Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
agroklimatologi
DAFTAR ISI
BAB I ........................................................................................................................................ 2
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 2
BAB II ...................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3
2.1 Pengetian hujan............................................................................................................. 3
2.2 Macam-macam hujan ................................................................................................... 3
2.3 Efisiensi Penggunaan Air hujan .................................................................................. 5
2.4 Produksi Tanaman Pangan Beririgasi ........................................................................ 5
2.5 Pertumbuhan dan Produkstifitas Tanaman: Kemampuan Adaptasi terhadap
Suberdaya Iklim di Bumi ................................................................................................... 6
2.6 Prakiraan Regional: Pola Iklim dan Respons Tanaman ........................................... 6
2.7 Siklus hujan ................................................................................................................... 7
2.8 PENGARUH CURAH HUJAN DAN TEMPERATUR TERHADAP
PERKEMBANGAN PENYAKIT TANAMAN ................................................................ 7
BAB III................................................................................................................................... 10
PENUTUP.............................................................................................................................. 10
3.1 KESIMPULAN ........................................................................................................... 10
2. agroklimatologi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamik dan
sulit dikendalikan salah satunya adalah hujan. Dalam praktek, iklim sangat sulit untuk
dimodifikasi/dikendalikan sesuai dengan kebutuhan, ditambah lagi dengan fenomena
pemanasan global akibat radiasi matahari yang penyinarannya jatuh secara total akibat lapisan
ozon yang telah menipis. Kalaupun bisa memerluan biaya dan teknologi yang tinggi.
Iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi pertanian. Karena sifatnya
yang dinamis, beragam dan terbuka, pendekatan terhadap cuaca/iklim agar lebih berdaya guna
dalam bidang pertanian , diperlukan suatu pemahaman yang lebih akurat teradap karakteristik
iklim melalui analisis dan interpretasi data iklim. Mutu hasil analisis dan interpretasi data iklim,
selain ditentukan oleh metode analisis yang digunakan, juga sangat ditentukan oleh jumlah dan
mutu data. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik antar instasi
pengelola dan pengguna data iklim demi menunjang pembangunan pertanian secara
keseluruhan. Pengaruh hujanterhadap mahkluk - mahkluk hidup adalah sangat besar sehingga
pertumbuhannya benar benar seakan - akan tergantung padanya, terutama dalam kegiatan
pertanian.
Tanaman yang merupakan tumbuhan yang diusahakan dan diambil manfaatnya, dapat ditinjau
dari dua sudut (pandangan) :
1. Sudut BIOLOGI yang berarti organisme yang melakukan kegiatan fisiologis seperti
tumbuh, berpihak dan lain-lain.
2. Sudut EKONOMI yang berarti penghasil bahan yang berguna bagi manusia seperti buah,
biji, bunga, daun, batang dan lain-lain.
Sedang penyakit sendiri sebenarnya berarti proses di mana bagian-bagian tertentu dari
tanaman tidak dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Patogen atau penyebab
penyakit dapat berupa organisme, yang tergolong dalam dunia tumbuhan, dan bukan organisme
yang biasa disebut fisiophat. Sedangkan organisme dapat dibedakan menjadi : parasit dan
saprofit.
Sumber inokulum atau sumber penular adalah tempat dari mana inokulum atau penular
itu berasal dan sesuai dengan urutan penularannya dibedakan menjadi sumber penular primer,
sumber penular sekunder, sumber penular tertier dan seterusnya.
Selama perkembangan penyakit dapat kita kenal beberapa peristiwa yaitu :
1. Inokulasi adalah jatuhnya inokulum pada tanaman inangnya.
2. Penetrasi dalah masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman inangnya.
3. Infeksi adalah interaksi antara patogen dengan tanaman inangnya.
4. Invasi adalah perkembangan patogen di dalam jaringan tanaman inang.
3. agroklimatologi
BAB II
PEMBAHASAN
* Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan
Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan
membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh
dan turunlah hujan.
* Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang
bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin
sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
* Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan
massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front.
Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah
sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.
* Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin
Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan
Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi
bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai
Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan dan musim
kemarau.
Aspek penting dari peningkatan kadar CO2 dalam atmosfir adalah kecenderungan
tanaman untuk menutup sebagian dari stomata pada daunnya. Dengan tertutupnya stomata ini
penguapan air akan menjadi perkurang, dan dengan itu berarti efisiensi penggunaan air
meningkat. Kekurangan air adalah faktor pembatas utama dari produktifitas tanaman. Bukti
yang selama ini dikumpulkan menunjukan bahwa peningkatan CO2 di atmosfir meningkatkan
efisiensi penggunaan air. Hal ini adalah penemuan yang penting bagi bidang pertanian dan juga
bagi ekologi. Implikasi dari hal itu bermacam-macam, salah satunya adalah peningkatan daya
tahan terhadap kekeringan dan berkurangnya kebutuhan air untuk pertanian.
