Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
!
!
!
TESIS
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
i!!
!
!
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii!!
!
!
Lembar Pengesahan
Prof. Dr. dr Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes dr. Wayan Suryanto Dusak Sp.OT (K)
NIP 19530131 198003 1 004 NIP 19610803 198803 1 002
Mengetahui,
!
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP 19580521 198503 1 002 NIP 19590215 198510 2 001
iii!
!
!
!
Ketua: Prof. Dr. dr. I Ketut Siki Kawiyana, Sp. B., Sp.OT (K)
Anggota:
1.! Prof. Dr. dr Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes
2.! dr. K.G Mulyadi Ridia, Sp.OT (K)
3.! dr. Wayan Suryanto Dusak Sp.OT (K)
4.! Dr. dr. I Ketut Suyasa, Sp.B, Sp.OT (K)
iv!
!
!
!
v!!
!
!
Penulis mengucapkan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dalam Calcium sulfate menginduksi lebih banyak Sel Osteoblas dan Kolagen tipe
1 pada Defek Tulang Femur Tikus setelah Dilakukan Bone Recycling Graft dengan
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, FINASIM, sebagai Rektor Fakultas
Prof. Dr. dr Putu Astawa, SpOT, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), sebagai direktur program
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, sebagai ketua program
Prof. Dr. dr. Ketut Siki Kawiyana, SpB, SpOT (K), sebagai ketua program studi
Dr. dr. I Ketut Suyasa, SpB, SpOT (K), selaku Kepala Sub-Bagian/SMF
dr. Wayan Suryanto Dusak Sp.OT (K), selaku pembimbing II, atas nasihat dan
vi!
!
!
!
Dr. drh. Ida Bagus Oka Winaya, M.Kes dan staff atas dukungannya
terselesainya penelitian ini serta rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu
dengan segala keredahan hati penulis menerima saran dan kritik untuk perbaikan
penelitian ini.
Penulis
vii!
!
!
!
ABSTRACT
viii!
!
!
!
ABSTRAK
Kata kunci: VEGF, calcium sulfate, defek tulang, osteoblas, kolagen tipe I, bone
recycling, nitrogen cair
ix!
!
!
!
DAFTAR ISI
x!!
!
!
2.5.1 Hydroxyapatite...................................................................................... 47
2.6.1. Fibril forming collagens – Kolagen tipe I, II, III, V, dan XI ............... 52
2.7 Hubungan VEGF, Calcium Sulfat dalam Pembentukan Sel Osteoblas dan Matriks
Osteoid ........................................................................................................................... 54
xi!
!
!
!
xii!
!
!
!
6.2. Hubungan VEGF dalam Calcium Sulfat dengan Sel Osteoblas Pada Defek Tulang
Femur Tikus Setelah Dilakukan Bone Recycling dengan Nitrogen Cair. ..................... 81
6.3. Hubungan VEGF dalam Calcium Sulfat dengan Kolagen Tipe I pada Defek
Tulang Femur Tikus Setelah Dilakukan Bone Recycling dengan Nitrogen Cair. ........ 83
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
xiii!
!
!
!
!
DAFTAR!GAMBAR!
!
Gambar 2.3 Diagram Skematik Interaksi dari Beberapa Intracellular Signaling Pathways.
............................................................................................................................. 59
xiv!
!
!
!
DAFTAR TABEL
kelompok…………............................................................................................ 76
Tabel 5.4 Uji normalitas data variable jumlah osteoblas dengan Shapiro-Wilk 77
Levene’s Test..................................................................................................... 78
Tabel 5.6 Hasil uji komparabilitas data post-test variabel penelitian untuk
Tabel 5.7 Hasil uji komparabilitas data post-test variabel penelitian untuk
!
!
xv!
!
!
!
DAFTAR SINGKATAN
Cox-2 : cyclo-oxygenase-2
CS : calcium sulfate
HA : hydroxyapatite
IL : interleukin
PG : prostaglandin
PLC : phospholipase-C
xvi!
!
!
!
xvii!
!
!
!
DAFTAR LAMPIRAN
Imunohistokimia
xviii!
!
!
!
BAB I
PENDAHULUAN
dan infeksi. Rekonstruksi defek tulang untuk mencapai panjang tulang yang ideal
dan mencapai union dari tulang tersebut masih menjadi suatu tantangan tersendiri.
Defek tulang ini dapat sembuh sendiri pada kondisi lingkungan yang sesuai, namun
tetap meiliki tingkat non union tinggi akibat menurunnya vaskularisasi dan
insufisiensi kalsium. Pada kasus neoplasma ganas, lesi osteolitik banyak ditemukan
secara ekonomis masih mahal dan beberapa tindakan yang dilakukan seperti
kuretase pada neoplasma jinak agresif atau neoplasma ganas dapat menimbulkan
defek tulang, sehingga salah satu teknik alternatif yang dapat digunakan adalah
tulang (Costa et al. 2011). Untuk membantu proses penyembuhan pada defek
tulang, maka diperlukan beberapa tindakan terapi seperti penggunaan graft tulang,
bahan bone transport atau biomaterial untuk kepentingan rekonstruksi (Nandi et al.
2010).
1!
!
2!
!
dalam hal penggantian defek tulang. Graft ini dapat mengisi defek tulang dan
menginduksi pembentukan jaringan tulang pada daerah defek karena memiliki sifat
yang ada dari autolog graft (Munthe & Suroto 2014). Sampai saat ini, penggunaan
Ekspresi beberapa faktor pertumbuhan seperti FGF, PDGF, TGF-β, dan BMP
yang sinergis dan saling melengkapi untuk poses penyembuhan tulang, dan VEGF
dapat berlangsung baik pada defek tulang tersebut (Zelzer & Olsen 2004; Yang et
sulfate.
!
!
3!
!
growth factor yang berguna dalam proses angiogenesis dengan osteogenesis dalam
homeostasis tulang (Drosse et al. 2008; Thomas & Puleo 2009). Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui efek growth
penyembuhan defek tulang yang telah dilakukan bone recycling dengan nitogen
cair.
Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas, untuk membuktikan peran
VEGF dalam Calsium Sulfate terhadap penyembuhan tulang pada defek tulang
yang telah mengalami bone recycling dengan nitrogen cair, maka disusun rumusan
1.! Apakah pemberian VEGF dalam Calcium Sulfate pada defek tulang femur
VEGF?
2.! Apakah pemberian VEGF dalam Calcium Sulfate pada defek tulang femur
pemberian VEGF?
!
!
4!
!
factor VEGF dan bone graft Calcium Sulfate dalam hal meningkatkan sel Osteoblas
1.! Membuktikan pemberian VEGF dalam Calcium Sulfate pada defek tulang
femur tikus yang telah dilakukan bone recycling dengan nitrogen cair
VEGF.
2.! Membuktikan pemberian VEGF dalam Calcium Sulfate pada defek tulang
femur tikus yang telah dilakukan bone recycling dengan nitrogen cair
pemberian VEGF.
pengetahuan teori tentang peran VEGF dalam graft Calcium Sulfate dapat
menginduksi ekspresi kolagen tipe I lebih banyak pada defek tulang tikus yang telah
!
!
5!
!
lebih lanjut untuk menjadikan VEGF sebagai substansi untuk membantu kinerja
!
!
!
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
pipih, dan tulang yang tidak teratur. Tulang panjang meliputi klavikula, humerus,
radius, ulna, metakarpal, femur, tibia, fibula, metatarsal dan phalang. Tulang
pendek meliputi tulang karpal, tarsal, patella dan tulang sesamoid. Tulang pipih
meliputi skapula, sternum dan tulang rusuk. Tulang tidak teratur meliputi vertebra,
sacrum dan tulang ekor. Tulang pipih terbentuk dengan pembentukan tulang secara
berbentuk kerucut di bawah lempeng pertumbuhan; dan epifisis yang bulat di atas
piring pertumbuhan dilapisi oleh tulang rawan pada sebagian dari strukturnya.
Diafisis terdiri dari tulang kortikal yang padat, sedangkan metafisis dan epifisis
terdiri dari anyaman tulang trabekular dikelilingi oleh tulang kortikal yang relatif
tipis(Clarke 2008). Kanalis medularis pada tulang panjang yang berisi sumsum
tulang, berada di dalam diafisis dari tulang panjang dan dikelilingi oleh lapisan
tulang kortikal. Bagian metafisis dan diafisis dari tulang panjang lebih banyak
dengan sistem kanalis dan kavitas yang terisi sumsum tulang (McGonnell et al.
2012).
6!
!
! 7!
!
bersifat kaku, keras, dan memiliki kekuatan untuk beregenerasi. Tulang melindungi
organ vital, dan menyediakan lingkungan untuk sumsum tulang (baik untuk
dan sitokin, dan juga mempunyai peran dalam pengaturan asam-basa. Tulang secara
menghilangkan tulang tua yang rusak dan menggantinya menjadi tulang baru yang
lebih kuat, sehingga kekuatan tulang tetap terjaga. Tulang mempunyai dua
komponen, tulang kortikal yang bersifat padat, solid, dan mengelilingi ruang
sumsum tulang, dan tulang trabekular yang terdiri dari struktur honeycomb yang
Periosteum merupakan jaringan ikat fibrosa yang mengelilingi permukaan luar dari
tulang kortikal, kecuali pada sendi dimana tulang dilapisi oleh articular cartilage.
tulang. Periosteum juga mempunyai peran yang penting dalam appositional growth
permukaan dalam dari tulang kortikal, tulang cancellous, dan kanal pembuluh darah
(Volkmann’s canal) pada tulang. Terlebih lagi, berdasarkan pola dari pembentukan
kolagen pada osteoid, terdapat dua tipe tulang: woven bone, yang bercirikan
!
!
! 8!
!
susunan yang tidak beraturan dari serat kolagen dan lamellar bone, yang bercirikan
kolagen yang tersusun secara parallel dengan lamellae. Lamellar bone, sebagai
hasil dari susunan kolagen fibril, memiliki kekuatan mekanis yang serupa dengan
plywood. Pola normal dari lamellar bone tidak terdapat dalam woven bone, dimana
kolagen fibril tersusun dengan pola yang acak. Oleh karena itu, woven bone lebih
osteoblast memproduksi osteoid dengan cepat. Hal ini terjadi pada tulang fetal dan
pada penyembuhan fraktur, akan tetapi woven bone akan digantikan dengan suatu
proses remodeling menjadi lamellar bone. Secara virtual, semua tulang pada orang
Tulang terdiri dari sel penyangga, yakni osteoblas dan osteosit; sel remodeling
yang disebut dengan osteoklas dan matriks kolagen non mineral dan protein non
kolagen yang disebut dengan osteoid, dengan garam mineral inorganik dideposisi
longitudinal terjadi pada growth plates, dimana kartilago akan berproliferasi pada
daerah epifisis dan metafisis dari tulang panjang, sebelum memasuki tahap
!
!
! 9!
!
