Vous êtes sur la page 1sur 20

ASKEP HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

(HNP)
Kamis, 27 Februari 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


HNP Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh trauma atau
perubahan degeneratif yang menyerang massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-S1, atau
C5-C6 yang menimbulkan nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang atau kambuh (
Doenges, 1999).
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1 kemudian pada C5-C6 dan paling jarang
terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tapi kejadiannya
meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Insiden terbanyak adalah pada kasus Hernia Lumbo
Sakral lebih dari 90 %, dan diikuti oleh kasus Hernia Servikal 5-10 % . Pasien HNP lumbal
seringkali mengeluh rasa nyeri menjadi bertambah pada saat melakukan aktifitas seperti duduk
lama, membungkuk, mengangkat benda yang berat, juga pada saat batuk, bersin dan mengejan.
Rose dan Engstorm menyebutkan bahwa nyeri yang bertambah pada saat batuk, bersin dan
mengejan di sebabkan oleh peningkatan tekanan intratekal yang transien sepanjang durameter.
Wiener mendapatkan sekitar 48-84 % pasien HNP lumbal mengalami rasa nyeri yang bertambah
saat batuk, bersin dan mengejan.
Menjelang usia meningkat setelah 20 tahun, mulailah terjadi perubahan-perubahan pada
anulus fibrosus dan nukleus pulposus. Pada beberapa tempat serat-serat fibroelastik terputus dan
sebagian rusak diganti oleh jaringan kolagen. Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga
dalam anulus fibrosus terbentuk rongga-rongga. Nukleus pulposus akan melakukan infiltrasi ke
dalam rongga-rongga tersebut dan juga mengalami perubahan berupa penyusutan kadar air. Jadi
terciptalah suatu keadaan dimana disatu pihak volume materi nukleus pulposus berkurang dan
dipihak lain volume rongga antar vertebrae bertambah sehingga terjadilah penurunan tekanan
intradiskal yang mengakibatkan nukleus pulposus menonjol.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pembuatan makalah ini ditujukan untuk
mengetahui perjalanan dan proses penyakitnya serta asuhan keperawatan HNP.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Anatomi Fisiologi dari HNP?
2. Untuk menegtahui Pengertian dari HNP?
3. Untuk mengetahui Etiologi dari HNP?
4. Untuk mengetahui Patofisiologi dari HNP?
5. Untuk mengetahui Pathway dari HNP?
6. Untuk mengetahui Manifestasi klinis dari HNP?
7. Untuk mengetahui komplikasi dari HNP?
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari HNP?
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari HNP?
10. Untuk mengetahui Legal Etik?
11. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dari HNP?

1.3 Tujuan
Agar kita mampu mengetahui Anatomi Fisiologi, Pengertian, Etiologi, Patofisiologi,
Pathway, Manifestasi klinis, Komplikasi, Penatalaksanaan, Pemeriksaan penunjang, Legal Etik,
Dan menegakkan Asuhan Keperawatan pada penderita Hernia Nukleus Pulposus.
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Vertebrae


