Vous êtes sur la page 1sur 8

ANALISIS HIRARKI PROSES

Pengambilan keputusan di dunia yang dinamis dan berkembang pesat merupakan tantangan
utama. Pengambilan keputusan pada dasarnya melibatkan satu set alternatif dan pilihan yang
paling tepat dari alternatif-alternatif tersebut untuk dieksekusi.

Pada dasarnya kita semua adalah pengambil keputusan. Segala sesuatu yang kita lakukan
secara sadar atau tidak adalah hasil dari beberapa keputusan. Informasi yang kita kumpulkan
membantu kita memahami kejadian, mengembangkan penilaian yang baik, yang selanjutnya
untuk membuat keputusan tentang kejadian ini.

Pada saat pengambilan keputusan, secara tipikal terdapat tiga kondisi/situasi yang dihadapi
pengambil keputusan, yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat kepastian dari hasil (payoff,
outcome) yang akan terjadi. Tiga jenis kondisi itu ialah:

1. Pengambilan keputusan di bawah Ketidakpastian – mengacu kepada situasi


dimana terdapat lebih dari satu hasil yang mungkin terjadi dari suatu keputusan, dan
probablilitas setiap kemungkinan tidak diketahui
2. Pengambilan keputusan di bawah risiko – mengacu kepada situasi dimana terdapat
lebih dari satu hasil yang mungkin terjadi dari suatu keputusan, dan probabilitas setiap
hasil diketahui atau dapat diperkirakan oleh pengambil keputusan
3. Keputusan di bawah kondisi Kepastian – mengacu kepada situasi dimana hanya
ada satu hasil yang mungkin terjadi dari suatu keputusan, dan hasil ini diketahui
secara tepat oleh pengambil keputusan.

Kerumitan masalah pengambilan keputusan bukan hanya terletak pada ketidakpastian atau
ketidaksempurnaan informasi, tetapi juga disebabkan karena kita berhadapan dengan masalah
yang sangat kompleks, dimana banyak faktor ikut terkait.

Di luar ketiga jenis di atas, Thomas L. Saaty, Profesor pada Wharton School of Economics,
Amerika serikat (1971-1915) mengembangkan metode analisis keputusan yang diberi nama
Analytical Hierarchy Process (AHP). Menurut Saaty, kerumitan dalam pengambilan
keputusan itu ialah karena keragaman kriteria.

Pada dasarnya metode AHP yang dikembangkan oleh Thomas Saaty, memecah-mecah suatu
situasi ke dalam bagian-bagian komponennya dan menata bagian atau variabel ini ke dalam
suatu susunan hirarki.

Proses hirarki analisis memiliki prinsip dasar sebagai berikut:

1. Menyusun secara hirarkis, yaitu memecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah.

Pertama kita harus mendefinisikan situasi dengan seksama, memasukkan sebanyak mungkin
rincian yang relevan, lalu menyusun model secara hirarki yang terdiri atas beberapa tingkat
rincian, yaitu fokus masalah, kriteria, dan alternatif. Fokus masalah merupakan masalah
utama yang perlu dicari solusinya dan terdiri hanya atas satu elemen yaitu sasaran
menyeluruh. Selanjutnya, Kriteria merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan
dalam mengambil keputusan atas fokus masalah. Untuk suatu masalah yang kompleks atau
berjenjang, kriteria dapat diturunkan kepada sub-sub kriteria. Dengan demikian kriteria bisa
terdiri lebih dari satu tingkat hirarki. Yang terakhir adalah Alternatif, merupakan berbagai
tindakan akhir dan merupakan pilihan keputusan dari penyelesaian masalah yang dihadapi.

Contoh : Pengambilan keputusan untuk memilih Bank untuk menabung. Hirarki tingkat 1
adalah keputusan memilih Bank. Dalam memilih Bank ini terdapat bebagai kriteria yang
perlu dipertimbangkan, yaitu Lokasi, Pelayanan dan Bunga yang diberikan, ketiga hal ini
merupakan hirarki tingkat kedua. Pada tingkat ketiga ialah berupa alternatif tiga Bank yang
dipertimbangkan untuk dipilih, misalkan Bank A, B, dan C. Selanjutnya tingkatan hirarki
dapat digambar sebagai berikut.

2. Menetapkan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif


pentingnya.

Setelah menyusun hirarki, selanjutnya memberikan penilaian tentang kepentingan relatif dua
elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini
merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen.
Hasil penilaian ini lebih mudah dilihat bila disajikan dalam bentuk matriks (tabel) yang diberi
nama matriks berpasangan (pairwise comparison). Pertanyaan yang biasa dilakukan dalam
meyusun skala kepentingan adalah.

(1) Elemen mana yang lebih (penting/disukai/mungkin/…),

(2) Berapa kali lebih (penting/disukai/mungkin/…)?

