Vous êtes sur la page 1sur 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Undang – Undang No. 9 tahun 1960 kesehatan merupakan yang
meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial dan bukan saja keadaan yang bebas dari
sakit, cacat dan kelemahan. Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan dinyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dai badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis,
sedangkan kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif, sebagai bagian yang utuh dari kualitas
hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia (Departemen
Kesehatan RI, 2001).
Kemajuan yang terjadi saat ini, meningkatnya tuntutan hidup, persaingan yang
ketat dalam berbgai aspek kehidupan membuat individu harus melakukan perjuangan
ekstra agar dapat tetap bertahan dala kondisi sehat, baik fisik maupun mental.
Manusia mempunyai kemampuan untuk berdatasi terhadap situasi yang terjadi di
sekitarnya, tetapi kemampuan beradaptasi akan berbeda tiap individu. Akumulasi
stress yang terjadi setiap hari bila tidak di sikapi secara tepat dapat menjadi pencetus
terjadinya gangguan jiwa.
Manusia akan beradaptasi terhadap keseimbangan melalui mekanisme
penanganan yang dipelajari pada masa lampau. Apabila manusia berhasil beradaptasi
dengan masa lampau, berarti ia telah mempelajari aktivitas mekanisme penanganan
yang adekuat untuk beradaptasi terhadap kesulitan yang lebih kompleks dimasa
mendatang dan bisa menyebabkan terjadinya keadaan yang mepunyai pengaruh buruk
terhadap kesehatan jiwa atau gangguan jiwa maupun masalah psikososial.
Masalah psikososial adalah masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai
akibat terjadinya perubahan sosial, sedangkan gangguan jiwa merupakan suatu
perubahan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderita pada individu (distress) dan
atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya (disability) (Departemen
Kesehatan RI, 2001)
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena

1
skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor
biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus
gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke
atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar
400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Menurut Agung Frijanto pada diskusinya yang dilaksanakan di RSJH, Grogol,
Jakarta Barat dalam rangka peringatan Hari Pencegahan Bunuh Diri sedunia tahun
2017 pada presentasinya memaparkan bahwa sebanyak 570 ribu penduduk jakarta
dengan usia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Dan gangguan
jiwa berat seperti psikotik dan skizofrenia ada sekitar 11 ribu penduduk atau 1,1
satuan ukur permil di mana angka itu mendekati angka gangguan jiwa berat seluruh
Indonesia yakni 1,7 permil. Sementara gangguan mental emosional Jakarta yang
sekitar 5,7 persen mendekati total jumlah penduduk Indonesia yang mengalami hal
sama yakni 6 persen.
Diperkirakan lebih dari 90 % klien dengan skizofrenia mengalami halusinasi.
Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam diri
individu atau dari luar dirinya. Suara dapat dikenal (familiar). Suara dapat tunggal
atau multipel. Isi suara dapat memerintah sesuatu pada klien atau seringnya tentang
perilaku klien sendiri.
Berdasarkan hasil laporan Rumah Sakit Jiwa Dr, Soeharto Heerdjan di ruang
Puri Nurani didapatkan data dari 6 bulan terakhir tercatat jumlah klienrawat inap
terdiri dari klienhalusinasi sekitar 80 %.
Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan tersebut
disadari dan dimengerti. Gangguan persepsi ini merupakan ketidakmampuan manusia
dalam membedakan antara rangsangan yang timbul dari sumber internal (pikiran,
perasaan) dan stimulus external (Dermawan & Rusdi, 2013).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa klien yang mengalami
2
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan, atau penciuman. Klienmerasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada.
Halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang tidak
berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarnya (Dermawan
dan Rusdi, 2013). Sedangkan menurut Kusumawati (2010) halusinasi pendengaran
adalah klien mendengar suara-suara yang jelas maupun tidak jelas, dimana suara
tersebut bisa mengajak klien berbicara atau melakukan sesuatu
Berdasarkan data dan permasalahan diatas dengan melihat akibat yang lebih
dalam dari peningkatan angka kejadian penderita skizofrenia yang antara lain
berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori : halusinasi. Maka dengan ini penulis
tertarik untuk membuat makalah seminar dengan judul Asuhan Keperawatan Jiwa
pada Tn. E dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi di Ruang Puri Nurani RS.
Dr Soeharto Heerdjan Jakarta.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan
bagaimana penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. E dengan Gangguan
Persepsi Sensori : Halusinasi di Ruang Puri Nurani RS. Dr Soeharto Heerdjan Jakarta.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum ini adalah mampu melakukan Asuhan Keperawatan Jiwa
pada Tn. E dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi di Ruang Puri Nurani
RS. Dr Soeharto Heerdjan Jakarta.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari peneliti laporan ini adalah untuk memaparkan dan
melukukan pembahasan mengenai :
a. Menggambarkan pengkajian pada Tn. E dengan gangguan persepsi sensori ;
halusinasi pendengaran.
b. Menggambarkan analisa data hasil pengkajian dan menetapkan diagnosa
keperawatan pada Tn. E dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.

