Vous êtes sur la page 1sur 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh
luar, baik pengaruh fisik maupun kimia. Kulit merupakan sawar fisiologik yang
penting karena ia mampu manahan penembusan bahan gas, cair maupun padat baik
yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun dari komponen organisme.
Meskipun kulit relatif permeable terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam
keadaan-keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan
berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik, baik yang
bersifat setempat maupun sistemik (Yusriadi, 2014).
Kulit memiliki fungsi sebagai ; perlindungan awal dari tubuh dengan
lingkungan luar tubuh, melindungi jaringan yang lebih dalam dari kerusakan fisik,
kimia, dan mencegah masuknya mikroorganisme, melindungi tubuh dari
kehilangan cairan tubuh dengan mencegah, penguapan air yang berlebihan,
bertindak sebagai pengatur panas, tempat penyimpanan pro vitamin d dan
pembentukan vitamin D, merupakan salah satu organ ekskresi, yaitu melalui
keringat, sebagai organ pengindra, sebagai tempat pembentukan kolagen.
Kulit, organ terbesar dalam tubuh manusia, terdiri dari dua lapisan: epidermis
dan dermis. Di bawah dermis terletak subkutan, yang sebagian besar terdiri dari sel
lemak. Epidermis membentuk lapisan luar. Di dasar lapisan ini, sel-sel terus
menerus terbagi, membentuk sel-sel baru. Dermis membentuk lapisan di bawah
epidermis dan lebih tebal dari epidermis. Dermis terutama terdiri dari serat kolagen
dan elastin. Hal ini juga berisi pembuluh darah, saraf, organ-organ sensorik,
kelenjar sebaceous, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Subkutan, lapisan ini
terletak di bawah dermis dan terdiri dari sel-sel lemak (Shai, A., dkk., 2009).
Pada molekul yang dapat diserap, derajat penembusan dapat diubah dengan
menggunakan bahan pembawa yang sesuai, dengan komposisi yang dapat
mendorong pelepasan zat aktif sedemikian agar dapat mencapai jaringan tempat ia
menunjukkan aksi teraupetiknya (Yusriadi, 2014).

1
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai anatomi fisiologi kulit ;
pembuluh darah yang melewati tiap lapisan kulit ; komponen dan
karakteristik tiap lapisan kulit ; faktor yang mempengaruhi liberasi, disolusi,
serta absorbsi obat ; evaluasi biofarmasetika sediaan ; dan kondisi yang
memungkinkan dan tidak memungkinkan untuk digunakan sediaan topikal.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi kulit
2. Mengetahui dan memahami pembuluh darah yang melewati tiap lapisan
kulit
3. Mengetahui dan memahami komponen dan karakteristik tiap lapisan kulit
4. Mengetahui dan memahami faktor yang mempengaruhi liberasi, disolusi,
serta absorbsi obat
5. Mengetahui dan memahami evaluasi biofarmasetika sediaan
6. Mengetahui dan memahami kondisi yang memungkinkan dan tidak
memungkinkan untuk digunakan sediaan topikal

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kulit


Menurut Anonim, (2011), anatomi dan fisiologi kulit adalah sebagai berikut:
2.1.1 Struktur Kulit
1. Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,
2. Kulit jangat (dermis, korium atau kutis), dan
3. Jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau
subkutis)

Sumber : Shai, A., dkk., 2009


2.1.2 Fisiologi Kulit
Menurut Anonim, (2011), fisiologi kulit berdasarkan anatominya, terbagi atas
3 lapisan yaitu :
a) Kulit Ari (epidermis)
Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis
memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes
melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.
 Lapisan tanduk (stratum corneum),
Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup,
menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan
memperbaiki diri.