Efek langsung dari kadar CO2 dalam atmosfir terhadap fotosintesis tanaman C4 adalah
meningkatkan efisiensi air dalam fotosintesa. Dan pada tanaman C4 dan C3 mengurangi
membukanya stomata, hal ini ditunjukan oleh Roger et al. pada tanaman kedelai. Tanaman
dengan cara fotosintesa C3 mendapat keuntungan dengan 3 cara. Pertama meluasnya ukuran
daun, kedua peningkatan tingkat fotosintesis perunit luas daun, dan terakhir efisiensi
penggunaan air.
Banyak tanaman pangan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Di bumi padi,
ubikayu, ubijalar dan jagung dapat tumbuh dimana saja kelembaban dan suhu sesuai. Jagung
mampu tumbuh di areal yang beraneka ragam kelembaban, suhu, dan ketinggian dibumi ini.
Areal produksinya di USA telah meluas ke utara sampai 800 km selam lima puluh tahun ini.
Kedelai dan Kacang tanah dapat tumbuh di daerah tropik sampai lintang 450 LU dan 400 LS.
Gandum musim dingin yang lebih produktif dari gandum musim semi areal tanamnya telah
meluas keutara sejauh 360 km. Ditambah dengan kemampuan rekayasa genetik yang kita
miliki perluasan areal tanam akan semakin mungkin dan cepat terealisasi.
Diperkirakan penggandaan kadar CO2 akan meningkatkan produktivitas tanaman di
Amerika Utara, hal serupa juga terjadi di Sovyet, Eropa dan propinsi bagian utara China.
Tanaman hortikultura dapat berkembang bebearapa musim diseluruh negara bagian USA.
Tanaman seperti Tebu dan Kapas semakin meluas areal tanamnya dengan dimanfaatkannya
mulsa dan pelindung plastik. Pemanasan global akan lebih menguntungkan dibanding dengan
kembalinya era es sebagaimana diprediksi beberapa dekade yang lalu. Terlebih dimana
produksi tanaman pangan terpusat di Lintang 300 LU sampai 500 LS. Perubahan iklim secara
drastis dan ekstrem sebagaimana yang selama ini dipublikasikan adalah hal yang sangat
berlebihan. Pemanasan secara perlahan mungkin menguntungkan, karena memungkinkan
penanaman tumbuhan tropis seperti mangga, pepaya, nanas dan pisang , dinegara bagian
selatan USA.
Sejak 1850, kadar CO2 dalam atmosfir telah meningkat sebesar 25 % akibat
pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan tak ada yang menentangnya. Kadar gas
rumah kaca selain CO2 juga telah meningkat melebih prosentase CO2 dan dengan efek
pemanas yang setara CO2. Namun terdapat kontrovesi mengenai kapan pemanasan global
pertama kali muncul, juga terdapat kontroversi mengenai besaran perubahan suhu yang terjadi,
jika terjadi pada masa yang akan datang. Perkiraan yang ada berkisar antara minus 1,50C
sampai 60C. Prakiraan iklim dan cuaca regional dengan sebaran variabel seperti awan,
kelembaban, dan angin lebih tidak pasti lagi.
Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap tumbuhan,
sebagaimana dibahas diatas, namun bila terjadi kekeringan sebagaimana ramalan hasil
permodelan iklim yang sekarang, hasil pertanian tak dapat dipastikan. Namun secara garis
besar dampak yang terjadi masih dapat kita kendalikan. Tindakan dari petani, ilmuwan dan
kebijkan pemerintah lebih diperlukan dibandingkan dengan perubahan pola hidup kita.
Prakiraan pengaruh CO2 terhadap iklim menimbulkan banyak spekulasi, dan beberapa
riset telah dimulai untuk meneliti dampaknya terhadap hubungan hama dan tanaman dan
strategi perlindungan tanaman. Gulma, Serangga, nematoda dan wabah berdampak sangat
merugikan bagi pertanian. Perubahan Iklim yang mungkin akan berdampak pada hubungan
7. agroklimatologi
tumbuhan – hasil panen – hama, dan ekosistem lain. Peningkatan kandungan karbohidrat dan
akumulasi nitrogen akan berpengaruh terhadap pola makan serangga, ini telah ditunjukan
dalam beberapa eksperimen. Pengendalian hama memasuki era baru, dengan pengintegrasian
penanganan hama.
