Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Hidung
Hidung merupakan organ yang pertama kali dilewati oleh udara. Hidung
memberikan kelembaban dan pemanasan udara pernapasan sebelum masuk ke
nasofaring. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas
sampai bawah: pangkal hidung, dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi,
kolumela dan lubang hidung. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan
tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil
yang berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasalis), prosesus frontalis os
maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan
1
terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak dibagian bawah
hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago
nasalis lateralis inferior yang disebut kartilago alar mayor dan beberapa
pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.1
2
2. Faring
Faring memiliki 3 bagian yang terdiri dari nasofaring yaitu bagian yang
langsung berhubungan dengan rongga hidung. Kemudian dilanjutkan dengan
orofaring dan terakhir adalah laringofaring.1
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas,
belakang dan lateral, yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum
nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbu,
sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring,
fasia pre vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral
nasofaring terdapat orifisium tuba eustachius. Atap nasofaring dibentuk dari
basis sphenoid dan dapat dijumpai sisa jaringan embrionik yang disebut
sebagai kantung ranchke. Diantara atap nasofaring dan dinding posterior
terdapat jaringan limfoid yang disebut adenoid.1
Orofaring yang merupakan bagian kedua faring, setelah nasofaring,
dipisahkan oleh otot membranosa dari palatum lunak. Yang termasuk bagian
orofaring adalah dasar lidah (1/3 posterior lidah), valekula, palaturn, uvula,
dinding lateral faring termasuk tonsil palatina serta dinding posterior faring.
Laringofaring merupakan bagian faring yang dimulai dari lipatan
faringoepiglotika kearah posterior, inferior terhadap esofagus segmen atas.1
3
3. Laring
Laring terletak setinggi servikal ke-6, berperan pada proses fonasi dan
sebagai kerap untuk melindungi saluran respiratori bawah. Organ ini terdiri
dari tulang dan kumpulan tulang rawan yang disatukan oleh ligamen dan
ditutupi oleh otot dan membran mukosa.1
Epiglotis merupakan tulang rawan yang berbentuk seperti lembaran, yang
melekat pada dasar lidah dan tulang rawan tiroid. Tiroid merupakan struktur
tulang rawan yang terbesar pada laring, yang membentuk jakun (Adam’s
apple). tiroid terdiri dari 2 sayap atau alae yang bergabung pada garis tengah
anterior dan meluas kearah belakang. Pada bagian depan terdapat tonjolan
yang disebut thyroid notch. Pada bagian belakang terdapat 2 processus yaitu
processus superior dan inferior. Kartilago krikoid melekat pada daerah
posterior inferior. Pada bagian depan, kartilago krikoid disatukan oleh
membran krikokrikoid. Kartilago krokoid merupakan tulang rawan yang
berbentuk cincin penuh. Kartilago Aritenoid merupakan bagian dari laring
yang berperan pada pergerakan pita suara. Tulang rawan ini terletak
4
dibelakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari
laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid, terdapat ligamentum
krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan otot krikoaritenoid posterior.1
Pada bagian dalam laring terdapat 2 lipatan yang menyatu pada bagian
depan serta memiliki mukosa yang bewarna merah. Lipatan ini disebut
sebagai pita suara palsu. Pada bagian bawah lipatan terdapat ruangan yang
disebut sebagai ventrikel. Bibir bawah ventrikel dibentuk oleh otot yang
disebut sebagai pita suara asli. Bagian anterior pita suara asli melekat pada
garis tengah sampai permukaan posterior karilago tiroid dan bagian posterior
pita suara melekat pada kartilago aritenoid. Pada bagian bawah pita suara
terdapat bagian tersempit dari laring yaitu celah subglotis yang membentang
pada membran krikotiroid.1
5
4. Trakea dan Bronkus
Trakea merupakan bagian dari saluran respiratori yang bentuknya
menyerupai pipa serta memanjang mulai dari bagian inferior laring, yaitu
setinggi servikal 6 sampai daerah percabangannya (bifurcatio) yaitu antara
torakal 5-7. Panjangnya sekitar 9-15 cm. Trakea terdiri dari 15-20 kartilago
hialin yang berbentuk menyerupai huruf C dengan bagian posterior yang
tertutup oleh otot. Bentuk tersebut dapat mencegah trakea untuk kolaps.
Adanya serat elastin longitudinal pada trakea, menyebabkan trakea dapat
melebar dan menyempit sesuai dengan irama pernapasan. Trakea
mengandung banyak reseptor yang sensitif terhadap stimulus mekanik dan
kimia. Otot trakea yang terletak pada bagian posterior mengandung reseptor
yang berperan pada regulasi kecepatan dan dalamnya pernapasan.