Tulang (belakang) pada batang punggung sepanjang punggung, menghubungkan tengkorak
dengan panggul. Tulang ini melindungi syaraf yang menonjol pada otak dan menjalar kebawah
punggung dan ke seluruh tubuh. tulang belakang tersebut dipisahkan oleh piringan yang berisi
bahan yang lembut, seperti agar-agar, yang menyediakan batalan ke batang tulang belakang.
Piringan ini bisa hernia (bergerak keluar dari tempatnya) atau pecah karena luka berat atau
tegangan. Batang tulang belakang dibagi kedalam beberapa bagian-cervical tulang belakang
(leher), thoracic spine (bagian punggung dibelakang dada), lumbar tulang belakang (punggung
bagian bawah), dan sacral tulang belakang (bagian yang dihubungkan dengan panggul yang tidak
bisa bergerak). Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah
bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu
kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus.
2.2 Pengertian HNP
HNP Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh trauma atau
perubahan degeneratif yang menyerang massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-S1, atau
C5-C6 yang menimbulkan nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang atau kambuh (
Doenges, 1999).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah menonjolnya nukleus dari diskus ke dalam anulus
(cincin fibrosa sekitar diskus) dengan akibat kompresi saraf ( Smeltzer, 2001).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah herniasi atau penonjolan keluar dari nukleus pulposus
yang terjadi karena adanya degenerasi atau trauma pada anulus fibrosus ( Rasjad, 2003).
Herniasi adalah suatu proses bertahap yang ditandai dengan serangan-serangan penekanan
akar syaraf yang menimbulkan berbagai gejala dan periode penyesuaian anatomik ( Price, 2005).
Nukleus Pulposus adalah bantalan seperti bola dibagian tengah diskus (lempengan kartilago
yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra). (Smeltzer, 2001).
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara
tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan
seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya
nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung
ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990).
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh proses degeneratif atau
trauma yang ditandai dengan menonjolnya nukleus pulposus dari diskus ke dalam anulus yang
menimbulkan kompresi saraf sehingga terjadi nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan
berulang (kambuh).
2.3 Etiologi HNP
1. Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra
2. Spinal stenosis
3. Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll
4. Pembentukan osteophyte
5. Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan
berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.

2.4 Patofisiologi HNP


Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus, kandungan
air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan
mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus purpolus
melalui anulus dengan menekan akar – akar syaraf spinal.
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara L4 sampai L5, atau L5 sampai S1. Arah
herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring
kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L5 dan
S1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein
yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal meningkat,
menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak
langsung pada diskus inter vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi nukleus
pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan
anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.

2.5 Pathway HNP


Proses degeneratif
Kehilangan protein polisakarida
Kandungan air menurun

Trauma stress okupasi


HNP
Nukleus pulposus terdorong
Ujung syaraf spinal tertekan

Perubahan sensasi nyeri penurunan kerja reflek

Gangguan Mobilitas Fisik

2.6 Manifestasi Klinis HNP


1. Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas
2. Nyeri tulang belakang
3. Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
4. Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap
Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus yang
mengalami herniasasi diikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh radika spinalis
yang terkena oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa pengobatan nyeri kedaerah
tersebut, mati rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain yang
perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat dengan meningkatkan
tekanan cairan intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga ketegangan
atau spasme otot), akan berkurang jika tirah baring.
2.7 Komplikasi HNP
1. Infeksi luka karena tindakan pembedahan HNP
2. Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal

2.8 Penatalaksanaan HNP


1. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
a. Tidur selama 1 – 2 hr diatas kasur yang keras
b. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf
c. Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik.
d. Terapi panas dingin.
e. Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset
f. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides
g. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS)
2. Pembedahan
a. Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak dapat
diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama seperti
inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.

2.9 Pemeriksaan Penunjang HNP


1. Laboraturium :
 Daerah rutin
 Cairan cerebrospimal
2. Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keping sendi
3. CT scan lumbosakral
4. MRI : dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak divertebra serta herniasi.
5. Myelogram : dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaskan pemeriksaan fisik sebelum
pembedahan.
6. Elektromyografi : dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar saraf spinal.
7. Epidural venogram : menunjukkan lokasi herniasi
8. Lumbal functur : untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan serebro spinal