3
c. Menggambarkan rencana tindakan keperawatan pada Tn. E dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
d. Menggambarkankan implementasi keperawatan pada Tn. E dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
e. Menggambarkan evaluasi implementasi keperawatan dilaukan pada Asuhan
Keperawatan Jiwa pada Tn. E dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
di Ruang Puri Nurani RS. DR Soeharto Heerdjan Jakarta.

D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi keperawatan, khususnya keperawatan jiwa,
terutama dalam asuhan keperawatan jiwa dengan halusinasi pendengaran.
2. Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman bagi mahasiswa
dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa dengan halusinasi pendengaran.
3. Diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dalam melakukan asuhan keperawatan
terhadap klienjiwa terutama gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Halusinasi
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa
dijumpai adanya rangsangan dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011)
halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Sedangkan
halusinasi menurut Keliat dan Akemat, (2010) adalah suatu gejala gangguan jiwa
pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi
palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan penghiduan, atau pendengaran.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari
suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien
berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran
meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, berbicara
kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak suara, dapat
berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Berbentuk halusinasi perintah
yaitu suara yang menyuruh klien untuk mengambil tindakan, sering kali
membahayakan diri sendiri atau orang lain dan di anggap berbahaya (Videbeck,
2008).
Berdasarkan beberapa pengertian dari halusinasi di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari
luar tanpa adanya obyek yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah
dimana klien mendengarkan suara, terutama suara-suara orang yang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal
yang kemudian direalisasikan oleh klien dengan tindakan.
2. Rentang Respon Halusinasi
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang
berhubungan dengan fungsi neurobiologik, perilaku yang dapat diamati dan
mungkin menunjukan adanya halusinasi. Respon yang terjadi dapat berada dalam
rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat digambarkan seperti di bawah ini

5
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan social
Pikiran terkadang menyimpang
Ilusi
Emosional berlebihan/dengan pengalaman kurang
Perilaku ganjil
Menarik diri
Kelainan fikiran
Halusinasi
Tidak mampu mengontrol emosi
Ketidakteraturan perilaku
Isolasi soial

Gambar 2.1. Rentan Respon Halusinasi menurut Stuart, (2007).


a. Respon adaptif
Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007)
meliputi :
1) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.
2) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa
secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantapan perasaan jiwa yang
timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
4) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan
individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak
bertentangan dengan moral.
5) Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang dengan orang
lain dalam pergaulan di tengah masyarakat
b. Respon transisi

6
Respon transisi berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007)
meliputi:
1) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan
mengambil kesimpulan.
2) Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
3) Emosi berlebihan/dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang
diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
4) Perilaku ganjil/tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
5) Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik dalam
berkomunikasi ataupun berhubungan sosial dengan orang-orang di
sekitarnya.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007)
meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah
terhadap rangsangan.
3) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan atau menurunya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan
kedekatan.
4) Ketidak teraturan Perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan
gerakan yang ditimbulkan.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.