3
 Lapisan bening (stratum lucidum)
Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil kecil, tipis
dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembuscahaya).
Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses
keratinisasi bermula dari lapisan bening.
 Lapisan berbutir (stratum granulosum)
tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung
butir-butir dalam protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut.
Lapisan ini paling jelas pada kulit telapak tangan dan kaki.
 Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang berguna untuk
peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin.
 Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis
dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel
tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells,
melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.
b) Kulit Jangat (dermis)
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat, memungkinkan
membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf perasa
memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit,
sentuhan, tekanan, panas, dan dingin.
 Kelenjar keringat
Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa
pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan
jasmani, emosi dan obat-obat tertentu.
 Kelenjar palit
pada kulit kepala, kelenjar palit menghasilkan minyak untuk melumasi
rambut dan kulit Kepala.

4
c) Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan
bagi organorgan tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai
cadangan makanan.

2.2 Pembuluh Darah Yang Melewati Tiap Lapisan Kulit


Menurut Elizabeth J., Corwin, (1975), pembuluh darah yang berada di tiap
lapisan kulit :
a) Epidermis
Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah.
b) Dermis
Diseluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensorik dan simpatis,
pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat dan palit (sebasea).
Pembuluh darah didermis menyuplai makanan dan oksigen dermis dan
epidermis, dan membuang produk sisa.
Pembuluh darah di dermis. Fungsi utama darah adalah untuk mengangkut
nutrisi dan oksigen ke setiap organ dalam tubuh, termasuk kulit, dan untuk
menghilangkan produk-produk limbah dan karbon dioksida yang dihasilkan
dalam berbagai sel tubuh. Perhatikan bahwa tidak ada pembuluh darah di
epidermis. epidermis menerima nutrisi dan oksigen langsung dari dermis,
yang kaya dengan pembuluh darah (Avi Shai, 2009).
Dalam dermis, pembuluh darah (kelanjutan dari pembuluh darah yang lebih
besar lebih dalam tubuh) cabang yang kecil dan pembuluh darah yang lebih
kecil yang menutupi seluruh area kulit. Pelebaran dan penyempitan (dilatasi
dan penyempitan) pembuluh darah terjadi sebagai respon terhadap
perubahan suhu, untuk membentuk suatu mekanisme penting untuk
mengendalikan suhu tubuh. Dilatasi hasil pembuluh darah dalam kulit
menjadi merah jambu, atau bahkan merah seperti merona atau ketika suhu
naik (Avi Shai, 2009).

5
2.3 Komponen dan Karakteristik Tiap Lapisan Kulit
Menurut Anonim, (2011), komponen dan karakteristik tiap lapisan kulit
adalah sebagai berikut :
a) Epidermis
Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis
memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes
melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada epidermis
dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :
 Lapisan tanduk (stratum corneum),
Lapisan tanduk sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang
tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia,
dikenal dengan lapisan horny. Lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih
yang mudah terlepas dan digantikan sel baru setiap 4 minggu, karena usia
setiap sel biasanya 28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit terasa sedikit
kasar.
 Lapisan bening (stratum lucidum)
Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat
di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk
dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel
jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati
sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan
dan telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.
 Lapisan berbutir (stratum granulosum)
Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit
berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir dalam protoplasmanya,
berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini paling jelas pada kulit
telapak tangan dan kaki.
 Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri
atas sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-
jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling

6
berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-
filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju
normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel berkisar antara bulat
ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit makin
besar ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang
berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran
butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak
yang berada dalam salah satu tahap mitosis. Kesatuan-kesatuan lapisan taju
mempunyai susunan kimiawi yang khas; inti-inti sel dalam bagian basal
lapis taju mengandung kolesterol, asam amino dan glutation.
 Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan
lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder)
dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis.

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Liberasi, Disolusi, Serta Absorbsi Obat


Menurut M.T Simanjuntak (2006), berbagai faktor yang mempengaruhi
proses LDA obat pada pemberian secara perkutan
a. Penyerapan (Absorbsi)
Sampai saat ini secara keseluruhan dari proses penyerapan secara perkutan obat,
belum diketahui. Kajian yang telah dilakukan hanya terbatas pada faktor-faktor
yang dapat mengubah ketersediaan hayati zat aktif yang terdapat dalam sediaan
yang dioleskan pada kulit, seperti :
 Lokalisasi Sawar (Barrier)
Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik yang dapat
mencegah masuknya bahan-bahan kimia dan hal ini terutama disebabkan
oleh adanya lapisan tipis lipida pada permukaan, lapisan tanduk dan lapisan
epidermis malfigi. Pada daerah ini, ditemukan juga suatu celah yang
berhubungan langsung dengan kulit bagian dalam yang dibentuk oleh
kelenjar sebasea yang membatasi bagian luar dan cairan ekstraselular, yang