Dalam menentukan skala dipakai patokan sebagai berikut:

Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma berbalikan (reciprocal)
yakni: jika A dinilai 3 kali B maka otomatis B adalah sepertiga A. Dalam bahasa matematika
A=38 B=1/3A.
Untuk memperoleh perangkat prioritas menyeluruh bagi suatu persoalan keputusan, kita
harus menyatukan atau mensintesis pertimbangan yang dlbuat dalam melakukan
pembandingan berpasang, yaitu melakukan suatu pembobotan dan penjumlahan untuk
menghasilkan satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap elemen. Elemen
dengan bobot tertinggi adalah alternatif/rencana yang patut dlpertimbangkan untuk dipilih

3.Mengukur konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara
logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.

Proses AHP mencakup pengukuran konsistensi yaitu apakah pemberian nilai dalam
pembandingan antar obyek telah dllakukan secara konsisten. Ketidakkonsistenan dapat
timbul karena miskonsepsi atau ketidaktepatan dalam melakukan hirarki, kekurangan
informasi, kekeliruan dalam penulisan angka, dan lain-lain. Salah satu contoh dalam
inkonsistensi dalam matriks pembandingan ialah dalam menilai mutu suatu produk.
Misalkan, dalam preferensisi pengambil keputusan, A 4x lebih baik dari B, B 3x lebih baik
dari C, maka seharusnya A 12x lebih baik dari C. Tetapi jika dalam pemberian nilai, A diberi
nilai 6x lebih dari C, berarti terjadi inkonsistensi.

Rasio konsistensi (consistency ratio, CR) menunjukkan sejauh mana analis konsisten dalam
memberikan nilai pada matrik pembandingan. Secara umum, hasil analisis dianggap
konsisten jika memiliki CR ? 10%. Jika nilai CR > 10%, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan reevaluasi dalam penyusunan matriks pembandingan.

Pengertian Analitycal Hierarchy Process (AHP)


Analitycal Hierarchy Process (AHP) Adalah metode untuk memecahkan suatu situasi yang
komplek tidak terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki, dengan
memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif, dan menetapkan
variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi
tersebut.

Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif yang terbaik.
Seperti melakukan penstrukturan persoalan, penentuan alternatif-alternatif, penenetapan nilai
kemungkinan untuk variabel aleatori, penetap nilai, persyaratan preferensi terhadap waktu,
dan spesifikasi atas resiko. Betapapun melebarnya alternatif yang dapat ditetapkan maupun
terperincinya penjajagan nilai kemungkinan, keterbatasan yang tetap melingkupi adalah dasar
pembandingan berbentuk suatu kriteria yang tunggal.
Peralatan utama Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah memiliki sebuah hirarki
fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah
kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelomok-kelompoknya dan diatur
menjadi suatu bentuk hirarki.

AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang
lain karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada
subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria
dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
B. Kelebihan dan Kelemahan AHP
Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan kelemahan dalam
system analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah :
 Kesatuan (Unity)
AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang
fleksibel dan mudah dipahami.
 Kompleksitas (Complexity)
AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan
pengintegrasian secara deduktif.
 Saling ketergantungan (Inter Dependence)
AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan
hubungan linier.
 Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring)
AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-
level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa.
 Pengukuran (Measurement)
AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.
 Konsistensi (Consistency)
AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk
menentukan prioritas.
 Sintesis (Synthesis)
AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-
masing alternatif.
 Trade Off
AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu
memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
 Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus)
AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil penilaian yang
berbeda.
 Pengulangan Proses (Process Repetition)
AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan
mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan.

Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut:


 Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang
ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi
tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.
 Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga
tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk

Prinsip Menyusun Hirarki


Prinsip menyusun hirarki adalah dengan menggambarkan dan menguraikan secara hirarki,
dengan cara memecahakan persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah. Caranya
dengan memperincikan pengetahuan, pikiran kita yang kompleks ke dalam bagian elemen
pokoknya, lalu bagian ini ke dalam bagian-bagiannya, dan seterusnya secara hirarkis.
Penjabaran tujuan hirarki yang lebih rendah pada dasarnya ditujukan agar memperolah
kriteria yang dapat diukur. Walaupun sebenarnya tidaklah selalu demikian keadaannya.
Dalam beberapa hal tertentu, mungkin lebih menguntungkan bila menggunakan tujuan pada
hirarki yang lebih tinggi dalam proses analisis. Semakin rendah dalam menjabarkan suatu
tujuan, semakin mudah pula penentuan ukuran obyektif dan kriteria-kriterianya. Akan tetapi,
ada kalanya dalam proses analisis pangambilan keputusan tidak memerlukan penjabaran yang
terlalu terperinci. Maka salah satu cara untuk menyatakan ukuran pencapaiannya adalah
menggunakan skala subyektif.