Osifikasi (atau osteogenesis) adalah suatu proses pembentukan tulang baru oleh
sel yang disebut dengan osteoblas. Sel ini dan matriks tulang adalah dua elemen
yang paling penting yang terlibat dalam pembentukan tulang. Proses dari
mandibular). Hal ini juga tampak pada penyembuhan fraktur yang diterapi
dengan open reduction dan stabilisasi oleh plat metal dan screws.
(contoh: femur, tibia, humerus, radius). Ini merupakan proses yang paling
imobilisasi cast. Apabila proses formasi jaringan tulang terjadi pada lokasi
2008).
2.1.4 Osteoblas
Osteoblas adalah sel mononuklear yang bertanggung jawab dalam sintesis dan
mineralisasi tulang pada saat proses pembentukan dan remodeling pada tulang.
!
!
! 10!
!
Osteoblas berasal dari sel punca mesenkim yang pluripoten. Selain dapat menjadi
osteoblas, sel punca mesenkim ini dapat berdiferensiasi menjadi turunan sel
mesenkim lainnya seperti fibroblas, kondrosit, mioblas dan sel stroma sumsum
regulasi dari mineralisasi matriks ekstraselular dan kontrol dari remodeling tulang.
Pada saat pembentukan tulang, osteoblas dewasa akan mensintesis dan mensekresi
kolagen tipe I dan protein non kolagen lainnya seperti osteocalcin, osteopontin dan
stroma sumsum tulang dan bertanggung jawab untuk sintesis matriks tulang dan
bentuknya bervariasi dari rata, lonjong, sesuai dengan tingkat aktivitas selularnya,
tulang. Osteoblas bertanggung jawab untuk regulasi dari osteoklas dan deposisi dari
terperangkap pada matriks tulangnya sendiri, dan akan berubah menjadi osteosit
yang secara perlahan akan berhenti mensekresi osteoid. Osteosit adalah sel yang
paling banyak terdapat pada tulang; sel ini berkomunikasi satu dengan yang lainnya
!
!
! 11!
!
Oleh karena itu, osteosit berfungsi sebagai sensor mekanis, dan memerintah
osteoklas dimana dan kapan untuk meresorbsi tulang dan kepada osteoblas dimana
dan kapan untuk membentuk tulang. Osteoblas, yang kaya akan alkalin fosfatase
paratiroid dan estrogen. Juga hormon, faktor pertumbuhan, aktivitas fisik, dan
stimulus lainnya yang bekerja melalui osteoblas dan memberikan efeknya pada
•! Komponen organic (22%), terdiri dari kolagen (90%) dan protein structural
glycoprotein.
Komponen fungsional dari tulang termasuk growth factors dan sitokin. Kekerasan
dan kekakuan dari tulang disebabkan karena adanya garam mineral pada matriks
merupakan protein non collagenous terbanyak dari matriks tulang, dan juga
proteoglycan. Kolagen tipe I dibentuk oleh osteoblast dan dideposit secara parallel
!
!
! 12!
!
atau konsentrik untuk membentuk tulang matur (lamellar bone). Ketika tulang
secara cepat dibentuk, seperti pada fetus atau pada suatu keadaan patologis (contoh:
primitive, imatur atau woven bone. Osteoblas juga mensintesis dan mensekresi
Protein terglikosilasi utama yang terdapat pada tulang adalah alkaline phosphatase,
dari mineral tulang, yang menyusun kurang lebih seperempat dari volume dan
setengah dari massa tulang normal orang dewasa. Kristal mineral ini (menurut
mikroskop electron), dideposit sepanjang dan dekat dengan fibril kolagen tulang.
Komponen kalsium dan fosforus (fosfat inorganik) dari kristal ini diperoleh dari
plasma darah yang berasal dari sumber makanan. Amorphous calcium phosphate
yang cukup untuk menjalani fungsi mekanis dari tulang. Metabolit vitamin D dan
!
!
! 13!
!
2.1.7 Osteosit
dan berfungsi pada jaringan untuk menyangga struktur tulang dan metabolisme.
Osteosit menjaga hubungan satu dengan yang lainnya dengan permukaan tulang
elektrik melalui gap junctions, yang terutama tersusun atas connexin (Prideaux et
al. 2016). Keberadaan dari lacunae kosong pada tulang menunjukkan bahwa
osteosit akan mengalami proses apoptosis, mungkin disebabkan dari kerusakan gap
junctions interselular atau interaksi matriks sel. Apoptosis osteosit sebagai respon
dari defisiensi estrogen atau terapi glukokortikoid memiliki efek yang buruk pada
struktur tulang. Terapi estrogen dan bifosfonat dan physiologic loading dari tulang
2012).
Osifikasi intramembranous adalah salah satu dari dua proses yang penting
pada pembentukan tulang pipih dari tulang tengkorak, mandibular, maksila, dan
klavikula; hal ini juga merupakan proses penting dalam penyembuhan tulang
!
!
! 14!
!
normal (Yang et al. 2015). Tulang terbentuk dari jaringan ikat seperti jaringan
perkembangan periosteum.
intramembranous. MSC adalah sel yang tidak bersifat khusus, yang morfologinya
Proses dari osifikasi membranous, yang intinya adalah mineralisasi langsung dari
jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah, mulai dari beberapa titik yang juga
dikenal sebagai centre of ossification (Street et al. 2002). Pada titik pusat tersebut,
kapiler. Diantara sel sel dan disekitar pembuluh darah terdapat substansi amorphous
dengan struktur kolagen fiber yang tertata rapi. Sel osteoprogenitor berdiferensiasi
menjadi osteoblas, yang menciptakan osteoid pada titik tengan agregasi. Osteoblas
memproduksi matriks tulang dan dikelilingi oleh fiber kolagen dan menjadi
osteosit. Pada titik ini, osteoid menjadi termineralisasi, menjadi sebuah nidus yang
terdiri dari osteoid termineralisasi yang mengandung osteosit dan dilapisi oleh
osteoblast aktif. Nidus ini bermula sebagai gabungan difus dari MSC yang telah
menjadi jaringan tulang (Zelzer & Olsen 2004). Proses dari terperangkapnya
!
!
! 15!
!
cancellous, akan tetapi, proses ini berjalan lambat, dan ruang nnya akan kelak
ditempati oleh jaringan hemopoietik . Seiring perubahan ini terjadi pada ossification
disebut dengan woven bone. Seiring waktu woven bone akan digantikan dengan
lamellar bone. Perkembangan dari proses osifikasi berlanjut disertai dengan peran
stem cells yang berasal dari bagian dalam dari periosteum (McGonnell et al. 2012).
pada tulang panjang dan sebagian besar tulang di dalam tubuh; hal ini mencakup
pembentukan inisial kartilago hialin yang terus bertumbuh. Osifikasi ini juga
merupakan proses penting selama pertumbuhan panjang dari tulang panjang dan
!
!
! 16!
!
Osifikasi Endochondral bermula dari sebuah titik pada kartilago yang disebut
dengan ”primary ossification centers”. Titik ini muncul pada saat perkembangan
fetus, walaupun beberapa tulang pendek memulai primary ossification nya setelah
lahir. Osifikasi ini bertanggung jawab pada pembentukan diafisis tulang panjang,
tulang pendek, dan beberapa bagian dari tulang irregular. Secondary ossification
terjadi setelah lahir dan membentuk epifisis dari tulang panjang dan ekstremitas
dari tulang irregular dan tulang pipih. Diafisis dan epifisis dari tulang panjang
tersebut mencapai tingkat maturitas skeletal (18-25 tahun), semua dari kartilago
(pembentukan) hematom, inflamasi, soft callus, hard callus dan remodeling. Perlu
diingat bahwa tahap-tahap ini dapat berjalan dengan saling tumpang tindih,
sehingga pada setiap bagian fraktur, mungkin saja sedang terjadi tahap
periosteum, otot, pembuluh darah dan jaringan lunak lainnya. Hal ini menyebabkan
Hematoma ini ditandai dengan pH yang rendah, hipoksia dan terdapat sel-sel
!
!
! 17!
!
2.! Inflamasi
penyembuhan tulang. Sel pertama yang akan di rekrut dalam proses inflamasi
jam-jam pertama setelah cedera ini tertarik karena adanya sel-sel mati dan debris.
PMN sendiri berumur pendek (sekitar 1 hari), tetapi akan mensekresi beberapa jenis
chemokines (seperti C-C motif chemokine 2 (CCL2) dan IL-6) yang akan menarik
makrofag yang berumur lebih panjang. PMN diperikirakan memiliki efek negatif
inflamasi yang terjadi ini membantu proses penyembuhan tulang dengan cara
menjadi kondrosit dan osteoblas. Bergantung dari lingkungan, proses mekanis dan
suplai aliran darah ke daerah fraktur, sel yang utama yang terdapat pada callus dapat
berupa kartilago atau osteoid. Sel-sel ini akan menggantikan hematoma dan
jaringan fibrosa.
!
!
! 18!
!
manusia, tahap ini terjadi beberapa minggu setelah fraktur. Seiringnya dengan
pembuluh darah akan masuk ke dalam callus. Sel yang dominan pada tahap ini
adalah osteoblas dan osteoklas karena jumlah kondrosit akan semakin berkurang
5.! Remodeling
Fase ini adalah fase dimana jaringan yang sebelumnya rusak, kembali ke
keadaannya sebelum rusak. Pada saat remodeling, arsitektur kanalikular dari tulang
akan dibangun kembali dan sistem haversian dengan osteositnya akan dibentuk
kembali. Prosesnya dimulai saat konsolidasi telah terjadi dan dapat terus berlanjut
sampai 6-9 tahun, sehingga memakan waktu 70% dari waktu keseluruhan
sebagai Wollf’s law, mencakup penguatan dari arsitektur tulang sebagai respon dari
Remodelling tulang adalah suatu proses seumur hidup, dimana tulang lama di
resorpsi dari skeletal, dan tulang baru ditambahkan melalui proses yang disebut
osifikasi. Remodelling mencakup resorpsi tulang yang terus menerus dan diganti
dengan sintesis dan mineralisasi matriks untuk membentuk tulang baru. Proses ini
mengikuti cedera seperti fraktur dan juga kerusakan kecil / microdamage, hal ini
!
!
! 19!
!
dengan tulang baru yang terjadi melalui aktivitas normal. Remodelling juga
di tempat yang dibutuhkan dan dihilangkan di bagian yang tidak dibutuhkan. Proses
ini penting dalam menjaga kekuatan tulang dan homeostasis mineral. Skeletal
merupakan organ yang aktif secara metabolik dan mengalami remodeling yang
terus menerus sepanjang hidup. Remodelling ini penting untuk menjaga integritas
structural dari tulang dan juga sebagai fungsi metabolik sebagai tempat
formasi tulang dalam suatu pola yang telah terkoordinasi, yang pada akhirnya
dari tulang, yang secara konstan meresorpsi tulang lama dan membentuk tulang
baru, menjadikan tulang sebagai suatu jaringan yang sangat dinamis yang
memungkinkan terjaganya jaringan tulang, perbaikan dari jaringan yang rusak, dan
langkah langkah yang diregulasi secara baik yang bergantung pada interaksi dua
buah turunan sel, yakni turunan osteoblastik mesenkimal dan turunan osteoklastik
aktivitas dua jenis sel, yakni osteoklas dan osteoblas. Osteoblas dan osteoklas, yang
digabungkan melalui proses sinyal parakrin, disebut sebagai unit remodeling tulang
!
