Vous êtes sur la page 1sur 21

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR COLLUM FEMUR

1. DEFINISI FRAKTUR COLLUM FEMUR


Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 2004). Fraktur femur adalah rusaknya
kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan
otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis (Long, 2005).
Sedangkan fraktur kolum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan
kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter. (FKUI-RSCM, 2008).

2. ETIOLOGI FRAKTUR COLLUM FEMUR


Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada
wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan
osteoporosis pasca menopause. Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma
langsung, yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma
tidak langsung, yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan
posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai keadaan
berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan pada tulang
yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang
kemiliteran.

3. KLASIFIKASI FRAKTUR COLLUM FEMUR


a) Fraktur collum femur sendiri dibagi dalam dua tipe, yaitu:
1. Fraktur intrakapsuler
2. Fraktur extrakapsuler
Intrakapsuler

Ekstrakapsuler

Fraktur intrakapsuler dan ekstrakapsuler

b) Berdasarkan arah sudut garis patah dibagi menurut Pauwel :


 Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada posisi tegak
 Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal pada posisi
tegak
 Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal
Klasifikasi Pauwel’s untuk Fraktur Kolum Femur
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang
horizontal pada posisi tegak.

c) Dislokasi atau tidak fragment ( menurut Garden’s) adalah sebagai berikut :


 Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
 Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
 Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)
 Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen yang
bersinggungan.

Klasifikasi Garden’s untuk Fraktur Kolum Femur


4. MANIFESTASI KLINIS FRAKTUR COLLUM FEMUR
Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur, yakni:
1) Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya.
Perubahan keseimbangan dan kontur terjadi, seperti:
a. rotasi pemendekan tulang;
b. penekanan tulang.
2) Bengkak (edema)
Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur.
3) Ekimosis dari perdarahan subculaneous
4) Spasme otot (spasme involunters dekat fraktur)
5) Tenderness
6) Nyeri
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, perpindahan tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7) Kehilangan sensasi
8) Pergerakan abnormal
9) Syok hipovolemik
10) Krepitasi (Black, 2005).

Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun pada
penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat menyebabkan fraktur
collum femur. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul. Posisi
panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya pemendekakan dari
tungkai yang cedera. Tungkai dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi.pada palpasi
sering ditemukan adanya hematom di panggul. Pada tipe impacted, biasanya penderita masih
dapat berjalan disertai rasa sakit yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai tetap dalam keadaan
posisi netral.
Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan
deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur tanpa
pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan jumlah pergeseran fraktur
yang terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri
tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan.
5. PATHWAYS

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG FRAKTUR COLLUM FEMUR


Proyeksi AP dan lateral serta kadang juga dibutuhkan axial. Pada proyeksi AP kadang
tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang impacted, untuk ini diperlukan
pemerikasaan tambahan proyeksi axial.
Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat
ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini
penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser ( stadium I dan II Garden ) dapat
membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non
union dan nekrosis avaskular.

7. PENATALAKSANAAN FRAKTUR COLLUM FEMUR

Empat prinsip penanganan fraktur menurut Chaeruddin Rasjad tahun 1988,adalah:


a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik yang sesuai untuk pengobatan,
komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur sehingga
didapat posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi
anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis dikemudian
hari. Posisi yang baik adalah: alignment yang sempurna dan aposisi yang
sempurna. Fraktur yang tidak memerlukan reduksi seperti fraktur klavikula, iga,
fraktur impaksi dari humerus, angulasi <5>
c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi
union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna meliputi pembalut gips, bidai, traksi, dan fiksasi interna meliputi inplan
logam seperti screw.
d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

8. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal
kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk
kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres
pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula
lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat
ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
2. Komplikasi lambat
a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang
lebih lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan)
b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.
c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.