Contoh permasalahan:
Bagian terpenting dari proses analisis adalah 3 (tiga) tahapan berikut:
1. Nyatakan tujuan analisis: Memilih mobil baru
2. Tentukan kriteria: style, kehandalan, dan konsumi bahan bakar
3. Tentukan alternative pilihan: Avansa, Xenia, Ertiga, Grand Livina
Informasi ini kemudian disusun membentuk pohon berting

Informasi yang ada kemudian di-sintesis untuk menentukan peringkat relative dari alternative
pilihan yang ada. Kriteria dari jenis qualitative dan quantitative dapat diperbandingkan
menggunakan informed judgement untuk menghitung bobot dan prioritas.

Hal ini dapat dilakukan dengan judgement untuk menentukan peringkat dari kriteria. Dalam
sebuah sistem berbasis AHP, judgement ini diberikan oleh user pengguna sistem dan
dilakukan pada saat user bermaksud melakukan proses AHP dan melihat rekomendasi.

Misalnya:
1. Kehandalan 2 kali lebih penting dari style
2. Style 3 kali lebih penting dari konsumsi bahan bakar
3. Kehandalan 4 kali lebih penting dari konsumsi bahan bakar

Selanjutnya dengan pairwise comparison (perbandingan berpasangan), tingkat kepentingan


satu kriteria dibandingkan dengan yang lain dapat diekspresikan.

Nilai yang digunakan:


1: equal
2: moderate
3: strong
4: very strong
5: extreme

Dari judgement di atas bisa dibuatkan tabel perbandingan berpasangan sebagai berikut:

Berikut cara untuk mencari solusi eigenvector:


1. Cara komputasi yang singkat yang bisa digunakan untuk mendapatkan peringkat adalah
dengan menggunakan matrik berpasangan ini sebagai sebagai dasar penghitungan kuadrat
matrik berpasangan setiap saat.
2. Jumlah setiap baris dihitung dan dinormalisasi
3. Perhitungan dihentikan apabila perbedaan dari jumlah-jumlah ini dalam dua penghitungan
yang berturutan lebih kecil dari suatu angka.
Tahan 1: Kuadratkan Matrik Berbasangan

Tahap 2: Hitung Eigenvector pertama

1. Jumlahkan baris
2. Jumlahkan jumlah dari baris-baris yang ada

3. Normalisasi nilai jumlah dari masing-masing baris

Angka normalisasi pertama yang sebesar 0.3194 didapatkan dengan membagi angka
12.75/39.9165

Jadi eigenvector yang pertama adalah:

Proses ini terus diulang: kuadrat, jumlahkan, dan normalisasikan

Dikuadratkan, dijumlah, dan dinormalisasi menjadi:

Jadi eigenvector yang kedua adalah:

Perbedaannya memang sudah kecil, apalagi kalau dihitung satu putaran lagi:

kriteria yang pertama adalah peringkat nomor 2 terpenting,


kriteria yang kedua adalah peringkat 1 terpenting, dan
kriteria yang ketiga adalah peringkat nomor 3 terpenting

Berikut adalah pohon dengan bobot pada kriterianya:

Untuk alternative pilihan, juga dilakukan perbandingan berpasangan terhadap kriteria


masing-masing. Judgement dalam proses ini umumnya dilakukan berbasis pada
data/informasi tentang alternative pilihan (quantitative approach) atau kalau tidak tersedia
data/informasi tersebut, dapat dilakukan dengan judgement dari pakar terkait pemilihan
alternative tersebut (qualitative approach).

Di dalam sebuah sistem, proses untuk menentukan nilai kriteria dari masing-masing
alternative pilihan dan perhitungan peringkat dilakukan pada saat melakukan entry dan edit
data variabel dan kriteria alternative pilihan.

Dalam kasus ini, yang memberikan judgement untuk kriteria style dan kehandalan adalah
pakar tentang mobil dengan informasi bersifat qualitative.

Style

Kehandalan

Dari matrik ini dihitung eigenvector, untuk menentukan peringkat dari alternative pilihan
untuk masing-masing kriteria.

Peringkat Style

Peringkat Kehandalan

Untuk kriteria konsumsi bahan bakar, ditentukan dengan informasi yang bersifat quantitative
sebagai berikut:
Konsumsi Bahan Bakar

Dengan menormalisasi informasi bersifat quantitative, akan bisa didapatkan peringkat


konsumsi bahan bakar untuk masing-masing alternative pilihan.

Dengan demikian bobot kriteria dan alternative pilihan sudah terlengkapi, sehingga pohon
keputusan tergambar menjadi:

Untuk mendapatkan hasil keputusan, masing-masing bobot untuk alternative pilihan


dikalikan dengan bobot dari kriteria dalam bentuk perkalian matrik sebagai berikut
Sehingga perhitungan untuk mobil Avanza keseluruhan nilai masing-masing alternative
pilihan adalah sebagai berikut:

Sehingga pilihan yang paling bagus untuk kasus pengambilan keputusan ini adalah mobil
dengan tipe Grand Livina.

Vous aimerez peut-être aussi