!
! 20!
!
Pada skeletal berusia muda, jumlah dari tulang yang diresorpsi proporsional
dengan tulang yang terbentuk. Untuk alasan ini, proses ini merupakan proses yang
seimbang. Umur rata rata dari unit remodeling ini adalah 2-8 bulan, dan sebagian
Walaupun tulang kortikal memakan 75% dari total volume, rasio metabolic
sepuluh kali lebih tinggi pada tulang trabecular, karena rasio permukaan dengan
rasio jauh lebih besar (permukaan tulang trabecular mencakup 60% dari total). Oleh
karena itu, kira kira 5-10% dari keseluruhan tulang diperbaharui setiap tahunnya.
Osteoklas memiliki channels ion aktif pada membran sel yang memompa
perbedaan dari tulang lama yang diresorbsi dan tulang baru yang terbentuk. Balans
tulang periosteum sedikit positif, sedangkan balans tulang endosteal dan trabecular
mekanis tulang dengan mengganti tulang yang mengalami kerusakan kecil dengan
tulang baru yang sehat, dan melalui homeostasis kalsium dan fosfat. Tingkat
turnover dari tulang kortikal orang dewasa yang rendah (2-3% per tahun) cukup
untuk menjaga klekuatan biomekanik dari tulang. Rasio turnover dari tulang
trabekular lebih tinggi, lebih dari yang dibutuhkan untuk menjaga kekuatan
!
!
! 21!
!
Osteoklas adalah satu satunya sel yang diketahui mampu untuk meresorpsi
tulang. Osteoklas umumnya mempunyai banyak nukelus. Osteoklas berasal dari sel
jaringan, akan tetapi sel precursor monocytemacrophage yang berasal dari sumsum
peningkatan sekresi dari osteoid dan menghambat kemampuan dari osteoklas untuk
osteoid, distimulasi oleh sekresi growth hormone oleh pituitary, hormone tiroid dan
hormone sex (estrogen dan androgen). Mediator lain yang berperan adalah RANK
merupakan tahap yang paling akhir. Proses ini terjadi pada daerah remodeling, yang
!
!
! 22!
!
didistribusikan secara acak, akan tetapi lebih difokuskan pada daerah yang
1.! Fase quiescent. Merupakan fase tulang pada saat istirahat. Faktor faktor
2.! Fase activation. Fenomena pertama yang terjadi adalah aktivasi dari
menyebabkan interaksi dari sel prekursor osteoklas dan osteoblast. Hal ini
yang berukuran besar. Sel ini akan menempel pada permukaan tulang yang
!
!
! 23!
!
memakan waktu kurang lebih 2-4 minggu pada setiap siklus remodeling.
4.! Fase Reversal. Pada saat fase ini, resorpsi tulang bertransisi menjadi
5.! Fase Formation. Setelah osteoklas telah meresorpsi kavitas dari tulang,
osteoklas akan melepaskan diri dari permukaan tulang dan digantikan oleh
osteoid yang akan mengisi area yang telah terperforasi. Sisa dari osteoblas
menjadi sel yang melapisi tulang yang baru terbentuk dan bergabung
!
!
! 24!
!
6.! Fase Mineralization. Proses yang bermula 30 hari setelah deposisi dari
osteoid, berakhir pada hari ke 90 pada tulang trabekular dan hari ke 130
pada tulang kortikal. Fase quiescent akan mulai kembali. Ketika siklus
selesai jumlah dari tulang yang terbentuk harus sama dengan jumlah tulang
Balans diantara resorpsi dan formasi tulang dipengaruhi oleh berbagai macam
hormonal, dan lokal. Regulasi sistemik pada remodeling tulang dipengaruhi oleh
bagian dari fase pertama dari osifikasi: pembuluh darah menginvasi kartilago dan
resorpsi tulang terjadi melalui peran osteoklas yang berasal dari pembuluh darah
atau regenerasi tulang. Inervasi juga penting untuk fisiologi tulang normal. Tulang
di inervasi oleh system saraf otonom, dan serat saraf sensoris. Serat saraf otonom
pembuluh darah dari Volkmann conduit, dan juga neuropeptide dan reseptornya
pada tulang. Contoh dari pentingnya innervasi pada fisiologi tulang ditemukan pada
osteopenia dan kerapuhan tulang pada pasien dengan kelainan neurologis, dan juga
!
!
! 25!
!
Faktor nutrisional juga berperan penting serta faktor hormonal. Hormon yang
berpengaruh antara lain Hormon tiroid, Hormon Paratiroid (PTH), Calcitonin, 1.25
Remodelling tulang juga diregulasi oleh faktor lokal, yang diantaranya growth
factors dan sitokin, dan akhir akhir ini, protein matriks tulang telah di implikasikan
sebagai modulator dari faktor lokal lainnya. Sel sel tulang juga memainkan peran
penting pada produksi prostaglandin dan nitric oxide, begitu juga sitokin dan faktor
!
!
! 26!
!
ini dianggap sebagai salah satu faktor kunci pada fase pertama dari
tumor.
Matriks protein telah akhir akhir ini ditemukan sebagai growth factor
modulators. Matrix protein ditemukan pada konsentrasi 1000 kali lebih tinggi
dibandingkat growth factors dan oleh karena itu mempunyai peran yang penting
pada regulasi dari berbagai macam fungsi sel. Matriks protein juga berperan dalamn
regulasi diferensiasi sel yang terkandung dalam matriks. Sebagai contoh, kolagen
tipe I adalah salah satu marker awal yang meregulasi sel osteoprogenitor, dan
alkalin fosfatase adalah protein permukaan yang dapat berpartisipasi pada regulasi
!
!
! 27!
!
2.2.7 Sitokin
Sitokin adalah polipeptida yang disintesis di dalam sel limfositik dan monositik
dan memainkan peran yang penting pada fungsi selular multiple, seperti pada
respon imun, inflamasi, dan hematopoiesis, karena memiliki efek autokrin dan
inhibitor dari dua yang pertama. Semuanya bekerja secara langsung dan
!
!
! 28!
!
Pada reseksi kanker, tumor biasanya ikut tereseksi bersama dengan tulang.
Tulang yang direseksi mengandung sel ganas dan sangat sulit untuk memisahkan
sel ini secara manual dan tulang dapat dipergunakan kembali. Dari sudut pandang
bedah rekonstruksi, sangat sulit untuk menggantikan tulang yang tereseksi dengan
tulang lain dari bagian tubuh lain yang tentunya memiliki ukuran dan bentuk yang
autoclave, hot water bath (pasteur method) dan terapi liquid nitrogen (Yazawa et
al. 2013)..
ganas masih tersisa pada tulang, sementara tindakan yang terlalu intens akan
keterlambatan remodeling tulang dan dapat memicu infeksi tulang (Yazawa et al.
2013) .
pada tahun 1840. Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan pecahan es dan
garam untuk mengatasi kanker superfisial. Sampai tahun 1960, teknologi yang
Saat ini operasi ini menggunakan liquid nitrogen dan mampu secara sukses
dilakukan pada ablasi tumor pada hati, prostat, ginjal dan terapi paliatif pada kanker
!
!
! 29!
!
Sloan Kettering Cancer Center Amerika Serikat pada tahun 1964 sebagai prosedur
paliatif pada pasien metastasis ke humerus dan paru- paru (Tsuchiya et al. 2010).
pada tumor tulang untuk pertama kalinya pada tahun 1984 (Abdel Rahman et al.
2009). Pendinginan berulang akan menghancurkan sel tumor pada bagian pinggir
kuretase. Lesi yang dikuretase dan begitu pula celah (cavity) didinginkan dengan
dan organel dan secara tidak langsung menyebabkan gangguan aliran darah melalui
trombus pembuluh darah kecil. Dengan penurunan suhu, sel akan mengalami
Pendinginan yang cepat dengan kristal es yang terjadi pada sel, terjadi kerusakan
Kerusakan dinding sel terjadi karena hidrasi perivaskuler dan menghasilkan distensi
dari pembuluh darah atau dalam bentuk kerusakan langsung pada sel endotelial
dan kaskade koagulasi yang memberiikan stimulasi pada peningkatan mikro trombi
!
!
! 30!
!
dengan pendinginan dan thawing. Cryosurgery biasanya dikuti pula dengan terapi
2010).
celah tulang dan diberikan kesempatan untuk thawing. Freeze-thaw cycle kemudian
diulangi sampai 2 atau 3 kali sampai mencapai kematian jaringan (tissue necrosis).
dapat dikendalikan. Keuntungan utama dari teknik ini adalah metode ini lebih tidak
invasif dan memiliki morbiditas lebih rendah dibandingkan dengan tehnik reseksi.
yang baik tentang mekanisme yang mendasari kerusakan jaringan (Baust et al.
2004)
Setiap sel dalam jaringan terkena pajanan termal yang berbeda. Sel-sel terdekat
tercepat dibandingkan dengan sel yang lebih jauh dari probe. Suhu menurun sampai
!
!
! 31!
!
panas diekstraksi dari jaringan sama dengan panas dalam cairan pendingin (Baust
et al. 2004).
Gambar!2.1!Siklus!Sel!dalam!Cryosurgery!
tidak beku. Hal ini menyebabkan penyusutan sel. Bila suhu lebih lanjut menurun,
ruang intraseluler. Atau, jika laju pendinginan cepat, sel-sel tidak dapat kehilangan
air cukup cepat untuk menjaga keseimbangan, sehingga air intraseluler menjadi
dingin dan akhirnya membeku. Simbol segi enam menggambarkan kristal es. Untuk
dari efek siklus beku-mencair seperti yang digunakan dalam cryosurgery (Bickels
et al. n.d.). Setiap aspek dari siklus beku-mencair dapat menghasilkan cedera
jaringan, dan semua bisa dimanipulasi. Oleh karena itu pengetahuan tentang efek
!
!
! 32!
!
dari setiap fase dari siklus penting, apakah tujuannya adalah kerusakan jaringan
dengan presisi dalam volume beku jaringan, peran masing- masing dalam cedera
termasuk pada tingkat lambat [15,87]. Hal ini penting untuk pembekuan jaringan in
vivo karena banyak volume beku jaringan hanya akan memperlambat tingkat
dengan sel dikemas erat. Hanya jaringan dekat dengan permukaan pertukaran panas
!
!
! 33!
!
C adalah cukup untuk kerusakan jaringan harus dilihat dengan hati- hati.
Tentu saja kerusakan jaringan yang luas terjadi di kisaran -20 sampai -30°C, tapi
kerusakan sel tumor pada kisaran suhu tidak pasti dan tidak lengkap (Baust et al.