7
juga merupakan sawar tapi kurang efektif, yang terdiri dari sebum dan
deretan sel-sel germinatif.
Peranan lapisan lipids yang tipis dan tidak beraturan pada permukaan kulit
(0,4 - 4 μ m) terhadap proses penyerapan (absorpsi) dapat diabaikan.
Peniadaan dari lapisan tersebut oleh eter, alkohol atau sabun-sabun tertentu
tidak akan mengubah secara nyata permeabilitas kulit (Tregear, R, T. thn
1966), keadaan yang sama juga terjadi setelah pengolesan pada permukaan
kulit yang mempunyai sebum setebal 30 μm (Eligman, A, M. thn 1963).
Lapisan lipida dapat ditembus senyawa-senyawa lipofilik dengan cara difusi
dan adanya kolesterol menyebabkan senyawa yang larut dalam air dapat
teremulsi. Sawar (barrier) kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk
(stratum corneum), namun demikian pada cuplikan lapisan tanduk (stratum
corneum) terpisah, juga mempunyai permeabilitas yang sangat rendah dan
kepekaan yang sama seperti kulit utuh (Sprott W, E,. thn 1965 dan
Scheuplein R, J,. dkk, thn 1669). Lapisan tanduk berperan melindungi kulit
(TregearR, T, thn 1966; Blank I. H, dkk, thn1969). Deretan sel-sel pada
lapisan tanduk saling berikatandengan kohesi yang sangat kuat dan
merupakan pelindung kulit yang paling efisien. Sesudahpenghilangan
lapisan tanduk (stratum corneum), impermeabilitas kulit dipengaruhi oleh
regenerasi sel; dalam 2 (dua) atau 3(tiga) hari meskipun ketebalan lapisan
tanduk (stratum corneum) yang terbentuk masih sangat tipis, namun lapisan
tersebut telah mempunyaikapasitas perlindungan yang mendekati sempurna
(Matoltsy A, G, dkk, thn 1962; Monash S,dkk, thn 1963).
Dengan demikian epidermis mempunyai 2 (dua) jenis pelindung, yang
pertama adalah pelindung sawar spesifik yang terletak pada lapisan tanduk
(stratum corneum) yang salah satu elemennya berasal dari kulit dan bersifat
impermeabel, dan pelindung yang kedua terletak di sub-junction dan kurang
efektif, dibentuk oleh epidermis hidup yang permeabilitasnya dapat
disamakan dengan membran biologis lainnya. Pada sebagian besar kasus,
proses pergantian kulit diatur oleh lapisan tanduk (stratum corneum) yang
impermeabel dan akan membentuk suatu pelindung terbatas.