2.10 Legal Etik


Tuan P berumur 53 tahun menderita penyakit HNP. Tuan P tersebut mengalami nyeri yang
hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu
ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat tuan P
mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat
analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat
analgesik. Saat dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik tidak
diperbolehkan oleh dokter diruang tersebut di karenakan dapat mengakibatkan kerja jantung
cepat,gangguan pernafasan(sesak nafas).
PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK
1. Mengembangkan data dasar :
a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat
b. Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan penambahan dosis
morphin.
c. Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien
d. Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien
dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di
bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit.
2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :
Penderitaan klien dengan HNP ,mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin
yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi
keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri.
Konflik yang terjadi adalah :
a. Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kerja jantung dan gangguan
pernafasan ( sesak nafas).
b. Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.
3. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan
tersebut :
a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri. Konsekuensi
:
1) Tidak mempercepat kerja jantung dan gangguan pernafasan ( sesak nafas).
2) Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
3) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
4) Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut
b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri. Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kerja jantung dan gangguan pernafasan ( sesak nafas).
2) Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)
3) Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila
diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada
malam hari agar klien bisa tidur cukup.
Konsekuensi :
1) Risiko mempercepat kerja jantung dan gangguan pernafasan ( sesak nafas) sedikit dapat
dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :
Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang
secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu
didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari
penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat
keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan
keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme
koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain.
5. Mendefinisikan kewajiban perawat :
a. Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri
b. Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri
c. Mengoptimalkan sistem dukungan
d. Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang
sedang dihadapi
e. Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
keyakinannya
6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-
masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling
menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan
terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan
kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif
tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/
keluarganya akan dilaksanakan.
PRINSIP LEGAL DAN ETIK :
1. Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda, diperbolehkan
untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi penderitaan nyeri klien sekalipun
hal tersebut memiliki efek sekunder (untuk mempercepat kerja jantung dan gangguan pernafasan
( sesak nafas) ).
Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non maleficence) dapat
dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien merupakan tindakan yang
bermanfaat, namun peningkatan dosis yang mempercepat kerja jantung dan gangguan
pernafasan(sesak nafas) dapat dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak melakukan
tindakan adekuat untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak
mempercepat kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good).
2. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa
pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan


A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. P No. Reg : 159000
Umur : 53 th Tgl. MRS : 05-12-2013
Jenis Kelamin : L Diagnosis medis : HNP
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Tgl Pengkajian: 05-12-2013, (09.00)
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja bangunan
Pendidikan : SD
Alamat : Kesamben, Jombang
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama : Nyeri punggung bawah
1.1 Riwayat penyakit sekarang
Pasien kemarin datang ke RSUD dengan keluhan nyeri pada daerah punggung bagian bawah
sampai menjalar ke paha.
P : Trauma (Mengangkat dan mendorong benda berat)
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk, sifatnya menetap
R : Nyeri pada bagian punggung bawah sampai menjalar ke paha
S :6
T : nyeri hebat ketika melakukan aktifitas dan nyeri sedikit berkurang saat istirahat
 Upaya yang telah dilakukan : beli obat penghilang nyeri
 Terapi atau operasi yang pernah dilakukan : -
1.2 Riwayat penyakit dahulu
Pasien dulu pernah jatuh dengan posisi duduk
 Kebiasaan berobat : beli obat diwarung
 Alergi :-
1.3 Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien belum tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
1.4 Riwayat kesehatan lingkungan
Lingkungan tempat tinggal pasien cukup terjaga kebersihannya.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital :
S : 36°C
N : 80 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/mnt
BB : 65 Kg

D. PEMERIKSAAN PER-SISTEM
1. Sistem Kardiovaskuler
Wajah
Inspeksi : sembab(-), pucat(-), oedem periorbital(-), sianosis(-), pembuluh darah
mata pecah(-), konjungtiva tidak pucat.
Leher
Inspeksi : bendungan vena jugularis (-)
Palpasi : arteri carotis komunis (frekuensi : normal, kekuatan: normal, irama : normal).
Dada
Inspeksi : kesimetrisan dada (+)
Palpasi : letak ictus cordis (normal)
Perkusi : batas jantung (normal)
Auskultasi : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada kelainan pada bunyi jantung.