Hama seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor factor
iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan
foroperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, kepribadian, lama hidup, serta
8. agroklimatologi
kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh hama kutu kebul (Bemisia tabaci) mempunyai
suhu optimum 32,5º C untuk pertumbuhan populasinya.
Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh faktor iklim terhadap vigor dan fisiologi
tanaman inang, yang akhirnya mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap hama. Temperatur
berpengaruh terhadap sintesis senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, falvonoid yang
berpengaruh terhadap ketahannannya terhadap hama. Pengaruh tidak langsungnya adalah
kaitannya dengan musuh alami hama baik predator, parasitoid dan patogen.
Dari konsep segitiga penyakit tampak jelas bahwa iklim sebagai faktor lingkungan
fisik sangat berpengaruh terhadap proses timbulnya penyakit. Pengaruh faktor iklim terhadap
patogen bisa terhadap siklus hidup patogen, virulensi (daya infeksi), penularan, dan reproduksi
patogen.
Pengaruh perubahan iklim akan sangat spesifik untuk masing masing penyakit.
Perubahan iklim berpengaruh terhadap penyakit melalui pengaruhnya pada tingkat genom,
seluler, proses fisiologi tanaman dan patogen. Setiap tahap dari siklus hidup patogen,
dipengaruhi oleh suhu, dari tunas spora, hingga memasuki masa pertumbuhan induknya
menjadi hingga sporulasi baru dan perpindahan spora.
Terdapat temperatur minimum, maksimum, dan optimum yang berbeda untuk tiap
patogen yang berbeda dan bahkan untuk proses pada beberapa patogennya. Verticillium
dahliae paling aktif menyebabkan kelayuan pada suhu antara 25-280C, tetapi Verticillium albo-
atrum akan mendominasi pada suhu 20-250C. Karat dini pada tomat dipicu oleh suhu yang
hangat dan sebaliknya.
Bakteri penyebab penyakit kresek pada padi Xanthomonas oryzae pv. oryzae
mempunyai suhu optimum pada 30º C. Sementara F. oxysporum pada bawang merah
mempunyai suhu pertumbuhan optimum 28-30 º C. Bakteri kresek penularan utamanya adalah
melalui percikan air sehingga hujan yang disertai angin akan memperberat serangan. Pada
temperatur yang lebih hangat periode inkubasi penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum
) lebih cepat di banding suhu rendah. Sebaliknya penyakit hawar daun pada kentang yang
disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans lebih berat bila cuaca sejuk (18-22 º C) dan
lembab.
Faktor-faktor iklim juga berpengaruh terhadap ketahanan tanaman inang. Tanaman
vanili yang stres karena terlalu banyak cahaya akan rentan terhadap penyakit busuk batang
yang disebabkan oleh Fusarium. Ekspresi gejala beberapa penyakit karena virus tergantung
dari suhu.
Tumbuhan umumnya tumbuh pada kisaran suhu 1-40oC, kebanyakan jenis tumbuhan
tumbuh sangat baik antara 15 dan 30oC. Selama suhu rendah atau tinggi maka pengaruh suhu
minimum dan maksimum, dimana tumbuhan masih dapat menghasilkan pertumbuhan normal,
sangat bervariasi dengan spesies tumbuhan dan dengan tingkat pertumbuhan tumbuhan.
Suhu merupakan factor fisik yang sangat mempunyai pengaruh yang sangat besar
dalam perkembangan penyakit tanaman. Suhu dapat mempengaruhi kondisi optimal dari
pertumbuhan pathogen maupun tanaman inang, sehingga sering sekali terjadi perbedaan
tingkat keparahan penyakit di satu tempat dengan tempat lain. Suhu yang tidak ideal untuk
tanaman dalam kondisi stress dan mempunyai tingkat ketahanan yang rentan terhadap infeksi
pathogen. Akibat suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kekeringan atau kelayuan pada
tanaman, sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan late frost terhadap titik
meristematis muda atau keseluruhan bagian tumbuhan.
9. agroklimatologi
Salah satu factor iklim yang berpengaruh terhadap hama dan penyakit adalah curah
hujan yang tinggi yang menyebabkan banjir, beberapa hama/pathogen ditularkan aliran air.