8
 Jalur Penembusan (Absorbsi)
Penembusan = penetrasi = absorbsi perkutan, terdiri dari pemindahan obat
dari permukaan kulit ke stratum corneum, dibawah pengaruh gradien
konsentrasi, dan berikutnya difusi obat melalui stratum corneum yang
terletak dibawah epidermis, melewati dermis dan masuk kedalam mikro
sirkulasi.
Jumlah total daya difusi (Rkulit) untuk penembusan melalui kulit dijelaskan
oleh Chen sbb :
R = Rsc + Re + Rpd
Dimana :
R = Daya difusi
sc = stratum corneum
E = epidermis
pd = lapisan papilla dari dermis
Kulit, karena sifat impermeabilitasnya maka hanya dapat dilalui oleh
sejumlah senyawa kimia dalam jumlah yang sedikit. Penembusan molekul dari luar
ke bagian dalam kulit secara nyata dapat terjadi, baik secara difusi melalui lapisan
tanduk (stratum corneum) maupun secaradifusi melalui kelenjar sudoripori atau
organ pilosebasea.
 Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan
Surfaktan amonik dan kationik juga tertahan di lapisan tanduk atau rambut
(Scott G. V, dkk, thn 1669), adanya muatan ion mempakan penyebab
terjadinya pembentukan ikatan ionik dengan protein dari keratin (Idson B,
J, thn 1967). Intensitas penahanan akan berbanding lurus dengan ukuran dan
muatan kation atau anion. Akibat pengikatan ini maka umumnya surfaktan
dengan konsentrasi tinggi akan merusak struktur lapisan tanduk (Scheuplein
R, J, dkk, thn 1970), menyebabkan peningkatan kehilangan air dan terjadi
suatu iritasi yang bermakna. Pada konsentrasi surfaktan yang rendah terjadi
keadaan sebaliknya, ikatan sediaan kosmetika tertentu dengan lipida akan
mempermudah penyerapan sediaan ini pada lapisan tanduk dan dengan
demikian meningkatkan kerja pelembutan kulit (Idson B, J, thn 1967).

9
Penahanan senyawa pada lapisan tanduk akan mengurangi resiko keracunan
karena akan mencegah terjadinya penyerapan sistemik. Lapisan tanduk
(stratum corneum) bukan merupakan satu satunya penyebab terjadinva
fenomena penahanan senyawa pada kulit; dalam hal tertentu dermis
berperanan sebagai depo.
b. Faktor fisiologik yang mempengaruhi penyerapan perkutan
 Keadaan dan Umur Kulit
Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang efektif dan
efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan pada sel-sel
lapisan tanduk.Pada keadaan patologis yang ditunjukkan oleh perubahan
sifat lapisan tanduk (stratum corneum); dermatosis dengan eksim, psoriasis,
dermatosis seborheik, maka permiabilitas kulit akan meningkat. Scott, thn
1959, telah membukfkan bahwa kadar hidrokortison yang melintasi kulit
akan berkurang bila lapisan tanduk berjamur dan akan meningkat, pada kulit
dengan eritematosis. Hal yang sama juga telah dibuktikan bila kulit terbakar
atau luka.Bila stratum corneum rusak sebagai akibat pengikisan oleh plester
, maka kecepatan difusi air, hidrokortison dan sejumlah senyawa lain akan
meningkat secara nyata
 Aliran Darah
Perubahan debit darah ke dalam kulit secara nyata akan mengubah
kecepatan penembusan molekul. Pada sebahagian besar obat obatan, lapisan
tanduk merupakan faktor penentu pada proses penyerapan dan debit darah
selalu cukup untuk menyebabkan senyawa menyetarakan diri dalam
perjalanannya. Namun, bila kulit luka atau bila dipakai cara iontoforesis
untuk zat aktif, maka jumlah zat aktif yang menembus akan lebih banyak
dan peranan debit darah merupakan faktor yang menentukan. Demikian
pula bila kapasitas penyerapan oleh darah sedikit atau hiperemi yang
disebabkan pemakaian senyawa ester nikotinat, maka akan terjadi
peningkatan penembusan. Akhimya, penyempitan pembuluih darah sebagai
akibat pemakaian setempat dari kortikosteroida akan mengurangi kapasitas
alir dari darah, menyebabkan pembentukan suatu timbunan (efek depo)