2004)
harus dalam keadaan beku, tidak stabil, tetapi percobaan telah menunjukkan bahwa
demikian secara umum, durasi pembekuan tidak penting jika jaringan tersebut
diadakan pada suhu lebih dingin dari -50 ° C. Namun, menahan jaringan untuk
waktu yang lama di -10 ke -25 ° rentang C akan meningkatkan kerusakan karena
Pencairan yang lambat dari jaringan yang beku merupakan faktor perusak
utama. Semakin lama durasi mencair, semakin besar kerusakan pada sel-sel karena
peningkatan efek zat terlarut dan pertumbuhan maksimal kristal es. Kristal es besar
jaringan in vivo, telah menunjukkan efek merusak dari pencairan lambat (Bickels
et al. 2001).
siklus pembekuan kedua menunjukkan bahwa efek ini disebabkan waktu mencair
!
!
! 34!
!
yang lebih lama. Dilihat dari riwayat frostbite dan eksperimen in vivo, tingkat
pencairan harus selambat mungkin, yaitu, ditentukan oleh masukan dari panas
Sejak awal cryosurgery modern, laporan klinis awal tahun 1965 menekankan
Siklus kedua menghasilkan pendinginan jaringan lebih cepat dan lebih luas,
tertentu dipindahkan lebih dekat ke batas terluar volume beku (Bickels et al. 2001).
diulang paling dicatat dalam suhu beku tinggi, yaitu, suhu jaringan di -20 ke -30 °
C jangkauan. Tentu saja itu adalah dalam kisaran ini yang efek merusak
peningkatan yang paling dibutuhkan. Pada suhu jaringan -40 sampai -50 ° C dan
dingin, suhu cukup rendah untuk menghancurkan jaringan dalam satu siklus.
!
!
! 35!
!
pada mukosa mulut hamster, telah menunjukkan bahwa intraseluler kristal es yang
lebih besar dengan meningkatnya waktu antara membeku (Baust et al. 2004).
sempurna, perlekatan tendon dan ligamen mudah, dan stok tulang sesuai yang
ablasi tumor hepar, prostat dan ginjal serta pengobatan paliatif lokal kanker
merusak membran sel dan organel serta merusak jaringan vaskularisasinya. Dengan
menurunkan suhu, sel tumor mengalami dehidrasi dan proteinnya hancur akibat
mengganggu sistem enzym dalam sel. Dengan pendinginan lebih cepat, kristal es
dalam sel, merusak membran sel dan organelnya secara efek mekanis (Abdel
atau kerusakan langsung pada sel endotel pembuluh darah. Kedua hal ini
!
!
! 36!
!
trombus mikro dalam pembuluh darah dan menyebabkan iskemia jaringan tumor
telah di terapi nitrogen cair dapat menghasilkan aktifasi sistem imunitas dan
gamma dan interleukin dua belas meningkat secara signifikan setelah diberikan
perlakuan nitrogen cair. Perlakuan nitrogen cair juga dapat menekan penyebaran
Setiap tindakan, dan khususnya tindakan operasi yang baru akan menimbulkan
ruang yang banyak. Cryosurgery akan menyebabkan jaringan nekrosis, terlebih lagi
biasanya ahli bedah akan mengisi kavitas dengan graft atau terkadang
osteosynthesis. Semua faktor ini adalah mediator yang kuat untuk tempat
berkembangnya bakteri.
!
!
! 37!
!
Pada setiap tindakan bedah yang dilakukan implantasi benda asing, infeksi luka
post operatif adalah sesuatu yang harus diperhatikan. Angka kejadian infeksi luka
kavitas tulang. Sejak saat itu terjadi titik pemanasan sekitar -195oC, gelembung
udara dari nitrogen secara cepat akan terbentuk pada suhu ruangan. Pada umumnya,
kapan pun gas masuk ke dalam tubuh, akan terjadi kerusakan pada intravascular.
Emboli gas dapat menyebabkan komplikasi hemodinamik yang serius (Dabak et al.
2003).
3.! Fraktur
menyebabkan fraktur post operatif. Di tahun 1960 an, pemula cryosurgery di bidang
tumor tulang melaporkan angka kejadian fraktur yang tinggi. Fraktur biasanya
terjadi 4-8 minggu setelah tindakan, tetapi bisa juga terjadi 8 bulan setelah
!
!
! 38!
!
terkadang kombinasi dengan bone graft dan bone cement, angka kejadian fraktur
Tumor tulang jinak, khususnya bone cyst dan aneurismal bone cyst cenderung
terjadi pada pasien dengan tulang immature. Tumor ini biasanya terjadi di metafisis,
sering sampai epifisis. Kerusakan epifisis oleh tumor atau oleh cryosurgery sangat
tumor tulang jinak yang agresif, semua dilakukan cryosurgery. Mereka melihat
terdapat 2 pasien dengan kerusakan epifisis. Saat operasi tidak dilakukan usaha
pencegahan pada epifisis, focus utama operasi adalah kontrol tumor (Bickels et al.
2001).
terlalu rendah.
berlokasi di sendi besar. Kerusakan permukaan artikular, baik itu karena tumor atau
!
!
! 39!
!
dikenali pada awal tindakan cryosurgery pada kasus tumor tulang. Marcove
melaporkan 9 dari 128 pasien mengalami kelumpuhan saraf setelah dilakukan terapi
Costa et.al. (2011) cryosurgery liquid nitrogen pada diaphysis femur tikus
1 menit. Ini menyebabkan tidak mungkin untuk dilakukan analisis histologi seperti
menginduksi kematian sel tumor dengan menyebabkan kerusakan membran sel dan
1.! Kerusakan!sel!langsung!!
!
!
! 40!
!
Dengan meningkatnya konsentrasi zat terlarut melebihi batas mengerut sel tersebut,
sehingga menjadikan konsentrasi zat terlarut intraseluler yang tinggi. Selama proses
thawing, isi dari sel memiliki konsentrasi lebih tinggi dari ekstraseluler. Namun ada
kekurangan dari hipotesis ini, pertama tidak adanya volume minimum yang aktual
yang dapat diukur. Kedua, telah diobservasi bahwa derajat hemolisis yang sama
dapat terjadi pada volume sel yang berbeda menggunakan perbedaan konsentrasi
dengan gliserol. Oleh karena itu, mengerut sel dan re-expansion merupakan
penyebab kerusakan sel yang signifikan, pengurangan volume sel mungkin bukan
pertama terjadi pada suhu 0° sampai -5° C, saat protoplasma mengerut ke volume
minimal di mana hampir 80% air hilang. Selama thawing, sel mengalami re-expand
namun lisis sebelum mencapai volume aslinya. Bagaimanapun, saat sel di thawing,
sel tidak berespons secara osmotik dan tidak terjadi re-expand. Peneliti
kegagalan air dan molekul terlarut untuk masuk ke membran selama re-expasion
!
!
! 41!
!
yang sangat dingin melalui aqueous pore dari membran sel. Bertambahnya sel
ekstraseluler dan membran plasma, ditandai dengan sudut kontak antara membran
sel dan es, menyebabkan formasi es intraseluler. Teori terakhir adalah teori robekan
robekan membran saat tekanan kritis gradien osmotik seluruh membran selama
al. 2007).
disebabkan stasis dari aliran darah setelah thawing. Observasi lainnya mengatakan
bahwa perdarahan pada kulit manusia yang dibekukan berubah pada suhu -5°C di
nekrosis jaringan setelah fostbite (Yiu et al. 2007; Ramajayam & Kumar 2013).
vaskuler hancur dalam satu jam. Agregasi platelet terjadi segera setelah thawing.
!
!
! 42!
!
thawing, dilanjutkan dengan keluarnya sel darah merah dalam enam jam dan
agregasi eritrosit terjadi pada kondisi tersebut. Teori lainnya adalah dengan aktifasi
2.4 VEGF
paling kuat, menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru. Potensi dari VEGF
!
!
! 43!
!
(Eckardt et al. 2005). VEGF endogen disekresi dari sel endothelial, fibroblast,
osteoblast dan tipe sel lain dan ekspresinya, dan ekspresi dari reseptor ini, diregulasi
dengan hipoksia dan iskemia. VEGF berikatan dengan reseptor sel endothelial
Dengan!mRNA!splicing!VEGF!dari!tikus!mempunyai!setidaknya!3!protein!
isoform,!VEGF120,!VEGF164!dan!VEGF188.!Dimana!VEGF120!tidak!berikatan!
dengan!heparan!sulfat!dan!berdifusi!secara!bebas.!VEGF188!berikatan!dengan!
Pada! tikus! VEGF188! ! banyak! ditemukan! di! paru! –! paru,! hati! dan! jantung!
sedangkan!VEGF164!dan!VEGF120!banyak!ditemukan!pada!tak,!mata,!otot!dan!
ginjal!(Ng!et!al.!2001).!
tyrosinkinase!yang!berbeda,!yaitu!VEGF!receptor!1!(VEGF!R1/FltS1)!dan!VEGF!
receptor! 2! (VEGF! R2/FlkS1)! dan! aktivasi! reseptor! di! dalam! sel! endothelial,!
dimana!akan!menginduksi!fosforilasi!dan!memicu!migrasi!dari!sel!endothelial!
dan!proses!angiogenesis.!Osteoblas!diperkirakan!merupakan!sumber!penting!
dari! VEGF.! Produksi! VEGF! oleh! osteoblas! distimulasi! oleh! faktor! hormonal,!
salah! satu! pemicu! utama! dari! produksi! VEGF! di! tulang.! Oateoblas!
!
!
! 44!
!
angiogenesis!dan!osteogenesis!juga!akan!meningkat.!Pada!percobaan!in!vivo!
yang! berbanding! lurus! dengan! jumlah! vaskularisasi! pada! tulang! (Clarkin! &!
Gerstenfeld!2013).!
jaringan!tulang!yang!rusak(Almubarak!et!al.!2016).!
Ada beberapa sumber untuk menggantikan tulang yang hilang. Sumber bone
graft yang paling umum adalah material autogenous bone graft. Autograft adalah
sumber yang kaya akan protein osteogenik, dan tidak ada penolakan, tapi awalnya,
graft ini mungkin tidak memiliki integritas structural yang optimal untuk
kortikal menyediakan stabilitas yang lebih baik, tapi morbiditas donor signifikan.
Sediaan hydroxyapatite telah digunakan, tapi graft ini mungkin akan sulit
tulang berongga, dan waktu penyatuan kalsium fosfat sangat bervariasi tergantung
!
!
! 45!
