Vous êtes sur la page 1sur 30

Daftar Isi

Daftar Isi .................................................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2
BAB I .......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang............................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 5
BAB II ......................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 6
A. Definisi .......................................................................................................................... 6
B. Jenis-jenis Kehilangan ................................................................................................... 8
C. Rentang Respon Kehilangan ....................................................................................... 10
D. Proses Kehilangan ....................................................................................................... 12
E. Prespektif Agama Terhadap Kehilangan ..................................................................... 14
BAB III ...................................................................................................................................... 15
ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................................................ 15
A. PENGKAJIAN ................................................................................................................ 15
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ......................................................................................... 17
C. INTERVENSI KEPERAWATAN ....................................................................................... 19
D. Prinsip Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan .................. 26
E. Prinsip Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan .................................... 27
F. Prinsip Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan (Kematian Anak).. 27
G. EVALUASI..................................................................................................................... 27
BAB IV...................................................................................................................................... 28
PENUTUP ................................................................................................................................. 28
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 29

1
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya modul mata kuliah Keperawatan Jiwa yang berjudul “Asuhan

2
Keperawatan pada Klien Berduka (Kehilangan)”. Atas dukungan moral dan materil
yang diberikan dalam penyusunan modul ini, maka penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :

1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz, M.Si selaku direktur Potekkes Kemenkes


Pontianak.
2. Ibu Ns. Nurbani, M. Kep selaku ketua Jurusan Keperawatan.
3. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku ketua Prodi DIV Keperawatan
Pontianak.
4. Bapak Ns. Mather, S.Kep, M.Sos selaku koordinator mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah sekalius pembimbing akademik kami yang
memberikan dorongan dan masukan kepada penulis.
5. Teman-teman satu kelompok yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat
dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Pontianak, Januari 2019


Penulis

Kelompok 2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

3
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian
yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti
sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan
karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau
disekitarnya.

Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka


sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada
keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.

Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat


apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang
pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada
informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno,
2004).

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat
berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita
setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi
masalah emosi, mental dan sosial yang serius.

Setiap individu yang mengalami penyakit atau trauma mungkin juga


mengalami rasa kehilangan atau berduka. Seorang klien bisa merasakan duka
karena kehilangan beberapa hal, antara lain: kehilangan bagian atau fungsi tubuh,
kepercayaan diri, kepercayaan, atau penghasilan. Penyakit dapat mengubah atau

4
mengancam identitas seseorang, dan pada waktunya setiap orang akan meninggal.
Perawat memiliki tugas utama mencegah penyakit dan trauma, serta membantu
klien kembali menjadi sehat. Perawat juga berperan penting dalam membantu
klien dan keluarga untuk beradaptasi dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan
memfasilitasi suatu kematian yang damai (Potter & Perry, 2010).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini yaitu:

1. Apa itu definisi dari kehilangan dan berduka?

2. Bagaimana jenis-jenis kehilangan dan berduka?

3. Bagaimana respon kehilangan dan berduka?

4. Bagaimana proses kehilangan dan berduka?

5. Apa perspektif dalam pandangan islam mengenai berduka dan kehilangan?

6. Apa pengkajian untuk membuat asuhan keperawatan klien kehilangan dan


berduka?

7. Apa diagnosa yang diangkat untuk membuat asuhan keperawatan klien


kehilangan dan berduka?

8. Bagaimana intervensi dari asuhan keperawatan klien kehilangan dan berduka

9. Apa evaluasi yang dilakukan untuk asuhan keperawatan klien kehilangan dan
berduka?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:

1. Tujuan umum

5
 Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.
 Mengetahui asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional

2. Tujuan khusus

 Mengetahui jenis-jenis kehilangan.


 Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
 Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

6
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Lembert dan Lambert, 1985,h.35). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung
akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

S. Sundeen (1995: 426) menyatakan :

Loss of attachment: The loss may be real or imagined and may include the loss
of love, a person, physical functioning, status or self esteem. Many losses take on
importance because of their symbolic meaning. May involve the loss of old
friends, warmmemories, and neighborhood associations. The ability to sustain,
integrate and recover from loss, however is a sign of personal maturity and
growth.