2. Sistem Pernafasan
Hidung
Inspeksi : Nafas cuping hidung(-), Secret / ingus(-), epistaksis(-), polip(-), warna mukosa(-
), oedem pada mukosa(-), kebersihan bersih, intak septumnasi(-), deformitas(-), naso faringeal
tube(-), pemberian O2: nasal, masker(-).
Palpasi : nyeri tekan(-), tidak ada fraktur tulang nasal
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir (sianosis (-)), Alat bantu nafas ETT(-), oro faringeal tube(-).
Dada
Inspeksi : penggunaan otot bantu pernapasan (-)
Perkusi : normal
Palpasi : nyeri tekan (-), odema (-)
Auskultasi : normal

3. Sistem Pencernaan
Anamnesa : Gangguan defekasi (konstipasi)
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir normal, labio/palatoschiziz(-), gigi normal, Gusi (berdarah(-),
lesi/bengkak(-), edema(-)), Produksi saliva normal, pembesaran kelenjar parotis(-).
Palpasi : nyeri tekan pada rongga mulut(-), massa(-)
Lidah
Inspeksi : Posisi normal, warna dan bentuk normal, simetris normal, kebersihan bersih,
warna normal, gerakan normal, tremor normal, lesi(-).
Palpasi : oedema(-), nyeri tekan(-)
Faring – Esofagus
Inspeksi : hiperemi(-), warna dan bentuk palatum normal, Tonsil (bentuk, warna dan
ukuran) normal.
Palpasi : pembesaran kelenjar(-)
Abdomen
Inspeksi : pembesaran abnormal (-)
Palpasi :
Kuadran I :
Hepar  hepatomegali(-), nyeri tekan(-), shifting dullness(-)
Kuadran II :
Gaster  nyeri tekan abdomen(-), distensi abdomen(-)
Lien  splenomegali(-)
Kuadran III:
Massa (skibala, tumor)(-), nyeri tekan(-)
Kuadran IV :
Nyeri tekan pada titik Mc Burney(-)
Perkusi : batas – batas hati (tidak ada pembengkakan pada KW1)
Auskultasi : bising usus (-), borborygmi (-), hiperperistaltik (-),hipoaktif(-)

4. Sistem Perkemihan
Anamnesa : inkontinensia urin (ketidakmampuan seseorang untuk menahan urin yang keluar
dari buli-buli baik disadari maupun tidak disadari).
Laki-Laki :
Penis
Inspeksi : Mikropenis(-), makropenis(-), hipospadia(-), epispedia(-), stenosis meatus uretra
eksterna(-), fistel uretrocutan(-), ulkus(-), tumor penis(-), warna kemerahan(-), kebersihan(+),
adanya luka atau trauma(-).
Palpasi : nyeri tekan(-)
Scrotum
Inspeksi : pembesaran(-), transiluminasi/ penerawangan(-), luka /trauma(-), tanda infeksi(-
), kebersihan(+).
Palpasi : nyeri tekan(-), penurunan testis(-)
Kandung kemih
Inspeksi : tidak adanya massa/ benjolan, pembesaran kandung kemih dan keteganganya(-)
Palpasi : adanya nyeri tekan(-), teraba massa(-)
Ginjal
Inspeksi : pembesaran daerah pinggang (karena hidronefrosis atau tumor di daerah
retroperitoneum)(-).
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan abdomen kuadran I dan II diatas umbilikus, suhu kulit normal,
massa(-).
Perkusi : nyeri ketok(-)

5. Sistem Muskuluskeletal & Integumen


Anamnese : Adanya nyeri di punggung bawah, kelemahan kedua ekstremitas bawah.
Warna kulit
Hiperpigmentasi(-), hipopigmentasi (-), icterus (-), kering(-), mengelupas(-), bersisik (di sela-sela
jari kaki/tangan)(-).
Kekuatan otot :
5 5

3 3
Fraktur : (-)
Luka : (-)
Lesi : (-)

6. Sistem Endokrin dan Eksokrin


Kepala
Inspeksi : distribusi rambut normal, ketebalan (-), kerontokan(hirsutisme)(-) alopesia
(botak)(-), moon face(-).
Leher
Inspeksi : bentuk normal, pembesaran kelenjar thyroid(-), perubahan warna(-)
Palpasi : pembesaran kelenjar (thyroid, parathyroid)(-), nyeri tekan(-), suhu(+)
Genetalia
Inspeksi : Rambut pubis ( distribusi, ketebalan, kerontokan)normal, kebersihan bersih.
Palpasi : tidak ada benjolan