!
berasal dari inang sendiri (autograft), dari donor satu spesies (allograft), dari donor
spesies lain (xenograft) atau substitusi tulang seperti demineralized bone matrix
(Pei et al. 2012). Selain itu pembedahan rekonstuksi juga dapat menggunakan
autograft yang tersedia, morbiditas pada lokasi donor, kualitas tulang yang tidak
dapat diprediksi, risiko perdarahan, bertambahnya waktu operasi dan risiko infeksi
pada lokasi donor. Hal tersebut menjadi suatu kelemahan yang signifikan dari
prosedur ini. Allograft dan xenograft juga memiliki kelemahan yaitu risiko infeksi
Salah satu penanganan defek luas tulang yang saat ini sedang dikembangkan
n.d.). Studi yang banyak dilakukan pada angiogenic growth factors dalam prosedur
bersangkutan. Pilihan utama untuk rekonstruksi antara lain: bone graft autogenik
!
!
! 46!
!
Dengan berkembangnya bedah mikro, maka dapat dilakukan bone graft yang
tervaskularisasi. Dengan tetap adanya aliran darah ke sel-sel bone graft, maka
pembentukan dan penyatuan tulang akan menjadi lebih baik. Teknik ini
bentuk rekonstruksi menggunakan tulang mati (beku atau beku kering). Di negara
beberapa metode untuk menggunakan ulang tulang yang telah direseksi, yakni
dan osteogenesis. Adapun kelemahan dari penggunaan autograft antara lain nyeri
dari tempat donor dan berpotensial terjadinya komplikasi lokal seperti hematoma,
Bone graft memiliki memiliki fungsi sebagai gap filler (pengisi celah) pada
bone defect. Pada saat bone graft bertaut dengan permukaan tulang maka jarak antar
fragmen tulang menjadi lebih kecil. Fiksasi yang stabil dan menurunnya gap antar
fragmen tulang akan menurunkan strain ratio pada fracture gap sehingga
penyembuhan tulang dapat tercapai. Auto bone graft dan allograft memiliki
!
!
! 47!
!
2.5.1 Hydroxyapatite
kolagen fibril yang mengandung material embedded, tersusun dengan baik, nano
serupa dengan matriks tulang inorganic – Ca10 (OH) 2(PO4)6. Struktur kimia yang
termasuk untuk mengontrol pelepasan obat obatan dan bone tissue engineering
sintetik memiliki afinitas yang tinggi terhadap jaringan tubuh host yang keras.
aplikasi klinis dibandingkan substitute tulang yang lain seperti allograft atau
implant metal. Kelebihan utama dari Hydroxyapatite sintetik pada aplikasi klinis
osteokonduktif dan osteoinduktif yang baik. Sebuah studi yang dilakukan oleh
yang sangat baik dengan jaringan lunak seperti kulit, otot, dan gusi. Kapabilitas ini
membuat Hydroxyapatite sebagai kandidat ideal untuk implant ortopedi dan dental.
Penggunaan umum termasuk untuk bone repair, bone augmentation dan juga untuk
melapisi implant, atau sebagai filler pada tulang. Akan tetapi kekuatan mekanis
!
!
! 48!
!
tingkat densifikasi yang lebih baik karena luas permukaan yang lebih tinggi, dan
juga meningkatkan fracture toughness, dan juga property mekanikal. Terlebih lagi,
bioaktivitas yang lebih baik, oleh karena itu, partikel Hydroxyapatite dapat
Nano Ha telah memainkan peran yang penting dalam bidang biomedis oleh
berevolusi dalam beberapa decade terakhir. Pada masa depan, kemampuan untuk
fungsionalisasi dengan berbagai jenis molekul yang berbeda dengan dimensi yang
!
!
! 49!
!
berbeda, dan juga potensi sebagai struktur nano baik secara fisik maupun kimia,
akan memungkinkan untuk targeting selektif dari system biologis. (Zhou & Lee
2011)
Calcium sulfate merupakan salah satu jenis bone graft yang berfungsi sebagai
beberapa biomaterial seperti faktor pertumbuhan (Thomas & Puleo 2009). Calcium
sulfate merupakan salah satu ceramic-based bone graft yang memiliki sifat
penggunaan calcium sulfate sebagai karier untuk pelepasan VEGF pada defek
tulang dapat memberikan manfaat yang cukup besar dalam hal peningkatan
osteoid dan regenerasi tulang. Prosedur ini memiliki potensi yang cukup besar
2.6 Kolagen
Matriks ekstraselular dari jaringan konektif terdiri dari susunan yang kompleks
yang terdiri dari berbagai jenis protein yang berbeda yang memiliki integritas
!
!
! 50!
!
struktur dan fungsi fisiologis yang berbeda. Susunan supramolecular dari elemen
karakteristik biofisik. Komposisi dan struktur berbeda beda antara jaringan konektif
yang satu dengan yang lain. Sintesis dari protein struktural dan komponen
biologis yang unik pada tempat yang berbeda.(Gelse et al. 2003)(Aela & De 2000)
triple helix dari tiga rantai polipeptida, dan semua jenis dari kolagen membentuk
distribusi jaringannya berbeda satu dengan yang lainnya. Sampai saat ini, terdapat
dari struktur, ada atau tidaknya domain non-helical, susunan, dan fungsinya.
Keluarga terbesar dari kolagen, yang mencakup 90% dari keseluruhan jenis kolagen
fibrilar dari articular cartilage. Stabilitas torisional dan tensile strength berperan
terhadap stabilitas dan integritas dari jaringan ini. Kolagen tipe IV memiliki
susunan triple helix yang lebih fleksibel. Kolagen mikrofibril tipe VI memiliki
!
!
! 51!
!
dengan fibril kolagen lainnya. Fibril associated collagens (FACIT) dengan struktur
interrupted triplehelices seperti tipe IX, XII, dan XIV berhubungan dengan molekul
tunggal dengan fibril kolagen berukuran besar dan memaikan peran dalam regulasi
diameter fibril kolagen. Kolagen tipe VIII dan X membentuk susunan heksagonal,
sedangkan tipe XIII dan XVII menyusun membrane sel (Gelse et al. 2003; Kruger
et al. 2013).
Walaupun berbagai tipe kolagen mempunyai struktur yang sangat berbeda beda
antar satu dengan yang lainnya, semua anggota dari keluarga kolagen mempunyai
sebuah ciri khas: right-handed triple helix yang tersusun dari tiga buah rantai α. Hal
ini dapat tersusun dari tiga rantai yang saling identic (homotrimers), seperti tampak
pada kolagen II, III, VII, VIII, X, dan lainnya, atau dua atau lebih rantai yang
berbeda (heterotrimers), seperti yang tampak pada kolagen tipe I, IV, V, VI, IX,
dan XI. Setiap tiga dari rantai α di dalam molekul akan membentuk left handed
helix dengan 18 asam amino setiap putarannya. Ketiga rantai ini, dengan residu
yang relatif satu dengan yang lainnya, menggulung pada bagian sentral ke arah
kanan dan membentuk triple helix. Struktur yang dibutuhkan untuk pembentukan
triple helix adalah residu glycine, asam amino yang paling kecil, pada setiap posisi
berkumpul pada bagian tengah dengan suatu cara sehingga seluruh residu glycine
terposisikan pada bagian tengah triple helix, dan rantai lainnya menyusun posisi
bagian luar. Hal ini memungkinkan bentuk yang rapat dari molekul ini. Posisi X
dan Y sering diisi oleh proline dan hydroxyproline. Tergantung dari tipe kolagen,
!
!
! 52!
!
Panjang dari bagian triple helix berbeda antar kolagen. Ikatan helix Gly X-Y yang
berulang adalah struktur yang mendominasi fibril forming collagens (I, II, III),
dimana pada panjang 300nm, tersusun atas 1000 asam amino. Pada kolagen tipe
lainnya, domain kolagen ini jauh lebih pendek dan mengandung struktur non-triple
helix. Oleh karena itu, kolagen tipe VI atau X mengandung triple helix dengan 200-
460 asa amino. Walaupun triple helix adalah fitur kunci dari seluruh kolagen dan
mewakili bagian utama dari fibril-forming collagen, domain non kolagen juga
berperan dalam regulasi diameter fibril primer. Telopeptida non helical terlibat
dalam ikatan kovalen molekul kolagen dan juga ikatan struktur molekul dengan
sekitar 70 nm, berdasarkan susunan monomer kolagen individual (Gao et al. 2013)
!
!
! 53!
!
Kolagen tipe I adalah tipe yang paling banyak dan tipe yang paling banyak di
pelajarin. Kolagen tipe I membentuk lebih dari 90% dari struktur organic tulang
dan merupakan kolagen utama dari tendon, kulit, ligamen, kornea dan jaringan
otak, dan badan vitreous. Triple Helix dari kolagen tipe I disusun oleh heterotrimer
oleh dua rantai α-1 yang identic dan satu rantai α2. Fiber triple helix tersusun
menjadi suatu komposit yang mengandung kolagen tipe III ( pada kulit dan jaringan
reticular) atau kolagen tipe V ( pada tulang, tendon, kornea). Pada organ, khususnya
tendon dan fascia, kolagen tipe I berperan dalam tensile stiffness, dan pada tulang
strength, dan torsional stiffness setelah proses kalsifikasi (Polewski et al. 2010).
Akan tetapi, kolagen ini tidak spesifik terbatas pada kartilago, juga terdapat pada
embrionik. Triple helix dari kolagen tipe II disusun oleh tiga rantai α1 yang
biomekanis yang sama dengan kolagen tipe I. Kolagen fibril pada kartilago
mewakili heterofibril yang mengandung kolagen tipe II, juga tipe XI, dan IX,
kolagen tipe I, rantai kolagen tipe II menunjukkan jumlah hydroxylysine yang lebih
tinggi dan juga residu glucosyl dan galactosyl, yang memediasi interaksi dengan
!
!
! 54!
!
Kolagen tipe III adalah homotrimer dari tiga rantai α 1 dan banyak terdapat
pada jaringan yang mengandung kolagen tipe I, kecuali tulang. Kolagen ini
merupakan komponen yang penting pada jaringan reticular pada jaringan intersisial
dari paru paru, liver, dermis, limpa, dan pembuluh darah. Molekul homotrimerik
ini juga berkontribusi dalam mixed fibril dengan kolagen tipe I dan banyak terdapat
Kolagen tipe V dan XI dibentuk oleh heterotrimer dari tiga rantai α yang
berbeda, Kombinasi dari kolagen tipe V dan XI tampak pada berbagai jaringan.
Kolagen tipe V membentuk heterofibril dengan tipe I dan III dan berkontribusi
dalam pembentukan matriks tulang organic, stroma kornea dan matriks intersisial
dari otot, liver, paru paru, dan plasenta. Kolagen tipe XI banyak terdapat pada
2.7 Hubungan VEGF, Calcium Sulfat dalam Pembentukan Sel Osteoblas dan
Matriks Osteoid
baru. Hal ini secara klinis berpengaruh pada proses pembentukan tulang. Penelitian
aktivasi langsung dari sel osteoblast. Deposisi VEGF pada defek kerusakan tulang
telah menunjukan peningkatan dari pembentukan matriks tulang pada defek burr
hole, fraktur femur pada mencit dan defek critical-sized dari radius Tikus. Hal ini
!
!