Contohnya hama padi yaitu keong emas, dipersawahan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur
tahun 2008. Sebelumnya tidak ada hama keong emas di daerahnya. Namun setelah banjir besar
tahun 2007, tiba-tiba menjadi banyak dan merusak tanaman padi muda.
Air bebas sangat besar peranannya dalam perkembangan penyakit. Pada penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker kina yang disebabkan oleh Phytopthora cinnamomi atau penyakit lanas
tembakau (Phytopthora nicotiane) dapat tersebar luas terbawa air hujan. Selain itu air gutasi
juga dapat membantu timbulnya penyakit seperti yang terjadi pada Xanthomonas
campestris yang menyerang kol dengan mengadakan infeksi melalui hidatoda (pori air) karena
terbawa ke dalam air gutasi. Sedang pada Xanthomonas campestris var. eryzicola pada padi
adanya air bebas saja tidak cukup untuk mengadakan infeksi dan membutuhkan faktor lain.
Terdapatnya beberapa penyakit tanaman di wilayah tertentu erat kaitannya dengan
jumlah dan distribusi curah hujan selama setahun. Jadi, hawar daun kentang, kudis apel, embun
bulu anggur, dan hawar api hanya terdapat atau berada dalam keadaan parah di daerah-daerah
yang pada musim pertanaman bercurah hujan atau berkelembaban nisbi tinggi. Kenyataannya,
pada semua penyakit tersebut atau pada penyakit lain, curah hujan menentukan bukan hanya
berat ringannya penyakit, tetapi juga menentukan apakah penyakit tersebut akan muncul atau
tidak di musim itu. Dalam hal penyakit yang disebabkan oleh cendawan, pengaruh kelembaban
terjadi pada perkecambahan spora yang memerlukan film air pada jaringan agar dapat
berkecambah.
Selain itu juga berpengaruh terhadap pelepasan spora dari sporofor seperti yang terjadi
pada kudis apel, yang sporanya hanya dapat terlepas bila keadaan lembab. Jumlah siklus
penyakit tiap musim erat kaitannya dengan jumlah curah hujan dalam musim tersebut, terutama
curah hujan yang cukup lama sehingga cukup untuk memantapkan infeksi. Jadi, seperti pada
kudis apel, diperlukan pembasahan sekurang-kurangnya sembilan jam secara terus menerus
pada daun, buah dan lain-lainnya agar terjadi infeksi, meskipun suhu dalam keadaan optimum
(18-23°C) bagi patogen. Apalagi bila suhunya lebih rendah atau lebih tinggi, waktu minimum
pembasahan yang diperlukan adalah 14 jam pada suhu 10°C, 28 jam pada 6°C dan seterusnya.
Bila masa pembasahan kurang dari waktu minimum yang diperlukan pada suhu tertentu, maka
patogen tidak akan mampu untuk memantapkan diri di dalam inang dan menimbulkan
penyakit.
Untuk menghadapi perubahan iklim dalam kaitannya dengan perkembangan hama
dan penyakit tanaman, diperlukan beberapa langkah:
1. Melakukan kajian koperehensif dampak curah hujan dan temperature terhadap hama
dan penyakit tanaman.
2. Mengembangkan teknik budidaya yang sesuai seperti pengaturan jarak tanam dan
penggunaan varietas local.
3. Penanganan yang lebih ramah lingkungan dalam pengendalian hama dan penyakit.
4. Peningkatan pemahaman agroekosistem oleh petani sehingga lebih jeli mengamati dan
menyikapi perubahan.
10. agroklimatologi
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
• Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamik dan
sulit dikendalikan dan diduga terutama suhu, oleh karena itu pendekatan yang paling
baik dalam rangka pembangunan pertanian adalah menyesuaikan sistem usahatani
dengan keadaan iklim setempat.
• Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut
menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun
kembali ke bumi, dan akhirnya
• Hama seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor factor iklim
baik langsung maupun tidak langsung.
• Terdapat temperatur minimum, maksimum, dan optimum yang berbeda untuk tiap patogen
yang berbeda dan bahkan untuk proses pada beberapa patogennya.
• Hawar daun kentang, kudis apel, embun bulu anggur, dan hawar api hanya terdapat atau
berada dalam keadaan parah di daerah-daerah yang pada musim pertanaman bercurah hujan
atau berkelembaban nisbi tinggi.
• Curah hujan menentukan bukan hanya berat ringannya penyakit, tetapi juga menentukan
apakah penyakit tersebut akan muncul atau tidak di musim itu.
• Yang terpenting adalah meningkatan pemahaman agroekosistem oleh petani sehingga lebih
jeli mengamati dan menyikapi perubahan.