7. Sistem Neurologi
Pemeriksaan Nervus 1-12 :
1. Nervus 1 Olfaktorius :
Normal : klien mampu membedakan aroma( normosmi).
2. Nervus 2 Optikus :
Tajam Penglihatan : normal
Lapang penglihatan : normal

3. Nervus 3 Oculomotorius : Normal


4. Nervus 4 Toklearis : Normal
5. Nervus 5 Trigeminus : Normal
6. Nervus 6 Abdusen : Normal
7. Nervus 7 Facialis : Normal
8. Nervus 8 Auditorius/ Akustikus :
Pendengaran : Normal
Keseimbangan : Normal
9. Nervus 9 Glosoparingeal : Normal
10. Nervus 10 Vagus : Normal
11. Nervus 11 Aksesorius : Normal
12. Nervus 12 Hipoglosal/ Hipoglosum : Normal
Reflek Patela : kanan (+), kiri (+)
Reflek Archiles : kanan (+), kiri (+)
Tingkat kesadaran (kualitas) : Compos Mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Tingkat kesadaran (kuantitas) : E (4), V (5), M (6)

8. Sistem Reproduksi
Laki-laki :
Genetalia
Inspeksi : bentuk normal, rambut pubis normal, kebersihan bersih, odema (-), varices(-),
benjolan(-), luka(-)
Palpasi : benjolan(-)
9. Sistem Persepsi Sensori
Mata
Inspeksi : Kesimetrisan mata(+), bentuk mata(+), lesi Papelbra ( ukuran, bentuk, warna,
cairan yang keluar ) normal, Bulu mata (penyebaran, posisi masuk : Enteropion, keluar
:ksteropion) normal, produksi air mata normal, Kornea : Normal berkilau, transparan, Iris dan
pupil : warna iris dan ukuran normal, Lensa : Normal jernih dan transparan, Sclera : warna (
putih).
Palpasi : Teraba lunak, tidak nyeri, palpasi kantong lakrimal(-), pemeriksaan TIO(-).
Hidung
Palpasi : Sinus (maksilaris, frontalis, etmoidalis, sfenoidalis) normal, Palpasi fossa kanina ( tidak
nyeri), Pembengkakan (-), Deformitas(-).
Perkusi : pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila palpasi
pada keduanya menimbulkan reaksi hebat (-).

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik

NS. DIAGNOSIS :
(NANDA-I)
Nyeri Akut
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jarigan yang aktual atau potensial atau
DEFINITION: digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa awitan yang tiba – tiba
atau lambat dari intensias ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau di prediksi dan berlangsung < 6 bulan.
DEFINING Laporan isyarat, perilaku berjaga-jaga/ melindungi area nyeri, indikasi
CHARACTERISTIC nyeri yang bisa diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, fokus
S pada diri sendiri, melaporkan nyeri secara verbal.
RELATED Agens cedera (mis, : biologis, zat kimia, fisik dan psikologis).
FACTORS:
Subjective data entry Objective data entry

Pasien mengatakan sering mengeluh S : 36°C


nyeri pada daerah punggung bawah
N : 80 x/mnt
dan nyeri semakin hari terasa berat.
ASSESSMENT

P : Trauma (Mengangkat dan TD : 120/80 mmHg


mendorong benda berat).
RR : 20 x/mnt
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk,
sifatnya menetap. BB : 65 Kg
R : Nyeri pada bagian punggung
bawah sampai menjalar ke paha. Skala Nyeri :6
T : nyeri hebat ketika melakukan
Grimace : (+)
aktifitas dan nyeri sedikit berkurang
saat istirahat.
DIAGNOSIS

Ns. Diagnosis (Specify):


Client Nyeri
Diagnostic Related to:
Statement:
Berhubungan dengan agen cedera fisik

