Vous êtes sur la page 1sur 11

LAPORAN TUGAS

GEOGRAFI POLITIK
(GPW3301)
ANALISIS BENTUK WILAYAH DAN LOKASI IBUKOTA KABUPATEN
WONOGIRI BESERTA DAMPAKNYA BAGI PEMBANGUNAN WILAYAH

Disusun Oleh :
Nama : Arif Setya Basuki
NIM : 14/366087/GE/07863
Dosen : Dr. Luthfi Muta’ali, S.Si. MSP.

FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
GEOGRAFI POLITIK

ANALISIS BENTUK WILAYAH DAN LOKASI IBUKOTA KABUPATEN


WONOGIRI BESERTA DAMPAKNYA BAGI PEMBANGUNAN WILAYAH

I. PENDAHULUAN
Terletak di 70 32’ – 80 15’ Lintang Selatan dan 1100 41’ – 1110 18’ Bujur
Timur, Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Jawa
Tengah yang memiliki berbagai potensi besar. Kabupaten ini mendapatkan
keuntungan dari kawasan daratan aluvial Gunung Lawu (pada bagian utara-timur),
asupan Waduk Gajah Mungkur (tengah-utara), dan Pesisir Samudra Hindia (Selatan).
Hal tersebut juga didukung dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Namun
begitu sejak peresmiannya pada tahun 1741, dan diperbaharui dengan UU No.
13/195, Kabupaten Wonogiri secara relatif masih tertinggal dibandingkan dengan
wilayah-wilayah disekitarnya (Solopos, 2012).
Berbagai sumberdaya yang ada di Kabupaten Wonogiri memang masih
sangat potensial untuk dikembangkan. Dilihat dari lahannya misa, Kabupaten
Wonogiri memiliki beberapa cakupan areal yang luas, dan potensial untuk
dikembangkan menjadi kawasan pertanian hingga industri. Hanya saja, hal tersebut
belum dapat terjadi di lapangan. Tulisan ini dibuat guna mengidentifikasi bentuk
wilayah Kabupaten Wonogiri, lokasi Ibukotanya, dan dampaknya bagi
pengembangan wilayah. Identifikasi ini diharapkan dapat menjadi kajian awal
mengenai perkembangan Kabupaten Wonogiri, dan dasar kebijakan pembangunan
wilayah kedepannya.
II. TUJUAN
1. Mengidentifikasi bentuk wilayah Kabupaten Wonogiri dan dampaknya bagi
Pengembangan Wilayah.

2. Mengidentifikasi Ibu Kota Kabupaten Wonogiri dan dampaknya bagi


pengembangan wilayah.

III. METODE
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.
Kabupaten berada sekitar 32 km di sebelah selatan Kota Solo, berbatasan dengan
Provinsi Jawa Timur di sebelah timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah
barat. Secara administratif, Kabupaten Wonogiri terbagi menjadi 25 kecamatan. Luas
kabupaten ini adalah sekitar 182.236,02 Ha. Kecamatan Pracimantoro sebagai
kecamatan terluas, dan Kecamatan Puhpelem sebagai kecamatan terkecil.
Data yang digunakan pada analisis ini adalah data sekunder yang didapatkan
dari BPS Kabupaten Wonogiri. Berikut adalah beberapa data yang digunakan dalam
kajian ini :
1. Data PDRB Kabupaten Wonogiri Tahun 2014
2. Data Peta Administrasi Wonogiri