Kehilangan dari attachment (kedekatan seseorang terhadap orang lain yang


dianggap penting), merupakan kehilangan yang mencakup kejadian nyata atau
hanya khayalan (yang diakibatkan persepsi seseorang terhadapkejadian), seperti
kasih sayang, kehilangan orang yang berarti, fungsi fisik, harga diri. Bayak situasi
kehilangan dianggap sangat berpengaruh karena memiliki makna yang tinggi.
Dapat pula mencakup kehilangan teman lama, kenangan yang indah, tetangga
yang baik. Kemampuan seseorang untuk bertahan, tetap stabil dan bersikap positif
terhadap kehilangan, merupakan suatu tanda kematangan dan pertumbuhan.

Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan berespon
terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan angat dipengaruhi
oleh kehilangan sebelumnya.

Elizabeth Kubler-rose, 1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase,


yaitu : pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

7
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:

1. Arti dari kehilangan


2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang


dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur,
dan lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu


dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman


individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

D. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
 Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau
orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan

8
mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung
oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang
dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan
atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya
membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
 Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan
tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap
keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain
yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
 Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada
arti dan kegunaan benda tersebut.
 Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam
waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah
kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
 Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian

9
yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang
kematian.

Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia

No. JENIS STRESSOR JENIS KEHILANGAN


1. Gempa dan Tsunami Rumah, orang yang berarti, pekerjaan, bagian tubuh
Aceh Rumah, tetangga yang baik
2. Rumah, makna rumah yang lama, orang yang
3. Lumpur Lapindo berarti, bagian tubuh, pekerjaan
4. Gempa di Yogyakarta Orang yang berarti, bagian tubuh.
Jatuhnya Pesawat
5. Adam Air Orang yang berarti
6. Tenggelamnya kapal Orang yang berarti
7. Levina Herta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik,
8.
Sampah longsor rumah kesehatan
9.
Banjir bandang Pekerjaan, status, harga diri
PHK di IPTN Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik,
Banjir Jakarta kesehatan

E. Rentang Respon Kehilangan


Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose, 1969)

Fase Fase Fase Fase Tawar- Fase


Pengingkaran Marah Depresi menawar Menerima

10
 Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilanagn adalah syok,
tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang
benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi ” atau
“ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa
dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat,
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak
tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau
beberapa tahun.

 Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan individu menunjukan rasa marah yang meningkat yang
sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang
ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan,
menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi
antar lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
 Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,
maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada
Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian
ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh
keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “kalau saja yang sakit,
bukan anak saya”.
 Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang
sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang

11
ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
menurun.
 Fase Penerimaan

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran


yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai
berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya.
Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara
bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya
dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini
tampak manis “ atau “ apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh “.

Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan


perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi
perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase
ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan
kehilangan selanjutnya.

F. Proses Kehilangan
1. Stressor internal atau eksternal – ganggua dan kehilangan – individu
memberi makna posiif – melakukan kompensasi dengan kegiatan
positif – perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
2. Stressor internal atau ekternal – gangguan dan kehilangan – individu
memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi –
diekspresikan ke dalam diri – muncul gejala sakit fisik.

12
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi –
diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi dengan perilaku
konstruktif – perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman)
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi –
diekspresikan keluar diri individu – kompensasi dengan perilaku
destruktif – merasa bersalah – ketidakberdayaan.

Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap


kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap
kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktif), seperti
pada skema berikut:

Stressor internal & Compensantory


Disruption & Loss Personal Meaning Resolution
eksternal Activity

Helplessness Guilt

Anger & Agression

13
Expressed inward Expressed Outward Destructive

Constructive
Painfull Symptom Resolution
action

(Process of Disruption and Loss, Drake at Barbara Kozier, 1979)

G. Prespektif Agama Terhadap Kehilangan

Dalam perspektif agama saat menghadapi kehilangan manusia


diharuskan untuk sabar, berserah diri, menerima, dan mengembaikannya
kepada Allah karena hanya dia pemilik mutlak segala yang kita cintai dan
manusia bukanlah pemilik apa-apa yang diakuinya. Sebagaimana friman
Allah :

“Dan sungguh kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit


ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu ketika mereka ditimpa
musibah mereka mengucapkan kami adalah milik Allah dan akan kembali
kepada Allah, mereka akan mendapatkan keberkahan dan rahmat dari Tuhan
mereka.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Faktor predisposisi

Faktor yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :


Genetic
Individu yang dilahrikan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik.
Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oeh masa
depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.

Pengalaman kehilangan di masa lalu


Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada msa kanak-kanak
akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi masalah perasaan
kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
Struktur kepribadian

15
Individu dengan konsep diri yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.

Faktor presipitasi

Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun
imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan
kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi
di masyarakat, kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang
dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.

Perilaku

Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti: menangis atau tidak
mampu menangis, marah-marah, putus asa, kadang-kadang ada tanda-tanda usaha bunuh diri
atau ingin membunuh orang lain. Juga sering berganti tempat mencari informasi yang tidak
menyokong diagnosanya.

Mekanisme koping

Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon kehilangan antar lain: Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi, dan Proyeksi yang digunakan untuk
menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan Disosiasi
sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Keadaan patologis mekanisme koping
tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

Askep Berduka Disfungsional

Pengkajian

Data yang dapat dikumpulkan adalah:

1. Perasaan sedih, menangis.


2. Perasaan putus asa, kesepian

16
3. Mengingkari kehilangan
4. Kesulitan mengekspresikan perasaan
5. Konsentrasi menurun
6. Kemarahan yang berlebihan
7. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
8. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
9. Reaksi emosional yang lambat
10. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Potensial proses berduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan


kematian Ibu.
2. Fiksasi berduka pada fase depresi sehubungan dengan amputasi kaki kiri.
3. Potensial respon berduka yang berkepanjangan sehubungan dengan proses
berduka sebelumnya yang tidak tuntas
4. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
5. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping
individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

Diagnosa keperawatan: Berduka disfungsional


Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan
dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode
waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan
untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi kehidupan.

Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)

 Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu

17
 Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple
yang belum terselesaikan)
 Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan
 Tidak adanya antisipasi proses berduka
 Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep
kehilangan.

Batasan Karakteristik (“dibuktikan dengan”)

 Idealisasi kehilangan (konsep)


 Mengingkari kehilangan
 Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara tidak tepat
 Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau
 Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan dan dibesar-basarkan tidak
sesuai dengan ukuran situasi.

 Regresi perkembangan
 Gangguan dalam konsentrasi
 Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
 Afek yang labil
 Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas, libido.

Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan jangka panjang: agar individu berperan aktif melalui proses berduka secara
tuntas.

Tujuan jangka pendek: pasien mampu”

- Mengungkapkan perasaan duka


- Menjelaskan makna kehilangan orang atau objek

18
- Membagi rasa dengan orang yang berarti
- Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai
- Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang
yang baru.

Sasaran/Tujuan

Sasaran jangka pendek

Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap konsep kehilangan dalam 1


minggu.

Sasaran jangka panjang

Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-perilaku yang berhubungan


dengan tahap-tahap berduka yang normal. Pasien akan mampu mengakui posisinya
sendiri dalam proses berduka sehingga ia mampu dengan langkahnya sendiri terhadap
pemecahan masalah.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Berikut akan diuraikan proses keperawatan pada pasien dengan respon kehilangan.