Trakea terbagi menjadi 2 bronkus utama, yaitu bronkus utama kanan dan
kiri. Bronkus utama kiri memiliki rongga yang lebih sempit dan lebih
horizontal bila dibandingkan dengan bronkus utama kiri. Hal tersebut
menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke paru kanan dari pada kiri.
Trakea dan bronkus terdiri dari tulang rawan dan dilapisi oleh epitel bersilia
yang mengandung mukus dan kelenjar serosa. Bronkus kemudian akan
bercabang menjadi bagian yang lebih kecil dan halus yaitu bronkiolus.
Bronkiolus dilapisi oleh epitel bersilian namun tidak mengandung kelenjar
serta dindingnya tidak mengandung jaringan tulang rawan.1
6
5. Alveolus
Bronkiolus berakhir pada struktur yang menyerupai kantung, yang
dikenal dengan nama alveolus. Alveolus terdiri dari lapisan epitel dan matriks
ekstraselular yang dikelilingi oleh pembuluh darah kapiler. Alveolus
mengandung 2 tipe sel utama, yaitu sel tipe 1 yang membentuk struktur
dinding alveolus dan sel tipe 2 yang menghasilkan sulfaktan. Alveolus
memiliki kecenderungan untuk kolaps karena ukurannya yang kecil,
bentuknya yang aferikal dan adanya tegangan permukaan. Namun hal tersebut
dapat dicegah dengan adanya fosfolipid, yang dikenal dengan nama surfaktan,
dan pori-pori pada dindingnya.1
Alveolus berdiameter 0,1 mm dengan ketebalan dinding 0,1 μm.
Pertukaran gas terjadi secara difusi pasif dengan bergantung pada gradient
konsentrasi. Setiap paru mengandung lebih dari 300 juta alveolus. Setiap
alveolus dikelilingi oleh sebuah pembuluh darah.1
7
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Asma telah menjadi masalah kesehatan yang serius didunia. Hal ini
disebabkan karena jumlahnya yang terus meningkat diberbagai negara,
pengobatannya yang mahal dan tingkat kematian yang tinggi. Pada saat ini
diperkirakan jumlah penderita asma yaitu kira-kira sebanyak 300 juta orang
diseluruh dunia.2
9
2.3 Faktor Risiko
2.3.2 Usia
10
bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada
tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor timbulnya asma. 1
2.3.4 Lingkungan
2.3.5 Ras
Prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada
anak yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai
sejak janin dalam kandungan, umumnya berlangsuing terus setelah anak
dilahirkan, dan menyebabkan meningkatnya risiko. Pada anak yang terpajan asap
rokok, kejadian eksaserbasi lebih tinggi, anak lebih sering tidak masuk sekolah,
dan umumnya fungsi faal parunya lebih buruk daripada anak yang tidak terpajan. 1
Beberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya, nitrat dioksida,
karbon monoksida, atau S02, diduga berperan pada penyakit asma, meningkatkan
gejala asma, tetapi belum didapatkan bukti yang disepakati.1
11
tidak berlaku pada infeksi respiratory syncytial virus (RSV) di usia dini yang
mengakibatkan infeksi saluran pernapasan bawah. Infeksi RSV merupakan taktor
risiko yang bermakna untuk terjadinya mengi di usia 6 tahun. 1
2.4 Patogenesis
12
Perubahan ini dikenal dengan istilah remodeling saluran respiratori (airway
remodeling; AR). Tidak ada keraguan bahwa faktor genetik memegang peranan
penting dalam etiologi, patogenesis dan tatalaksana asma. Asma merupakan
"complex genetic disorders" yang dipengaruhi oleh banyak gen, sehingga tidak
mengikuti pola pewarisan Mendelian. 1
Komunikasi antar sel dalam EMTU, dan interaksinya dengan Th2 sitokin
proinflamasi dalam patogenesis asma berproses dalam tiga tahap, dengan hasil
akhirnya adalah inflamasi dan AR yang berfungsi secara paralel. Tahap pertama
(inisiasi) dimulai dengan adanya kepekaan epitel bronkus terhadap inhalan
lingkungan. Pada keadaan normal, epitel melepas zat-zat yang menekan sel-sel
mesenkim seperti PGE2 dan 25-hydroxyeicotetraenoic acid (25-HETE). Pada
asma, epitel yang rusak atau cedera mengalami penurunan PGE2 dan HETE. Hal
ini mengakibatkan aktivasi fibroblas dan miofibroblas di bawah lapisan epitel.