9. PENGKAJIAN FRAKTUR COLLUM FEMUR


Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan fraktur femur diantaranya adalah:
1. Identitas pasien
Identitas ini meliputi nama, usia, TTL, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, dan pendidikan.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat
dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, perlu ditanyakan apakah pasien pernah
menderita penyakit infeksi tulang ataupun osteoporosis. Hal ini merupakan
informasi yang penting dalam penanganan fraktur femur pada klien
5. Riwayat kesehatan keluarga
Hal ini mencakup riwayat ekonomi keluarga, riwayat sosial keluarga, sistem
dukungan keluarga, dan pengambilan keputusan dalam keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus dan fraktur tibia tidak
ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau,
dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien, seperti memenuhi kebutuhan sehari hari menjadi berkurang. Misalnya
makan, mandi, berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap, klien biasanya merasa rendah diri terhadap
perubahan dalam penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur.
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien.
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.
8. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
2) Kesadaran penderita:
Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna
Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan pemeriksaan
penglihatan , pendengaran dan perabaan normal
Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus menerus
Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan
Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh dan menjawab
pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderita tidur lagi.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut, spasme otot, dan hilang rasa.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
d. Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan deformitas.
e. Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas),
hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah), penurunan nadi pada bagian distal
yang cidera, capilary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa
hematoma pada sisi cedera.
f. Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut :
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut :
a) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
b) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
e) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time Normal (3 – 5) detik
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal)
d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
Kekuatan otot : otot tidak dapat berkontraksi (1), kontraksi sedikit dan ada
tekanan waktu jatuh (2), mampu menahan gravitasi tapi dengan sentuhan
jatuh(3), kekuatan otot kurang (4), kekuatan otot utuh (5). ( Carpenito,
1999)
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat,
dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran
metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas)
atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. ( Arif
Muttaqin, 2008 )
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase,
Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase
yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang
3) Hematokrit dan leukosit akan meningkat ( Arif Muttaqin, 2008 )
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
( Arif Muttaqin, 2008 )
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada fraktur,
edema.
b. Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan
jaringan lunak.
d. Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.
e. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskuler langsung, edema,
pembentukan trombus.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
g. Resiko tinggi embolik lemak berhubungan dengan fraktur tulang panjang.

Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan.
c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
e. Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatannya saat di rumah.

11. INTERVENSI
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada fraktur,
edema.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri
berkurang sampai hilang dengan kriteria hasil:
- Intensitas nyeri 2-3
- Ekspresi wajah rileks
- Tidak merintih
NIC :
1) Kaji lokasi nyeri dan intensitas nyeri.
Rasional: Mengetahui tindakan yang dilakukan selanjutnya.
2) Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakitnya.
Rasional: Mengurangi nyeri
3) Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi nyeri pada saat nyeri timbul.
4) Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan.
Rasional: Mempersiapkan pasien untuk lebih kooperatif.
5) Beri posisi yang tepat secara berhati-hati pada area fraktur.
Rasional: Meminimalkan nyeri, mencegah perpindahan tulang.
6) Beri kesempatan untuk istirahat selama nyeri berlangsung.
Rasional: Untuk mengurangi nyeri.
7) Kolaborasi dalam pemberian terapi medik: analgetik.
Rasional: Mengatasi nyeri.

b. Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.


NOC : Setelah dilakukam tindakan keperawatan 3x24jam diharapkan
pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dalam waktu
bertahap ditandai dengan: higiene perseorangan, nutrisi dan
eliminasi terpenuhi dengan bantuan.
NIC :
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien.
Rasional: Menentukan intervensi yang tepat sesuai dengan kebutuhan
pasien.
2) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat dilakukan
secara mandiri.
Rasional: Mengurangi nyeri dan semakin parahnya fraktur.
3) Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien.
Rasional: Meningkatkan kemandirian pasien.
4) Perhatian dan bantu personal higiene.
Rasional: Mencegah komplikasi dan kerusakan integritas kulit.
5) Ubah posisi secara periodik sejak 2 jam sekali.
Rasional: Mencegah komplikasi dekubitus.
6) Libatkan keluarga dalam memberikan asuhan kepada pasien.
Rasional: Memberi motivasi pada pasien.
7) Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: Mencegah nyeri yang berlebihan.

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan


jaringan lunak.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam diharapkan tidak
ada tanda-tanda infeksi ditandai dengan:
- Suhu normal 36-37oC
- Tidak ada kemerahan, tidak ada edema, luka bersih.
NIC :
1) Observasi TTV terutama suhu.
Rasional: Peningkatan suhu menunjukkan adanya infeksi.
2) Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
Rasional: Luka yang kotor dan basah merupakan media yang baik
untuk mikroorganisme berkembang biak.
3) Tutup daerah yang luka dengan kasa steril/balutan bersih.
Rasional: Mencegah kuman/mikroorganisme masuk.
4) Rawat luka dengan teknik aseptik.
Rasional: Mencegah mikroorganisme berkembang biak.
5) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik.
Rasional: Menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

d. Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.


NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam diharapkan cemas
berkurang ditandai dengan:
- Pasien mengerti penjelasan yang diberikan oleh perawat
mengenai pengobatan.
- Pasien kooperatif saat dilakukan perawatan.
- Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemas.
NIC :
1) Kaji tingkat kecemasan.
Rasional: Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
2) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
3) Jelaskan pada pasien prosedur pengobatan.
Rasional: Mengurangi tingkat kecemasan pasien.
4) Berikan lingkungan yang nyaman.
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi tingkat
kecemasan.
5) Libatkan keluarga dalam memberikan support.
Rasional: Memberi dukungan dan mengurangi rasa cemas pasien.

e. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan


penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskuler langsung, edema,
pembentukan trombus.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam diharapkan dapat
mempertahankan perfusi jaringan ditandai dengan:
- Terabanya nadi, kulit hangat atau kering, tanda vital stabil.
NIC :
1) Observasi nadi perifer distal terhadap cidera melalui palpasi.
Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional: Penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera
vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi.
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional: Warna kulit putih menunjukan gangguan arterial.
3) Lakukan pengkajian neuromuskuler, minta pasien untuk melokalisasi
nyeri.
Rasional: Gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/
penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf
rusak.
4) Beri motivasi untuk melakukan latihan pada ekstremitas yang cedera.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah
khususnya pada ekstremitas bawah.
5) Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit
dingin, perubahan mental.
Rasional: Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi
sistem perfusi jaringan.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
NOC : Setelah dilakukan tindakan ke[erawatan 3x24jam diharapkan dapat
mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi
terjadi.
NIC :
1) Kaji kulit pada luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan,
perubahan warna, kelabu, memutih.
Rasional: Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah
yang mungkin disebabkan oleh alat dan atau pemasangan gips/bebat
atau traksi.
2) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Peningkatan terutama suhu merupakan tanda-tanda infeksi.
3) Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering
dan bebas kerutan.
Rasional: Menurunkan tekanan pada area yang peka dan risiko
abrasi/kerusakan kulit.
4) Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang.
Rasional: Meminimalkan tekanan pada area ini.
5) Ubah posisi tidur secara periodik tiap 2 jam.
Rasional: Meminimalkan resiko kerusakan kulit.

Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam diharapkan nyeri
dapat berkurang sampai hilang ditandai dengan:
- Intensitas nyeri 0-2.
- Ekspresi wajah rileks.
NIC :
1) Kaji lokasi dan intensitas nyeri.
Rasional: Mengetahui intervensi yang dilakukan selanjutnya.
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit.
Rasional: Menghilangkan nyeri.
3) Tinggikan ekstremitas yang fraktur.
Rasional: Menurunkan rasa nyeri.
4) Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam.
Rasional: Mengurangi nyeri.
5) Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional: Peningkatan TTV menunjukkan adanya rasa nyeri.
6) Kolaborasi dalam memberikan terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi nyeri.

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post


pembedahan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam kulit kembali utuh
ditandai dengan:
- Luka jahitan dapat tertutup.
NIC :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka.
Rasional: Mengontrol perkembangan mikroorganisme di daerah luka.
2) Bantu ubah posisi.
Rasional: Mencegah luka tekan.
3) Masase kulit dan penonjolan tulang.
Rasional: Mencegah luka tekan.
4) Bersihkan kulit dengan sabun dan air bila menggunakan traksi.
Rasional: Mengurangi perkembangan mikroorganisme.

c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.


NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam dapat
mempertahankan mobilitas fisik ditandai dengan:
- Pasien mau beraktivitas secara perlahan.
NIC :
1) Kaji derajat mobilitas yang dapat dilakukan.
Rasional: Untuk menyusun rencana selanjutnya.
2) Bantu untuk mobilisasi menggunakan kursi roda/tongkat.
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan.
3) Bantu dalam higiene perorangan.
Rasional: Meningkatkan kesehatan diri.
4) Ubah posisi secara periodik.
Rasional: Menurunkan komplikasi lesi kulit.

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.


NOC : Infeksi tidak terjadi ditandai dengan:
- Pasien tidak mengalami infeksi tulang
- Suhu tubuh normal antara 36-37oC
NIC :
1) Observasi TTV.
Rasional: Peningkatan TTV menunjukkan adanya infeksi.
2) Rawat luka operasi dengan teknik antiseptik.
Rasional: Mencegah dan menghambat berkembang biaknya bakteri.
3) Tutup daerah luka dengan kasa steril.
Rasional: Kasa steril menghambat masuknya kuman ke dalam tubuh.
4) Jaga daerah luka operasi tetap bersih dan kering.
Rasional: Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi
berkembang biaknya bakteri.
5) Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
Rasional: Antibiotik menghambat berkembang biaknya bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2000, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 3,
EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J., 2000. Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 2, Media
Aesculapiu, Jakarta
Price, Sylvia Anderson., 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 4, vol 2, EGC, Jakarta
Sutedjo, AY., 2008, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratarium, Amara Books, Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR COLLUM FEMUR

Disusun oleh:
Rizka Jamara
NIM. P27220018250

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2018/2019

Vous aimerez peut-être aussi