Vous êtes sur la page 1sur 8

1.

Pengertian Corporate Governance

Corporate Governance menurut Organization for Economic Corporation


and Development (OECD, 1999) yang mendefinisikan bahwa untuk mencapai
tujuan perusahaan diperlukan adanya struktur pengelolaan perusahaan yang baik
dan mengacu pada adanya hubungan antara pihak manajemen, direksi, pemegang
saham dan juga pihak lain yang berkepentingan.

Definisi Cadbury Committee of United Kingdom Corporate Governance


menunjukkan bahwa corporate governance merupakan suatu sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar tercapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk
menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada
stakeholders.

Definisi menurut Forum of Corporate Governance on Indonesia (FCGI)


yaitu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka.

Menurut The Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG),


mendefinisikan corporate governance sebagai struktur, sistem, dan proses yang
digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberi nilai tambah
perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berdasarkan peraturan
perundangan dan norma yang berlaku.

Corporate Governance menurut Komite Nasional Kebijakan Governance


(KNKG), adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate Governance
berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakan
maupun terhadap iklim usaha di suatu negara.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa corporate


governance adalah suatu sistem yang menjadi dasar suatu proses, mekanisme dalam
mengelola perusahaan yang baik berdasarkan peraturan, perundang-undangan dan

1
etika berusaha agar timbul kepercayaan terhadap perusahaan dengan menciptakan
iklim usaha yang sehat dan dapat meningkatkan nilai tambah perusahaan dalam
jangka panjang serta pertanggungjawaban kepada stakeholders.

2. Teori-Teori yang Mendasari Corporate Governance

2.1 Teori Entitas (Entity Theory)

Teori entitas mengasumsikan terjadinya pemisahan antara kepentingan


pribadi pemilik ekuitas (pemegang saham) dengan entitas bisnisnya (perusahaan).
Kreditor dianggap sebagai pihak luar. Pemegang saham tetap menjadi mitra
manajemen. Persamaan akuntansi dari teori entitas akan berbentuk sebagai berikut:

Aset - Kewajiban = Ekuitas

Entity theory melahirkan agency theory dan stewardship theory, dimana


kedua teori ini sangat berperan dan paling banyak dirujuk untuk pembentukan
struktur Corporate Governance.

2.2 Teori Keagenan (Agency theory)

Teori keagenan menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang


saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga professional
yang lebih memahami menjalankan bisnis sehari-hari. Semakin besar perusahaan
maka akan terjadi pemisahan antara pemilik dan pengendali perusahaan. Pemegang
saham bertindak sebagai pemilik dan manajer merupakan pengendali perusahaan.

Implikasi teori keagenan terhadap konsep Corporate Governance adanya


pemberian insentif dan melakukan monitoring (pengawasan). Mekanisme insentif
mendorong para manajer bertindak untuk mendorong manajer dalam
memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham berupa insentif seperti gaji, dan
insentif berbasis kinerja, seperti pemberian saham perusahaan dan kebijakan
kompensasi lainnya.

2.3 Teori Penatalayanan (Stewardship Theory)

2
Teori penatalayanan mengasumsikan bahwa manajer adalah pelayan yang
baik bagi perusahaan. Teori ini dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat
manusia yakni manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan
penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain.

Implikasi stewardship theory terhadap corporate governance yaitu salah


satunya adalah terbitnya UndangUndang Perseroan Terbatas di Indonesia yang
didalamnya menetapkan kewajiban bagi setiap anggota direksi dan komisaris untuk
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan dan usaha perseroan (pasal 97 dan 114 ayat (2) UndangUndang Nomor
40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).

2.4 Teori Ekuitas Residual (residual equity theory)

Tujuan dari pendekatan ekuitas residual adalah memberikan informasi yang


lebih baik kepada pemegang saham biasa untuk pengambilan keputusan investasi.
Konsep entitas ini memandang pemegang saham biasa (residual equity) sebagai
pusat perhatian akuntansi. Pendekatan ini sebenarnya tidak berbeda dengan sudut
pandang pemilik (proprietary concept) dalam teori entitas yang telah dijelaskan di
atas. Hanya dalam pendekatan ini, yang dimaksud pemilik adalah pemegang saham
biasa. Pemegang saham istimewa dianggap sebagai pihak luar sehingga dividen
yang dibagikan untuk mereka dipandang sebagai biaya. Persamaan akuntansi untuk
merefleksi konsep ini adalah sebagai berikut:

Aset – Ekuitas spesifik = Ekuitas residual

Dalam persamaan tersebut, ekuitas spesifik adalah untung, kewajiban –


kewajiban kepada para kreditur dan ekuitas pemegang saham istimewa. Istilah
residual dalam residual equity berarti sisa, dimana hal ini mengindikasikan bahwa
pemegang saham biasa (common stockholders) memiliki hak atas pendapatan
maupun aktiva setelah pemegang saham yang lain dipenuhi haknya.

2.5 Teori Dana (Fund Theory)

Teori dana berkaitan dengan badan-badan pemerintah dan organisasi


nirlaba. Dana (fund) mempunyai dua pengertian; (1) Dana dapat diartikan sebagai
kas (uang), aset likuid, atau sumber keuangan yang dapat digunakan untuk

3
mendanai suatu kegiatan, program, atau projek dalam rangka mencapai tujuan
tertentu; (2) Dana juga dapat berarti kesatuan, wadah, atau pusat yang dapat berupa
kegiatan, program, atau projek yang didanai dengan aset likuid tersebut. Konsep ini
memandang bahwa kegiatan, program, projek, atau unit kegiatan lainnya sebagai
kesatuan atau entitas yang berdiri sendiri. Teori Ekuitas dana dapat dinyatakan
dalam persamaan akuntansi berikut:

Aset = Pembatasan penggunaan aset

2.6 Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory)

Teori Pemangku Kepentingan mengartikan suatu organisasi sebagai


kesepakatan multilateral antara perusahaan dan berbagai stakeholdernya. Ada
hubungan perusahaan dengan pihak internal (pegawai, manajer, pemilik), ada juga
hubungan perusahaan dengan pihak di luar perusahaan (pelanggan, pemasok,
pesaing, masyarakat).