Aktivasi tersebut diatut oleh faktor-faktor pertumbuhan yang dilepas oleh epitel
(tahap propagasi).1
13
4 Jan 1L-13) akan berinteraksi dengan EMTU dan memperberat proses
remodeling. Secara keseluruhan. EMTU yang teraktivasi dan interaksinya dengan
sitokin Th2 akan menyebabkan inflamasi dan AR yang prosesnya berlangsung
parallel.1
14
Gambar 2. Perubahan struktur pada airway remodeling dan konsekuensi klinis
2.5 Patofisiologi
15
local dan asetil kholin yang berasal dari saraf aferen post gangglionik. Akibat
yang ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran napas (yang diperberat juga
oleh penebalan saluran napas yang berhubungan dengan edema akut, filtrasi sel,
dan remodeling) adalah hyperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta
terjadi deposisi matrix pada dinding saluran napas Namun, keterbatasan aliran
udara pernapasan dapat juga timbul pada keadaan dimana saluran napas dipenuhi
oleh secret yang banyak, tebal, dan lengket (yang diproduksi oleh sel goblet dan
kelenjar submucosa), pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.1
16
Gambar 3. Hiperresponsif saluran respiratorik1
4. Hipersekresi mucus
Sekresi mucus pada saluran napas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitasnya.
Perbedaan kualitas dan kuantitas dapat timbul baik akibat infiltrasi sel inflamasi
maupun terjadi perubahan patologi sel sekretori, pembuluh darah epitel saluran
napas dan lapisan sub mukosa. Penebalan dan perlengketan dari secret tidak hanya
sekedar penambahan produksi musin saja tetapi juga terdapatnya penumpukan sel
epitel, pengendapan albumin yang berasal dari mikrovaskularisasi bronkial,
eusinofil dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis.1
Hipersekresi mucus pada pasien asma merefleksikan dua mekanisme
patofisiologi yaitu mekanisme yang bertanggung jawab terhadap sekresi sel yang
mengalami metaplasia dan hyperplasia dan mekanisme patofisiologi yang
bertanggung jawab hingga terjadi sekresi sel granulasi. Mediator penting yang
dikeluarkan oleh sel goblet, yang mengalami metaplasia dan hiperplasi,
merupakan bagian dari rantai inflamasi. Degranulasi sel goblet yang dicetuskan
17
oleh stimulus lingkungan (seperti asap rokok, sulfur dioksida, klorin dan
ammonia), diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan neuropeptidase local atau
aktivitas jalur reflex kolinergis. Kemungkinan besar yang lebih penting adalah
degranulasi yang diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan aktivitas
perangsang, seperti neutrophil elastase, kimase sel mast, leukotriene, histamine,
produk netrofil non protease.1
18
infeksi saluran pernafasan, olahraga, menangis atau tertawa, khususnya pada
malam atau dini hari. Adanya riwayat atopi (rhinitis alergi atau alergi terhadap
makanan) dan riwayat keluarga yang memiliki riwayat asma yang memperkuat
diagnosis.6
Batuk merupakan gejala yang biasa menyertai infeksi saluran nafas atas
oleh virus. Walaupun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi
batuk lebih sering dari biasanya, hubungan antara batuk yang sering tersebut
dengan asma masih diperdebatkan.1
19
2.7 Klasifikasi
20
asma, serta pola obstruksi aliran udara di saluran napas. GINA membagi asma
menjadi 4 klasifikasi yaitu asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten
sedang, dan asma persisten berat. Berbeda dengan GINA, PNAA membagi asma
menjadi 3 yaitu asma episodik ringan, asma episodik sedang, dan asma persisten.
Dasar pembagian ini karena pada asma anak kejadian episodik lebih sering
dibanding persisten. Dasar pembagian atau klasifikasi asma pada anak adalah
frekuensi serangan, lamanya serangan, aktivitas diluar serangan dan beberapa
pemeriksaan penunjang.1,7
Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
21
Variabilitas faal Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas >50%
paru
laboratorium nafas
Sesak Berjalan, bayi: Berbicara, Istirahat
menangis keras Bayi: tangis Bayi: tidak mau
pendek dan minum/ makan
lemah, kesulitan
menyusu atau
makan
Posisi Bisa berbaring Lebih suka Duduk
duduk bertopang
lengan
Bicara kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya Kebingungan
irritable irritable irritable
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Mengi Sedang, sering Nyaring, Sangat nyaring, Sulit/tidak
hanya pada sepanjang terdengan tanpa terdengar
akhir ekspirasi ekspirasi ± stetoskop
nspirasi sepanjang
ekspirasi dan
inspirasi
Penggunaan Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan
otot bantu paradox torako-
respiratorik abdominal
Retraksi Dangkal, Sedang Dalam, Dangkal/ hilang
retraksi ditambah ditambah nafas
interkostal retraksi cuping hidung
22
suprasternal
Frekuensi Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea
nafas
Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar:
Usia frekuensi nafas normal
< 2 bulan <60 x/ menit
2-12 bulan <50 x/ menit
1-5 tahun <40 x/menit
6-8 tahun <30 x/menit
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia laju nadi normal
2-12 bulan <160 x/menit
1-2 tahun <120 x/menit
3-8 tahun <110 x/ menit
Pulsus Tidak ada Ada Ada Tidak ada, tanda
paradoksus <10 mmHg 10-20 mmHg >20 mmHg kelelahan otot
nafas
PEFR atau
FEV1 (% nilai
prediksi
terbaik) >60% 40-60% <40%
Pra- >80 % 60-80% <60 %, respon
bonkodilator < 2 jam
Pasca-
brokodilator
Sa O2 >95% 91-95% ≤ 90%
Pa O2 Normal >60 mmHg <60 mmHg
(biasanya tidak
perlu diperiksa)
Pa CO2 < 45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
2.8 Pemeriksaan Penunjang
23
menegakkan diagnosis dan tatalaksana asma. Spirometry digunakan untuk
memonitor respon terhadap pengobatan, menilai derajat reversibilitas dengan
intervensi pengobatan yang diberikan, dan mengukur beratnya eksaserbasi asma.