2.3 Intervensi Keperawatan


NIC NOC

INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR

1. Management 1. Pengkajian : 1. Control Nyeri (1605)1. Melaporkan


nyeri (1400)  lakukan pengkajian nyeri Definisi : pengontrolan nyeri (3)
Definisi : secara komprehensif Aksi individu untuk2. Mendeskripsikan faktor
Mengurangi nyeri termasuk lokasi, mengontrol nyeri penyebab (2)
atau menurunkan karakteristik, durasi, 3. Mengakui hubungan
nyeri ke level frekuensi, kualitas dan gejala dengan nyeri (5)
kenyamanan yang faktor presipitasi 4. Mengakui serangan
diterima oleh pasien. observasi reaksi non verbal
nyeri (5)
dari ketidaknyamanan 5. Menasehati pemakaian
 gunakan teknik komunikasi analgesik (4)
terapeutik untuk mengetahui 6. Melaporkan gejala pada
pengalaman nyeri pasien tenaga kesehatan (5)
 kaji kultur yang
mempengaruhi respon nyeri
2. Health Education :
 ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
3. Kolaborasi :
 evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
 kolaborasikan dengan
dokter jika keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
4. Aktifitas Lain :
 kontrol lingkungan yang
dapat mempe ngaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
 tingkatkan istirahat
 berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.

2.4 Implementasi Keperawatan


No. Dx Kep. Tanggal, Jam Tindakan Paraf
a. 1. 05-12-2013  melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif Ttd
09.00 termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
 mengobservasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
 menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
 mengkaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 mengevaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
 mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat
analgesik jika keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 memberikan analgesik morphine untuk
menurunkan nyeri

2.5 Evaluasi Keperawatan


No. Dx. Kep. Tanggal, Jam Evaluasi Paraf
1. 5 Desember S : Pasien mengatakan sering mengeluh nyeri pada Ttd
2013, daerah punggung bawah dan nyeri semakin hari
09.00 terasa berat. P : Trauma (Mengangkat dan
mendorong benda berat), Q : Nyeri seperti ditusuk-
tusuk, sifatnya menetap, R : Nyeri pada bagian
punggung bawah sampai menjalar ke paha, T : nyeri
hebat ketika melakukan aktifitas dan nyeri sedikit
berkurang saat istirahat.

O : Suhu : 36°C, Nadi : 80 x/mnt, TD : 120/80


mmHg, RR : 20 x/mnt, BB : 65 Kg, , Skala nyeri : 6
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I : melakukan pengkajian yang komprehensif tentang
nyeri, termasuk lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas, atau beratnya nyeri dan
factor presipitasi
E : Keluarga pasien mengatakan sudah tidak nyeri
R : sudah tercapai

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan
diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul.
Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan
rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung
ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)
Hernia dibagi menjadi tiga klasifiksi, yaitu hernia lumbosacralis, hernia servikalis, hernia
thorakalis. Dimana pada hernia lumbosacralis penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar,
bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non
trauma adalah kejadian yang berulang. Gejala utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung
bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. Dimana nyeri tersebut terjadi tergantung
dimana piringan tersebut mengalami herniasi dan dimana pusat syaraf tulang punggung terkena.
4.2 Saran
Diharapkan bagi pembaca setelah membaca makalah ini khususnya perawat dapat
memahami dan mengerti serta dapat mengaplikasikan tindakan yang harus dilakukan apabila
mendapati klien hernia nucleus pulposus di lahan.

DAFTAR PUSTAKA

Heather Herdman.T, 2010, Nursing Diagnoses : Definition and Clasification 2009-2011.


Ester Monica, 2010, Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011, EGC,
Jakarta.
Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8
Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
Price, Sylvia Anderson . 2003 . PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit . Jakarta : EGC
Anonim. 2010. Herniated Nucleus Pulposus. [Internet]. Bersumber dari
http://medicastore.com/penyakit/3226/Herniated_nucleus_pulposus_slipped_disk.html.
Inkandar, Ridho. 2012. Hernia Nukleus Pulposus. [Internet]. Bersumber dari :
http://ridho-iskandar.blogspot.com/2012/03/hernia-nukleus-pulposus.html.
http://nizarahar.blogspot.co.id/2014/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1

Vous aimerez peut-être aussi