Vous êtes sur la page 1sur 26

LAPORAN PENDALUAN

TUBERCULOSIS PARU
I. KONSEP MEDIS
A. PENGERTIAN
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
micobacterium tuberculosis yang merupakkan suatu penyakit saluran pernafasan bagian
bawah yang sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection.
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini
bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tubercolosis.Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang
sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al.,
2005).Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk.Selain manusia,
satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui
kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).
B. KLASIFIKASI
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru.tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu :
 Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
 Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
 Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
 Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
 Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
C. ANATOMI SISTEM RESPIRASI

D. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam kuman
Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia
juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat
bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai
parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi
malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB (Depkes, 2006)
 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular
pasien tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
E. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan
luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne),
yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal
dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan
respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi
primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau
basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat
perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem
vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala
tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian
dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah
terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan
batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis TB menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru
 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -
pagi - sewaktu (SPS).
 Diagnosis TB Paru ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
 Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
 Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lainlainnya.
3. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Diagnosis TB menurutAsril Bahar (2001):
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru
(segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis
baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit
masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju
endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
 Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
 Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria
patogen lainnya.
H. PENATALAKSANAAN
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) .Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
c. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini
disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
 Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.
 Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol.Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi
pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai.Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
 KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan
saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari
pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis
paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak
dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan,
kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang
sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun
defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran)
tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress
pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas
ibadah klien.
g. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 4,5,6
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret
darah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
4. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
5. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
RENCANAN ASUHAN KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA


INTERVENSI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN HASIL
(NIC)
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC : Airway suction
Respiratory status : Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi Respiratory status : Airway tracheal suctioning
atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk patency 2. Auskultasi suara nafas
mempertahankan kebersihan jalan nafas. Aspiration Control sebelum dan sesudah
suctioning.
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : 3. Informasikan pada klien dan
- Dispneu, Penurunan suara nafas Mendemonstrasikan batuk keluarga tentang suctioning
- Orthopneu efektif dan suara nafas yang 4. Minta klien nafas dalam
- Cyanosis bersih, tidak ada sianosis dan sebelum suction dilakukan.
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing) dyspneu (mampu 5. Berikan O2 dengan
- Kesulitan berbicara mengeluarkan sputum, mampu menggunakan nasal untuk
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada bernafas dengan mudah, tidak memfasilitasi suksion
- Mata melebar ada pursed lips) nasotrakeal
- Produksi sputum v Menunjukkan jalan nafas yang 6. Gunakan alat yang steril
- Gelisah paten (klien tidak merasa sitiap melakukan tindakan
- Perubahan frekuensi dan irama nafas tercekik, irama nafas, 7. Anjurkan pasien untuk
frekuensi pernafasan dalam istirahat dan napas dalam
Faktor-faktor yang berhubungan: rentang normal, tidak ada setelah kateter dikeluarkan
- Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok suara nafas abnormal) dari nasotrakeal
pasif-POK, infeksi v Mampu mengidentifikasikan dan 8. Monitor status oksigen
- Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding mencegah factor yang dapat pasien
bronkus, alergi jalan nafas, asma. menghambat jalan nafas 9. Ajarkan keluarga bagaimana
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi cara melakukan suksion
tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, 10. Hentikan suksion dan
sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda berikan oksigen apabila
asing di jalan nafas. pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status
O2

2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


v Respiratory Status : Gas Airway Management
Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan exchange 1. Buka jalan nafas, guanakan
atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler v Respiratory Status : ventilation teknik chin lift atau jaw
alveoli v Vital Sign Status thrust bila perlu
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik : v Mendemonstrasikan memaksimalkan ventilasi
è Gangguan penglihatan peningkatan ventilasi dan 3. Identifikasi pasien perlunya
è Penurunan CO2 oksigenasi yang adekuat pemasangan alat jalan nafas
è Takikardi v Memelihara kebersihan paru buatan
è Hiperkapnia paru dan bebas dari tanda 4. Pasang mayo bila perlu
è Keletihan tanda distress pernafasan 5. Lakukan fisioterapi dada
è somnolen v Mendemonstrasikan batuk jika perlu
è Iritabilitas efektif dan suara nafas yang 6. Keluarkan sekret dengan
è Hypoxia bersih, tidak ada sianosis dan batuk atau suction
è kebingungan dyspneu (mampu 7. Auskultasi suara nafas,
è Dyspnoe mengeluarkan sputum, catat adanya suara
è nasal faring mampu bernafas dengan tambahan
è AGD Normal mudah, tidak ada pursed lips) 8. Lakukan suction pada mayo
è sianosis v Tanda tanda vital dalam 9. Berika bronkodilator bial
è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) rentang normal perlu
è Hipoksemia 10. Barikan pelembab udara
è hiperkarbia 11. Atur intake untuk cairan
è sakit kepala ketika bangun mengoptimalkan
èfrekuensi dan kedalaman nafas abnormal keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status
Faktor faktor yang berhubungan : O2
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi
è perubahan membran kapiler-alveolar Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh NOC : NIC :


