Vous êtes sur la page 1sur 34

LAPORAN KOMPREHENSIF

AUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI IMPLAN DI


POLI KB RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. RAMELAN SURABAYA

OLEH :
ROSMIATI
011813243063

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan kebidanan pada akseptor kontrasepsi implan di Poli KB Rumah Sakit


Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya, telah diselesaikan oleh :
Nama : Rosmiati
NIM : 011813243063
Telah disahkan oleh tim pembimbing pada :
Hari/Tanggal :

Surabaya,……November 2018
Mahasiswa

Rosmiati
011813243063

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Program Studi Profesi Bidan Poli KB RSAL Dr. Ramelan
FK Unair Surabaya

Ivon Diah Wittiarika, S.Keb, Bd., M.Kes. Anyk Sriwulandari., Amd.Keb


NIP. 1969 1012 199201 2001 NIP. 1969 1012 199201 2001
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jumlah penduduk yang besar dan laju pertumbuhan penduduk yang relatif
tinggi merupakan masalah di bidang kependudukan di Indonesia. Berdasarkan Badan
Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013, masalah yang terdapat di Indonesia adalah
laju pertumbuhan penduduk yang relative masih tinggi. Laju pertumbuhan ditentukan
oleh kelahiran dan kematian dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan yang
menyebabkan tingkat kematian rendah, sedangkan penyebab utama tingkat kelahiran
tetap tinggi adalah ledakan penduduk. Menekan jumlah ledakan penduduk dilakukan
dengan menggalakkan program Keluarga Berencana (KB).
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah
fertilitas. Indonesia merupakan sebuah Negara berkembang dengan jumlah penduduk
sebanyak 252.124.458 jiwa dengan luas wilayah 1.913.378,68 km2 dan kepadatan
penduduk sebesar 131,76 jiwa/km2 (Depkes RI, 2014). Angka kelahiran total (Total
Fertility Rate, TFR) dapat menunjukkan keberhasilan suatu negara atau daerah dalam
melaksanakan pembangunan di bidang sosial ekonomi dan menunjukkan tingkat
keberhasilan program KB (Keluarga Berencana) yang telah dilaksanakan. Tujuan
program KB nasional adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan
KB dan Kesehatan Reproduksi (KR) yang berkualitas, menurunkan angka kematian
ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) serta penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi untuk membentuk keluarga kecil berkualitas. Program KB juga
mempunyai tujuan untuk menurunkan angka TFR yang tercantum dalam RPJMN
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019. Angka TFR
Indonesia tahun 2016 sebesar 2,3 dan masih belum mencapai target penurunan TFR
yang telah ditetapkan oleh Millenium Development Goals (MDGs) yaitu sebesar
2,1% pada tahun 2015 (BKKBN, 2015).
Salah satu penyebab tidak tercapainya sasaran ini karena penggunaan
kontrasepsi untuk mengendalikan kelahiran yang belum berjalan secara efektif dan
efisien.Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB yang tercantum dalam
RPJMN 2015-2019 adalah meningkatkan penggunaan MKJP (Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang), seperti IUD (Intra Uterine Device), implant, dan sterilisasi
(BKKBN, 2014). Menurut Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, jumlah peserta KB
aktif pada Tahun 2016 sebanyak 4,973,997 akseptor, jumlah peserta KB baru 751,176
akseptor. Dengan rincian pengguna kontrasepsi IUD 468,806 (9,4%) akseptor, MOP
21,674 (0,4%) akseptor, MOW 180,717 (3,6%) akseptor, Implan 492,803 (9,9%)
akseptor, kondom 96,248 (1,9%) akseptor, Suntik 2,827,653 (56,8%) akseptor, Pil
886,095 (17,8%) (Dinkes Jatim, 2016). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa
pola penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh kontrasepsi
hormonal dan bersifat jangka pendek.
Kurangnya KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) oleh tenaga kesehatan
menjadi salah satu penghambat masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar
mengenai KB sehingga menyebabkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan KB
berkurang. KIE hendaknya dilakukan secara rutin untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap, dan praktik KB sehingga terdapat penambahan peserta baru dan membina
kelestarian peserta KB (Yuhaedi dan Kurniawati, 2013). Oleh karena itu, peran bidan
sangat penting dalam memberikan KIE tentang kontrasepsi jangka panjang pada ibu
dan keluarga seingga diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakan dalam
kegiatan KB, khususnya implant sebagai salah satu pilihan metode kontrasepsi jangka
panjang
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan Asuhan Kebidanan pada
akseptor KB implan sesuai dengan manajemen kebidanan Varney dan
mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:
1. Melaksanakan pengkajian data subjektif dan objektif pada akseptor KB
implant.
2. Menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan pada akseptor KB implant.
3. Menegakkan diagnosa dan masalah potensial pada akseptor KB implant.
4. Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera kasus kebidanan pada
akseptor KB implant.
5. Mengembangkan rencana tindakan asuhan kebidanan pada akseptor KB
implant.
6. Melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan pada akseptor KB
implant.
7. Mengevaluasi penatalaksanaan asuhan asuhan kebidanan pada akseptor
KB implant.
8. Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan pada akseptor KB
implant dengan SOAP.
9. Menganalisis asuhan kebidanan pada akseptor KB implant yang telah
dilaksanakan dengan teori yang ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Teori Kontrasepsi


