Vous êtes sur la page 1sur 3

Nama : Gusti Agung Made Wisnu DwiAntara

Nim : 154111051
Kelas : Farmasi B
Semester : 7 ( Tujuh )
OBAT AMAN UNTUK KELUHAN IBU HAMIL
Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan suatu proses fisiologi yang perlu
dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa
kehamilan, ibu dan janin ada unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah
persyaratan penting unutk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut .
Selama kehamilan, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan
kesehatan yang membutuhkan obat. Penggunaan obat pada Ibu hamil dapat beresiko bagi ibu
hamil dan janin. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis
sedang berlangsung sehingga resiko terjadi cacat janin lebih besar. Sedangkan kebanyakan obat
yang dipasarkan tidak diteliti efek sampingnya kepada Ibu hamil dan janin tersebut.
Beberapa obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil
perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai
upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat
teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan
terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan.
Jadi harus diingat bahwa obat yang diberikan selama kehamilan harus untuk kepentingan
ibu tanpa menghasilkan komplikasi yang tidak diinginkan. Beberapa obat dapat memberi risiko
bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga. Selama trimester pertama, obat
dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu.
Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
secara fungsional pada janin atau dapat meracuni plasenta.
Obat cenderung dikelola sendiri atau diresepkan oleh praktisi kesehatan selama
kehamilan. Cerdas menggunakan obat selama kehamilan mengharuskan praktisi kesehatan
memahami interaksi antara obat-obatan dan kehamilan sehingga menghindari penggunaan
sembarangan obat dengan konsekuensi teratogenik seperti tragedi thalidomide. Perubahan
fisiologi selama kehamilan dapat berpengaruh terhadap kinetika obat dalam ibu hamil dan
menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat
yang diminum.
Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak
aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan
janin yang dikandung ataupun bayinya. Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan
obat pada ibu hamil, maka farmasis perlu dibekali pedoman dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian bagi ibu hamil dan menyusui.
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama kehamilan.
Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau
gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan
suplemen pada saat periode organogenesis sedang berlangsung sehingga terjadi resiko cacat
janin lebih besar.
Pemahaman yang mendalam terhadap penggunaan obat saat hamil dan dilanjutkan
pada masa menyusui sangat penting bagi farmasis klinis yang diharapkan dapat memberikan
pengaruh dalam pelayanan kefarmasian untuk kelompok pasien tersebut.
Sekitar 35% wanita di Inggris minum obat sekurang–kurangnya sekali selama hamil,
meskipun hanya 6% minum suatu obat selama trimester pertama. Selain suplemen besi dan
vitamin serta obat–obat yang digunakan selama bersalin. Obat yang paling banyak dipakai
adalah analgetik non-narkotik, yang diminum oleh 12,9% wanita; obat antibakteri, diminum
oleh 10,3% wanita; dan antasida, diminum oleh 7,4% wanita. Sebuah tinjuan tentang
penelitian epidemiologi pada kehamilan di Amerika Utara dan Eropa selama jangka waktu 25
tahun menemukan tingkat penggunaan obat yang selalu tinggi .
Menurut perkiraan, penggunaan obat–obatan selama kehamilan bertanggungjawab atas
gangguan perkembangan yang ada kalanya timbul pada bayi dan anak kecil sampai usia 5
tahun. Keamanan suatu obat harus dibuktikan berdasarkan hasil percobaan hewan sewaktu
registrasi untuk mendapatkan izin peredarannya. Namun, hasil eksperimen pada hewan tidak
selalu boleh diekstrapolir kepada manusia. Contoh yang terkenal dan berakibat buruk adalah
peristiwa talidomida.
Peresepan obat pada wanita hamil menjadi pembicaraan luas setelah krisis talidomid
yang mengakibatkan penarikan obat tersebut pada tahun 1961. Kenyataan bahwa obat dapat
menembus sawar uri dan bisa menyebabkan efek yang berbahaya pada janin sangat
diperhatikan dalam pengobatan pada wanita hamil. Banyak perusahaan obat yang ragu untuk
menganjurkan penggunaan obatnya pada ibu hamil dan sering memberikan pernyataan yang
spesifik seperti “jangan digunakan pada kehamilan kecuali bila manfaatnya melebihi resiko
pengobatannya”. Namun, pemberian obat sering kali diperlukan dan diperkirakan bahwa 90%
wanita pernah mendapat sekitar 3 atau 4 obat selama masa kehamilannya. Laporan lain
menyimpulkan bahwa sepertiganya wanita hamil mendapatkan sedikitnya satu seri
pengobatan yang baru lebih jauh adalah (sering kali lebih merupakan bayangan daripada
kesulitan yang nyata) untuk melakukan penelitian antar disiplin .
Kategori keamanan obat pada kehamilan yang digunakan oleh United States Food and
Drug Administration (FDA) tidak mengimplikasikan adanya peningkatan resiko mulai dari
kategori A sampai X. Obat dikategorikan berdasarkan resiko terjadinya efek samping terhadap
sistem reproduksi dan perkembangan, serta besarnya faktor resiko dibandingkan dengan
besarnya manfaat terapeutik. Obat dengan kategori D, X, dan C, mungkin memiliki faktor
resiko yang sama besar, tetapi berbeda dalam hal perbandingan besar resiko dan manfaat
terapeutik.
Perhatian yang besar perlu dilakukan dalam penggunaan obat pada wanita hamil dan
menyusui. Potensi penyebab bahaya pada janin dan bayi yang disusui harus dipertimbangkan
pada setiap bahan yang digunakan oleh ibu. Meskipun beberapa obat terbukti menunjukkan
efek teratogenik pada manusia, tidak ada obat yang sama sekali aman pada masa awal
kehamilan. Namun, dokter dan farmasi klinis juga harus mempertimbangkan akibat yang
mungkin terjadi bila penyakit kronis pada wanita hamil tidak diobati, seperti misalnya epilepsi
.

Vous aimerez peut-être aussi