v Nutritional Status : food and Nutrition Management
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
metabolisme tubuh. Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
v Adanya peningkatan berat untuk menentukan jumlah
Batasan karakteristik : badan sesuai dengan tujuan kalori dan nutrisi yang
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal v Berat badan ideal sesuai dengan dibutuhkan pasien.
- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA tinggi badan 3. Anjurkan pasien untuk
(Recomended Daily Allowance) v Mampu mengidentifikasi meningkatkan intake Fe
- Membran mukosa dan konjungtiva pucat kebutuhan nutrisi 4. Anjurkan pasien untuk
- Kelemahan otot yang digunakan untuk v Tidak ada tanda tanda meningkatkan protein dan
menelan/mengunyah malnutrisi vitamin C
- Luka, inflamasi pada rongga mulut v Tidak terjadi penurunan berat 5. Berikan substansi gula
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah badan yang berarti 6. Yakinkan diet yang dimakan
makanan mengandung tinggi serat
- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan untuk mencegah konstipasi
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa 7. Berikan makanan yang
- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan terpilih ( sudah
- Miskonsepsi dikonsultasikan dengan ahli
- Kehilangan BB dengan makanan cukup gizi)
- Keengganan untuk makan 8. Ajarkan pasien bagaimana
- Kram pada abdomen membuat catatan makanan
- Tonus otot jelek harian.
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi 9. Monitor jumlah nutrisi dan
- Kurang berminat terhadap makanan kandungan kalori
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh 10. Berikan informasi tentang
- Diare dan atau steatorrhea kebutuhan nutrisi
- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok) 11. Kaji kemampuan pasien
- Suara usus hiperaktif untuk mendapatkan nutrisi
- Kurangnya informasi, misinformasi yang dibutuhkan

Faktor-faktor yang berhubungan : Nutrition Monitoring


Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau 1. BB pasien dalam batas
mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor normal
biologis, psikologis atau ekonomi. 2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. § Monitor makanan
kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. § Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. § Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

4. Hipertermia NOC : NIC :


Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering
v Suhu tubuh dalam rentang mungkin
Batasan Karakteristik: normal 2. Monitor IWL
· kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal v Nadi dan RR dalam rentang 3. Monitor warna dan suhu
· serangan atau konvulsi (kejang) normal kulit
· kulit kemerahan v Tidak ada perubahan warna 4. Monitor tekanan darah, nadi
· pertambahan RR kulit dan tidak ada pusing, dan RR
· takikardi merasa nyaman 5. Monitor penurunan tingkat
· saat disentuh tangan terasa hangat kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
Faktor faktor yang berhubungan : 7. Monitor intake dan output
- penyakit/ trauma 8. Berikan anti piretik
- peningkatan metabolisme 9. Berikan pengobatan untuk
- aktivitas yang berlebih mengatasi penyebab demam
- pengaruh medikasi/anastesi 10. Selimuti pasien
- ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk 11. Lakukan tapid sponge
berkeringat 12. Berikan cairan intravena
- terpapar dilingkungan panas 13. Kompres pasien pada lipat
- dehidrasi paha dan aksila
- pakaian yang tidak tepat 14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil

Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2
jam
2. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

5. Nyeri Akut NOC : NIC :


v Pain Level, Pain Management
Definisi : v Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman v Comfort level secara komprehensif
emosional yang muncul secara aktual atau potensial Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan v Mampu mengontrol nyeri (tahu karakteristik, durasi,
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak penyebab nyeri, mampu frekuensi, kualitas dan
atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat menggunakan tehnik faktor presipitasi
diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan nonfarmakologi untuk 2. Observasi reaksi nonverbal
durasi kurang dari 6 bulan. mengurangi nyeri, mencari dari ketidaknyamanan
bantuan) 3. Gunakan teknik komunikasi
Batasan karakteristik : v Melaporkan bahwa nyeri terapeutik untuk mengetahui
- Laporan secara verbal atau non verbal berkurang dengan pengalaman nyeri pasien
- Fakta dari observasi menggunakan manajemen 4. Kaji kultur yang
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri nyeri mempengaruhi respon nyeri
- Gerakan melindungi v Mampu mengenali nyeri (skala, 5. Evaluasi pengalaman nyeri
- Tingkah laku berhati-hati intensitas, frekuensi dan tanda masa lampau
- Muka topeng nyeri) 6. Evaluasi bersama pasien dan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau v Menyatakan rasa nyaman tim kesehatan lain tentang
gerakan kacau, menyeringai) setelah nyeri berkurang ketidakefektifan kontrol
- Terfokus pada diri sendiri v Tanda vital dalam rentang nyeri masa lampau
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan normal 7. Bantu pasien dan keluarga
proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan untuk mencari dan
lingkungan) menemukan dukungan
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui 8. Kontrol lingkungan yang
orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) dapat mempengaruhi nyeri
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan seperti suhu ruangan,
darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) pencahayaan dan kebisingan
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam 9. Kurangi faktor presipitasi
rentang dari lemah ke kaku) nyeri
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, 10. Pilih dan lakukan
menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) penanganan nyeri
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum (farmakologi, non
farmakologi dan inter
Faktor yang berhubungan : personal)
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) 11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
PENYIMPANGAN KDM
TUBERCULOSIS PARU
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M., (2010). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press
Carpenito, L.J., (2006). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
(2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (2003). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius.