3. Jenis-jenis halusinasi
Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu
Halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan,
senestetik, dan kinestetik. Adapun penjelasan yang lebih detail adalah sebagai
berikut :
a) Halusinasi pendengaran

7
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat
berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai
klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar yaitu
klienmendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang
kadang-kadang berbahaya.
b) Halusinasi penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar karton, atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang
menakutkan seperti monster.
c) Halusinasi penciuman
Karakteristik : Mencium bau-bau seperti darah, urine, feses, umumnya
bau-bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan dimensia.
d) Halusinasi pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan
seperti darah, urine, atau feses.
e) Halusinasi perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
f) Halusinasi Senestetik
Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g) Halusinasi Kinestetik
Karakteristik : Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri.
4. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan
halusinasi, yaitu faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis,
genetic dan poala asuh. Adapun penjelasan yang lebih detail dari masing-
masing faktor adalah sebagai berikut :
1) Faktor Perkembangan
8
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosikultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi
(Unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkunagannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
Acetylcholin dan Dopamin.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
Skizofrenia cenderung mengalami Skizofrenia. Hasil studi
menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart, (2007) ada beberapa faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi, yaitu faktor biologis, faktor stress lingkungan, dan faktor sumber
koping. Adapun penjelasan yang lebih detail dari masing-masing faktor
tersebut adalah sebagai berikut ini :
1) Faktor Biologis

9
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2) Faktor Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
3) Faktor Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
5. Tanda dan Gejala
Menurut Videbeck, (2008) ada beberapa tanda dan gejala pada klien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dilihat dari data subyektif
dan data obyektif klien, yaitu :
a) Data Subyektif :
A. Mendengar suara atau bunyi.
B. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.
C. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
D. Mendengar seseorang yang sudah meninggal.
E. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain
bahkan suara lain yang membahayakan.
b) Data Obyektif.
1) Mengarahkan telinga pada sumber suara.
2) Bicara sendiri.
3) Tertawa sendiri.
4) Marah-marah tanpa sebab.
5) Menutup telinga.
6) Mulut komat-kamit.
7) Ada gerakan tangan.

10
6. Fase-Fase Halusinasi
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh
intensitas keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya
rangsangan dari luar. Menurut Direja, (2011) Halusinasi berkembang melalui
empat fase yaitu fase comforting, fase condemming, fase controlling, dan fase
conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari keempat fase tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik atau Sifat :
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan. klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku Klien :
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakkan bibir tanpa suara,
pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakterisktik atau Sifat :
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan dia tetap dapat
mengontrolnya.
Perilaku Klien :
Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan
tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
11
Karakterisktik atau Sifat :
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol
klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien :
Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit
atau detik, Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak
mampu mematuhi perintah.
d. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat.
Karakterisktik atau Sifat :
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien :
Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
7. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
(Akibat )

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

(Core Problem)

Isolasi sosial : Menarik diri


(Penyebab)
Gb 2.2 Pohon masalah halusinasi
(Sumber : Keliat, 2006)

