal spondilitis ankilosis. Pada pasien dengan spondilitis
ankilosis, pada foto polos os vertebrae dapat terlihat adanya ‘syndesmophytes’,
merupakan prediksi perkembangan syndesmophytes baru. Pada foto polos, tanda

12
awal sakroilitis adalah ketidakbedaan sendi. Sendi awalnya melebar sebelum
menyempit. Akan terlihat erosi os. Subchondral di sisi sendi iliaka, diikuti dengan
sklerosis subkhondral dan proliferasi tulang. 13

Gambar 11. Erosi sendi sakroiliaka bilateraldan sklerosis subkhondral iliaka. 13

Gambar 12. Fusi sampurna pada sendi sakroiliaka bilateral.13

Pada tahap akhir, sendi sakroiliaka dapat dilihat sangat tipis, garis padat, atau
mungkin tidak terlihat sama sekali. sakroilliitis biasanya simetris, meskipun
mungkin asimetris pada awal penyakit.13
Pada tulang belakang, tahap awal spondilitis diwujudkan sebagai erosi kecil
di sudut- sudut corpus vertebrae. Terdapat area yang dikelilingi oleh sklerosis
reaktif dan dikenal dengan nama “ lesi romanus”.13

13
Gambar 13 Foto lumbosacral lateral, tampak erosi sudut anterior corpus vertebra T12 dan L1.
Lesi romanus yang khas ditunjukkan pada tanda anak panah. 13

Corpus vertebrae yang selaras merupakan tampakan karakteristik dari


spondilitis ankilosis yang disebabkan oleh gabungan dari erosi dan pembentukan
tulang baru periosteal sepanjang aspek anterior dari korpus vertebrae. Pada
vertebrae lumbalis terlihat korteks anterior dari korpus vertebrae normal adalah
konkaf. Diikuti pembentukan sindesmofit, dimana osifikasi fiber terluar dari anulus
fibrosis yang berujung pada peninggian sudut vertebrae dengan vertebrae yang lain.
13

14
Gambar 14 Corpus vertebrae L3 dan L4 selaras,
sindesmofit L3 dan L4 serta fusi sendi facet lumbalis.13

Gambar 15 Bamboo spine. Fusi sampurna pada corpus vertebrae. Ankilosis sendi facet. Dan
ossifikasi ligamentum posteriorsehingga menghasilkan tampakan “ troley track”. 13

Pada pasien dengan spondilitis ankilosis, fraktur biasanya sering muncul pada
thorakolumbar dan penghubung servikothorakalis. Fraktur pada vertebrae
servikalis dan subluksasi atlantoaxial jarang terjadi. Fraktur biasanya transversal,
dari anterior sampai posterior. sering disebut juga “chalk stick fracture” .13

15
Gambar 16 Fraktur sendi thorakolumbar. Tampak fraktur corpus vertebrae T12, dengan disrupsi
ligamentum longitudinalis anterior yang terossifikasi ( anak panah). Terdapat fraktur kompresi
lama L1.13

Gambar 17 Chalk stick fracture. Tampak fraktur pada os vertebrae cervikalis, yang menimbulkan
pemisah antara diskus intervertebralis C6 dan C7.13

16
b) CT Scan
Pada pemeriksaan CT Scan dapat terlihat gambaran seperti erosi pada sendi,
sklerosis subkhondral.13

Gambar 18 CT Scan potongan sagital, terdapat fraktur dan sindesmofit pada C7 ke korteks
posterior nya.17

c) MRI
MRI memiliki peran dalam diagnosis awal sakroiliitis. MRI lebih unggul
diandingkan CT scan dalam mendeteksi perubahan tulang rawan, erosi tulang, dan
perubahan tulang subchondral. MRI juga sensitif dalam penilaian aktivitas penyakit
relatif awal. Situs yang terkena dampak termasuk persimpangan discovertebral dan
sendi perifer. Secara umum, bidang peningkatan sinyal T2 berkorelasi dengan
kehadiran edema atau jaringan fibrosa. 13