! 55!
!
tulang pada kelainan orthopaedi. Ekspresi faktor pertumbuhan seperti VEGF dapat
progenitor. Proses angiogenesis oleh VEGF ini juga merangsang BMP-2 untuk
pertumbuhan dan sitokin sel endothelial, meningkatkan jumlah nodul dan aktivitas
alkaline phosphatase serta sehingga terjadi stimulasi, migrasi, proliferasi dari sel
dapat berasal dari inang sendiri (autograft), dari donor satu spesies (allograft), dari
donor spesies lain (xenograft) atau substitusi tulang seperti demineralized bone
autograft yang tersedia, morbiditas pada lokasi donor, kualitas tulang yang tidak
dapat diprediksi, risiko perdarahan, bertambahnya waktu operasi dan risiko infeksi
pada lokasi donor. Hal tersebut menjadi suatu kelemahan yang signifikan dari
prosedur ini. Allograft dan xenograft juga memiliki kelemahan yaitu risiko infeksi
dan non-union.
!
!
! 56!
!
Bone graft memiliki memiliki fungsi sebagai gap filler (pengisi celah) pada
bone defect. Pada saat bone graft bertaut dengan permukaan tulang maka jarak antar
fragmen tulang menjadi lebih kecil. Fiksasi yang stabil dan menurunnya gap antar
fragmen tulang akan menurunkan strain ratio pada fracture gap sehingga
penyembuhan tulang dapat tercapai. Auto bone graft dan allograft memiliki
Calcium sulfate (CS) memiliki posisi yang unik dalam dunia material
biomaterial yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Biomaterial ini juga
calcium sulfate secara virtual akan mengalami resorpsi komplit secara in vivo tanpa
menimbulkan respon. Material mentah untuk membuat calcium sulfate relatif tidak
mahal dan tersedia dalam jumlah yang banyak, sebagai tambahan, calcium sulfate
dapat digunakan sebagai media pengantar untuk mengirimkan antibiotic dan agen
farmakologis yang lain, dan growth factors. (Thomas & Puleo 2009)(Rauschmann
et al. 2005)
Calcium sulfate juga dikenal dengan nama lain “gypsum” adalah mineral yang
!
!
! 57!
!
dari silikat, lead, strontium, dan berbagai jenis material lainnya. (Thomas & Puleo
2009)
sebuah proses yang dikenal sebagai kalsinasi. Produk hasilnya dinamakan calcium
sulfate hemihydrate, yang juga dikenal sebagai Plaster of Paris.(Thomas & Puleo
2009)
Bentuk hemihidrat dari calcium sulfate eksis dalam dua bentuk, α dan β, yang
berbeda dalam bentuk kristal, area permukaan, dan lattice imperfections. Walaupun
material ini secara kimia identic, mereka berbeda dalam property fisiknya. Bentuk
α hemihidrat adalah dental stone, yang membentuk diagnostic casts. Bentuk ini
cukup keras dan lebih sulit larut dibandingkan dengan bentuk β hemihidrat. β
dihidrat akan terbentuk dengan reaksi eksotermik ringan. (Thomas & Puleo 2009)
dari material yang biokompatibel. Banyak peneliti telah meneliti respons inflamasi
yang minimal dari implantasi calcium sulfate. Respon dalam bidang dental dan
ortopedi mengindikasikan bahwa resorpsi calcium sulfate cepat dan komplit jika
calcium sulfate dapat dipercepat pada osteoporosis dan hal ini berpengaruh
!
!
! 58!
!
Ion kalsium dilepaskan pada saat disolusi calcium sulfate, peningkatan lokal
dari ion kalsium akan meningkatkan pembentukan osteoblast dan fungsinya, dan
beserta dengan faktor pertumbuhan (TGF-β, IGF, bFGF, VEGF, PDGF, BMP) akan
osteoblast ini penting dalam proses osteoblastogenesis sesuai dengan gambar 2.1
berikatan dengan matriks tulang. Pelepasan dari biomolekul, seperti BMP, akan
!
!
! 59!
!
sulfate sebagai material regenerative pada akhir abad ke 19. Selama 60 tahun
kemudian, Lillo dan Peltier menggunaan calcium sulfate untuk memperbaiki defek
tulang pada kanin dan melporkan bahwa calcium sulfate tidak mernimbulkan
menemukan bahwa tidak adanya inflamasi dan morfologi tulang yang normal.
!
!
! 60!
!
Radentz dan Collins mengevaluasi penggunaan calcium sulfate sebagai grafts pada
defek tulang kanin dibandingkan dengan yang tidak diberikan graft. Subjek yang
melindungi tempat defek dan mencegah down growth dari epithelium (Thomas &
Puleo 2009).
Regeneration Barrier, yang berfungsi juga sebagai graft expander, calcium sulfate
sesuai dengan propertinya, dapat berfungsi sebagai GTR barrier hanya apabila
dilapisi dnegan material graft yang dapat berfungsi sebagai spacemaker ( cth :
autogenous bone). Selain berfungsi sebagai space filling dan barrier, calcium
sulfate juga diteliti dapat berfungsi sebagai media untuk agen terapeutik, seperti
antibiotic, obat bermolekul kecil, dan growth factor (Thomas & Puleo 2009).
!
!
! !
BAB III
dalam homeostasis tulang yang merupakan proses yang sinergis dan saling
endotel vaskuler akibat aktivasi IL-1, IL-6, TNF dan PAF serta aktivasi reseptor
VEGF yaitu Flt-1 dan Flk-1 sehingga terjadi rangsangan angiogenesis. Sekresi
Endothelin-1 oleh sel endothel juga dapat merangsang perekrutan sel mesenkim
progenitor. Proses angiogenesis oleh VEGF ini memicu sel mesenkim progenitor
pathway) sehingga terjadi induksi gen spesifik osteoblast (NF-kB, Cox-2 dan
CREB) yang memicu proliferasi dan diferensiasi osteoblast. Disamping itu, calcium
61!
!
62!
!
sulphate juga dapat berguna sebagai biomaterial penghantar growth factor seperti
VEGF. Pemberian VEGF dalam calcium sulfate dapat membantu proses regenerasi
tulang melalui stimulasi proliferasi dan diferensiasi osteoblast serta sintesis kolagen
Sel!Endotel!
S!Aktivasi!ILS1,!ILS6,!
TNF!serta!PAF.!
VEGF! S!Aktivasi!reseptor!
FltS1!dan!FlkS1!untuk! Neovaskularisasi!
angiogenesis.!
Scaffold!
(calcium sulfate)!
Sekresi!EndothelinS1!
Pelepasan!ion!
Calcium! infiltrasi!MSC!ke!
subperiosteal,!
Stimulasi!Sel!MSC! diferensiasi!
osteoblastik!
Aktivasi!jalur! Induksi!gen!
signaling! spesifik!osteoblast!
intraseluler! (NFSkB,!CoxS2!dan!
(PLCSPKA! CREB)!!
pathway)! !
melalui!Calcium!
Channel! Sel!Osteoblast!
!
!
Stimulasi,!Proliferasi,!
Stimulasi! Differensiasi,!Kemotaktik.!
sintesis!kolagen!
tipe!I!
Inhibisi!Apoptosis!
!
!
! 63!
TIKUS!PUTIH!
FAKTOR INTERNAL
• Strain FAKTOR EKSTERNAL
• Usia • Nutrisi
• Jenis kelamin • Aktivitas fisik
• Berat badan • Lingkungan!
• Hormonal
• Penyakit!
Bone0Healing0 Bone0Healing0
Osteoblas!↑! Osteoblas!!↑↑!
!!!!Kolagen!Tipe!I!↑! Kolagen!Tipe!I!↑↑!
! !
!
! 64!
3.3 Hipotesis
1.! Pemberian VEGF dalam calcium sulfat meningkatkan jumlah sel osteoblast
pada defek tulang yang telah dilakukan bone recycling dengan nitrogen cair.
2.! Pemberian VEGF dalam calcium sulfat meningkatkan ekspresi kolagen tipe I
pada defek tulang yang telah dilakukan bone recycling dengan nitrogen cair.
!
!
BAB IV
METODE PENELITIAN
meningkatkan jumlah sel osteoblas dan kadar kolagen tipe I pada defek tulang yang
telah dilakukan bone recycling dengan nitrogen cair. Penelitian ini dilakukan
P1 O1
P S R
P2 O2
P = populasi
S= Sampel
R= randomisasi
O1= data akhir kelompok defek tulang yang telah dilakukan bone recycling
O2= data akhir kelompok defek tulang yang telah dilakukan bone recycling
65!
!
! 65!
!
Waktu dilaksanakan penelitian mulai bulan Juni 2016 sampai bulan Agustus
2016.
4.3.1 Populasi
Sampel dalam penelitian ini adalah tikus yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
!
!
! 66!
!
a.! Kriteria eksklusi: tikus sakit (gerakan tidak aktif) dan tidak mau makan saat
penelitian.
(k-1)(r-1) > 15
(2-1)(r-1) > 15
k : Jumlah macam perlakuan
1 (r-1) > 15 r : Jumlah replikasi untuk tiap kelompok
(r-1) > 15
r > 16
Dari perhitungan di atas didapatkan besar sampel minimal adalah 16. Dengan
pertimbangan kelompok hewan coba ada yang dropout maka ditambahkan pada
atas digunakan sampel sebanyak 16 + 10% (16) = 18 ekor hewan coba untuk tiap
b.! Variabel tergantung : jumlah sel osteoblas dan jumlah kolagen tipe I
!
!
! 67!
!
c.! Variabel kendali : Strain, jenis kelamin, umur, berat badan, makanan,
lingkungan.
a.! Calcium Sulfate : Bone graft yang berupa pellets dengan merk “PerOssals”
b.! VEGF : Recombinant Rat Vascular Endothelial Growth Factor 164 (VEGF)
c.! Jumlah osteoblas (number of osteoblast per bone surface - N. OB/BS) adalah
d.! Kolagen tipe I adalah tipe serat kolagen yang menyusun sebagian besar
ekspresi!kolagen!tipe!I!pada!penelitian!ini!adalah!dengan!metode!semiS
!
!
! 68!
!
pandang.!Adapun!interprestasinya!adalah!sebagai!berikut:!!!
pada ˃ 5 spikula.
e.! Defek tulang femur tikus : adalah defek pada tulang femur tikus dengan
nitrogen cair. Defek tulang femur tikus yang sudah di eksisi direndam dalam
pada suhu ruangan selama 15 menit dan direndam pada cairan normal saline
wire.
g.! Strain: adalah satu kumpulan binatang tikus yang memiliki kesamaan
h.! Jenis kelamin: adalah jenis kelamin jantan yang diketahui dari ciri anatomis
tikus.
i.! Umur: lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) yang
!
!
! 69!