8. Penatalaksanaan

12
Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai
berikut :
a. Terapi Farmakologi
1. Haloperidol (HLP)
Klasifikasi antipsikotik, neuroleptik, butirofenon.
a) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian
hiperaktivitas dan masalah prilaku berat pada anak-anak.
b) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami
sepenuhnya, tampak menekan SSP pada tingkat subkortikal formasi
reticular otak, mesenfalon dan batang otak.
c) Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini kliendepresi SSP dan sumsum
tulang, kerusakan otak subkortikal, penyakit Parkinson dan anak
dibawah usia 3 tahun.
d) Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan
anoreksia.
2. Chlorpromazin
Klasifikasi sebagai antipsikotik, antiemetik.
a) Indikasi
b) Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada
gangguan bipolar, gangguan skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak
hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan.
c) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsiotik yang tepat belum dipahami
sepenuhnya, namun mungkin berhubungan dengan efek
antidopaminergik. Antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine
postsinaps pada ganglia basal, hipotalamus, system limbik, batang
otak dan medula.
d) Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, klienkoma atau depresi sum-
sum tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan jantung,
13
anak usia dibawah 6 bulan dan wanita selama kehamilan dan
laktasi.
e) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik,
hipertensi, mulut kering, mual dan muntah.
3. Trihexypenidil (THP)
Klasifikasi antiparkinson
a) Indikasi
b) Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan
dengan obat antiparkinson
c) Mekanisme kerja
d) Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan
kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin disekat
oleh sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebihan.
e) Kontra indikasi
f) Hipersensitifitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup,
hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3 tahun.
g) Efek samping
h) Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual
dan muntah.
b. Terapi non Farmakologi
1) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
2) Elektro Convulsif Therapy (ECT)
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun
dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya
serangan Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang
lain.
3) Pengekangan atau pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti
manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki sprei
pengekangan dimana klien dapat dimobilisasi dengan
14
membalutnya,cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai
menunjukan perilaku kekerasan diantaranya : marah-
marah/mengamuk.

B. Konsep Tindakan Keperawatan


1. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu di Kaji
 Halusinasi
Data Subjektif :
1) Mengungkapkan, mendengar atau melihat objek yang mengancam
2) Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data Objektif :
1) Wajah tegang, merah
2) Mondar-mandir
3) Mata melotot, rahang mengatup
4) Tangan mengepal
5) Keluar keringat banyak
6) Mata merah
 Isolasi Sosial
Data Subjektif :
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang dan sangat singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak
Data Objektif :
1) Tampak menyendiri dalam ruangan
2) Tidak berkomunikasi, menarik diri
3) Tidak melakukan kontak mata
4) Tampak sedih, afek datar

15
5) Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke
pintu
6) Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan
perkembangan usianya
7) Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
8) Kurang aktivitas fisik dan verbal
9) Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
10) Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
 Harga Diri Rendah
Data Subjektif :
1) Klien mengatakan bahwa dirinya tidak percaya diri
2) Klien mengatakan dirinya tidak berguna
Data Objektif :
1) Klien sering terlihat melamun
2) Klien terlihat tidak percaya diri
3) Saat wawancara klien selalu merendahkan diri.
 Resiko Perilaku Kekerasan
Data Subjektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif :

1) Mata merah, wajah agak merah.


2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang barang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
c. Isolasi Sosial
d. Harga Diri Rendah

16
BAB III

METODOLOGI

A. Rancangan
Metodologi ini dengan rancangan deskriptif studi kasus, dengan menerapkan tindakan
keperawatan tertentu sesuai dengan kebutuhan pasien.
B. Subyek
Dalam makalah ini dijelaskan kriteria dari klienyaitu klienpada gangguan jiwa dengan
masalah halusinasi pendengaran
C. Fokus Studi
Dalam makalah ini difokuskan untuk mengetahui perubahan halusinasi pendengaran
D. Lokasi dan Waktu
Tempat : Ruangan Puri Nurani
Lokasi : RS. DR Soeharto Heerdjan Jakarta
Waktu : 11.00 WIB