2.1.1. Definisi KB dan Kontrasepsi
Menurut World Helath Organization (WHO) Keluarga Berencana adalah
satuan tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk
mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kehamilan yang tidak di
inginkan, mendapatkan kelahiran yang sangat diingkinkan, mengatur interval diantara
kelahiran, mengontrol waktu kelahiran dalam hubungan suami istri, serta menentukan
jumlah anak dalam keluarga (Manuaba, 2010). Menurut UU No. 52 tahun 2009
tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, Keluarga
Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal
melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan
sesuaidengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan,
sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma
yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah
menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel
telur matang dengan sel sperma tersebut (BKKBN, 2012). Secara ringkas, kontrasepsi
dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Sementara ahli
kependudukan David Lucas dalam sebuah artikelnya “Fertilisasi” mencantumkan arti
sempit kontrasepsi sebagai metode mekanik dan kimiawi untuk mencegah kehamilan
(Proverawati, 2010). Sedangkan menurut Sofian, kontrasepsi atau anti konsepsi
adalah cara, alat dan atau obat-obatan untuk mencegah terjadinya konsepsi (Yulianti,
2013). Kontrasepsi adalah usaha–usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha–usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen
(Wiknjosastro, dkk, 2010).
2.1.2. Tujuan KB
Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi perintah
masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas,
menurunkan tingkat/angka kematian ibu bayi, dan anak serta penanggulan masalah
kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas
(Noviawati, 2009). Dan menghindari atau mencegah kehamilan akibat pertemuan sel
telur dan sperma (Dewi, 2011).
Adapun tujuan Demografi KB yaitu agar dapat dikendalikannya tingkat
petumbuhan penduduk sebagai patokan dalam usaha mencapai tujuan tersebut telah
ditetapkan suatu target demografi yaitu berupa penurunan angka fertilisasi.
Sedangkan tujuan Normatif KB yaitu dapat dihayati Norma Keluarga Kecil Bahagia
dan Sejahtera (NKKBS) yang pada waktunya akan menjadi falsafah hidup
masyarakat Indonesia (Mochtar, 2011).
Kontrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat-syarat berbagai berikut: 1) dapat
dipercaya; 2) tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan; 3) daya kerjanya
dapat diatur menurut kebutuhan; 4) tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan
koitus; 5) tidak memerlukan motivasi terus-menerus; 6) mudah pelaksanaannya; 7)
murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; 8) dapat
diterima pengunaannya oleh pasangan yang bersangkutan. Sampai sekarang cara
kontrasepsi yang ideal belum ada. (Wiknjosastro, dkk, 2010).
2.2 Konsep Dasar Teori KB Implan
2.2.1 Definisi kontrasepsi implan
Implan adalah alat kontrasepsi bawah kulit yang berisi hormom jeni progestin
dan dibungkus dalam kapsul silastik silicon polidemetri yang bekerja mengurangi
transportasi sperma dan mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga
sulit terjadi impantasi (Kemenkes RI, 2012).
Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) atau Implant (susuk) merupakan
metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dan dapat mencegah
terjadinya kehamilan antara tiga hingga lima tahun. Cara kerja alat kontrasepsi ini
adalah dengan menghambat ovulasi, menyebabkan selaput lendir tidak siap untuk
menerima pembuahan dengan cara menebalkan mukus serviks sehingga tidak dapat
dilewati oleh sperma. Konsentrasi yang rendah pada progestin akan menimbulkan
pengentalan mukus serviks. Perubahan terjadi segera setelah pemasangan implant .
Implant memiliki efektifitas tertinggi dari setiap metode kontrasepsi, karena
keefektifannya maka implant dapat digunakan oleh semua wanita disetiap keadaan
(Jacobstein dan Polis, 2014).
Jenis implan :
1. Norplant
Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, diameter
2,4 mm, di isi dengan 36 μg Lenovonorgestrel dan lama kerja 5 tahun
2. Implanon
Terdiri dari 1 batang putih lentur dengan panjang sekitar 40 mm, dan diameter 2
mm, di isi dengan 68 μg Keto-desogestrel dama lama kerja 3 tahun
3. Jadena dan Indoplant
Terdiri dari 2 batang yang di isi dengan 75μg Lenovonorgestrel dengan lama
kerja 3 tahun ( Saifuddin, 2010)
2.2.2 Mekanisme kerja KB implant
Mekanisme kerja dari implan menurut BKKBN (2013) adalah :
1. Mengentalkan lendir serviks. Kadar levonorgestrel yang konstan mempunyai
efek nyata terhadap terhadap mucus serviks. Mukus tersebut menebal dan
jumlahnya menurun, yang membentuk sawar untuk penetrasi sperma.
2. Menggangu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi
Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap maturasi siklik endometrium yang
diinduksi estradiol, dan akhirnya menyebabkan atrofi. Perubahan ini dapat
mencegah implantasi sekalipun terjadi fertilisasi; meskipun demikian, tidak ada
bukti mengenai fertilisasi yang dapat dideteksi pada pengguna implan
3. Mengurangi transportasi sperma. Perubahan lendir serviks menjadi lebih kental
dan sedikit, sehingga menghambat pergerakan sperma.
4. Menekan ovulasi karena progesteron menghalangi pelepasan LH
Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap lonjakan luteinizing hormone
(LH), baik pada hipotalamus maupun hipofisis, yang penting untuk ovulasi.
2.2.3 Waktu mulai menggunakan implan
Menurut Saifuddin (2010) waktu-waktu yang tepat untuk pemasangan implan
adalah:
1. Setiap saat selama siklus haid hari ke -2 sampai hari ke-7, tidak perlu metode
kontrasepsi tambahan
2. Insersi dapat dilakukan setiap saat, dengan syarat diyakini tidak terjadi
kehamilan. Apabila insersi setelah -7 hari siklus haid, klien dianjurkan untuk
tidak melakukan hubungan seksual, atau menggunakan metode kontrasepsi lain
untuk 7 hari saja
3. Bila klien tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak
terjadi kehamilan, jangan melakukan hubungan seksual atau gunakan metode
kontrasepsi lain untuk 7 hari saja.
4. Apabila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pascapersalinan, insersi dapat
dilakukan setiap saat. Bila menyusui penuh, klien tidak perlu memakai
kontrasepsi lain.
5. Apabila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat
dilakukan setiap saat. Tetapi jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari
atau menggunakan metode kontrasepsi yang lain untuk 7 hari saja.
6. Apabila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya
dengan implan, insersi dapat dilakukan setiap saat, dengan syarat diyakini klien
tersebut tidak hamil, atau klien menggunakan kontrsepsi dengan benar.
7. Apabila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi suntik, implan dapat
diberikan pada saat jadwal kontrasepsi suntik.
8. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi nonhormonal (kecuali AKDR)
dan klien ingin menggantinya dengan implant, insersi implant dapat dilakukan
setiap saat, asal saja diyakini klien tidak hamil. Tidak perlu menunggu sampai
datangya haid berikutnya.
9. Apabila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin menggantinya
dengan implan, maka dapat diinsersikan pada saat haid hari ke-7 dan klien
dianjurkan tidak melakukan hubungan seksual selama tujuh hari atau gunakan
metode kontrasepsi lain untuk tujuh hari kedepan. AKDR segera dicabut.
10. Pasca keguguran, implan dapat segera di insersikan.
2.2.4 Efektifitas
Efektivitas Implan menurut Hartanto (2013), adalah sebagai berikut:
1. Angka kegagalan Norplant: < 1 per 100 wanita-per tahun dalam 5 tahun pertama.
Ini lebih rendah dibandingkan kontrasepsi oral, IUD dan metode barier.
2. Norplant-2 sama efektifnya seperti Norplant, untuk waktu 3 tahun pertama.
Semula di harapkan Norplant-2 juga akan efektif untuk 5 tahun, tetapi ternyata
setelah pemakaian 3 tahun terjadi kehamilan dalam jumlah besar yang tidak
diduga sebelumnya, yaitu sebesar 5- 6%. Penyebabnya belum jelas, disangka
terjadi penurunan dalam pelepasan hormonnya.
Sedangkan menurut Saifuddin, dkk (2010) efektifitas implan sangat efektif
(kegagalan 0,2 -1 kehamilan per 100 perempuan).
2.2.5 Keuntungan dan kerugian KB implan
1. Keuntungan
a) Daya guna tinggi
Kontrasepsi implan merupakan metode kontrasepsi berkesinambungan yang
aman dan sangat efektif. Efektivitas penggunaan implan sangat mendekati
efektivitas teoretis. Efektivitas 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan.
b) Perlindungan jangka panjang (sampai 3-5 tahun)
Kontrasepsi implan memberikan perlindungan jangka panjang. Masa kerja
paling pendek yaitu satu tahun pada jenis implan tertentu (contoh : uniplant)
dan masa kerja paling panjang pada jenis norplant
c) Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan
Kadar levonorgestrel yang bersirkulasi menjadi terlalu rendah untuk dapat
diukur dalam 48 jam setelah pengangkatan implan. Sebagian besar wanita
memperoleh kembali siklus ovulatorik normalnya dalam bulan pertama
setelah pengangkatan. Angka kehamilan pada tahun pertama setelah
pengangkatan sama dengan angka kehamilan pada wanita yang tidak
menggunakan metode kontrasepsi dan berusaha untuk hamil. Tidak ada efek
pada jangka panjang kesuburan di masa depan.Kembalinya kesuburan setelah
pengangkatan implan terjadi tanpa penundaan dan kehamilan berada dalam
batas-batas normal. Implan memungkinkan penentuan waktu kehamilan yang
tepat karena kembalinya ovulasi setelah pengangkatan implan demikian cepat
d) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
e) Bebas dari pengaruh estrogen.
Tidak mengandung hormon estrogen. Kontrasepsi implan mengandung
hormon progestin dosis rendah. Wanita dengan kontraindikasi hormon
estrogen, sangat tepat dalam penggunaan kontrasepsi implan.
f) Tidak mengganggu hubungan seksual
Kontrasepsi implan tidak mengganggu kegiatan sanggama, karena
diinsersikan pada bagian subdermal di bagian dalam lengan atas.
g) Tidak mengganggu produksi ASI