Price, S., & Wilson. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi.2.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.

Vous aimerez peut-être aussi

  • Yohana
    Yohana
    Document30 pages
    Yohana
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Askep Kel - Mitra
    Askep Kel - Mitra
    Document9 pages
    Askep Kel - Mitra
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Askep Keluarga
    Askep Keluarga
    Document12 pages
    Askep Keluarga
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Activity Daily Life
    Activity Daily Life
    Document6 pages
    Activity Daily Life
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Askep Keluarga (Gastritis) Nelvi
    Askep Keluarga (Gastritis) Nelvi
    Document9 pages
    Askep Keluarga (Gastritis) Nelvi
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Marni Silambi
    Marni Silambi
    Document9 pages
    Marni Silambi
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Pemeriksaan Fisik
    Pemeriksaan Fisik
    Document3 pages
    Pemeriksaan Fisik
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Askep Halaman 1
    Askep Halaman 1
    Document1 page
    Askep Halaman 1
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • LP Ppok
    LP Ppok
    Document15 pages
    LP Ppok
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Askep TB Paru
    Askep TB Paru
    Document18 pages
    Askep TB Paru
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Ottopianus Ambun
    Ottopianus Ambun
    Document9 pages
    Ottopianus Ambun
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • TB Paru
    TB Paru
    Document15 pages
    TB Paru
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Sartika Sarubang, S.kep
    Sartika Sarubang, S.kep
    Document8 pages
    Sartika Sarubang, S.kep
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Asuhan Keperawatan Pada Pasien TN
    Asuhan Keperawatan Pada Pasien TN
    Document32 pages
    Asuhan Keperawatan Pada Pasien TN
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • LP Ketidakberdayaan
    LP Ketidakberdayaan
    Document28 pages
    LP Ketidakberdayaan
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • ASKEP Spinal
    ASKEP Spinal
    Document18 pages
    ASKEP Spinal
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Tinjauan Kasus
    Tinjauan Kasus
    Document6 pages
    Tinjauan Kasus
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Pendahuluan Waham
    Laporan Pendahuluan Waham
    Document19 pages
    Laporan Pendahuluan Waham
    Rusida Liyani
    Pas encore d'évaluation
  • LP Luka Bakar
    LP Luka Bakar
    Document26 pages
    LP Luka Bakar
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • RESUME Ok
    RESUME Ok
    Document14 pages
    RESUME Ok
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Pendahuluan Waham
    Laporan Pendahuluan Waham
    Document16 pages
    Laporan Pendahuluan Waham
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • LP PPP Dan Ruptur Uteri
    LP PPP Dan Ruptur Uteri
    Document56 pages
    LP PPP Dan Ruptur Uteri
    Anonymous 35m04qqxN
    100% (1)
  • Laporan Pendahuluan Waham
    Laporan Pendahuluan Waham
    Document19 pages
    Laporan Pendahuluan Waham
    Rusida Liyani
    Pas encore d'évaluation
  • LP Ppok
    LP Ppok
    Document15 pages
    LP Ppok
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Askep PK Max
    Askep PK Max
    Document18 pages
    Askep PK Max
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Askep PK Aku
    Askep PK Aku
    Document24 pages
    Askep PK Aku
    Anonymous 35m04qqxN
    0% (1)
  • Resume Ok GGK
    Resume Ok GGK
    Document7 pages
    Resume Ok GGK
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • RESUME Ok
    RESUME Ok
    Document14 pages
    RESUME Ok
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation
  • Askep Kak Jen
    Askep Kak Jen
    Document22 pages
    Askep Kak Jen
    Anonymous 35m04qqxN
    Pas encore d'évaluation