17
BAB IV

GAMBARAN KASUS

A. Pengkajian
Klien bernama Tn E , Jenis kelamin Laki-Laki, umur 39 tahun, agama kristiani , Klien
sudah menikah dan tidak bekerja. Klien di rawat di Rumah Sakit DR Soeharto Heerdjan
pada tanggal 26 Agustus 2018 diruang Puri Nurani, Tanggal pengkajian tanggal 02
September 2018 dengan No. RM 04.19.97. Data di dapat melalui wawancara langsung
dengan pasien, perawat ruangan, observasi perilaku dan kondisi fisik pasien, serta
penelaahan catatan keperawatan selama kliendirawat di ruang Puri Nurani RS Jiwa Dr
Soeharto Heerdjan Jakarta, pada tanggal 02 September 2018 sampai tanggal 08
September 2018.
Klien mengatakan bahwa masuk kerumah sakit karena kakak iparnya dikarenkan
klien pikirannya kacau karena mendengar suarua-suara, kemudian kakak iparnya
mengatakan karena klien bingung kemudian klien nangis sendiri bicara sendiri dan klien
suka memeluk anak kecil kemudian klien dibawa ke RS Dr.Soeharto Heerdjan.
B. Faktor Predisposisi
Klien mengatakan bahwa tidak pernah mengalami gangguan jiwa Klien mengatakan
pernah dirawat di RS jiwa di Medan dan di Palangakaraya. Klien mengatakan tidak
pernah mengalami aniaya fisik ataupun seksual dan Ketika saat ditanyakan tentang
apakah dikeluarga ada yang mengalami gangguan jiwa dan klienmenjawab tidak ada
yang menderita gangguan jiwa. Dan Pada saat ditanya mengenai pengalaman yang tidak
menyenangkan klien menjawab tidak ada klien mengatakan pengalaman yang
klienrasakan baik baik saja.
Masalah Keperawatan : Halusinasi pendengaran
C. Pemeriksaan Fisik
Pada saat dilakukan pemerikasaan tanda tanda vital terhadap pasien, data yang didapat
adalah tekanan darah 120/90 mmhg, nadi 90 X/menit, suhu 36,5 derajat celcius,
pernafasan 20 X/menit. Tinggi badan klien 165 cm. Berat badan 69 kg. Pasein
mengatakan tidak ada keluhan yang dirasakan pada tubuhnya.

18
D. Genogram

Keterangan :

 Laki-laki :
 Perempuan :
 Meninggal :
 Klien:
 Menikah :
 Tinggal bersama :

E. Konsep Diri
1. Citra Tubuh
Klien mengatakan suka dengan tubuhnya yang sekaranf dan tidak ingin ada yang di
rubah
2. Identitas Diri
klien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang laki-laki yang harus bekerja dan
harus menjadi kepala keluarga di keluarganya
3. Fungsi Peran
Klien mengatakan pernah bekerja sebagai pedagang kelontongan
4. Ideal Diri
Klien mengatakan tidak memiliki cita-cita karena klien tidak dapat sekolah karena
masalah ekonomi klien tidak ingin merepotkan

19
5. Harga Diri
Klien mengatakan tidak percaya diri dengan keadaannya yang sekarang setalah tidak
bekerja. Klien merasa tidak bisa melakukan apa-apa dan klien berpikir bahwa diri
klien merepotkan siapa-siapa
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
F. Hubungan Sosial
Klien mengatakan bahwa orang paling berati atau terdekat dalam hidupnya adalah
Tuhan, klien mengatakan ketika masih tinggal di rumah klien mengatakan tidak pernah
mengikuti kegiatan-kegiatan masyarakat seperti kerja bakti karena klien fokus berdagang.
Dan klien mengatakan tidak ada masalah berkomunikasi dengan orang lain namun
jarang hubungan dengan orang lain dan klien tidak berbicara bila ada klien yang jarang
bergaul dengan klien lainnya.

Masalah keperawatan: Isolasi Sosial

G. Spiritual
Klien mengatakan beragama kristiani. Klien mengatakan sering pergi kegerja setiap
sabtu dan beribadah, sebelum makan dan sebelum tidur
H. Status Mental
1. Penampilan
Klien nampak rapih, kebersihan terjaga namun klien tidak gosok gigi melainkan
kumur-kumur
Masalah keperawatan: Defisit Perawatan Diri
2. Pembicaraan
Klien berbicara seperti orang biasanya bahasa terkadang susah dimengerti, namun
klien terkadang berbicara keras dan cepat
Masalah keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan
3. Aktifitas Motorik
motorik klien tidak ada masalah, klien dapat mengerjakan aktifitas apapun namun
klien terlihat lesu dan malas.
Masalah keperawatan : Isolasi Sosial
4. Alam Perasaan
Klien merasa takut ketika suara-suara itu terdengar dan mengganggu klien.
Masalah keperawatan : Halusinasi :Pendengaran