Implan merupakan metode yang paling baik untuk wanita menyusui. Tidak
ada efek terhadap kualitas dan kuantitas air susu ibu, dan bayi tumbuh secara
normal. Jika ibu yang baru menyusui tidak sempat nantinya (dalam tiga
bulan), implan dapat diisersikan segera Postpartum
h) Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan
(Sulistyawati, 2011)
2. Kerugian
a) Menimbulkan gangguan menstruasi, yaitu tidak mendapat menstruasi, terjadi
perdarahan bercak (spoting) dan perdarahan tidak teratur. Sejumlah perubahan
pola haid akan terjadi pada tahun pertama penggunaan, kira-kira 80%
pengguna. Perubahan tersebut meliputi perubahan pada interval antar
perdarahan, durasi dan volume aliran darah, serta spotting (bercak-bercak
perdarahan). Oligomenore dan amenore juga terjadi, tetapi tidak sering,
kurang dari 10% setelah tahun pertama. Perdarahan yang tidak teratur dan
memanjang biasanya terjadi pada tahun pertama. Walaupun terjadi jauh lebih
jarang setelah tahun kedua, masalah perdarahan dapat terjadi pada waktu
kapan pun.
b) Berat badan bertambah
Wanita yang meggunakan implan lebih sering mengeluhkan peningkatan berat
badan dibandingkan penurunan berat badan. Penilaian perubahan berat badan
pada pengguna implan dikacaukanoleh perubahan olahraga, diet, dan penuaan.
Walaupun peningkatan nafsu makan dapat dihubungkan dengan aktivitas
androgenik levonorgestrel, kadar rendah implan agaknya tidakmempunyai
dampak klinis apapun. Yang jelas, pemantauan lanjutan lima tahun pada 75
wanita yang menggunakan implan Norplant dapat menunjukkan tidak adanya
peningkatan dalam indeks masa tubuh (juga tidak ada hubungan antara
perdarahan yang tidak teratur dengan berat badan).
c) Menimbulkan acne (jerawat), ketegangan pada payudara
Jerawat, dengan atau tanpa peningkatan produksi minyak, merupakan keluhan
kulit yang paling umum di antara pengguna implan. Jerawat disebabkan oleh
aktivitas androgenik levonorgestrel yang menghasilkan suatu dampak
langsung dan juga menyebabkan penurunan dalam kadar globulin pengikat
hormon sex (SHBG, sex hormone binding globulin), menyebabkan
peningkatan kadar steroid bebas (baik levonorgestrel maupun testosteron). Hal
ini berbeda dengan kontrasepsi oral kombinasi yang mengandung
levonorgestrel, yang efek estrogen pada kadar SHBG-nya (suatu peningkatan)
menghasilkan penurunan dalam androgen bebas yang tidak berikatan. Tetapi
umum untuk keluhan jerawat mencakup pengubahan makanan, praktik
higiene kulit yang baik dengan menggunakan sabun atau pembersih kulit, dan
pemberian antibiotik topikal (misalnya larutan atau gel klindamisin 1%, atau
reitromisin topikal). Penggunaan antibiotik lokal membantu sebagian besar
pengguna untuk terus menggunakan implan.
d) Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan.
Implan harus dipasang (diinsersikan) dan diangkat melalui prosedur
pembedahan yang dilakukan oleh personel terlatih. Wanita tidak dapat
memulai atau menghentikan metode tersebut tanpa bantuan klinisi. Insiden
pengangkatan yang mengalami komplikasi adalah kira-kira 5%, suatu insiden
yang dapat dikurangi paling baik dengan cara pelatihan yang baik dan
pengalaman dalam melakukan pemasangan serta pencabutan implan.
e) Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini sesuai
dengan keinginannya, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk
pencabutan. Dibutuhkan klinisi terlatih dalam melakukan pengangkatan
implan
f) Tidak memberikan perlindungan terhadap Infeksi Menular seksual HIV/AIDS
Implan tidak diketahui memberikan perlindungan terhadap penyakit menular
seksual seperti herpes, human papiloma virus, HIV AIDS, gonore atau
clamydia. Pengguna yang berisiko menderita penyakit menular seksual harus
mempertimbangkan untuk menambahkan metode perintang (kondom) guna
mencegah infeksi (BKKBN, 2013)
g) Tidak memberikan efek protektif terhadap wanita yang pernah mengalami
terjadinya kista ovarium, maka penggunaan susuk norplant tidak memberikan
jaminan pencegahan terbentuknya kembali kista ovarium dikemudian hari
(Anggraeni dan Martini, 2011)
2.2.6 Indikasi dan kontra indikasi penggunaan implan
1. Indikasi
Indikasi kontrasepsi implant menurut Saifuddin (2010), antara lain:
a) Usia reproduksi
b) Telah memiliki anak ataupun yang belum
c) Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan menghendaki
pencegahan kehamilan jangka panjang
d) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi
e) Pasca persalinan dan tidak menyusui
f) Pasca keguguran
g) Tidak mengiginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi
h) Riwayat kehamilan ektopik
i) Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan darah, atau
anemi bulan sabit (sinckle cell)
j) Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen
k) Sering lupa menggunakan pil
2. Kontra indikasi
Kontra indikasi alat kontrasepsi Implant menurut Hartanto (2013), antara lain:
a) Hamil atau diduga hamil
b) Perdarahan traktus genetalia yang tidak diketahui penyebabnya
c) Tromboflebitis aktif atau penyakit trombo-emboli
d) Penyakit hati akut
e) Tumor hati jinak atau ganas
f) Karsinoma payudara/tersangka karsinoma payudara
g) Tumor/neoplasma ginekologik
h) Penyakit jantung, hipertensi dan diabetes militus
2.2.7 Efek Samping penggunaan Implan
Efek samping Implan menurut Handayani (2010), terdiri dari :
1. Amenorrhea
Yakinkan ibu bahwa hal itu adalah biasa, bukan merupakan efek samping yang
serius. Evaluasi untuk mengetahui apakah ada kehamilan, terutama jika terjadi
amenorrhea setelah masa siklus haid yang teratur. Jika tidak ditemui masalah,
jangan berupaya untuk merangsang perdarahan dengan kontrasepsi oral
kombinasi.
2. Perdarahan bercak (spotting) ringan
Spotting sering ditemukan terutama pada tahun pertama penggunaan. Bila tidak
ada masalah dan klien tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apapun. Bila klien
mengeluh dapat diberikan:
a) Kontrasepsi oral kombinasi (30-50 mcg EE) selama 1 siklus pertama
b) Ibuprofen (hingga 800 mg 3 kali sehari x 5 hari) Terangkan pada klien bahwa
akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis.Bila terjadi perdarahan
lebih banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil kombinasi selama 3-7 hari dan
dilanjutkan dengan satu siklus pil kombinasi.
3. Pertambahan atau kehilangan berat badan (perubahan nafsu makan)
Informasikan bahwa kenaikan/penurunan berat badan sebanyak 1-2 kg dapat saja
terjadi. Perhatikan diet klien bila perubahan BB terlalu mencolok. Bila BB
berlebihan, hentikan suntikan dan anjurkan metode kontrasepsi yang lain.
4. Ekspulsi
Cabut kapsul ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih di tempat, dan
apakah terdapat tanda-tanda infeksi daerah insersi.Bila tidak ada infeksi dan
kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat
insersi yang berbeda. Bila ada infeksi cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang
kapsul baru pada lengan yang lain atau ganti cara.
5. Infeksi pada daerah insersi
Bila infeksi tanpa nanah : bersihkan dengan sabun dan air atau antiseptik, berikan
antibiotik yang sesuai untuk 7 hari. Implan jangan dilepas dan minta klien kontrol
1 minggu lagi. Bila tidak membaik, cabut implan dan pasang yang baru dilengan
lain atau ganti cara.Bila ada abses : bersihkan dengan antiseptik, insisi dan alirkan
pus keluar, cabut implan, lakukan perawatan luka, beri antibiotika oral 7 hari.
2.2.8 Cara pemasangan dan pencabutan implant
a. Pemasangan implan
Pemasangan Implan biasanya dilakukan dibagian atas (bawah kulit) pada
lengan kiri wanita (lengan kanan bagian yang kidal ), agar tidak menggangu kegiatan.
Implan dapat dipasang pada waktu menstruasi atau setelah melahirkan oleh dokter
atau bidan yang terlatih. Sebelum pemasangan dilakukan pemeriksaan kesehatan
terlebih dahulu dan juga disuntik untuk mencegah rasa sakit. Luka bekas pemasangan
harus dijaga agar tetap bersih kering dan tidak boleh terkena air selama 5 hari.
Pemeriksaan ulang dilakukan oleh dokter seminggu setelah pemasangan. Setelah itu
setahun sekali selama pemakaian dan setelah 3-5 tahun implan harus diambil atau di
lepas, sesuai jenis implant yang digunakan (BKKBN, 2013).
Menurut Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi 2012, metode
pemasangan implant adalah sebagai berikut :
1. Persiapan klien
Walaupun kulit dan integumennya sulit untuk di sterilisasi, pencucian dan
pemberian antiseptic pada daerah pemasangan implant dapat mengurangi jumlah
mikroorhanisme di daerah kulit klien. Tindakan ini pada kenyataannya sangat
bermanfaat dalam mengurangi risiko terjadinya infeksi pada saat insersi atau
pencabutan implant. Bila prosedur pencucian dan kaidah tindakan antiseptic
dilakukan dengan benar, angka kejadian infeksi saat insersi dan pencabutan implant
akan rendah (kurang dari 1%).
2. Persiapan alat
Cek kembali alat-alat, pastikan dalam kondisi baik seperti trokar, dan skapel
yang harus tajam. Selain itu periksa semua alat dan bahan lain yang telah di sterilisasi
atau di DTT. Batang implant tersimpan dalam kemasan steril, beralas kertas dan
terlindung dari panas. Alat kontrasepsi akan tetap steril untuk 3 tahun selama tidak
rusak dan tidak di simpan di tempat yang lembab dan panas
- Meja periksa untuk berbaring klien
- Alat penyangga lengan
- Kapsul implant
- Kain penutup steril, serta mangkok untuk tempat kapsul implant
- Sarung tangan steril
- Sabun cuci tangan
- Larutan antiseptik
- Lidokain 1%
- Spuit 3 cc
- Trokar dan pendorong
- Skalpel
- Kassa steril dan kasa pembalut
- Pinset anatomis
- Bak instrument
- Plester
- Pola implant dan alat tulis (jika perlu)
- Bengkok
- Tempat sampah medis dan non medis
3. Konseling dan persetujuan tindakan medis
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek
pelayanan Keluarga Berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan
dibicarakan pada suatu kesempatan pemberian layanan. Konseling adalah cara
membantu klien memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi apa yang akan digunakan
sesuai dengan pilihan dan kepuasan klien.
Persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan kepada kelien
atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang
akan dilakuakan.

