Evaluasi Pelaksanaan Surveilans Epidemologi dalam Upaya
Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue Venue di Kota Surabaya
Penulis : Atik Choirul Hidajah, Arief Hargono, Ririh Yudhastuti
1. Analisis Manfaat Surveilans
Di dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa Penyakit demam berdarah dengue menjadi permasalahan di Indonesia. Surabaya merupakan daerah endemis DBD. Hal ini disimpulkan dari data Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang menunjukkan bahwa sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968, penyakit ini terus menerus ditemukan di Surabaya. Insiden Risknya menunjukkan yang jumlah naik turun. Demikian pula dengan nilai Case Fatality Rate. Keadaan yang demikian dapat mengarah pada terjadinya KLB. Apalagi mudahnya arus transportasi antar daerah di Surbaya memungkinkan penyebaran penyakit ini. Sehingga ini juga berperan penting untuk memantau kejadian yang mengarah pada kejadian KLB.Sehingga manfaat yang pertama telah tercapai yaitu mendeteksi adanya suatu KLB. Selain itu sistem surveilans juga bermafaat untuk memperkirakan besarnya suatu kesakitan yang berhubungan dengan masalah yang sedang diamati. Di dalam artikel ini dijelaskan mengenai jumlah Insiden Risk (IR), yakni pada tahun 2002 IR sebesar 77,34/100.000 penduduk. Angka ini menurun dibanding dengan tahun 2001 sebesar 83,12/100.000 penduduk.Namun angka CFR justru meningkat tajam dari 0,23 persen pada tahun 2001 menjadi 0,86 persen pada tahun 2002. Dijelaskan juga bahwa hampir seluruh wilayah kelurahan di Kota Surabaya yaitu 83,4 persen merupakan kelurahan endemis DBD pada tahun 2002. Manfaat yang lainnya yaitu memperkirakan faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian suatu penyakit juga telah tercapai. Dari artikel ini diperoleh hasil bahwa pelaksanaan Kegiatan surveilans DBD di Surabaya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh petugas atau pengelola program DBD. Jumlah petugas sudah dianggap cukup, tetapi kualitasnya masih kurang karena masih banyaknya data yang terlambat diinput sehingga terjadi keterlambatan dalam pengelohan dan analisis data. Atas dasar tersebut, pada artikel ini dapat digunakan sebagai upaya awal untuk meningkatkan tindakan-tindakan praktek klinis oleh petugas kesehatan yang terlibat dalam sistem surveilans. Sementara itu upaya yang disarankan ialah diadakannya pelatihan dalam bentuk on the job training, untuk menyelesaikan kurangnya kualitas tenaga pelaksana agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadappi. Dari uraian diatas, diharapkan selain meningkatkan kapasitas petugas pelaksanaa, artikel ini juga dapat pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan penanggulangan DBD dan juga pencegahannya. Sehingga manfaat lain dari sistem surveilans dapat tercapai yaitu untuk erengsang penelitian epidemologi yang mengawali suatu kegiatan penanggulangan atasu pencegahan.
2. Analisis Atribut Surveilans
Di dalam sistem surveilans terdapat beberapa atribut, yaitu kesederhanaan, fleksibilitas, akseptabilitas, sensitive, nilai prediktif positif, kerepresentatifan, dan ketepatan waktu. Penilaian terhadap atribut sistem surveilans menunjukkan bahwa sistem yang berjalan sudah sederhana, hal ini ditunjukkan dengan metode yang digunakan. Tahap penelitian meliputi analisis sistem untuk menggambarkan sostem surveilans DBD yang sudah berjalan dan melakukan identifiksi serta evaluasi terhadap permasalahan dan hambatan sistem yang ada selama ini. Selain itu sitem surveilansnya juga sudah representatif, data-data yang ada sudah mewakili semua wilayah yang ada di Surabaya dari waktu-kewaktu. Hanya saja, penilaian terhadap atribut sistem surveilans yang berjalan masih kurang kurang tepat waktu karena seperti yang dijelaskan sebelumnya, petugas terlambat dalam menginput data sehingga sulit dievaluasi menyebabkan fleksibelitasnya kurang.