Artinya, stakeholder theory menjelaskan bahwa direktur dan manajer


perusahaan harus dapat memenuhi harapan semua stakeholder bukan hanya pemilik
perusahaan saja. Implikasi teori ini untuk kegiatan Corporate Governance adalah
perusahaan mendirikan unit yang khusus menangani komunikasi dengan
stakeholder yang dikenal dengan nama departemen komunikasi perusahaan atau
public affairs department.

2.7 Teori Kontrak (Contracting Theory)

Teori kontrak menjelaskan hubungan kontraktual yang terjadi di masyarakat


termasuk hubungan antara karyawan dengan manajer, perusahaan dengan pemasok,
bank dengan nasabah, pemegang polis dengan perusahaan asuransi, dan pemilik
saham dengan manajemen.

Hubungan tersebut berpotensi memicu konflik kepentingan sehingga


kontrak harus dirancang secara tepat dan sesuai untuk memastikan semua pihak
memperoleh manfaat. Semua pihak yang terlibat dalam kontrak harus memiliki
kontrak tertulis atau lisan yang memberikan manfaat saling menguntungkan satu
sama lain.

4
2.8 Teori Biaya Transaksi (Cost Transaction)

Ada dua asumsi utama dalam teori biaya transaksi, yaitu rasionalitas
individu bersifat terbatas (bounded rationality), dan individu memiliki sifat
oportunisme (Williamson, 1979).

Rasionalitas individu dikatakan terbatas oleh Herbert A. Simon pemenang


hadiah nobel Ekonomi tahun 1978, karena pada dasarnya seorang individu tidak
akan pernah mampu memiliki informasi yang lengkap tentang kejadian di masa
yang akan datang. Dengan kata lain, seseorang secara alamiah tidak akan mampu
memprediksi dengan sempurna kejadian di masa depan. Akibat keterbatasan
rasionalitas, menyebabkan individu tidak akan pernah bisa melaksanakan negosiasi
dan kontrak secara sempurna terhadap kejadian-kejadian di masa depan.

Sifat oportunisme yang muncul sebelum kontrak disebut perilaku


menghindar risiko (adverse selection) dan sifat oportunisme yang muncul setelah
kontrak disebut perilaku menyimpang secara etis (moral hazard). Keduanya muncul
karena adanya asimetri informasi. Implikasi teori ini untuk mengatasi keterbatasan
rasionalitas dan asimetri informasi yang dapat menimbulkan perilaku adverse
selection dan moral hazard adalah dengan mengadakan biaya transaksi.

3. Manfaat GCG
Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk
memulihkan kepercayaan terhadap investor dan institusi terkait di pasar
modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima
alasan mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:

a. Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company


menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh
kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah
menerapkan GCG.
b. Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara
terjadinya krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan
lemahnya tata kelola perusahaan.

5
c. Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar
modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
d. Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini
dapat menjadi dasar bagi beberkembangnya system nilai baru yang
lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
e. Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
f. Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan
mekanisme penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara
konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara lain:
g. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh
pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
manajemen.
h. Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
i. Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka
panjang.
j. Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan
terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan
yang ditempuh perusahaan.

4. Alasan diperlukannya Good Corporate Governance (GCG)

Siswanto Sutojo dalam E. John Aldridge (2005), Good Corporate


Governance mempunyai lima macam tujuan utama, yang menjadi alasan
diperlukannya penerapan GCG dalam sebuah perusahaan, yaitu sebagai
berikut:
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non-
pemegang saham.
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board
of Directors dan manajemen perusahaan, dan
5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen
senior perusahaan.

Banyak alasan yang dikemukakan tentang perlunya perusahaan


menerapkan prinsip good corporate governance. Namun demikian, satu
alasan utama yang dikemukakan para pakar adalah bahwa prinsip-prinsip

6
CG diperlukan untuk mengatasi masalah yang ada dalam pengelolaan
perusahaan. Banyak pihak seperti pembuat kebijakan, praktisi, dan
akademisi berpendapat bahwa perbaikan CG merupakan suatu hal yang
harus dilakukan seperti melalui pembentukan komite audit, peningkatan
transparansi informasi, keberadaan komisaris independen, meningkatkan
hubungan dengan investor, dan pemberian remunerasi yang dikaitkan
dengan kinerja perusahaan, dan sebagainya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Aldridge, John. E Siswanto Sutojo, 2008. “Good Corporate Governance”. Jakarta:


PT. Damarmulia.

Daniri, Mas Achmad. 2005. Good Corporate Governance : Konsep & Penerapannya
dalam Konteks Indonesia. Jakarta: Ray Indonesia.

Dwija Putri, I.G.A.M Asri. 2017. Pengantar Corporate Governance. Denpasar: CV.
Sastra Utama.

https://accounting.binus.ac.id/2017/06/20/good-corporate-governance-gcg/, diakses
pada tanggal 11 Februari 2019.

https://portal-ilmu.com/teori-corporate-governance/, diakses pada tanggal 11 februari


2019

Vous aimerez peut-être aussi