20
5. Afek
Klien kooperatif saat dilakukan pengkajian, klien tidak akan bicara jika klien tidak
diajak berbicara
Masalah keperawatan: Isolasi Sosial
6. Interaksi Wawancara
Interaksi selama wawancara, klien sangat koperatif mampu menjawab pertanyaan
dengan baik dan mampu menatap lawan bicara tetapi terkadang menjawab tidak
sesuai dengan jawabannya..
Masalah keperawatan: tidak ditemukan masalah keperawatan.
7. Persepsi/halusinasi
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang mengganggunya sudah
lama, dan suara-suara itu terdengar setiap klien menyendiri.
Masalah keperawatan: gangguan sensori persepsi : halusinasi pendegaran.
8. Proses pikir
Klien dapat menjawab pertanyaan dengan tepat dan diajak bicaranya nyambung
dan terkadang berbelit-belit
Masalah keperawatan : gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
9. Isi pikir
Klien tidak memliki gangguan seperti obsesi, fobia, hipokonDria, depersonalisasi,
ide yang terlihat dan fikiran manggis, klien tidak memilik waham.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
10. Persepsi/halusinasi
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang mengganggunya sudah
lama, dan suara-suara itu terdengar setiap klien menyendiri.
Masalah keperawatan: gangguan sensori persepsi : halusinasi pendegaran.
11. Proses pikir
Klien dapat menjawab pertanyaan dengan tepat dan diajak bicaranya nyambung
dan terkadang berbelit-belit
Masalah keperawatan : gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
12. Isi pikir
Klien tidak memliki gangguan seperti obsesi, fobia, hipokonDria, depersonalisasi,
ide yang terlihat dan fikiran manggis, klien tidak memilik waham.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

21
13. Kemampuan penilaian
Pada saat menanyakan kepada klien, solat terlebih dahulu apa wudhu terlebih
dahulu?, dan klien mengatakan wudhu terlebih dahulu baru solat.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.
14. Daya tilik
Pada saat dikaji daya tilik, klienmengatakan ibunya yang membuat dirinya seperti
ini.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan

I. Kebutuhan persiapan pulang.


Klien sudah mampu makan sendiri tanpa bantuan perawat, perawat hanya menyiapkan
makanan, klien makannya tidak berantakan klien sebelum makan mencuci tangan
terlebih dahulu sebelum dan sesudah makan. klien makan 3 kali sehari.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
Klien untuk BAK dan BAB mampu sendiri tanpa dibantu oleh temannya, klien
biasanya BAK 4 kali sehari dan BAB 2 hari sekali. Klien mandi 3 kali sehari tetapi tidak
memakai sabun hanya menggunakan air saja karena klien mengatakan pakai sabun
mandinya jadi lama
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
Klien jarang tidur siang, tidur malam pada pukul 19.00 – 05.00 WIB. Selama dirumah
sakit klien teratur minum obat dan mengetahui dosisnya namun dia tidak mengetahui
nama obatnya karena klien lupa dengan nama obatnya.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan.

J. Mekanisme koping
Mekanisme yang dilakukan klien terletak pada koping maladaftif yaitu klien nampak
cuek dengan orang-rang sekitar lalu klien diam dan tidak bicara jika tidak diajak
berbicara terlebih dahulu.
Masalah keperawatan : isolasi sosial

K. Aspek Medik
Terapi Medik :
1) Risperidone 2mg 2x1 tab
2) Clozapine 25mg 1x1 tab
22
3) THP 2mg 2x1 tab
4) KSR 600mg 2x1 tab