17
Gambar 19 MRI potongan sagital tulang torakolumbalis dari pasien dengan ankylosing
spondylitis. Terjadinya jembatan osteofit dapat diamati
pada berbagai tingkat ( sindesmofit).13

d) Nuklir
Skintigrafi Tulang dapat membantu pada pasien dengan spondilitis ankilosis
yang pada temuan radiografi normal atau samar-samar. Penilaian kualitatif dari
akumulasi radionuklida di wilayah sacroiliac mungkin sulit karena serapan normal
pada lokasi. Analisis kuantitatif mungkin lebih berguna pada pasien ini.13

Gamar 20 Scintigraphy kuantitatif. Peningkatan serapan sacroiliac terlihat, dengan sendi


sakroilika ke serapan rasio sakral yang melebihi 1,7: 1 di setiap sisi. 13

18
e) Pemeriksaan Laboratorium
Sekitar 15% dari pasien datang dengan anemia normositik normokromik dari
penyakit kronis. Tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) atau protein C-reaktif (CRP)
meningkat pada sekitar 75% pasien dan dapat berkorelasi dengan aktivitas penyakit
di beberapa, tapi tidak semua pasien; nilai-nilai ini juga dapat digunakan sebagai
penanda respon terhadap pengobatan.13
Alkaline fosfatase (ALP) meningkat pada 50% pasien; ini menunjukkan
penulangan aktif tetapi tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Creatine kinase
(CK) kadang-kadang tinggi tetapi tidak terkait dengan kelemahan otot. Serum
immunoglobulin A (IgA) mungkin meningkat, berhubungan dengan peningkatan
fase akut reaktan.13
Sembilan puluh dua persen pasien berkulit putih dengan spondilitis ankilosis
adalah HLA-B27-positif; persentase lebih rendah pada pasien dari latar belakang
etnis lainnya. Menentukan status HLA-B27 bukan merupakan bagian penting dari
evaluasi klinis dan tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Namun, pada
pasien yang diduga menderita spondyloarthropathy, menentukan status HLA-B27
dapat membantu mendukung diagnosis, terutama pada populasi dengan prevalensi
rendah HLA-B27.13

2.2.7.Diagnosis Banding
a) Artritis Reumatoid
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit kronis multisistemik yang tidak
diketahui penyebabnya. karakteristik khas adalah inflamasi sinovitis persisten
biasanya melibatkan sendi perifer dalam distribusi simetris. Inflamasi sinovial
menyebabkan kerusakan tulang rawan dan erosi tulang. 18

19
Gambar 21 Tampakan lateral tulang servikal pada pasien dengan rheumatoid arthritis
menunjukkan erosi dari proses odontoid.18

b) Spondilosis lumbalis
Spondilosis lumbal menggambarkan overgrowths tulang (osteofit), terutama
pada corpus vertebrae aspek anterior, lateral, dan, posterior. Proses dinamis ini
meningkat dan takterelakkan seiring bertambahnya usia.19

Gambar 22 Os lumbal tampakan anteroposterior. Terjadi Overgrowths vertikal dari margin badan
vertebra ( osteofit). 19

20
c) Spondilitis Tuberkulosis
Infeksi disk intervertebralis dan osteomielitis tulang belakang dimana terjadi
perluasan penyakit ke dalam jaringan lunak dan penyebaran tuberkulosis pada
ligamen anteroir dan posterior. 20

Gambar 23 Abses dan kerusakan diskus intervertebralis T11-T12 yang ditandai dengan anak
panah. Corpus vertebrae masih normal. 20

2.2.5.Tatalaksana
Penatalaksaan harus mempertimbangkan manifestasi yang muncul saat ini ,
aktifitas penyakit,gangguan struktural dan fungsi sta keadaan umum dan harapan
pasien. Terapi juga harus mencakupi terapi non farmakologis dan farmakologis :
 Edukasi, latihan fisik secara teratur dan pembentukan kelompok diskusi
penderita
 OAINS adalah pilihan pertama untuk mengatasi nyeri dan kaku.
 Analgesik lain seperti asetaminofen dan tramadol bisa dipertimbangkan untuk
kombinasi.
 Injeksi steroid lokal dapat digunakan untuk mengontrol inflamasi lokal
 DMARD konvensional seperti metotreksar atau sulfasalazin tidak terbukti
bermanfaat kecuali sulfasalazin yang bisa digunakan pada kasus yang disertai
artritis perifer
Agen biologik yang saat ini direkomendasikan untuk terapi Ankilosing
Spondilitis adalah golongan anti TNF alfa dan sebaiknya diberikan pada pasien