PENATALAKSANAAN UMUM
Kapsul implant dipasang tepat dibawah kulit diatas lipat siku, di daerah
medial lengan atass. Untuk tempat pemasangan kapsul, pilihlah lengan yang jarang
diguakan klien untuk beraktifitas berat.
Pertama, minta klien mencuci lengan atas dengan air dan sabun. Kemudian
usapkan dengan antiseptik dan suntik anestesi lokal. Buat insisi hanya sekedar
menembus kulit, sekitar 8 cm diatas lipat siku. Setiap kapsul dimasukkan melalui
trokar khusus nomor 10 dan dipasang tepat dibawah kulit.

PERSIAPAN PEMASANGAN
Sebelum melakukan tindakan, periksa kembali untuk memastikan apakah
klien :
- Sedang minum obat yang dapat menurunkan efektivitas implant
- Sudah mendapat anestesi lokal sebelumnya
- Alergi terhadap obat anestesi lokal atau jenis obat lainnya
1. Pastikan klien telah mencuci lengan dengan sabun dan air yang mengalir, serta
membilasnya. Pastikan tidak terdapat sisa sabun karena dapat menurunkan
efektivitas antiseptik tertentu.
2. Lapisi peyangga lengan menggunakan kain bersih.
3. Persiahkan klien berbaring dengan lengan atas yang telah disiapkan dan
ditempatkan di atas meja penyangga. Lengan atas membentuk sudut 300 terhadap
bahu dan sendi siku 900 untuk memudahkan petugas melakukan pemasangan.

Tempat pemasangan Implan


4. Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm diatas lipat siku.
5. Siapkan tempat alat-alat dan buka bungkus steril tanpa menyentuh alat-alat di
dalamnya. Untuk implant-2 plus, kapsul sudah berada di dalam trokar.
6. Buka dengan hati-hati kemasan steril implant dengan menarik kedua lapisan
pembungkus dan jatuhkan seluruh kapsul ke dalam mangkok steril.
Ingat : kapsul yang tersentuh kapas atau bahan lain akan menjadi lebih reaktif
(lebih sering menyebabkan perlekatan atau jaringan parut, karena partikel
kapas menempel pada kapsul silastik).
Bila tidak ada mangkok steril, kapsul dapat diletakkan dalam mangkok yang di
desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau baki pada tempat alat-alat. Pilihan lain
denganmembuka sebagian kemasan dan mengambil kapsul satu per satu dengan
klem steril atau DTT saat melakukan pemasangan. Jangan menyentuh bagian
dalam kemasan atau isinya kecuali dengan alat yang steril atau DTT.
Catatan : bila kapsul jatuh kelantai, kapsul tersebut telah terkontaminasi. Buka
kemasan baru dan teruskan pemasangan (jangan melakukan sterilisasi
ulang pada kapsul yang terkontaminasi).