Biasanya anak yang berusia diatas 5 tahun dapat dilakukan hal ini. Tetapi pada
anak dibawah 5 tahun dengan pemberian terapi dapat membantu dalam
mendiagnosis asma.3
Penilaian status atopi pada anak harus di evaluasi pada saat muncul suatu
kecurigaan pada anak dengan kemungkinan asma. Mengidentifikasikan alergen
spesifik dapat membantu diagnosis asma, mengetahui faktor pencetusnya dan
24
dapat memberikan prognosis pada asma. Baik pemeriksaan in vivo (skin prick
test) dan in vitro (specific IgE antibodi) dapat dilakukan, dengan pertimbangan
pada pelaksanaan, biaya, akurasi dan parameter lainnya.6
Menurut WHO Diagnosis banding dari Asma dilihat dari segi adanya
wheezing adalah pada table dibawah ini :
2.10 Penatalaksanaan
25
2.10.1 Tahapan tatalaksana serangan asma
Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan ke Unit Gawat Darurat
(UGD) langsung dinilai serangannya. Tatalaksana awal terhadap pasien adalah
pemberian β2-agonis kerja cepat dengan penambahan garam fisiologis secara
nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan selang waktu 20
menit. Pada pemberian ketiga, dapat ditambahkan antikolinergik. Tatalaksana
awal ini sekaligus sebagai penapis, yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena
penilaian derajat secara klinis tidak dapat selalu dilakukan dengan cepat dan
jelas.1
26
adalah infeksi virus dapat diberikan steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Pasien
kemudian dianjurkan untuk kontrol ke poliklinik dalam waktu 24-48 jam untuk
reevaluasi tatalaksana. Apabila sebelum serangan pasien telah mendapatkan obat
pengendali, obat tersebut diteruskan hingga re-evaluasi dilakukan di klinik rawat
jalan. Namun, jika setelah diobservasi 2 jam gejala timbul kembali, pasien
merupakan asma sedang.1
27
parenteral dan dilakukan foto toraks.
- Steroid intravena diberikan secara bolus tiap 6-8 jam dengan dosis 0,5-1
mg/kgBB/ hari.
- Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan
dibekali obat β-agonis yang diberikan 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain
28
itu, steroid oral dilanjutkan hingga psien kontrol ke klinik rawat jalan
dalam 24-48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana.1
- Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas pasien
harus langsung dirawat diruang rawat intensif. Pada pasien dengan
serangan berat dan ancaman henti napas, foto thorax harus langsung dibuat
untuk mendeteksi komplikasi pneumothoraks dan atau
penumomediastinum. Kriteria pasien yang memerlukan perawatan di ICU
adalah:
- Tidak ada respons sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan/atau
perburukan serangan asma yang cepat.
- Adanya penurunan kesadan dan tanda lain ancaman henti napas. Tidak
adanya perbaikan di ruang rawat inap.
29
- Aritmia jantung atau henti jantung
- Henti napas
Konsensus Internasional III dan juga pedoman Nasional Asma Anak tidak
30
menganjurkan pemberian anti inflamasi sebagai obat pengendali untuk asma
episodik ringan. Hal ini juga sesuai dengan GINA yang belum perlu memberikan
obat untuk mengontrol pada Asma Intermiten, dan baru memberikannya pada
Asma Persisten Ringan (derajat 2 dari 4) berupa anti-inflamasi yaitu steroid
inhalan dosis rendah, atau kromoglikat inhalan. Jika dengan pemakaian β2-agonis
inhalan lebih dari 3x/minggu (tanpa menghitung penggunaan pra-aktivitas fisik)
atau serangn sedang/berat muncul >1x/bulan atau pengobatan yang diberikan
sudah adekuat dalam waktu 4-6 minggu, namun tidak menunjukkan respon yang
baik maka tatalaksananya berpindah ke asma episodik sering.1,3
31
steroid hirupan sampai dengan 400 ug/hari yang termasuk dalam tatalaksana
Asma Persisten. 1,3
Jika tatalaksana dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun
responsnya tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksanya
berpindah ke yang lebih berat (step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali
dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step-down).