!
j.! Berat badan: massa tubuh meliputi otot, tulang, lemak, cairan tubuh, organ
satuan kilogram.
k.! Makanan: segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam tubuh yang
mengatur semua proses dalam tubuh. Diet normal tikus adalah pelet. Pelet
(45%), serat kasar (5%), serta vitamin dan mineral. Masing-masing tikus
dipelihara pada kandang ukuran 40x30cm, dialasi dengan gerabah padi dan
diberikan diet normal berupa pelet dan air dua kali sehari.
1. Peralatan bedah minor: pinset anatomis dan sirurgis, scalpel atau mesh
3. Doek steril
5. Kasa Steril
7. K – wire 1,2 mm
!
!
! 70!
!
2.! Ketamine
7.! Aquabides
10.!Nitrogen Cair
1.! Digunakan 30 ekor tikus putih (Wistar Rat) jantan, usia 4-5 bulan, berat
badan 200-250 gram dengan kesehatan yang baik yang ditandai dengan
gerakan aktif, bulu tidak kusam, serta memiliki respon yang baik terhadap
rangsangan sekeliling.
!
!
! 71!
!
6.! Dilakukan disinfeksi pada tungkai bawah kanan hewan coba dengan
7.! Dilakukan insisi kulit parapatellar median yang dilanjutkan dengan insisi
pada kapsul sendinya melalui midline melalui otot vastus medial sampai
tulang femur kanan pada hewan coba dan dilakukan bone recycling dengan
kemudian dipotong ujung wire tersebut. Ujung wire ditanam pada tulang
rawan sendi lutut, kemudian luka ditutup dengan benang nilon 4.0.
!
!
! 72!
!
12.!Penelitian dilakukan pada pagi hari pukul 09.00 WITA, pada hari pertama
penelitian.
40x30cm, dialasi dengan gerabah padi dan diberikan diet normal berupa
penelitian.
15.!Diet normal tikus adalah pelet. Pelet yang diberikan mengandung protein
(20%), Lemak (5%), karbohidrat (45%), serat kasar (5%), serta vitamin dan
17.!Apabila dalam perjalanan tikus jatuh sakit maka tikus tersebut akan di
18.!Pada hari terakhir minggu ke-4, tikus disuntik sampai mati dengan
2011).
!
!
! 73!
!
36 Tikus
Analisa Data
a.! Uji Normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro Wilks untuk
b.! Uji Homogenitas data dengan menggunakan uji Levene’s Test untuk
!
!
! 74!
!
bila tidak berdistribusi normal atau data ordinal dapat dilakukan uji
!
!
!
!
BAB V
HASIL PENELITIAN
dan ekspresi kolagen tipe I. Selanjutnya data yang terkumpul dilakukan analisis
lebih jelas mengenai distribusi dan simpangan baku dari masing-masing variabel
penelitian.
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi subjek penelitian masing-masing kelompok
Kontrol 16 50.00
(Kalsium Sulfat)
Perlakuan 16 50.00
(Kalsium Sulfat dengan VEGF)
Total 32 100
Dari distribusi di atas dapat dilihat bahwa total jumlah subjek penelitian adalah
VEGF adalah sebanyak 16 atau 50.00 % dari total seluruh subjek dan kelompok
perlakuan dengan pemberian Calcium sulfate dan VEGF sebanyak 16 atau 50.00%.
75!
!
! 76!
!
Tabel 5.2
Rerata jumlah osteoblas pada masing-masing kelompok
Kelompok
Perlakuan dengan
Kontrol dengan
Kalsium Sulfat dan
Variabel Kalsium Sulfat
VEGF
(n=16)
(n=16)
(Mean ± SD)
(Mean ± SD)
Rerata jumlah osteoblas pada kelompok kontrol dengan kalsium sulfat adalah
Tabel 5.3
Persentase ekspresi Kolagen tipe I pada masing-masing kelompok
Kelompok
Ekspresi Kolagen Kontrol dengan Perlakuan dengan
Type I Kalsium Sulfat Kalsium Sulfat dan VEGF
n (%) n (%)
!
!
! 77!
!
Ekspresi kolagen tipe I pada kelompok perlakuan dengan kalsium sulfat dan VEGF
populasi.! Uji! statistik! inferensial! yang! digunakan! pada! penelitian! ini! adalah!
independent0t'test!bila!data!berdistribusi!normal!dan!varian!datanya!homogen.!
Penilaian! hasil! uji! menggunakan! 95%! CI! dan! nilai! p! pada! batas! kemaknaan!
0.05.!!
!
!!!!!!!!
5.2.1 Uji normalitas dan homogenitas
uji normalitas. Dengan jumlah data sebanyak 32 (n < 50), maka uji normalitas yang
digunakan terhadap data hasil penelitian adalah Shapiro-Wilk test, sedangkan uji
Tabel 5.4
!
!
! 78!
!
Tabel 5.5
Uji Homogenitas varian data variabel-variabel penelitian dengan Levene’s Test
Tabel di atas menunjukkan bahwa data jumlah osteoblas memiliki varian data yang
Untuk variabel numerik dilakukan uji kemaknaan untuk data dua kelompok
tidak berpasangan yaitu independent t-test untuk data yang berdistribusi normal.
Untuk mengetahui efek dari masing-masing variabel pada kelompok perlakuan dan
kelompok.
Tabel 5.6
Hasil uji komparabilitas data post-test variabel penelitian untuk kelompok
perlakuan dan kontrol
!
Kelompok
Perlakuan Kontrol
95% CI
dengan dengan Beda Nilai
Variabel Kalsium Kalsium rerata p
Sulfat dan Sulfat
VEGF (n = 16)
(n = 16)
Jumlah 387,875 ± 284,937 ± 102.93 92.605 - 0,000
Osteoblas 17,587 10,009 750 113.269
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah osteoblas pada kelompok perlakuan lebih
!
!
! 79!
!
kelompok perlakuan dan kontrol signifikan secara statistik dengan nilai p = 0,000
(p< 0,05).
Untuk variabel ordinal dilakukan uji kemaknaan untuk data dua kelompok
Tabel 5.7
Hasil uji komparabilitas data post-test variabel penelitian untuk kelompok
perlakuan dan kontrol
!
Mean Rank Nilai p
Perlakuan dengan Kontrol dengan
Variabel Kalsium Sulfat dan Kalsium Sulfat
VEGF (n = 16)
(n = 16)
Tabel di atas menunjukkan bahwa ekspresi kolagen tipe I pada kelompok perlakuan
memiliki mean rank lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan
perbedaan mean rank antar kelompok perlakuan dan kontrol signifikan secara
!
!
!
!
BAB VI
Data hasil penelitian yang telah diolah dan dianalisis dengan metode
statistik sesuai dengan hipotesis penelitian yang telah dibuat. Berikutnya hasil
Untuk mengetahui dan menguji efek Vascular Endothelial Growth factor dalam
Calcium Sulfat terhadap sel Osteoblas dan Kolagen tipe I pada defek tulang femur
tikus setelah dilakukan bone recycling dengan nitrogen cair, maka dilakukan
penelitian pada tikus putih jenis wistar dengan jenis kelamin jantan umur 16-20
minggu dengan berat 200-250 gram dan dalam kondisi sehat tanpa cacat.
dilakukan, sebelumnya belum pernah ada yang meneliti tentang pengaruh Vascular
Endothelial Growth Factor dalam Calcium Sulfat terhadap sel Osteoblas dan
Kolagen tipe I pada defek tulang femur tikus setelah dilakukan bone recycling
80!
!
! 81!
!
6.2. Hubungan VEGF dalam Calcium Sulfat dengan Sel Osteoblas Pada Defek
Cair.
Pada penelitian ini didapatkan rerata jumlah osteoblas lebih banyak pada
kelompok perlakuan VEGF dalam Calcium Sulfat pada defek tulang femur tikus
setelah dilakukan bone recycling dengan nitrogen cair dan terbukti berbeda secara
nilai p = 0,000 (CI 95%: 92.605 - 113.269). Ini menunjukkan bahwa pemberian
VEGF dalam calcium sulfate dapat meningkatkan jumlah osteoblas pada defek
tulang femur tikus yang dilakukan bone recycling dengan nitrogen cair.
yang signifikan secara statistik pada model defek tulang tikus yang diberikan
calcium sulfate dengan VEGF. Penelitian ini juga sejalan dengan studi lain oleh
terhadap stimulasi peningkatan proliferasi osteoblast sampai lebih dari 70%. Pada
calcium sulfate yang diberikan VEGF. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
pembentukan tulang dapat dijelaskan melalui efek calcium sulfate yang dapat
!
!
! 82!
!
tulang melalui ikatan dengan tulang di sekitarnya dan kemudian meresopsi, dan
meningkat pada defek tulang yang diterapi dengan calcium, menandakan efek
angiogenesis positif dari calcium sulfate. Di samping itu, ion kalsium dilepaskan
pada saat disolusi calcium sulfate, sehingga terjadi peningkatan lokal dari ion
mekanoreseptor pada sel osteoblast (integrin dan calcium channels) beserta dengan
faktor pertumbuhan (TGF-β, IGF, bFGF, VEGF, PDGF, BMP) akan menginduksi
pembuluh darah baru. Hal ini secara klinis berpengaruh pada proses pembentukan
protein (BMPs) dan aktivasi langsung dari sel osteoblast. Deposisi VEGF pada
tulang pada defek tulang femur pada tikus dan defek critical-sized dari radius Tikus.
!
!
! 83!
!
progenitor. Proses angiogenesis oleh VEGF ini juga merangsang BMP-2 untuk
pertumbuhan dan sitokin sel endothelial, meningkatkan jumlah nodul dan aktivitas
alkaline phosphatase serta sehingga terjadi stimulasi, migrasi, proliferasi dari sel
sehingga mineralisasi matriks osteoid dan bone regeneration akan terjadi. Efek dari
VEGF dalam Calcium Sulfat lebih meningkatkan jumlah sel Osteoblas daripada
6.3. Hubungan VEGF dalam Calcium Sulfat dengan Kolagen Tipe I pada
Nitrogen Cair.
perlakuan memiliki mean rank lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol,
dan perbedaan mean rank antar kelompok perlakuan dan kontrol signifikan secara
statistik dengan nilai p = 0,000 (p< 0,05). Ini menunjukkan bahwa pemberian VEGF
dalam calcium sulfat dapat meningkatkan ekspresi Kolagen tipe I pada defek tulang
kolagen tipe I. Ekspresi kadar Cbfa1 dan mRNA kolagen tipe I akan menurun bila
ekspresi VEGF dihilangkan pada proses pembentukan tulang baru. Pada penelitian
Peng et al (2005), penghambatan VEGF dengan sFlt1 pada kasus fraktur femur pada
!
!
! 84!
!
dan kepadatan mineral pada kalus yang mengalami kalsifikasi. Hal ini
ini diekspresikan oleh sel-sel di tulang, seperti osteoklas, osteoblast dan kondrosit.
Osteoblas melakukan deposisi matriks tulang yang kaya akan kolagen tipe I, yang
faktor regulasi yang spesifik. Seperti RUNX2 yang mendominasi control dari
VEGF mempunyai peranan yang penting dalam fase remodelling dari tulang.