TINDAKAN SEBELUM PEMASANGAN


1. Cuci tangan dengan mengunakan sabun dan air mengalir, dan keringkan
menggunakan kain bersih.
2. Pakai sarung tangan steril atau DTT (ganti sarung tangan untuk setiap klien guna
mencegah kontaminasi silang).
Catatan : jangan menggunakan bedak untuk menggunakan sarung tangan. Butir
butir bedak yang halus dapat terjatuh ke tempat insisi dan menyebabkan
terjadinya jaringan parut (reaksi jaringan ikat). Bila sarung tangan diberi
bedak bersihkan dengan kassa steril yang direndam dengan air steril
atau air mendidih.
3. Atur alat dan bahan-bahan sehingga mudah dicapai. Hitung kapsul untuk
memastikan jumlahnya.
4. Persiapkan tempat insisi dengan larutan antiseptic. Gunakan klem steril atau DTT
untuk memegang kassa beantiseptik (bila memegang kassa berantiseptik hanya
dengan tangan, hati-hati jangan sampai mengkontaminasi sarung tangan dengan
menyentuh kulit yang tidak steril). Mulai mengusap dari tempat yang akan
dilakukan insisi kea rah luar dengan gerakan melingkar sekitar 8-13 cm dan
biarkan kering sekitar 2 menit sebelum memulai tindakan. Hapus antiseptic yang
berlebihan bila tanda yang sudah dibuat tidak terlihat.
5. Jika ada, gunakan kain penutup yang mempunyai lubang untuk menutupi lengan.
Lubang untuk menutupi lubang harus cukup lebar untuk memaparkan tempat
yang akan di pasangkan kapsul. Dapat juga menutupi lengan dibawah tempat
pemasangan dengan kain steril.
6. Setelah memastikan tidak ada alergi terhadapa obat anastetesi lokal pada
anamnesis sebelumnya, isi spuit dengan 3 ml obat anestesi (1% lidokain tanpa
efineprin). Dosis ini sudah cukup untuk menghilangkan rasa sakit selama
memasang kapsul implant.
7. Masukkan jarum tepat di bawah kulit pada tempat insisi yangterdekat dengan
siku, kemudian lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk ke dalam
pembuluh darah. Suntikkan sedikit obat anestesi untuk membuat gelembung
kecil di bawah kulit (0,3 cc secara intrakutan), kemudian tanpa memibdahkan
jarum masukkan ke bawah kulit subdermis sekitar 4 cm. hal ini akan membuat
kulit terangkayt dari jaringan lunak dibawahnya. Kemudian tarik jarum pelan-
pelan sehingga membentuk jalur sambil menyuntikkan anestesi kedua jalur
kapusul masing-masing 1 ml membentuk huruf V. Untuk mencegah toksisitas,
dosis total tidak boleh melebihi 10 ml (10 g/l) dari 1% anestesi lokal tanpa
epinefrin.

PEMASANGAN KAPSUL
Sebelum membuat insisi, sentuh tempat insisi dengan jarum atau scalpel
untuk memastikan obat anestesi telah bekerja.
1. Pasang scalpel dengan sudut 450 buat insisi dangkal hanya untuk sekedar
menembus kulit. Jangan buat insisi yang panjang atau dalam.
2. Ingat kegunaan ke 2 tanda pada trokar, trokar harus dipegang dengan ujung yang
tajam meghadap keatas. Ada 2 tanda pada trokar, tanda 1 pada trokar dekat dengan
pangkal menunjukkan batas trokar dimasukkan ke bawah kulit sebelum
memasukan setiap kapsul. Tanda 2 dekat ujung menunjukkan batas trokar yang
harus tepat dibawah kulit setelah memasang setiap kaspsul.
3. Dengan ujung yang tajam menghadap ke atas dan pendorong di dalamnya
masukkan ujung trokar melalui luka insisi dengan sudut kecil. Mulai dari kiri atau
kanan pada pola seperti kipas. Gerakan trokar ke depan dan berhenti saat ujung
tajam seluruhnya berada dibawah kulit 2-3 mm dari akhir ujung tajam.
Memasukkan trokar jangan dengan paksaan. Jika terdapat tahanan, coba dari sudut
lainnya.
4. Untuk meletakan kapsul tepat dibawah kulit, angkat trokar ke atas sehingga kulit
terangkat. Masukkan trokar perlahan dan hati-hati kearah tanda 1 dekat pangkal.
Trokar harus cukup dangkal sehingga dapat diraba dari luar dengan jari. Trokar
harus selalu terlihat mengangkat kulit selama pemasangan. Masuknya trokar akan
lancer bila berada di bidang yang tepat dibawah kulit. Jangan menyentuh trokar
terutama bagian lubang yang akanmasuk ke bawah kulit, untuk mencegah trokar
terkontaminasi pada waktu memasukkan dan menarik keluar.
5. Saat trokar masuk sampai tanda 1, cabut pendorong dari trokar. Untuk implant-2
plus, pendorong dimasukkan (posisi panah disebelah atas) setelah tanda 1 tercapai
putar 1800 searah jarum jam hingga terbebas dari tahanan karena ujung pendorong
memasuki alur kapsul yang ada di dalam saluran trokar.
6. Masukkan kapsul oertama ke dalam trokar. Gunakan ibu jari dan telunjuk atau
pinset atau klem uuntuk mengambil kapsul dan memasukkan ke dalam trokar. Bila
kapsul di ambil dengan tangan, pastikan sarung tangan tersebut bebas dari bedak
atau partikel lain. Untuk mencegah kapsul jatuh pada waktu dimasukkan ke dalam
trokar, letakkan satu tangan dibwah kapsul untuk menangkap.
Kemudian dorong kapsul sampai seluruhnya masuk ke dalam trokar dan masukkan
kembali pendorong.Namun langkah ini tidak dilakukan pada implant-2 plus karena
kapsul sudah ada di dalam trokar.
7. Gunakan pendrorong untuk mendorong kapsul kea rah ujung trokar sampai terasa
ada tahanan, tapi jangan mendorong dengan paksa (akan terasa tahanan pada saat
sekitar setengah bagian pendorong masuk ke dalam trokar). Untuk implant-2 plus,
setelah pendorong masuk jalur kapsul, maka dorong kapsul hingga terasa tahanan.
8. Tahan pendorong dengan erat di tempatnya dengan satu tangan unntuk
menstabilkan. Tarik tabung trokar dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk kea
rah luka insisi sampai tand a2 muncul di tepi luka insisi dan pangkalnya
menyentuh pegangan pendorong. Hal penti g pada langkah ini adalah menjaga
pendorong tetap ditempatnya dan tidak mendorong kapsul ke jaringan. Untuk
implant-2 plus, pangkal trokar tidak akan mencapai pangkal pendorong karena
akan tertahan ditengan karena terhalang oleh ujung pendorong yang belum
memperoleh akses ke kapsul kedua.
9. Saat pangkal trokar menyentuh pegangan pendorong, tanda 2 hsrud terlihat di tepi
luka insisi dan kapsul saat itu keluar dari trokar tepat dibawah kulit. Raba ujung
kapsul dengan jari untuk memastikan kapsul sudah keluar seluruhnya dari trokar.
Catatan : Pengasah trokar yang berulang akan memendekkan trokar sehingga
mengurangi jarak ke tanda 2. Karena itu saat memakai trokar yang
diasah, jangan menarik trokar terlalu jaun ke belakang karena kaan
keluar dari tepi luka insisi. Hal yang penting adalah kapsul bebas dari
ujung trokar untuk menghindari terpotongnya kapsul saat trokar
digerakkan untuk memasang kapsul berikutnya.
10. Tanpa mengeluarkan seluruh trokar, putar ujung dari trokar kearah lateral kanan
dan kembalikan lagi ke posisi semula untuk memastikan kapsul pertama bebas.
Selanjutnya geser trokar sekitar 15-250. Untuk melakukannya, mula-mula
fiksasi kapsul pertama dengan jari telunjuk dan masukkan kembali trokar pelan-
pelan sepanjang sisi jari telunjuk tersebut sampai tanda 1. Hal ini akan
memastikan jarak yang tepat antara kapsul dan mencegah trokar menusuk
kapsul yang dipasang sebelumnya.
11. Bila tanda 1 sudah tercapai, masukkan kapsul berikutnya ke dalam trokar dan
laukan seperti ebelumnya sampai seluruh kapsul terpasang. Untuk implant-2
plus, kapsul kedua ditempatkan setelah trokar di dorong kembali mengikuti
kaki V sebelah hingga tanda 1, kemudian pendorong di putar 1800 berlawanan
dengan jarumjam hingga ujungnya mencapai pangkal kapsul kedua dan trokar
ditarik kembali kea rah pangkal pendorong.
12. Pada pemasangan kapsul berikutnya, untuk mengurangi risiko infeksi atau
ekspulsi pastikan bahwa ujung kapsul yan terdekat kurang lebih 5 mm dari tepi
luka insisi. Kapsul harus membentuk pola huruf dengan sudut sekitar 300
sehingga antara kapsul 1 dan 2 tidak berjauhan. Bila sebuah kapsul keluar atau
terlalu dekat dengan luka insisi, harus di cabut dengan hati-hati dan di pasang
kembali di tempat yang tepat.
13. Sebelum mencabut trokar, raba kapsul untuk memastikan semua kapsul telah
terpasang.
14. Setelah kapsul terpasang semuanya dan posisi setiap kapsul sudah diperiksa,
keluarkan trokar pelan-pelan. Tekan tempat insisi denga jari menggunakan kasa
selama 1 menit untuk menghentikan perdarahan. Bersihkan tempat pemasangan
dengan kasa berantiseptik.