Diagnosa keperawatan:

19
Potensial terjadi berduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan kemtian Ibu,
pada anak usia 5 tahun.

Tujuan Tindakan Keperawatan


Tujuan jangka panjang:
Anak dapat menyelesaikan masa
berkabung dengan tuntas.
Tujuan jangka pendek:
1. Anak dapat mengerti arti - Membina hubungan saling
sakit dan kematian. percaya antara anak,
keluarga dan petugas
dengan sikap jujur,
menerima, ikhlas dan
empati.
- Menunjukkan perhatian
dan kasih sayang anak
baik melalui kata-kata
maupun dengan sikap.
- Menanyakan kepada anak
pengalamannya tentang
kematian
(orang/binatang).
- Menjelaskan kepada anak
bahwa ibunya meninggal
bukan tidur.
- Menjelaskan kepada anak
bahwa roh orang yang
meninggal, yang
menghadap tuhan bukan

20
tubuhnya.
2. Anak dapat - Meminta kepada
mengungkapkan keluarga/orang yang
perasannya. berarti agar menemani
anak selama masa berduka
bila perlu mengijinkan
untuk tinggal bersama
mereka.
- Mendorong anak untuk
mengungkapkan
perasannya dengan
menanyakan apa yang
dipikirkan selama ibunya
sakit sampai sekarang.
3. Anak dapat mengurangi - Menjelaskan kepada anak
rasa bersalah. bahwa ibunya sakit dan
meninggal bukan karena
dia nakal atau bukan
karena kesalahannya.
4. Melalui proses berkabung - Menjelaskan kepada anak
dengan melihat perilaku bahwa orang yang sering
orang dewasa. sedih dan menangis bila
ada yang meninggal.
- Mengajak anak mengikuti
upacara pemakaman dan
mengunjungi rumah duka.
- Menjelaskan kepada anak
urutan upacara dan apa

21
yang harus dilakukan oleh
anak, sebelum upacara dan
pelayat datang.

Diagnosa keperawatan:

Fiksasi pada fase pengingkaran sehubungan dengan kematian kekasih/orang yang


disayangi.

Tujuan Tindakan Keperawatan


Pasien dapat melalui fase - Mendorong pasien untuk
pengingkarannya dengan wajar (tanpa mengungkapkan
kesulitan). pengingkarannya tanpa
memaksa untuk menerima
kenyataan.
- Mendengarkan dengan
penuh minat dan perhatian
apa yang dikatakan oleh
pasien.
- Menjelaskan kepada pasien,
bahwa perasaan tersebut
wajar terjadi pada orang
yang mengalami kehilangan.
- Membantu pasien untuk
memakai mekanisme koping
yang lain seperti
menangis/bicara.
- Mengikutsertakan orang
yang yang berarti bagi

22
pasien untuk menjelaskan
apa yang telah terjadi.
- Meningkatkan kesadaran
pasien secara bertahap
tentang kenyataan
kehilangan yang dihadapi.
- Memberi dukungan atas
usaha pasien untukmencoba
menerima kenyataan.
- Membantu pasien untuk
mengungkapkan rasa
marahnya.
- Menjawab semua pertanyaan
pasien dengan singkat dan
jelas.
- Memberi dukungan secara
non verbal.

Berikut adalah intervensi keperawatan beserta rasional tertentu.

1. Tentukan pada tahap berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi perilaku-


perilaku yang berhubungan dengan tahap ini.
Rasional
Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk perencanaan
keperawatan yang efektif bagi pasien yang berduka.
2. Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan
perhatian. Jujur dan tepati semua janji
Rasional
Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu kebutuhan yang terapeutik.

23
3. Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan pasien untuk mengekspresikan
perasaannya secara terbuka
Rasional
Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa ia
merupakan seseorang pribadi yang bermakna. Rasa percaya meningkat.
4. Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi defensif
jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis.
Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat
mengungkapkan secara langsung kepada objek atau orang/pribadi yang
dimaksud.
Rasional
Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak
mengancam dapat membantu pasien sampai kepada hubungan dengan
persoalan-persoalan yang belum terpecahkan.
5. Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola
voli,dll)
Rasional
Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk
mengeluarkan kemarahan yang terpendam.
6. Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang
berhubungan dengan setiap tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa
perasaan seperti rasa bersalah dan marah terhadap konsep kehilangan adalah
perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses berduka.
Rasional
Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar yang berhubungan dengan
berduka yang normal dapat menolong mengurangi beberapa perasaan bersalah
menyebabkan timbulnya respon-respon ini.