Data-data tersebut kemudian dianalisis menggunakan program Microsoft Excel dan


ArcGIS. Teknik klasifikasi yang digunakan adalah menggunakan Natural Breaks
(jenks) pada hasil Locational Quotient (LQ). Hasil klasifikasi kemudian dilayout dan
dianalisis secara deskriptif-visual menggunakan peta dan data yang sudah tersedia.
IV. HASIL
1. Peta analisis PDRB Kecamatan di Kabupaten Wonogiri Tahun 2014
2. Peta analisis Locational Quotient PDRB/Sektor di Kabupaten Wonogiri Tahun
2014
V. PEMBAHASAN
Pengaruh bentuk wilayah dan lokasi ibu kota terhadap perkembangannya
memang menarik untuk dikaji, khususnya di Kabupaten Wonogiri. Walaupun sudah
memiliki tetangga-tetangga yang relatif berkembang, Kabupaten ini masih belum
dapat berkembang secara optimal. Bentuk wilayah, dan konfigurasinya dengan
wilayah lain dimungkinkan dapat menjadi penyebab utama hal ini. Guna
membuktikan hal tersebut, digunakan pendekatan intra-region dan inter-region dalam
melihat data-data yang ada.
Bentuk Kabupaten Wonogiri memang relatif tidak terlalu menguntungkan, dan
bahkan sulit untuk dapat dikembangkan oleh pemerintah. Bentuk dari Kabupaten ini
sayangnya, jika boleh dibilang, memiliki bentuk yang sangat berasosiasi dengan jalan.
Hal ini dapat dilihat dengan melihat alur jalan kolektor yang ada pada peta. Jalur
jalan mulai dari Pracimantoro-Eromoko-Wonogiri-Jatisrono-Purwantoro, atau
Ngadirojo-Nguntoronadi-Baturetno-Giriwoyo menunjukkan asosiasi bentuk
Kabupaten ini yang sangat dekat dengan jalan.
Jalan, seperti fungsinya, adalah infrastruktur yang berfungsi sebagai
sarana/tempat lewatnya lalu lintas. Suatu wilayah tentu tidak dapat berkembang jika
tidak memiliki infrastruktur ini. Jalan adalah salah satu unsur terpenting dalam
pengembangan wilayah, yang mana unsur ini akan membawa satu indikator penting
perkembangan wilayah : aksesibilitas.
Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah, mungkinkah suatu wilayah benar-
benar berfungsi sebagai “jalan” saja bagi wilayah lainnya. Hal inilah yang perlu ditilik
dari Kabupaten Wonogiri. Ditinjau dari segi inter-region, hubungan Kabupaten
Wonogiri dengan wilayah-wilayah disekitarnya perlu untuk diteliti lebih lanjut.
Menggunakan metode ilmiah, korelasi antara perkembangan Wonogiri dan wilayah
disekitarnya perlu dikaji, apakah berlaku positif atau tidak.
Dilihat dari keadaan yang ada sekarang, Kabupaten Wonogiri terletak di sebelah
selatan dari Sukoharjo-Surakarta, sebelah timur dari D.I.Y., sebelah barat dari
Ponorogo, dan sebelah utara dari Pacitan. Lokasi yang sangat strategis ini, harus
dapat dikelola secara baik bersamaan dengan potensi yang ada oleh pemerintah dan
stakeholder terkait. Pengelolaan wilayah Kabupaten Wonogiri harus dapat melihat
realitas bahwa kabupaten ini dihimpit oleh daerah-dearah yang sudah relatif lebih
maju. Ketika tidak terdapat pengelolaan yang tepat, maka keadaan ini justru dapat
merugikan Kabupaten Wonogiri sendiri.
Kerugian yang dimaksud dapat terwujud dalam berbagai hal. Dilihat dari sudut
pandang intra-region, Peta tingkat PDRB dapat menunjukkan beberapa hal yang
menarik. Beberapa kawasan yang dilewati oleh jalan kolektor ternyata masih memiliki
tingkat PDRB yang rendah. Contohnya misal pada kecamatan Nguntoronadi, atau
Kecamatan Slogohimo. Walaupun kedua wilayah ini dilewati oleh jalan kolektor,
namun ternyata perkembangan wilayah yang ada pada keduanya tidak terlihat positif.
Selain karena disebabkan oleh berbagai faktor lain yang perlu diteliti ulang, satu hal
yang dapat dijadikan alasan adalah karena memang jalan ini tidak memberikan banyak
kontribusi, atau dengan kata kecamatan ini hanya dijadikan sebagai tempat “lewat”
para pengunjung. Jalan dengan begitu, justru tidak dapat memberikan banyak
kontribusi bagi perkembangan wilayah lokal. Hal ini pun dapat terjadi pada
kecamatan-kecamatan yang lain.
Kerugian-kerugian lain yang dapat terjadi, tentu saja sangat mungkin terjadi.
Penyebab dari hal-hal ini juga sangat perlu dikaji ulang, misal seperti mengenai
kondisi SDM wilayah. Sebagai kabupaten dengan berbagai macam ‘tarikan’ dari
wilayah lain, aspek SDM, khususnya para pemuda adalah salah satu hal yang perlu
untuk diperhatikan. Sejauh mana pemuda-pemuda di Wonogiri memiliki kemauan
untuk kembali mengabdi di desa masing-masing. Ketika pertumbuhan hanya terjadi
di pusat Ibu Kota saja, dan tidak menyentuh daerah lain maka akan sangat
memungkinkan bagi SDM wilayah tersebut untuk mencari kehidupan lain yang lebih