TINDAKAN SETELAH PEMASANGAN KAPSUL


2.1.1. Menutup luka insisi
- Temukan tepi kedua insisi dan gunakan band aid atau plester dengan kasa steril
untuk menutup luka insisi. Luka insisi tidak perlu dijahit karena dapat
menimbulkan jaringan parut.
- Periksa adanya perdarahan, tutup daerah pemasangan dengan kassa pembalut
untuk hemostasis dan mengurangi memar (perdarahan subkutan).
2.1.2. Perawatan klien
- Buat catatan pada rekam medik tempat pemasangan kapsul dan kejadian tidak
umum yang mungkin terjadi selama pemasangan, gambar sederhana yang
menunjukkan kira-kira tempat pemasangan kapsul pada klien akan sangat
membantu.
- Amati klien kurang lebih 15 sampai 20 menit untuk kemungkinan perdarahan
dari luka insisi atau efek lain sebelum memulangkan pasien. Beri petunjuk
untuk perawatan luka insisi setelah pemasangan, jika bias diberikan secara
tertulis.
b. Cara pencabutan implant
Metode pencabutan untuk implant norplan, jadena, indoplan, maupun
implanon sama hanya berbeda jumlah kapsul yang terpasang. Ada beberapa metode
pencabutan implant, diantaranya metode standar, pop out, dan teknik “U”. Metode
standar pencabutan menggunakan klem mosquito atau crille untuk jepit kapsul telah
digunakan sejak awal 1980an. Sejak itu telah banyak dilaporkan modifikasi dari
modifikasi standar pencabutan, misalanya metode pop out. Dibandingkan dengan
pemasangan, pencabutan lebih memerlukan kesabaran dan keahlian. Selain itu
pemasangan yang tidak baik (misalnya terlalu dalam atau tidak menggunakan pola)
menyebabkan pencabutan dengan metode apapun akan memakan waktu yang lama
dan lebih banyak perdarahan dibandingkan pemasangan. Metode lainnya ialah teknik
“U”. Perbedaan yang besar antara teknik “U” dan standar adalah posisi dari insisi
kulit dan pemakaian klem pemegang implant (modifikasi klem yang digunakan untuk
vasektomi tanpa pisau dengan diameter ujung klem diperkecil dari 3,5 menjadi 2,2
mm (Saifuddin, dkk, 2010).
Langkah-langkah pencabutan implant, sebagai berikut:
1. Tentukan posisi implan dengan palpasi. Lakukan desinfeksi di daerah tindakan
dan sekitarnya. Lakukan anastesi local pada tempat insersi dengan bentuk seperti
kipas dengan cairan pembius local.
2. Lakukan sayatan 2-3 mm, agar luka tidak perlu dijahit dan mengurangi
kemungkinan infeksi.
3. Tekan Implan dengan jari kea rah sayatan, setelah ujung tampak, jepit dengan
pean dan tarik keluar.
4. Bersihkan implan dari jaringan yang menutupi ujungnya dengan menggunakan
scalpel.
5. Jepit ujung implan yang telah bersih dengan pean yang lain. Tarik keluar implan
perlahan-lahan sampai terlepas seluruhnya. Lakukan hal yang sama sampai semua
implan dikeluarkan. Rapatkan luka, tutup dengan plester, kasa steril dan balut
dengan perban.
Kadang-kadang kapsul tidak bisa dicabut semuanya apada kunjungan
pertama. Jangan paksakan untuk mencabut kapsul yang sulit dicabut. Aturan yang
umum adalah bila seluruh kapusl tidak bisa dicabut dalam waktu 20 – 30 menit atau
klien tampak gelisah maka cara terbaik adalah menghentikan pencabutan,
memulangkan klien dan meminta datang kembali bila luka insisi sudah benar-benar
sembuh (sekitar 4 – 6 minggu). Biasnya kapsul yang tersisa tersebut akan teraba dan
dapat dicabut pada kunjungan kedua. Bila klien tidak ingin hamil, harus diberi
metode kontrasepsi pengaman untuk dipakai selama menunggu pencabutan kapsul
yang tersisa (Saifuddin, dkk, 2011).
Cara menentukan kapsul yang tidak bisa diraba akibat pemasangan yang
terlalu dalam yaitu dengan sinar X dan ultrasound. Dengan menggunakan bahan
radiopaque untuk memberi tanda pada tempat insisi, maka kapsul yang juga
radiopaque biasanya dapat ditentukan dengan sinar X (pasang pada 50 – 55 kilovolts
dan 4 – 5 miliamper, dengan waktu pemaparan 0,03 detik). Keadalamannya tidak
dapat ditentukan dengan sinar X, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk memastikan lokasi kapsul. Dengan ultrasound, bayangan yang ditimbulkan
oleh kapsul dapat ditentukan (contohnya suatu bayangan dengan daerah yang tidak
ada echo akan tampak dibawah masing-masing kapsul). Penyetelan khusus (posisi
probe ultrasound) mungkin diperlukan untuk memusatkan gambar pada ultrasound
(Saifuddin, dkk, 2010).
Pencabutan akan lebih sulit bila kapsul terputus pada waktu berusaha
mengeluarkannya. Sekali kapsul putus, kemungkinan akan putus lagi setiap
melakukan jepitan dengan klem. Kadang-kadang diperlukan insisi baru di ujung atas
kapsul (dekat bahu) pada pencabutan kapsul yang sudah putus sehingga sisa kapsul
tersebut dapat dicabut (Saifuddin, dkk, 2010).
2.2.9 Perawatan luka pasca pemasangan/pencabutan implant di rumah
Menurut Saifuddin, dkk (2010), beberapa instruksi yang diberikan kepada
klien untuk perawatan luka pasca pemasangan/pencabutan impant di rumah anatara
lain:
1. Beri tahu klien mungkin akan timbul memar, pembengkakan dan kulit
kemerahan pada daerah pencabutan selama beberapa hari, keadaan ini normal.
2. Jaga luka insisi tetap kering dan bersih paling sedikit selama 48 jam (dapat
terjadi infeksi bila luka insisi basah pada waktu mandi).
3. Bila memakai pembalut tekan jangan dibuka selama 48 jam dan band aid
boleh dibuka setelah luka insisi sembuh (biasanya 3 – 5 hari).
4. Klien dapat segera melakukan pekerjaan rutin. Hindari benturan atau tekanan
pada tempat insisi dan mengangkat beban yang berat.
5. Setelah sembuh, luka insisi boleh dicuci dan disentuh dengan tekanan normal.
6. Segera kembali ke klinik bila terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam,
radang kemerahan, dan panas) pada tempat insisi atau sakit di lengan selama
beberapa hari.
7. Beritahu klien kapan kembali ke klinik untuk perawatan tindak lanjut, bila
diperlukan. Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami
masalah. Jawab semua pertanyaan klien.
8. Beritahu klien bahwa jaringan ikat di lengan (alur bekas tempat kapsul)
mungkin masih tetap terasa dan akan menghilang setelah beberapa bulan
kemudian.
2.2.10 Jadwal Kunjungan Implan
Jadwal kunjungan kembali ke klinik menurut Anggraini (2011), klien tidak
perlu kembali ke klinik, kecuali ada masalah kesehatan atau klien ingin mencabut
implan. Klien dianjurkan kembali ke klinik tempat Implan dipasang bila ditemukan
hal-hal sebagai berikut:
1. Amenorea yang disertai nyeri perut bagian bawah
2. Perdarahan yang banyak dari kemaluan
3. Rasa nyeri pada lengan
4. Luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah
5. Ekspulsi dari batang Implan
6. Sakit kepala hebat atau penglihatan kabur
7. Nyeri dada hebat
8. Dugaan adanya kehamilan
Menurut Proverawati, dkk (2010), jadwal kontrol ulang setelah pemasangan
KB Implan yaitu 3 hari, 1 minggu atau sewaktu-waktu bila ada keluhan.
2.3 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Pemasangan Kontrasepsi
2.3.1 Pengkajian
1. Data Subyektif
- Identitas
a. Umur
Kontrasepsi implan dapat digunakan oleh semua wanita usia reproduksi. Hal ini
sangat terkait dengan tujuan penggunaan kontrasepsi, seperti menunda
kehamilan (usia <20 tahun), mengatur/ menjarangkan kehamilan (20-35 tahun),
dan mengakhiri kehamilan/ tidak ingin hamil lagi (usia >35 tahun). Yang bisa
menggunakan kontrasepsi implan adalah wanita usia reproduktif (Saifuddin,
dkk, 2010).
b. Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian di Kenya tingkat pendidikan ibu dengan
pemakaian kontrasepsi modern mempunyai hubungan yang signifikan. Ibu
dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memilih menggunakan metode
kontrasepsi modern dengan efektifitas yang lebih tinggi (Copollo, 2011).
Menurut Rifa’i (2013) menyatakan bahwa pengetahuan, pendidikan, dan
ketersedian alat kontrasepsi berhubungan dengan pemakaian alat KB pada PUS.
Pendidikan berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi pada PUS karena
rendahnya pendidikan PUS menjadikan kontrasepsi kurang diminati, hal ini