ANALISA DATA

NO DATA SENJANG MASALAH


1. DS Gangguan sensori dan
- Klien mengatakan sering mendengar persepsi : Halusinasi
suara- suara yang mengganggunya Pendengaran
- Klien mengatakan suara itu datang
ketika klien sendiri
- Klien mengatakan suara itu terdengar
untuk membunuh saudaranya
- Klien mengatakan suara itu datang dari
pagi sampai malam
DO
- Klien tampak diam
- Klien tampak melamun
- Klien tampak berbicara sendiri
- Klien seering mondar-mandir berpindah-
pindah tempat duduk
- Klien tampak gelisah
2. DS Isolasi sosial
- Klien mengatakan sebelum dirawat
ketika di rumah klien selalu menyendiri
- Klien mengatakan sebelum di rawat
klien dirumah tidak mempunyai teman
dan tidak bergaul dengan orang-orang
sekitar
- Klien mengatakan sebelum di rawat
ketika dirumah berbicara hanya

23
seperlunya saja
- Klien mengatakan bosan
DO
- Klien tampak menyendiri
- Klien tampak melamun
- Klien tampak diam
- Kurangnya kontak mata
3. DS Harga Diri Rendah
- Klien mengatakan tidak percaya diri
dengan keadaannya sekarang
- Klien mengatakan hanya tamatan sd saja
- Klien mengatakan jika keluara dari RS
klien tidak punya pekerjaan

DO
- Klien terlihat menyendiri
- Klien tampak melamun
- Saat di ajak berbincang-bincang sesekali
menunduk
4. DS : Resiko Perilaku
- klien mengatakan suara-suara itu Kekerasan
membuat klien emosi
- klien mengatakan suara-suara itu
menyuruh klien untuk membunuh

DO :
- Ketika ditanya berulang kali klien
menjawab dengan nada keras
- Klien berbicara dengan cepat

24
POHON MASALAH

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi :


Halusinasi Pendengaran

Isolasi Sosial

Keterangan :

Masalah : Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran

Penyebab : Isolasi Sosial

Akibat : Resiko Perilaku Kekerasan

25
BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas asuhan keperawatan pada Tn. E dengan Gangguan
Persepsi Sensori :Halusinasi Pendengaran yang dilaksanakan pada tanggal 02 sampai 08
Oktober 2018. Pada bab ini juga akan dibahas tentang keberhasilan tindakan yang dilakukan
dan hambatan yang ditemukan selama berinteraksidengan klien, serta pemecahan masalah
yang telah dilakukan sesuai dengan diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang pertama adalah Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi


Pendengaran. Masalah keperawatan diangkat sesuai dengan data klien Tn. E. Klien
mengatakan sering mendengar suara-suara yang mengganggunya, klien mengatakan suara itu
datang ketika klien sendiri, klien mengatakan suara itu terdengar untuk membuata klien
membunuh saudaranya taupun oranglain, klien mengatakan suara itu datang dari pagi sampai
malam, Klien tampak diam, klien tampak melamun, klien tamak bicara sendiri, klien sering
mondar-mandir berindah pindah tempat duduk, klien tampak gelisah. Bicara klien lambat,
klien menjawab pertanyaan yang diberikan, klien juga kooperatif saat di wawancarai oleh
perawat. Klien tampak lesu, karena pengaruh obat yang membuatnya mengantuk. Klien
merasa sedih karena tidak ada keluarga yang menjenguknya, klien juga merasa khawatir
setelah nanti dipulangkan dari rumah sakit tidak diterima oleh keluarganya, klien
menunjukkan respon emosinya ketika mendapatkan stimulun, klien kooperatif ketika di
wawancarai tetapi terkadang kontak matanya kurang sesekali sering menunduk. Pembicaraan
meloncat-loncat dari topik ke topik lainnya masih ada hubungannya terkadang terhenti
sebentar. Klien mengatakan ibunya dan keadaan dirumah yang membuatnya seperti sekarang,
klien tidak bisa buat apa-apa selama di rumah sakit jiwa.