21
dengan aktifitas penyakit yang tinggi dan menetap serta kurangrespon terhadap
terapi konvensional.
Pembedahan seperti total hip arthroplasty sebaiknya dipertimbangkan pada
pasien dengan nyeri yang refrakter disertai kerusakan struktural yang dapat dinilai
secara radiologis. Spinal corrective osteotomy juga perlu dipertimbangkan pada
deformitas spinal yang berat

2.2.6.Komplikasi
a. Fraktur Osifikasi ,difuse paraspinalis dan inflamasi osteitis yang
mengakibatkan tulang belakang menjadi mudah rapuh yang mengakibatkan
mudah fraktur dengan trauma yang minimal sekalipun
b. Lebih sering terjadi di thoracolumbal dan cervicothoracic juntion
c. Kecederaan di tulang belakang dan otot-otot yang disebabkan oleh inflamasi
bisa merestriksi pergerakan otot-otot dan tulang apabila semakin parah. Pada
beberapa orang, ini mengakibatkan pergerakan tulang belakang terbatas.
Penurunan pergerakan terjadi apabila tulang-tulang pada tulang belakang
bawah telah berfusi.
d. Inflamasi bisa tersebar ke mata yang bisa menyebabkan sensitivitas mata pada
cahaya.
e. Kelelahan yang merupakan salah satu gejala ankylosis spondilitis disebabkan
oleh tanda-tanda inflamasi yang dikenal sebagai cytokines.
f. Osteoporosis pada ankylosis spondilitis disebabkan oleh inflamasi yang parah
pada tulang belakang yang mengakibatkan tulang menjadi rapuh.
g. Masalah kardiovaskular seperti ischemic heart disease, cardiomyopathy, dan
aortic valve disease.
h. Caude equina syndrome yang merupakan inflamasi yang menyebabkan
percepatan pertumbuhan tulang. Sindroma ini dapat menyebabkan
pembengkakan pada tulang belakang yang menyebabkan gejala seperti mati
rasa, kesulitan pergerakan dan inkontinensia urin.

22
2.2.7.Prognosis
Sekitar 70-90% kasus ankilolitis spondilosis dapat menyebabkan disabilitas
yang minimal. Pada beberapa individu, inflamasi pada tulang belakang dan
persendian yang sudah berlangsung secara kronik dapat mengakibatkan disabilitas
dan immobilisasi. Pada kasus yang jarang terjadi 1 dalam 100 orang mengalami
masalah kardiovaskular seperti penebalan tisu paru-paru atau inflamasi pada usus
besar (collitis)

23
BAB III
KESIMPULAN

Spondilitis ankilosis merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat sistemik,


ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang
belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat
melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi
tendon dan ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang.
Patogenesis pada SA tidak begitu dipahami, tetapi SA merupakan penyakit
yang diperantari oleh sistem imun, dibuktikan dengan adnya peningkatan IgA dan
berhubungan erat dengan HLA B27. Gejala utama SA adalah sakroilitis.
Perlangsungannya secara gradual dengan nyeri hilang timbul pada pinggang bawah
dan menyebar ke bawah pada daerah paha. Keluhan konstitusional biasanya sangat
ringan seperti anoreksia, kelemahan, penurunan berat badan, dan panas ringan yang
biasanya terjadi pada awal penyakit. Spondilitis ankilosis biasanya ditemukan pada
laki-laki muda dengan gejala awal berupa rasa nyeri yang tersamar pada tulang
belakang mulai dari leher dan daerah dada dan berlangsung selama beberapa tahun.
Nyeri terutama dirasakan pada pagi hari atau setelah istirahat dari aktivitas. Pada
tingkat selanjutnya terjadi kekakuan pada tulang belakang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang yang pada dasarnya sehat tetapi
memiliki riwayat sakit punggung yang persisten dengan awitan yang perlahan-
lahan. Nyeri punggung akan membaik apabila berolahraga dan menjadi lebih berat
apabila beristirahat, dan adanya radiasi difus di seluruh punggung bagian bawah
dan daerah bokong.
Pemeriksaan fisik tidak menemukan adanya skoliosis, berkurangnya gerakan
yang simetris, nyeri difus, dan tes mengangkat kaki dengan posisi lurus negatif.
Sistem saraf perifer biasanya tidak mengalami perubahan. Pada Pemeriksaan
Penunjang yaitu foto polos Sakroilitis terjadi di awal spondilitis ankilosis. Pada
pasien dengan spondilitis ankilosis, pada foto polos os vertebrae dapat terlihat
adanya ‘syndesmophytes’, merupakan prediksi perkembangan syndesmophytes