berdampak pada banyaknya anak yang dilahirkan dengan jarak persalinan yang
dekat.
c. Pekerjaan
Banyak penelitian menemukan bahwa perempuan yang bekerja dan ikut
berpartisipasi dalam menyumbang sumber perekonomian keluarga cenderung
lebih mengatur kesuburannya, dengan memiliki satu anak atau bahkan tidak
sama sekali, persaingan dalam karir dan pekerjaan bahkan kebijakan dari
tempat kerja membuat mereka memilih untuk tidak mempunyai anak, sehingga
mereka harus memilih kontrasepsi yang paling efektif dan berlangsung dalam
waktu yang lama (Mosha dan Ruben, 2013).
2. Alasan kunjungan
Pada data kunjungan sebagai akseptor kb implan menurut Saifuddin, dkk
(2010) banyak didapatkan alasan yaitu membutuhkan tindakan pembedahan
minor untuk insersi/pemasangan dan/atau pencabutan implant
3. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya dirasakan akseptor adalah efek samping dan
atau tanda bahaya implan. Menurut (Saifuddin, dkk, 2010) efek samping dari
pemasangan implan adalah :
a) Nyeri Kepala
b) Peningkatan/ penurunan berat badan
c) Nyeri payudara
d) Perasaan Mual
e) Pening/pusing kepala
f) Perubahan Perasaan (mood swing) atau kegelisahan (nervousness)
g) Terdapat gangguan pola haid
Tanda bahaya mplan menurut (Saifuddin, dkk, 2010) adalah :
a) Perdarahan yang banyak dari kemaluan
b) Rasa nyeri pada lengan
c) Luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah
d) Ekspulsi batang implan
e) Sakit kepal hebat
f) Nyeri dada hebat
g) Dugaan kehamilan
4. Riwayat menstruasi
Pada akseptor kontrasepsi implan, siklus mestruasi biasanya tidak teratur.
Terutama pada 6 sampai 12 bulan pertama. Beberapa perempuan biasanya
akan mengalami berhentinya haid sama sekali (Saifuddin, dkk, 2010).
5. Riwayat riwayat obstetri yang lalu
Kontrasepsi jangka panjang implan biasanya digunakan oleh ibu nulipara/
multipara, pasca melahirkan atau pasca abortus tanpa disertai infeksi, sedang
atau tidak menyusui
6. Riwayat kontrasepsi
Hal ini penting untuk mengetahui penggunaan kontrasepsi apa saja yang
pernah digunakan, lama pemakaian, keluhan/ efek samping/ komplikasi yang
pernah dialami, serta alasan mengganti cara (bagi klien akseptor lama yang
ingin ganti cara kontrasepsi).
7. Riwayat kesehatan ibu
Kontrasepsi implan tidak dapat digunakan pada ibu dengan hipertensi, tumor,
kanker, varises, jantung, stroke, DM, penyakit liver, malaria, tiroid, epilepsy,
nonpelvik TBC, dan perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
(Saifuddin, dkk, 2010).
8. Riwayat psikososial
Penggunaan kontrasepsi perlu didiskusikan bersama suami karena
berhubungan dengan fungsi kesuburan. Perempuan akseptor KB merasa lebih
nyaman ketika keputusan KB diputuskan secara mufakat antara pasangan
(Kohan dkk, 2012). Alasan pada wanita usia 15 – 49 tahun yang tidak
menggunakan KB di Turkey adalah karena tidak mendapat persetujuan
sehingga tidak didukung oleh suami. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut
sejalan dengan penelitian Aryanti di Kabupaten Lombok Timur dari beberapa
faktor yang mempengaruhi wanita usia dini menggunakan KB hanya faktor
dukungan suami yang mempunyai pengaruh 100% (Aryanti, 2014).
9. Data fungsional kesehatan
a) Nutrisi
Kontrasepsi implan mengandung progesterone dapat menyebabkan
perubahan nafsu makan, bisa menurun ataupun meningkat. Nafsu makan
yang turun disebabkan oleh efek mual, sedangkan nafsu makan yang
meningkat karena progesterone dapat merangsang pusat pengendali nafsu
makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak
dari biasanya (Wiknjosastro, dkk, 2010).
b) Aktivitas
Akseptor kb implant harus menghindari pekerjaan berat atau mengangkat
benda-benda berat selama 1 minggu setelah pemasangan, karena dapat
mengakibatkan bekas robekan untuk memasukkan implant terbuka dan
implant ekspulsi.Pekerjaan rutin harian tetap dikerjakan, namun hindari
benturan, gesekan, atau penekanan pada daerah insersi (Saifuddin, dkk,
2010).
1) Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : compos mentis
- Antropometri : Berat badan diukur karena efek samping dari
implant adanya kenaikan/penurunan berat badan.
- Tanda Vital
Tekanan darah : normalnya 100/70 – 120/80 mmHg. Yang boleh
menggunakan implant apabila tekanan darah <
180/110 mmHg (Saifuddin, dkk, 2010)
Nadi : normalnya 60 – 100 kali/menit, jika < 60 atau > 100
x/menit dikhawatirkan ada masalah jantung atau
infeksi, sebaiknya jangan menggunakan implant
(Saifuddin, dkk, 2010)
Suhu : normalnya 36 – 37ºC (jika > 38ºC menandakan
adanya infeksi, sebaiknya tidak menggunakan
implant karena dikhawatirkan sulit dibedakan
antara tanda infeksi akibat pemasangan implant atau
akibat infeksi lainnya)
2. Pemeriksaan fisik
 Wajah
Tidak pucat dan tidak oedema. Konjungtiva merah muda, sklera putih.
Bibir lembab dan tidak pucat. Ibu dengan anemia bulan sabit dan defisiensi
fe masih dapat menggunakan kontrasepsi implant (Saifuddin, dkk, 2010)
 Payudara
Ada atau tidak ada benjolan abnormal. Salah satu kontraindikasi implant
adalah kanker payudara (Saifuddin, dkk, 2010).
 Abdomen
Teraba massa atau tidak. Kontraindikasi implant diantaranya hamil dan
adanya tumor/neoplasma genokologik dan hati (Saifuddin, dkk, 2010).
 Ekstremitas
Tidak terdapat oedema pada ekstremitas bagian atas maupun bagian bawah.
Adanya edema pada ekstremitas atas dan bawah menandakan masalah pada
sistem peredarah darah ataupun ginjal. Penyakit ginjal dapat bertambah
parah jika disertai dengan hipertensi atau diabetes melitus. Ibu dengan
penyakit intolerasi glukosa atau diabetes melitus merupakan kontraindikasi
pemakaian implant (Saifuddin, dkk, 20110).
2.3.2 Identifikasi diagnosis dan masalah
 Diagnosis
PAPAh akseptor KB implant
 Masalah yang mungkin terjadi :
h) Infeksi
i) Nyeri Kepala
j) Peningkatan/ penurunan berat badan
k) Nyeri payudara
l) Perasaan Mual
m) Pening/pusing kepala
n) Perubahan Perasaan (mood swing) atau kegelisahan (nervousness)
o) Terdapat gangguan pola haid (Saifuddin, dkk, 2010).
2.3.3 Identifikasi diagnosis dan masalah potensial
 Diagnosa potensial : -
 Masalah potensial : ekspulsi batang implant, infeksi (Saifuddin, dkk,
2010)
2.3.4 Identifikasi kebutuhan tindakan segera
Kolaborasi dengan dr. SpOG untuk penatalaksanaan dan pemberian terapi
untuk infeksi pasca pemasangan/pencabutan.
2.3.5 Perencanaan
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
R/ Informasi yang jelas akan mengoptimalkan asuhan yang diberikan
2. Berikan KIE tentang penatalaksanaan pemasangan/pencabutan implan
R/ dengan pemberian KIE ibu menjadi lebih tenang dalam menghadapi
keadaannya saat ini
3. Berikan KIE pada ibu menganai keuntungan, kerugian, serta efek samping
dari penggunaan kontrasepsi Implan
R/ dengan memberikan KIE pada ibu, maka ibu akan menjadi lebih tenang
dalam pengambilan keputusan
4. Lakukan informed consent
R/ informed consent merupakan informasi dan bukti persetujuan tindakan
yang akan dilakukan
5. Lakukan prosedur pelepasan atau pemasangan implant
R/ ibu mendapat asuhan kebidanan yang diinginkan
6. Lakukan konseling pasca pemasangan atau pelepasan implant
R/ ibu mengerti yang harus dilakukan setelah mendapat asuhan kontrasepsi
7. Anjurkan untuk kontrol 1 minggu atau sewaktu-waktu jika ada keluhan
R/ kontrol sesering mungkin akan memudahkan petugas untuk
mengevaluasi luka insisi pemasangan implant
2.3.6 Implementasi
Melakukan asuhan sesuai kebidanan sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat.
2.3.7 Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan, apakah telah
sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Selain itu juga memantau kemajuan
dan kesejahteraan ibu terhadap dari asuhan yang telah diberikan
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Y., dan Martini. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta :


Rohima Press.
Aryanti, H. 2014. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi
pada wanita kawin usia dini di kecamatan aikmel kabupaten Lombok Timur.
Tesis. Denpasar. Universitas Udayana
BKKBN. 2012. Angka Pemakaian Kontrasepsi Nasional. Diakses dari
http://bkkbn.go.id/kependudukan/survey/ pada 7 Mei 2018.
BKKBN. 2013. Pemantauan Pasangan Usia Subur Melalui Mini Survei Indonesia.
Jakarta: BKKBN.
BKKBN. 2014. Kebijkan dan Strategi Akselerasi Program Kependudukan, KB dan
Pembangunan Keluarga TA. 2014. Jakarta: BKKBN
BKKBN. 2015. Profil Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta:
BKKBN.
Copollo, D. A. 2011. "Modernization and Contraception in Kenya from 1998 to
2008-2009" (dissertation). Texas. University of Texas at Arlington
Dewi, Sunarsih. 2011. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba.
Hartanto, Hanafi. 2013. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.
Jacobstein, R., & Polis, C. B. 2014. Progestin-only contraception: injectables and
Implants. Best Practice & Research. Clinical Obstetrics & Gynaecology.
Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.

Mosha, I. H., dan Ruben, R. 2013. Communication , knowledge , social network and
family planning utilization among couples in Mwanza , Tanzania. African
Journal of Reproductive Health
Noviawati, 2009. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Proverawati, A. dkk. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha
Medika
Rifa’I, A. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat
Kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur di Wilayah Puskesmas Bahu
Kabupaten Gorontalo (Prosiding Seminar Nasional Kependudukan). Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Jember
Saiffudin, AB. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sulistyawati, Ari. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta : Salemba Medika.
Wiknjosastro, H., dkk. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Yulianti, F. 2013. Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana. Kebidanan DIII UMP.
Yuhaedi, T.L., dan Kurniawati, T. 2013. Buku Ajar Kependudukan dan Pelayanan
KB. Jakarta: EGC.

Vous aimerez peut-être aussi