baik di wilayah lain. Pengalaman empiris penulis yang tinggal di daerah pinggiran
selama bertahun-tahun membuktikan hal ini. Banyak anak muda yang justru menuju
Jawa Timur misal, dan tidak kembali.
Pertumbuhan yang tidak merata ini, dapat dilihat dari sisi intra-region kembali.
Berdasarkan Peta PDRB 2014, dapat diketahui pusat pertumbuhan Kabupaten ini
terdapat di Kecamatan Wonogiri. Kabupaten Wonogiri, dengan bentuknya yang unik
menunjukkan pertumbuhan paling tinggi pada bagian utara-tengah wilayah. Peta
PDRB tahun 2014 menunjukkan bahwa Kecamatan Wonogiri menjadi satu-satunya
kecamatan yang termasuk pada kelas kelima berdasarkan klasifikasi natural breaks.
Kecamatan Wonogiri dengan kata lain, memiliki nilai pertumbuhan tertinggi, dengan
nilai PDRB tertinggi.
Wilayah-wilayah selain Ibu Kota, terlihat memiliki nilai PDRB yang umumnya
berada pada kelas ketiga, kedua, atau bahkan pertama (paling rendah). Hanya
terdapat dua Kecamatan yang bisa mengejar Kecamatan Wonogiri dan berada pada
posisi kelas keempat, yaitu Kecamatan Pracimantoro dan Kecamatan Ngadirojo.
Melihat bentuk wilayah yang ada, kajian intra-region dalam pengembangan wilayah
di Kabupaten Wonogiri akan sangat sulit untuk dilakukan secara parsial, dan harus
kembali dilihat dengan perspektif inter-region secara bersamaan. Dilihat dari sudut
pandang ini, pertumbuhan yang ada dapat menimbulkan kerugian lain, seperti tidak
termanfaatkan, atau terjaganya dengan baik sumberdaya alam/manusia lokal.
Hampir setiap aspek penting dari intra-region Kabupaten Wonogiri wilayah
pasti terkait dengan perkembangan wilayah lain diluarnya. Selain disebabkan karena
terdapatnya fungsi yang tumpah tindih, mulai dari pusat ekonomi sampai pusat
pemerintahan (yang juga merepresentasikan supra-region) yang Kecamatan Wonogiri
dapat diperkuat oleh lokasinya sendiri. Ibu Kota Wonogiri berada tepat di titik tolak
antara Sukoharjo (Utara), Yogyakarta (Barat), Ponorogo (Timur), dan Pacitan
(Selatan). Kecamatan lain sepintas hanya menjadi feeder/pemasok kebutuhan, dan
jalur transportasi.
Fungsi kecamatan lain yang hanya berfungsi sebagai pemasok ini, dapat lebih
lanjut dianalisis menggunakan Peta Tingkat LQ Sektor Pertanian. Kecamatan di
Kabupaten Wonogiri yang masih mengandalkan Sektor Pertanian dapat dilihat
terletak di aeral yang berada pada pinggiran, seperti Kecamatan Paranggupito,
Kismantoro, atau Karangtengah. Kecamatan-kecamatan ini semuanya memiliki LQ
sedang atau rendah. Bagi wilayah yang masih dilewati jalan kolektor, umumnya
memiliki PDRB sedang, seperti Eromoko misalnya. Kecamatan Ibu kota, Wonogiri,
tentunya tidak mengandalkan sektor pertanian.
Guna mengatasi masalah yang ada, tentu kemudian perlu penanangan
pembangunan yang tidak hanya lintas-sektoral, namun juga lintas wilayah. Hal ini
disebabkan oleh bawaan bentuk Kabupaten Wonogiri itu sendiri. Maka kemudian
wajar, ketika isu-isu perpindahan Ibu kota sempat bermunculan. Namun yang pasti
guna menyusun perencanaan pembangunan yang baik, diperlukanlah kajian-kajian
selanjutnya yang ilmiah dan dapat mengenai sasaran.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Berdasarkan kegiatan yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa bentuk


alami Kabupaten Wonogiri dapat memberikan keuntungan, namun juga dapat
memberikan tantangan dan kerugian. Untuk itu, diperlukan upaya perencanaan
pembangunan yang cermat, dan tidak hanya lintas sektoral, namun juga lintas
wilayah.
2. Berdasarkan keseluruhan analisis yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa bentuk dan lokasi Ibu kota Kabupaten Wonogiri terletak sangat strategis.
Ibukota Wonogiri terletak di jalur persimpangan kearah Sukoharjo, Ponorogo,
Pacitan, dan DIY. Hal ini disisi lain dapat memberikan keuntungan, namun
disisi lain juga dapat menimbulkan ketimpangan pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin.1995. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta:


BPFE.

Glasson, John. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. terjemahan Paul Sitohang, Jakarta:
LPFE UI.

Prishardoyo, Bambang. 2008. Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi


Ekonomi Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb) Kabupaten Pati
Tahun 2000-2005. JEJAK, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi UNNES, Volume 1, Nomor 1.

Dokumen

Badan Pusat Statistik. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Wonogiri 2014.

Badan Pusat Statistik. Wonogiri dalam Angka 2014.

Vous aimerez peut-être aussi