24
baru. Sedangkan CT Scan dapat terlihat gambaran seperti erosi pada sendi, sklerosis
subkhondral.
Untuk tatalaksana berupa edukasi, latihan fisik secara teratur dan
pembentukan kelompok diskusi penderita, OAINS adalah pilihan pertama untuk
mengatasi nyeri dan kaku. Analgesik lain seperti asetaminofen dan tramadol bisa
dipertimbangkan untuk kombinasi, Injeksi steroid lokal dapat digunakan untuk
mengontrol inflamasi lokal DMARD konvensional seperti metotreksar atau
sulfasalazin tidak terbukti bermanfaat kecuali sulfasalazin yang bisa digunakan
pada kasus yang disertai artritis perifer.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Taurog JD, Lipsky P. Ankylosing spondylitis, reactive arthritis, and


undifferentiated spondyloarthropathy. In: Isselbacher KJ, Braunwald E,
Wilson JD, Marthin JB, Fauci AS, Kasper DL (Eds): Harrison's Principles
of Internal Medicine, 13th ed., Mc Graw-Hill Inc., International Edition,
1998, 1, 1664-69.
2. Weisman MH. Spondyloarthropathies. In: Stein JH, Hutton JJ, Kohler PO
(Eds): Internal Medicine, 4th ed., Mosby Year Book Inc., Missouri 1994,
pp 2454-62.
3. J Sieper, J Braun et al : Ankylosing Spondylitis , an overview,Ann Rheum
Dis 2002; 61. (suppl 3) iii 8-18.
4. Ckou CT, Factors effecting pathogenesis of AS, Chin Med J (Engl) 2001;
114 : 212-13.
5. Braun J, Bollow M, Remlinger G, et al. Prevalence of spondyloarthropathies
in HLA-B27 positive and negative blood donors. Arthritis Rheum
1998;41:58-67.
6. 6. Hadi S . Spondiloartropati seronegatif, dalam Prijanto Poerjoto, Sugiri,
Sutikno T (eds) Pendidikan Kedokteran berkelanjutan ke II Ilmu Penyakit
Dalam. Balai Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 1997: 31-5.
7. Sunarto. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondiloartropati Seronegatif,
dalam Hirlan, M Husein Gasse , Lestariningsih (eds) Pertemuan Ilmiah
Tahunan VII Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Cabang Semarang.
Balai Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2004: 144-7.
8. Isbagio H, Spondiloartropati Seronegatif dalam Sarwono waspaji, D Muin
Rahman, LA Lesmana, Djoko Widodo, Hari Isbagio, Idrus Alwi, Unggul
Budi Husodo (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi ketiga .
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1996: 143-6
9. Weisman MH. Spondylopathies. In:Stein JH Hutton JJ. Kohler PO (eds):
Internal Me22dicine, 4th ed., Mosby Year Book Inc., Missouri 1994, pp
2454-62.
10. Isbagio H. Spondiloartropati Seronegatif. Dalam: Noer HMS, Waspadji S,
Rachman AM, et al (Eds): Buku Ajar Penyakit Dalam I 3rd., Balai Penerbit
FKUI, Jakarta 1996, 142-5
11. Klippel J H, Seronegative Spondyloarthropathies, Ankylosing Spondylitis
in Primer on The Rheumatic Desease Edition 12. Arthritis Fondation.
Atlanta Georgia. 2001: 250-4.
12. Darmawan John. Terobosan dalam Pengobatan Spondilitis Ankilosis yang
Refrakter Terhadap AINS memakai Protokol Step-down Bridge (Kombinasi
6 Imunosupresan Intravena dan Oral). Semarang. (Diunduh dari:
http://www.lupusarthritisindonesia.org/id/download/mi-07.pdf 10-8-2011

26

Vous aimerez peut-être aussi