10
pada lapisan kulit dan akan mengganggu penyerapan senyawa yang
bersangkutan.
 Tempat pengolesan
Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama, akan berbeda dan
tergantung pada susunan anatomi dari tempat pengolesan: kulit dada,
punggung, tangan atau lengan. Perbedaan ketebalan terutama disebabkan
oleh ketebalan lapisan tanduk (stratum corneum) yang berbeda pada setiap
bagian tubuh, tebalnya bervariasi antara 9 pm untuk kulit kantung zakar
sampai 600 pin untuk kulit telapak tangan dan telapak kaki.
 Kelembaban dan Temperatur
Pada keadaan normal, kandungan air dalam lapisan tanduk rendah, yaitu 5-
15%, namun dapat ditingkatkan sampai 50% dengan cara pengolesan pada
permukaan kulit suatu bahan pembawa yang dapat menyumbat: vaselin,
minyak atau suatu pembalut impermeabel. Peranan kelembaban terhadap
penyerapan perkutan telah dibuktikan oleh Scheuplein R, J, dkk, thn
1971; stratum corneum yang lembab mempunyai afinitas yang sama
terhadap senyawa-senyawa yang larut dalam air atau dalam lipida. Sifat ini
disebabkan oleh struktur histologi sel tanduk dan oleh benang-benang
keratin yang dapat mengembang dalam air dan pada media lipida amorf
yang meresap di sekitarnya. Kelembaban dapat mengembangkan lapisan
tanduk dengan cara pengurangan bobot jenisnya atau tahanan difusi. Air
mula-mula meresap di antara janngan jaringan, kemudian menembus ke
dalam benang keratin, membentuk suatu anyaman rangkap yang stabil pada
daerah polar yang kaya air dan daerah non polar yang kaya lipida.
Menurut Howard C., Ansel (2008), faktor-faktor yang berperan dalam
absorbsi perkutan dari obat adalah sifat dari obat itu sendiri, sifat dari
pembawa, kondisi dari kulit dan adanya uap air. Walaupun sukar untuk
diambil kesimpulan umum, yang dapat diberlakukan pada kemungkinan
yang dihasilkan oleh kombinasi obat, pembawa dan kondsi kulit, tapi
konsensus temuan hasil penelitian mungkin dapat disimpulkan sebagai
berikut :

11
1. Obat yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus bersatu pada
permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup.
2. Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah obat
yang diabsorbsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode
waktu, bertambah sebanding dengan bertambahnya kkonsentrasi obat
dalam suatu pembawa.
3. Semakin banyak obat diserap dengan cara absorbsi perkutan apabila
bahan obat dipakai pada permukaan yang lebih luas.
4. Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar
pada kulit dari pada terhadap pembawa, supaya obat dapat meninggalkan
pembawamenuju kulit.
5. Beberapa derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak dan air
dipandang penting untuk efektivitas absorbsi perkutan. Pentingnya
kelarutan obat dalam air ditunjukan oleh adanya konsentrasi pada daerah
absorbsi dan koefisien partisi sangat mempengaruhi jumlah yang
dipindahkan melalui tempat absorbsi. Zat terlarut bobot molekul yang
dibbawah 800 sampai 100 dengan kelarutan yang sesuai dalam minyak
mineral dan air (>1mg/mL) dapat meresapkedalam kulit.
6. Absorbsi obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat
dengan mudah menyebar dipermukaan kulit, sesudah dicampur dengan
cairan berlemak dan membawa obat untuk berhubungan dengan jaringan
sel untuk absorbsi.
7. Pembawa yang meningkatkan jumlah uap air yang ditahan kulit
umumnya cenderung baik bagi absorbsi pelarut obat. Pembawa yang
bersifat lemak bekerja sebagai penghalang uap air sehingga keringat
tidak dapat menembus kulit dan tertahan pada kulit sehingga umunya
menahasilkan hidrasi dari kulit dibawah pembawa.
8. Hidrasi dari kulit umunya fakta yang paling penting dalam absorbsi
perkutan. Hidrasi sratum corneum tampaknya meningkatkan derajat
lintasan dari semua obat yang mempenetrasi kulit. Peningkatan absorbsi
mungkin disebabkan melunaknya jaringan dan akibat pengaruh “bunga