Bila memungkinkan steroid hirupan dihentikan penggunaannya.1,3
32
Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak karena
perbedaan kemampuan menggunanakan alat inhalasi. Demikian juga kemauan
anak perlu dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat memakai alat
hirupan biasa (Metered Dose Inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan
berulang kali. Berikut tabel anjuran pemakaian alat inhalasi disesuakan dengan
usia. 1
33
2.10.3 Non-medika mentosa
34
Pada penatalaksanaan asma adalah edukasi adalah hal yang paling
penting pada penderita maupun orangtuanya mengenai penyakit, pilihan
pengobatan, identifikasi dan penghindaran allergen, perngertian tentang
kegunaan obat yang dipakai, ketaatan dan pemantauan, dan yang paling
utama adalah menguasai cara penggunaan obat hirupan. Edukasi mengenal
5R yang penting untuk diketahui:9
Reach agreement on goals
Sepakati tujuan penatalaksanaan: tailored treatment yang sederhana,
membuat prioritas, bertindak segera mengatasi kekambuhan. Buat rencana
penatalaksanaan di mana rencana tatalaksana harian dapat berupa diary
card yang memberikan panduan pada anak mengenai pemantauan dengan
PFM (Peak Flow Meter), penggunaan obat, dan laporan gejala. Rencana
tindakan kegawatan (emergency action plan) dapat membantu mengenali
serangan akut dan memberi petunjuk tindakan apa ynag harus dilakukan.
Semua rencana ini harus dibuat dan dibicarakan saat pertemuan awal
dengan anak dan orangtuanya, dan diberikan secara tertulis.
Rehearse asthma management skills
Latih keterampilan pengelolaan asma: penggunaan obat-obatan, memantau
gejala, PFR, dan membuat keputusan. Pastikan pasien menguasai teknik
penggunaan alat inhalasi yang benar.
Repeat messages
Ulang pesan yang penting beberapa kali guna menigkatkan pengertian
penderita dan keluarganya.
Reinforce appropriate behavior
Memuji penatalaksanaan yang benar, memberi hadiah kecil, atau dengan
menghubungi dan mendiskusikan perkembangan penyakitnya. Sertakan
orang yang penting bagi anak untuk memberikan dukungan.
Review results
Tinjau kembali penatalaksanaannya guna menilai tercapainya tujuan
penatalaksanaan.1
35
Golongan obat ini terdiri dari epinefrin/adrenalin dan b2 agonis selektif.
Epinefrin/adrenalin
Digunakan jika tidak terdapat obat b2-agonis selektif. Epinefrin terutama
diberikan jika ada reaksi anafilaksis atau angioudem. Obat ini dapat diberikan
secara subkutan atau dengan inhalasi aerosol. Pemberian subkutan adalah sebagai
berikut: larutan epinefrin 1:1000 (1mg/ml) dengan dosis 0,01 ml/kgbb
(maksimum 0,3 ml), dapat diberikan 3 kali dengan selang waktu 20 menit. 1
β 2-agonis selektif
Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol. Dosis
salbutamol oral adalah 0,1-0,15 mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam, dosis
terbutalin oral adalah 0,05-0,1 mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam. Pemberian
secara peroral akan memberikan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak
dalam 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 5 jam. 1-3
36
maksimal 4mcg/kgBB/menit. Terbutalin IV dapat diberikan dengan dosis
10mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1-4
µg/kgBB/jam dengan infuse kontiniu. 1
Ada 2 preparat inhalasi yaitu salmeterol dan formoterol, dan 1 obat oral
yaitu procaterol. Tersedia kombinasi steroid hirupan dengan LABA, yaitu
kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol menjadi seretide, kombinasi
budesonide dan formoterol menjadi Symbicort. Seretide dalam MDI (Metered
Dosed Inhaler) sedangkan Symbicort dalam DPI(Dry Powder Inhaler). 1
2.11.3 Antikolinergik
Ipratropium bromide