24
7. Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan. Dengan
dukungan dan sensitivitas, menunjukkan realita situasi dalam area-area
dimana kesalahan presentasi diekspresikan.
Rasional
Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik
aspek positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka
selesai seluruhnya.
8. Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis merupakan hal yang dapat
diterima. Menggunakan sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat
untuk kebanyakan pasien.
Rasional
Menangis adalah suatu tindakan atau respon alamiah dari perasaan berduka
dengan takaran tertentu, berlebihan akan merusak bagian tulang air mata bila
ditahan akan membuat perasaan terpendam dan malah membuat perasaan
semakin memburuk.
9. Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk
menentukan metoda-metoda koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman
kehilangan. Berikan umpan balik positif untuk identifikasi strategi dan
membuat keputusan.
Rasional
Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan
perilaku yang diharapkan.
10. Dorong pasien untuk menjangkau dukungan spiritual selama waktu ini dalam
bentuk apapun yang diinginkan untuknya. Kaji kebutukan-kebutuhan spiritual
pasien dan bantu sesuai kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
itu.
Rasional
Dukungan spiritual sangat penting dalam perasaan berkabung atau berduka,
dengan mengetahui spritual dapat menahan perasaan berduka mendalam.

25
D. Prinsip Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan Respon
Kehilangan
5. Bina dan jalin hubungan saling percaya.
6. Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang
menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil
hikmahnya.
7. Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka.
8. Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka.
9. Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien.
10. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga.
11. Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious theraphy.
12. Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut:
a. Fase pengingkaran
- Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasannya.
- Menunjukkan sikap menerima, iklas dan mendorong pasien untuk
berbagi rasa.
- Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang
sakit, pengobatan dan kematian.
b. Fase marah
Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa
marahnya secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c. Fase tawar menawar
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan
takutnya.
d. Fase depresi
- Mengidentifikasi tingkat depresi dan risiko merusak diri pasien.
- Membantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e. Fase penerimaan

26
Membantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa
dielakkan.

E. Prinsip Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan


1. Memberi dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga
anak selama masa berduka.
2. Menggali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang
salah.
3. Membantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku
yang diperhatikan oleh orang lain.
4. Mengikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.

F. Prinsip Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan


(Kematian Anak)
1. Menyediakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2. Menganjurkan pasien untuk memegang/melihat jenazah anaknya.
3. Menyiapkan perangkat kenangan.
4. Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5. Menjelaskan kepada pasien/keluarga ciri-ciri respon yang patologis serta
tempat mereka minta bantuan bila diperlukan.

G. EVALUASI
1. Apakah pasien sudah dapat mengungkapkan perasaan secara spontan?
2. Apakah pasien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut
terhadapkehidupannya?
3. Apakah pasien mempunyai sistem pendukung untuk mengungkapkan
perasaannya (teman, keluarga, lembaga atau perkumpulan lain) ?
4. Apakah pasien menunjukkan tanda-tanda penerimaan?

27
5. Apakah pasien sudah dapat menilai hubungan baru dengan orang lain objek
lain?

Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang

1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang
normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan
mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep
kehilangan secara jujur.
3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang
berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan
aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka

28
disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu


yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. Peran perawat adalah untuk
mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka
terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5
katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan
lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada
pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.

Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu


: pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,


Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

29
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri,
Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Alimul, Aziz.2014.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1 Edisi 2.Jakarta:


Salemba

Cornelius K,dkk. 2002. At a Glance Psikiatri. Jakarta: Penerbit Erlangga


Direja A.H.S.2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha Medika
Herdman,T.Heather.2015.Nanda Internasional Inc. Diagnosa Keperawatan : definisi
&

Klasifikasi 2015-2017.Edisi:10.Jakarta: EGC

Potter, A. Patricia dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7


Buku 2.

30

Vous aimerez peut-être aussi