12
karang” dengan penambahan ukuran pori-pori yang memungkinkan arus
bahan lebih besar, besar dan kecildapat melaluinya.
9. Hidrasi kulit bukan saja dipengaruhi oleh jenis pembawa (misalnya
bersifat lemak) tetapi juga oleh ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya
ketika pemakaian obat. Pada umunya pemakaian pembungkusyang tidak
menutup seperti pembawa yang bercampur dengan air, akan
mempengaruhi efek pelembab dari kulit melaluipenghalang penguapan
keringat dan oleh karena itu mempengaruhi absorbsi. Penutup yang
menutup lebih efektif daripada anyaman jarang dari pembungkus yang
tidak menutup.
10. Pada umunyan penggosokan atau pengolesan waktu pemakaian pada
kulit akan meningkatkan jumlah obat yang diabsorbsi dan semakin lama
mengoleskan dengan digosok-gosok, semakin banyak piula obat yang
diabsorbsi.
11. Absorbsi perkutan nampaknya apabila obat dipakai pada kulit dengan
lapisan tanduk yang tipis daripada yang tebal. Jadi, tempat pemakaian
mungkin bersangkut paut dengan derajat absorbsi, dengan absorbsi dari
kulit yang ada penebalannya atau tempat yang tebal seperti telapak
tangan dan kaki secara komparatif lebih lambat.
Pada umumnya, semakin lama waktu pemakaian obat
menempel pada kulit, semakin banyak kemungkinan absorbsi.
Bagaimanapun juga perubahan dahidrasi kulit sewaktu pemakaian atau
penjenuhan kulit oleh obat, akan menghambat tambahan absorbsi.

2.5 Evaluasi Biofarmasetika Sediaan


Menurut Swastika A. Et. Mufrod., (2013) evaluasi sediaan (baik salep, krim,
gel) yang diberikan melalui kulit pada umumnya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan organoleptis
Pengamatan meliputi perubahan warna, bau (ketengikan),
konsistensi, dan terjadinya pemisahan fase. Pengamatan dilakukan tiap
minggu selama 5 minggu.

13
2. Pemeriksaan homogenitas
Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengoleskan krim pada
lempeng kaca, kemudian dilihat warnanya seragam atau tidak.
Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.
3. Uji viskositas
Viskositas krim ditetapkan dengan viscotester VT-04E (Rion CO,
Ltd), rotor no 1. Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.
4. Uji daya sebar
Setengah gram krim diletakkan di pusat antara 2 lempeng gelas,
dimana lempeng sebelah atas ditimbang terlebih dahulu kemudian
diletakkan diatas krim dan biarkan selama 1 menit. Di atasnya diberi beban
150 g, dibiarkan 1 menit dan diukur diameter sebarnya. Pengamatan
dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.
5. Uji waktu lekat
Gelas objek ditandai 4 x 2,5 cm kemudian sebanyak 0,25 g krim
diletakkan di titik tengah uasan tersebut dan ditutup dengan gelas objek
lain. Beri beban 1 kg selama 5 menit. Kedua gelas objek yang telah saling
melekat 1 sama lain dipasang pada alat uji yang diberi beban 80 gram.
Setelah itu dicatat waktu yang diperlukan hingga dilakukan tiap minggu
selama 5 minggu.
6. Uji rasio pemisahan krim
Krim dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala tertentu. Masing-
masing disimpan pada suhu kamar selama 5 minggu penyimpanan. Amati
volume pemisahan tiap 3 hari sekali dan dihitung volume pemisahannya
dengan menggunakan rumus persamaan berikut :
Hu
F = 𝐻𝑜

Keterangan : F = rasio volume pemisahan;


Hu =tinggi emulsi yang memisah;
Ho = tinggi emulsi mula-mula
Bila tidak terjadi pemisahan selama penyimpanan pada suhu kamar,
dapat dilakukan uji pemisahan fase dipercepat dengan metode sentrifugasi.