Dosis yang dianjurkan adalah 0,1 ml/kgBB, nebulisasi setiap 4 jam. Dapat
juga diberikan dalam larutan 0,025% dengan dosis sebagai berikut: untuk anak
usia>6 tahun: 8-20 tetes; usia < 6 tahun: 4-10 tetes. Efek sampingnya adalah
37
kekeringan minimal atau rasa tidak enak di mulut (dosis oral 0,6-8mg/kgBB pada
orang dewasa) secara umum tidak ada efek samping yang berarti.1
2.11.4 Kortikosteroid
2.12.2 Mukolitik
Pada keadaan asma ringan dan sedang dapat diberikan tetapi harus berhati-
hati pada anak dengan reflex batuk yang tidak optimal. Inhalasi obat mukolitik
tidak menunjukkan perubahan jika diberikan pada saat serangan asma, pada
serangan asma berat bahkan dapat memperburuk keadaan.1
2.12.3 Antibiotik
38
Pada asma sebenarnya tidak dianjurkan pemberian antibiotik, hal ini
disebabkan karena sebagian besar pencetusnya bukan disebabkan karena infeksi
bakteri. Tetapi, pada keadaan dimana menunjukkan adanya infeksi bakteri dapat
diberikan antibiotik.1
2.13 Terapi supportif
2.13.1 Oksigen
Oksigen dapat diberikan pada serangan asma sedang dan berat. Pada bayi
dan anak kecil sebaiknya diukur dengan oximetry(normalnya >95%). Meskipun
terkadang pasien sudah dapat aliran oksigen yang tinggi, tetapi pemberian oksigen
harus tetap diberikan untuk menghindari saturasi oksigen yang dapat menurun
<90% dan terjadi perburukan serangan asma.1
2.13.2 Cairan
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma yang berat. Hal ini disebabkan
karena kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan IWL, serta akibat efek
diuretic teofilin. Tetapi pemberian cairan harus dipantau agar tidak terjadi edema
paru.1
2.14 Komplikasi
Sebagian besar eksaserbasi asma dapat berhasil ditatalaksana dirumah.
Status asmatikus merupakan eksaserbasi akut asma yang tidak berespons
adekuat terhadap pengobatan dan memerlukan rawat inap di rumah sakit.
Eksaserbasi dapat berlanjut hingga beberapa hari atau terjadi tiba – tiba dan
bervariasi dalam beratnya penyakit mulai dari ringan hingga mengancam jiwa.
Distress napas berat, mengi, batuk, dan penurunan aliran puncak eskpirasi (peak
expiratory flow atau PEF) merupakan ciri – ciri kemunduran dalam control asma.
Selama episode mengi berat, pulse oximetry bermanfaat dalam menganalisa gas
darah mungkin diperlukan untuk mengukur ventilasi. Sejalan dengan bertambah
beratnya obstruksi salurfan respiratori dan menurunnya complains paru, retensi
karbon dioksida dapat terjadi. Pada keadaan takipnea, kadar PCO2 normal
(40mmgHg) merupakan petunjuk ancaman henti napas.3
39
pemberian bronkodilator kerja pendek secara berulang atau kontinu, dan
pemberian kortikosteroid oral atau intravena. Pemberian obat antikolinergik
(ipratropium) bersama dengan bronkodilator menurunkan angka rawat inap dan
durasi tatalaksana di unit gawat darurat. Pemberian segera kortikosteroid oral
penting untuk mengobati proses inflamasi yang mendasari. Penggunaan
magnesium sulfat mulai dipakai di unit gawat darurat pada anak dengan
eksaserbasi berat dan pada anak dengan eksaserbasi sedang yang menunjukkan
gambaran perburukan klinis meskipun telah mendapatkan 2 -agonis, ipratropium,
dan kortikosteroid sistemik. Dosis umum yang digunakan adalah 25 – 75 mg/kg
(maksimum 2 gram) secara intravena diberikan selama 20 menit. Epinefrin
(intramuscular) atau terbutaline (subkutan) jarang digunakan kecuali apabila
terdapat asma berat yang disertai anafilaksis atau tidak berespons dengan
pemberian bronkodilator kerja pendek yang kontinu.3
2.15 Pencegahan
Selain itu, diperlukan juga pendidikan dan kemitraan dalam
penanggulangan asma terhadap pasien dan keluarganya serta tenaga kesehatan.