Pada fase remodelling pergantian dari woven bone menjadi lamellar bone
memerlukan perpaduan antara resorpsi tulang yang diperantarai oleh osteoclas dan
pembentukan tulang oleh osteoblas. VEGF mempengaruhi fungsi dari kedua sel
tersebut dan VEGF penting bagi fasa bone remodelling. VEGF berikatan dengan
Oleh karena itu, jika kadar VEGF berkurang pada fasa remodelling tulang
maka akan mengurangi sinyal dari proses angiogenik dan osteogenik secara tidak
!
!
!
!
BAB VII
7.1 Simpulan
Dari analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dapat diperoleh
1.! Jumlah osteoblas lebih banyak pada defek tulang femur tikus setelah
Sulfate saja.
2.! Jumlah ekspresi kolagen tipe I lebih banyak pada defek tulang femur
7.2 Saran
efek pemberian VEGF pada kasus defek tulang setelah dilakukan bone recycling
sehingga pemberian VEGF dapat dipakai untuk membantu proses regenerasi dari
defek tulang.
!
85!
86!
!
!
DAFTAR PUSTAKA
Abdel Rahman, M., Bassiony, A. & Shalaby, H., 2009. Reimplantation of the
resected tumour-bearing segment after recycling using liquid nitrogen for
osteosarcoma. International Orthopaedics, 33(5), pp.1365–1370.
Aela, M.I.C.H. & De, B.O., 2000. Characterization of type I and type II and type
III collagens in human tissues,
Amini, A.R., Laurencin, C.T. & Nukavarapu, S.P., Bone tissue engineering: recent
advances and challenges. Critical reviews in biomedical engineering, 40(5),
pp.363–408.
Barnes, G.L. et al., 1999. Growth factor regulation of fracture repair. Journal of
bone and mineral research": the official journal of the American Society for
Bone and Mineral Research, 14(11), pp.1805–15.
Bayliss, L., Mahoney, D.J. & Monk, P., 2012. Normal bone physiology,
remodelling and its hormonal regulation. Surgery (Oxford), 30(2), pp.47–53.
Bickels, J. et al., 1999. The role and biology of cryosurgery in the treatment of bone
tumors. A review. Acta orthopaedica Scandinavica, 70(3), pp.308–15.
Bickels, J., Meller, I. & Malawer, M., 2001. The Biology and Role of Cryosurgery
in the Treatment of Bone Tumors. , pp.135–146.
Bose, S., Roy, M. & Bandyopadhyay, A., 2012. Recent advances in bone tissue
engineering scaffolds. Trends in Biotechnology, 30(10), pp.546–554.
Carano, R.A.D. & Filvaroff, E.H., 2003. Angiogenesis and bone repair. Drug
Discovery Today, 8(21), pp.980–989.
Clarke, B., 2008. Normal bone anatomy and physiology. Clinical journal of the
American Society of Nephrology": CJASN, 3 Suppl 3, pp.131–139.
!
87!
!
Clarkin, C.E. & Gerstenfeld, L.C., 2013. VEGF and bone cell signalling: An
essential vessel for communication? Cell Biochemistry and Function, 31(1),
pp.1–11.
Crockett, J.C. et al., 2011. Bone remodelling at a glance. Journal of cell science,
124, pp.991–998.
Drosse, I. et al., 2008. Tissue engineering for bone defect healing: An update on a
multi-component approach. Injury, 39(SUPPL.2).
Gao, C. et al., 2013. MSC-seeded dense collagen scaffolds with a bolus dose of
vegf promote healing of large bone defects. European Cells and Materials, 26,
pp.195–207.
Gelse, K., Pöschl, E. & Aigner, T., 2003. Collagens - Structure, function, and
biosynthesis. Advanced Drug Delivery Reviews, 55(12), pp.1531–1546.
Kamal, A., Putro, R. & Pattiata, R., 2011. Diagnosis and Treatment of Ewing
Sarcoma. Journal of Indonesian Orthopaedic, (71), pp.92–100.
Kruger, T.E., Miller, A.H. & Wang, J., 2013. Collagen scaffolds in bone
sialoprotein-mediated bone regeneration. The Scientific World Journal,
2013(I), p.812718.
Lieberman, J.R. & Friedlaender, G.E., 2005. Bone regeneration and repair,
Maes,&C.&et&al.,&2002.&Impaired&angiogenesis&and&endochondral&bone&formation&in&
mice& lacking& the& vascular& endothelial& growth& factor& isoforms& VEGF164& and&
VEGF188.&Mechanisms*of*Development,&111(1–2),&pp.61–73
!
88!
!
Mohler, D.G. et al., 2010. Curettage and cryosurgery for low-grade cartilage tumors
is associated with low recurrence and high function. Clinical Orthopaedics
and Related Research, 468(10), pp.2765–2773.
Munthe, R. & Suroto, H., 2014. Chip Freeze Dried Cancellous Bone Allograft as
Scaffold to Fill Small Bone Defect in Long Bone. Journal of Orthopaedic and
Traumatology Surabaya, 3(1), pp.193–201.
Nandi, S.K. et al., 2010. Orthopaedic applications of bone graft & graft substitutes:
A review. Indian Journal of Medical Research, 132(7), pp.15–30.
Ng, Y.S. et al., 2001. Differential expression of VEGF isoforms in mouse during
development and in the adult. Developmental dynamics": an official
publication of the American Association of Anatomists, 220(2), pp.112–121.
Nishida, H., Tsuchiya, H. & Tomita, K., 2008. Re-implantation of tumour tissue
treated by cryotreatment with liquid nitrogen induces anti-tumour activity
against murine osteosarcoma. The Journal of bone and joint surgery. British
volume, 90(9), pp.1249–55.
Pearce, A.I. et al., 2007. Animal models for implant biomaterial research in bone:
A review. European Cells and Materials, 13(FEBRUARY), pp.1–10.
Peng,&H.&et&al.,&2002.&Synergistic&enhancement&of&bone&formation&and&healing&by&
stem&cellOexpressed&VEGF&and&bone&morphogenetic&proteinO4.&Journal*of*
Clinical*Investigation,&110(6),&pp.751–759.&
Phillips, A.M., 2005. Overview of the fracture healing cascade. Injury, 36 Suppl
3(3), pp.S5-7.
!
89!
!
Prideaux, M., Findlay, D.M. & Atkins, G.J., 2016. Osteocytes: The master cells in
bone remodelling. Current Opinion in Pharmacology, 28, pp.24–30.
Ramajayam, K.K. & Kumar, A., 2013. A novel approach to improve the efficacy
of tumour ablation during cryosurgery. Cryobiology, 67(2), pp.201–213.
Robinson, D., Halperin, N. & Nevo, Z., 2001. Two freezing cycles ensure interface
sterilization by cryosurgery during bone tumor resection. Cryobiology, 43(1),
pp.4–10.
Sipola, A., 2009. Effects of Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF-A) And
Endostatin On Bone,
Street, J. et al., 2002. Vascular endothelial growth factor stimulates bone repair by
promoting angiogenesis and bone turnover. Proceedings of the National
Academy of Sciences of the United States of America, 99(15), pp.9656–61.
Thomas, M. V. & Puleo, D.A., 2009. Calcium sulfate: Properties and clinical
applications. Journal of Biomedical Materials Research Part B: Applied
Biomaterials, 88B(2), pp.597–610.
Uchihashi, K. et al., 2013. Osteoblast migration into type I collagen gel and
differentiation to osteocyte-like cells within a self-produced mineralized
matrix: A novel system for analyzing differentiation from osteoblast to
osteocyte. Bone, 52(1), pp.102–110.
Yang, Y.-Q. et al., 2012. The role of vascular endothelial growth factor in
ossification. International journal of oral science, 4(2), pp.64–8.
!
90!
!
Yazawa, M., Mori, T. & Kishi, K., 2013. A Comparison of Malignant Bone
Treatments for Reuse. , 2013(January), pp.49–52.
Zelzer, E. & Olsen, B.R., 2004. Multiple Roles of Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF) in Skeletal Development, Growth, and Repair. Current Topics
in Developmental Biology, 65, pp.169–187.
Zhou, H. & Lee, J., 2011. Nanoscale hydroxyapatite particles for bone tissue
engineering. Acta Biomaterialia, 7(7), pp.2769–2781.
!
! 91!
Imunohistokimia
! 94!
! 95!
! 96!
! 97!
Case%Processing%Summary!
Cases!
Descriptives!
5%!Trimmed!Mean! 388.7500!
Median! 390.0000!
Variance! 309.317!
Std.!Deviation! 17.58740!
Minimum! 347.00!
Maximum! 413.00!
Range! 66.00!
Interquartile!Range! 22.00!
! 98!
5%!Trimmed!Mean! 285.1528!
Median! 286.5000!
Variance! 100.196!
Std.!Deviation! 10.00979!
Minimum! 267.00!
Maximum! 299.00!
Range! 32.00!
Interquartile!Range! 18.25!
Tests%of%Normality!
a
KolmogorovTSmirnov ! ShapiroTWilk!
*
OsteoblastCount! Perelakuan! .141! 16! .200 ! .943! 16! .391!
*
Kontrol! .135! 16! .200 ! .949! 16! .477!
*.!This!is!a!lower!bound!of!the!true!significance.!
a.!Lilliefors!Significance!Correction!
%
! 99!
Grafik%Histograms%Osteoblast%
%
%
%
! 100!
Normal%Q?Q%Plots%
! 101!
Detrended%Normal%Q?Q%Plots%
! 102!
Independent%T?Test%Jumlah%Osteoblast%
Group%Statistics!
Independent%Samples%Test!
Levene's!Test!for!Equality!of! tTtest!for!Equality!of!
Variances! Means!
F! Sig.! t! df!
Equal!variances!not!
20.347! 23.795!
assumed!
Independent%Samples%Test!
tTtest!for!Equality!of!Means!
Std.!Error!
Sig.!(2Ttailed)! Mean!Difference! Difference!
Independent%Samples%Test!
tTtest!for!Equality!of!Means!
95%!Confidence!Interval!of!the!Difference!
Lower! Upper!
Analisa'Data'Kolagen'Tipe'I'
'
'
Crosstabs'
Case'Processing'Summary!
Cases!
KolagenTypeI'*'Kelompok'Crosstabulation!
Kelompok!
NPar'Tests'
Descriptive'Statistics!
Percentiles!
'
Mann?Whitney'Test'
Ranks!
Total! 32!
! 107!
a
Test'Statistics !
KolagenTypeI!
MannTWhitney!U! .000!
Wilcoxon!W! 136.000!
Z! T5.568!
Asymp.!Sig.!(2Ttailed)! .000!
b
Exact!Sig.![2*(1Ttailed!Sig.)]! .000 !
a.!Grouping!Variable:!Kelompok!
b.!Not!corrected!for!ties.!
! 108!
Gambar 1. Persiapan
Gambar 4. Proses
! 110!