14
Sebanyak 2 gram lotion dimasukkan kedalam tabung sentrifuga,
sentrifugasi 3750 rpm selama 5 jam dengan interval waktu pengamatan
setiap 1 jam. Amati pemisahan fase minyak dan fase air yang terjadi dalam
setiap interval waktu pengamatan (Lachman dkk., 1986).
7. Pemeriksaan pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH merk
universal. Pengamatan dilakukan setelah pembuatan krim yaitu pada
minggu ke-0 dan minggu ke-5.
8. Evaluasi Tipe Krim
a. Metode Pengenceran
Krim yang jadi dimasukkan ke dalam vial, kemudian diencerkan
dengan air. Jika emulsi dapat diencerkan maka tipe emulsi adalah
tipe m/a.
b. Metode Dispersi Zat Warna
Emulsi yang dibuat dimasukkan ke dalam vial, kemudian ditetesi de-
ngan beberapa tetes larutan biru me-tilen. Jika warna biru segera
terdispersi ke seluruh emulsi maka tipe emulsinya adalah tipe m/a.
Menurut M.T Simanjuntak (2006), evaluasi ketersediaan hayati obat
yang diberikan melalui kulit :
a) Studi difusi in vitro
Berdasarkan dari penilaian biofarmasetik obat-obatan yang
diberikan melalui kulit, maka sesudah dilakukan uji kekentalan bentuk
sediaan, ketercampuran, pengawetan, selanjutnya dilakukan uji
pelepasan zat aktif in vitro, dengan maksud agar dapat ditentukan bahan
pembawa yang paling sesuai digunakan untuk dapat melepaskan zat aktif
di tempat pengolesan. Ada beberapa metoda, yang dapat dilakukan di
antaranya adalah
- Difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel
- Dialysis melalui membran kolodion atau selofan

15
b) Studi penyerapan (absorbsi)
Penyerapan perkutan dapat diteliti berdasarkan dua aspek utama yaitu
penyerapan sistemik dan lokalisasi senyawa dalam strukiur kulit. Dengan
cara in vitro dan in vivo dapat dipastikan lintasan penembusan dan
tetapan permeabilitas, serta membandingkan efektivitas dari berbagai
bahan pembawa. Absorbsi perkutan telah lama diteliti baik secara in vivo
dengan mempergunakan senyawa radioaktif atau dengan tehnik in vitro
mempergunakan sayatan kulit manusia.
c) Pembuktian Mekanisme Absorpsi Perkutan Dari Sifat Fisiko Kimia
Tehnik Umum untuk karakterisasi Membran
Seluruh membran mahluk hidup adalah bersifat heterogenous dan
disusun dalam fase makroskopis yang berbeda, dan menentukan difusi
pasif molekul melalui total barrier pada membran sangat diperlukan, dan
hal ini tergantung pada pengaturan dan rangkaian dari fase yang dialami
selama proses transpor. Hukum difusi yang sebenamya adalah bahwa
molekul mengikuti lintasan yang bersifat diffusional resistance yang
paling sedikit. Lintasan yang bersifat diffusional resistance yang paling
sedikit ini ditentukan dari sifat fisiko kimia alamiah fase membran atau
dengan densisitas, viskositas dun, dimana terdapat protein dun makro
molekul yang lain, keberadaan ikatan silang dun susunan dari bahan
polimer dalam masing masing fase, seluruh hal diatas memberikan
pengaruh terhadap kecepatan pergerakan difusi. Lintasan yang bersifat
sedikit resisten. juga dipengaruhi oleh afinitas relatip dari fase terhadap
bahan yang terpermiasi (permeant), terakhir akan berperanan untuk
distribusi internal dari permeant melalui pengaturan sifat fisiko kimia
dari komponen membran, dun oleh volume relatip dari fase. Resistensi
dari setiap fase yang terdapat dalam membran dapat dikarakterisasikan
dalam istilah khusus yang berhubungan dengan difusi dalam fase,
terhadap seluruh variabel lengkap secara umum. Secara keseluruhan,
membran mungkin dianggap sebagai sejenis penghambat (resistor)
rangkaian antara 2 (dua) fase. Masing masing fase membran menentukan

16
aliran difusi melalui channel dalam elemen bahagian sebelah dalam
(interior) membran, yang menghasilkan masing masing resistensinya dan
pengaturannya.