Edukasi yang berhasil meliputi edukasi mengenai dasar dari asma, peranan terapi,
dan meningkatkan pengetahuan pasien akan cara penggunaan alat spacer untuk
metered dose-inhaler dan PFM. Monitoring PFM berguna untuk anak usia >5
tahun, di mana nomor tertingginya adalah PFR. Uji ini dilakukan 3 kali guna
memperoleh hasil yang terbaik. Nilai PFR terbaik adalah nilai stabil yang
diperoleh dalam waktu 2 minggu, di mana berdasarkan nilai tsb akan ditentukan
rencana tertulis yang dibagi menjadi 3 zona:3
40
Medikasi darurat perlu dilaksanakan segera dan apabila PEFR tetap
di zona merah berarti anak memiliki gangguan jalan nafas yang
signifikan. Hubungi tenaga medis.3
Tindakan dini pada asma anak berdasarkan pendapat bahwa keterlambatan
penghindaran pencetus dan pemberian obat pengendali akan berakibat perubahan
jalan nafas yang ireversibel (airway remodeling).3
2.16 Prognosis
Untuk sebagian anak, gejala mengi pada infeksi saluran respiratori
berkurang pada usia prasekolah, sedangkan anak lain dapat mengalami gejala
asma yang lebih persisten. Indikator prognostik untuk anak usia dibawah tiga
tahun untuk mengalami asma adalah eczema, asma pada orang tua, atau adanya
dua hal berikut ; rhinitis alergi, mengi pada saat dingin, atau eosinophilia lebih
dari 4%.3
Beberapa studi cohort menemukan bahwa banyak anak bayi dengan mengi
tidak berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Proporsi kelompok
tersebut berkisar antara 45 hingga 85%. Peningkatan Ig E serum dan uji kulit yang
positif khususnya terhadap tungau debu rumah pada bayi, dapat memperkirakan
mengi pada masa anak. Adanya dermatitis atopic merupakan predictor terjadinya
asma berat.6
41
BAB III
STATUS ANAK SAKIT
42
Tempat lahir : Klinik
Tanggal lahir : 13 Juli 2013
Penolong : Bidan
Usia Kehamilan : 36 Minggu
BB lahir : 3.500 gram
PB lahir : 50 cm
Keadaan Saat Lahir : Menangis Spontan
43
Kacau, melambaikan tangan
12 bulan : berjalan sendiri dan sering jatuh, menyebut nama
benda yang
ditunjuk
13 bulan : membungkuk untuk mengambil mainan, berbicara
lebih banyak
14 bulan : berjalan lancar, mulai minum dari gelas
15 bulan : mencoret-coret dinding, bermain dengan orang lain
16 bulan : berbicara dengan jelas, memanjat anak tangga
1,5 tahun : berlari dan menaiki tangga
2 tahun : melepaskan pakaian, bermain dengan boneka,
menyikat gigi dengan bantuan
2,5 tahun : melompat
3 tahun : menggambar, menyebut nama warna dan benda
sekitar, menyikat gigi sendiri
4 tahun : bercerita pendek, bernyanyi
5 tahun – sekarang : memakai pakaian sendiri, beradaptasi dengan baik dan
belajar disekolah
V. Anamnesa Makanan
0 bulan – 6 bulan : ASI eksklusif
6-8 bulan : ASI + Bubur bayi (Milna)
9 bulan – 18 bulan : ASI + Susu formula + Nasi tim
18 – 24 bulan : ASI + Susu formula + Makanan dewasa
VI. Imunisasi
44
JENIS LAH 1 2 3 4 5 6 9 1 1 1 2 3 5 6 7 8 1 1 1
IMUNIS IR 2 5 8 4 0 2 8
ASI
Hepatitis √
B
BCG
√
Polio √
Hep B2 √
Polio2 ,
DPT 1
Hep B3 √
Polio3 ,
DPT 2
Hep B4 √
Polio4 ,
DPT 3
Campak √ √
45
Sesak dialami sejak 1 hari SMRS, dan memberat sejak 5 jam ini.Sesak
yang dialami bersifat cepat dan dalam. Sesak disertai dengan bunyi mengi. Sesak
sedikit berkurang jika os duduk. Sesak tidak disertai dengan bengkak pada bagian
tubuh os, riwayat tangan dan kaki membiru (-). Menurut keterangan orangtuanya,
ini bukan sesak yang pertama kalinya, karena sebelum ini os sering masuk RS
dengan keluhan yang sama. Riwayat kekambuhan yang dialami os selama ini
adalah <1 kali dalam sebulan. Sesak dirasakan lebih dari satu kali dalam
seminggu. Sesak napas biasanya sering kambuh ketika os memakan coklat, chiki
dan ice cream. Tetapi terkadang juga cuaca yang dingin dapat menyebabkan os
sesak napas. Sesak juga dapat terjadi saat os kelelahan bermain dengan temannya.
Sesak sering mengganggu aktivitas, pada saat ini os dapat berbicara dalam
penggalan kalimat. Nyeri dada disangkal.
Riwayat batuk dijumpai sejak 2 hari SMRS. Batuk disertai dengan dahak
sedikit kental yang tidak berwarna. Batuk sering memberat pada pagi hari,
orangtua os mengaku os sesak nafas os sering diawali dengan batuk. Demam
dijumpai sejak 1 hari ini, demam tidak terlalu tinggi dan menurun saat diberi obat
demam, menggigil (-), keringat (-). Riwayat flu (-), Riwayat tersedak (-), Mual
dan muntah tidak dijumpai, os juga mengeluhkan tenggorokan terasa gatal. BAK
dan BAB dalam batas normal.