2.6 Kondisi Yang Memungkinkan Dan Tidak Memungkinkan Untuk


Digunakan Sediaan Topikal
a) Kondisi yang memungkinkan
 Digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat.
 Memungkinkan untuk pemakaian yang merata dan cepat pada
permukaan kulit yang luas
 Sebagai pelembut atau pelicin untuk kulit.
 Digunakan untuk menghilangkan iritasi atau hanya untuk pijit.
 Digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kaku
b) Kondisi yang tidak memungkinkan
 Tidak digunakan untuk luka yang terbuka
 Tidak dapat digunakan pada kulit yang pecah atau lecet sebab
mungkin menimbulkan iritasi yang berlebihan

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Anatomi dan fisiologi kulit adalah :
a) Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,
Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional
epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma
yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis
b) Kulit jangat (dermis, korium atau kutis),
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,
memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-
masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi
mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin
c) Jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau
subkutis)
Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga
benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh
dan sebagai cadangan makanan

2. Pembuluh darah di dermis. Fungsi utama darah adalah untuk mengangkut


nutrisi dan oksigen ke setiap organ dalam tubuh, termasuk kulit, dan untuk
menghilangkan produk-produk limbah dan karbon dioksida yang dihasilkan
dalam berbagai sel tubuh. Perhatikan bahwa tidak ada pembuluh darah di
epidermis. epidermis menerima nutrisi dan oksigen langsung dari dermis, yang
kaya dengan pembuluh darah (Avi Shai, 2009).
3. Komponen dan karakteristik tiap lapisan kulit adalah sebagai berikut :
a. Epidermis
Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu
- Lapisan tanduk (stratum corneum)
- Lapisan bening (stratum lucidum)

18
- Lapisan berbutir (stratum granulosum)
- Lapisan bertaju (stratum spinosum)
- Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
b. Kulit Jangat (dermis)
Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu
kelenjar keringat dan kelenjar palit.
c. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah
dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit.
4. Faktor yang mempengaruhi proses LDA obat pada pemberian secara perkutan:
a. Penyerapan absorbsi ;
- Lokalisasi Sawar (Barrier)
- Jalur Penembusan (Absorbsi)
- Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan
b. Faktor fisiologik yang mempengaruhi penyerapan perkutan
- Keadaan dan Umur Kulit
- Aliran Darah
- Tempat pengolesan
- Kelembaban dan Temperatur
5. Evaluasi ketersediaan hayati obat yang diberikan melalui kulit :
a. Studi difusi in vitro
b. Studi penyerapan (absorbsi)
c. Pembuktian Mekanisme Absorpsi Perkutan Dari Sifat Fisiko Kimia.
6. Kondisi Yang Memungkinkan Dan Tidak Memungkinkan Untuk Digunakan
Sediaan Topikal
a) Kondisi yang memungkinkan
Digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat.
Memungkinkan untuk pemakaian yang merata dan cepat pada
permukaan kulit yang luas
Sebagai pelembut atau pelicin untuk kulit.
Digunakan untuk menghilangkan iritasi atau hanya untuk pijit.

19
Digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kaku
b) Kondisi yang tidak memungkinkan
Tidak digunakan untuk luka yang terbuka
Tidak dapat digunakan pada kulit yang pecah atau lecet sebab
mungkin menimbulkan iritasi yang berlebihan

20
DAFTAR PUSKATA

Anonim, 2011, Buku Ajar ; Anatomi dan Fisiologi Kulit, [file.upi.edu], Diakses
Tanggal 30/04/2014, Pukul 21.11 WITA.
Elizabeth J., Corwin, 1975, Handbook Of Phatophysiology, 3rd Ed, Lippincott
Williams & Wilkins, USA.
Howard C., Ansel 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI-Press, Jakarta.
M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005, [USU
Repository©2006].
Shai, A., dkk., 2009, Handbook Of Skin Care, Second Edition, Replika Press Pvt
Ltd, India.
Swastika A. Et. Mufrod., 2013, Jurnal : Antioxidant Activity Of Cream Dosage
Form Of Tomato Ekstrak (Solanum Lycopersicum L.), Universitas Gadjah
Madah Muda, Yogyakarta
Yusriadi, 2014, Materi Kuliah Biofarmasetika, Program Studi Farmasi FMIPA,
Universitas Tadulako, Palu.

21

Vous aimerez peut-être aussi