- RPT : Asma
- RPO : Salbutamol dan Ambroxol
X. Pemeriksaan fisik :
1. Status Presens
KU/KP/KG : Lemah/Buruk/Baik Anemis : (-)
Kesadaran : Composmentis Dipsnoe : (+)
Tekanan darah : 100/60 mmHg Ikterik : (-)
46
Frekuensi nadi : 110x/i reguler Edema : (-)
Frekuensi napas : 42x/i reguler Sianosis : (-)
Temperature : 38 oC
BB Masuk : 17 kg
PB Masuk : 108 cm
2. Status Lokalisata
a. Kepala
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor kanan=kiri , conjungtiva
palpebra inferior anemis (-/-)
Hidung : Pernafasan cuping hidung (+)
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Mukosa mulut kering (-), Lidah kotor (-)
b. Leher : Pembesaran KGB (-)
c. Thoraks
Inspeksi : Simetris fusiformis, retraksi otot dada (+)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : Paru
SP: Bronkovesikuler(+/+)
ST: Wheezing (+/+) Frekuensi Nafas : 42x/i reguler
Jantung
Heart Rate : 110x/i rerguler
Suara Tambahan : (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
e. Ekstremitas
Atas : Akral hangat, CRT< 2 ”, edema (-/-)
Bawah : Akral hangat, CRT< 2”, edema (-/-)
f. Genitalia : Os merupakan seorang anak perempuan dan tidak terdapat
kelainan pada genitalia.
3. Status Neurologis
a. Syaraf otak : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Sistem motorik
Pertumbuhan otot : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kekuatan otot : Tidak dilakukan pemeriksaan
Neuromuscular : Tidak dilakukan pemeriksaan
47
Involuntary movement : Tidak dilakukan pemeriksaan
Koordinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Sensibilitas : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Pemeriksaan Khusus
a. Radiologi : Tidak tampak kelainan pada paru-paru dan jantung.
b. Darah rutin :
24/12/2018
HCT 37.3 %
Tanggal 24/12/2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
48
Chlorida 123,00 mmol/L 95,00 – 103,00
5. Differential Diagnosis :
- Asma Bronkial
- Bronkiolitis
- Rhinosinobronkitis
- Benda asing
6. Diagnosa Kerja :
Asma Bronkial
7. Terapi :
- O2 1-2 L/i via nasal kanul
- IVFD 2 : 1 30 gtt mikro/i
- Inj. Cefotaxim 500 mg/12jam/IV
49
- Inj. Gentamicin 80mg/hari/IV
- Metil prednisolone tablet 3 x 4mg
- Nebul Ventoline 1 amp/8 jam
- Paracetamol syr 4 x Cth II
- Diet MB
8. Usul :
- Foto Thorax
- Peak flow meter / Spirometri
- Darah Lengkap
- AGDA
50
FOLLOW UP PASIEN SMF KESEHATAN ANAK RS. PIRNGADI
MEDAN
FOLLOW UP PASIEN
2018
Keluhan Sesak nafas () , Sesak nafas (), Bat Sesak nafas(-)
Baik
Sensorium Compos mentis Compos mentis Compos mentis
Tekanan 100/60 mmHg 100/60 mmHg 100/60 mmHg
darah
Frekuensi 100x/i regular 112x/i regular 88x/I regular
nadi
Frekuensi 36 x/i cepat dalam 30 x/i cepat dalam 24x/i
nafas
Temperatur 37,8oC 36,5oC 36,6 oC
BB masuk 17 kg 17 kg 17 kg
BB 17 kg 18 kg 18 kg
sekarang
51
Status Mata: RC (+/+), Mata: RC (+/+), Mata: RC (+/+),
batas normal
Thorax Inspeksi: simetris Inspeksi: simetris Inspeksi: simetris
Hepar, lien & ren Hepar, lien & ren Hepar, lien & ren
52
Peristaltik (+) Peristaltik (+) Peristaltik (+)
CRT< 2” 2” CRT< 2”
CRT< 2” 2” CRT< 2”
Diagnosis Asma Bronkial Asma Bronkial Asma Bronkial
(-) mmol/L
53
PLT : 491 x 02 Saturasi: 97,40 %
mmol/L
Terapi O2 1/2 L/i via O2 1/2 L/i via Infus aff
Diet MB
Observasi Vital
sign
54
55
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
56
Penilaian derajat serangan dan penyakit asma penting untuk penatalaksaan asma.
Dengan pentalaksanaan yang adekuat diharapkan dapat memperbaiki tumbuh
kembang dan kualitas hidup anak. Selain terapi dengan obat-obatan standar untuk
asma, diperlukan peran aktif keluarga dan pasien untuk menghindari factor pencetus.
Yang tidak kalah pentingnya dalam penatalaksanaan asma ialah kerjasama antara
pasien-keluarga dan dokter. DAFTAR PUSTAKA