Berdasarkan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang harus dilakukan


kepada klien gangguang sensori persepsi : halusinasi pendengaran ada empat SP perawat dan
tiga SP keluarga. SP 1 Perawat yaitu mengidentifikasi jenis halusinasi, mengidentifikasi isi
halusinasi klien, mengidentifikasi waktu halusinasi, mengidentifikasi frekuensi halusinasi
klien, mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi, mengidentifikasi respon klien
terhadap halusinasi, mengajarkan klien menghardik halusinasi, menganjurkan klien
memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian. SP 2 Perawat yaitu
mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur, menganjurkan klienmemasukkan dalam jadwal kegiatan

26
harian. SP 3 Perawat yaitu mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, melatih klien
mengendalikan halusinasi dengan cara bercaka-cakap denga orang lain, menganjurkan klien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SP 4 Perawat mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien, melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan aktivitas
dirumah, menganjurkan klien memasukkan jadwal kegiatan harian. SP 1 Keluarga yaitu,
mendiskusikan masalah ynag dirasakan keluarga dalam merawat klien, menjelaskan
pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami klien beserta proses
terjadinya, menjelaskan cara-cara merawat pasein halusinasi. SP 2 Keluarga yaitu, melatih
keluarga mempraktika cara merawat kliendengan halusinasi, melatih keluarga melakukan
cara merawat klienhalusinasi. SP 3 Keluarga yaitu, membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum obat dan menjelaskan follow up kliensetelah pulang.

Pada Tn. E sudah dilaukan SP Perawat yaitu SP 1 dengan 2 kali pertemuan, SP 2


dengan 1 kali pertemuan, SP 3 dengan 1 kali pertemuan, SP 1 kali pertemuan. SP keluarga
belum dilakukan juga karena selama kelompok dinas diruang Puri Nurani tidak bertemu
dengan keluarganya.

Dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien Tn. E dengan masalah gangguan
sensori persepsi : halusinasi pendengaran, mahasiswa telah berusaha melakukan tindakan
sesuai tujuan khusus yang telah ditetapkan dalam rencana asuhan kepperaatan sesuai teori.
Tetapi saat dilakukan komunikasi terapeutik dengan mengadakan interaksi sering dan singkat
secara bertahap dengan pertanyaan terbuka, memulai pembicaraan dengan topik yang disukai
klien, dan memperhatikan serta memenuhi kebutuhan dasar klien. Kelompok memberikan
solusi untuk klien dengan banyak menghardik halusinasinya, sebaiknya klien dapat
mempraktekan cara menghardik halusinasinya setiap ada atau timbul suara-suara yang
membisikkannya tersebut di telinganya. Kelompok juga melakukan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur meskipun menemukan beberapa hambatan selama
praktek di ruangan Puri Nurani yaitu klien sering mengalihkan pembicaraan dengan kata-
katanya yang tidak jelas. Tetapi kelompok telah melakukan tindakan keperawatan dari SP 1
sampai 4. Selama interaksi untuk diagnosa ini, terdapat hambatan saat terakhir untuk
melakukan SP 4 pada tanggal 05 Oktober 2018 yaitu klien tidak mau melakukan kegiatan
dari SP 4 tersebut dikarenakan malas untuk melakukannya. Selama interaksi sejak tanggal 02
Oktober 2018 hingga 04 Oktober 2018 Tn. E banyak kemajuan dalam berkenalan,
berinteraksi dengan perawat, menghardik halusinasinya dan bertingkah sesuai dengan sikap
yang semestinya, klien kooperatif dengan peraat dan nampak antusias setia kali pertemuan.

27
Klien tidak pernah menolak untuk diajak berbincang-bincang dan mampu melakukan
bercakap-cakap dengan yang lain.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu untuk mengatasi masalah


gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran, mahasiswa telah melakukan tindakan
dari SP 1 sampai denga SP 3. Dan klien sudah tidak tampak berbicara sendiri, klien juga
tampak bercakap-cakap dengan yang lain, klien juga sudah memasukkan jadwal kegiatan
harian yang telah disusun dan dapat dilakukan dirumah sakit.

Pada evaluasi hasil untuk diagnosa gangguang sensori persepsi : halusinasi


pendengaran kelompo telah melakukan tindakan keperawatan sampai kepada tujuan khusus
yaitu klien dapat mengenali halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasinya dan klien
dapat mengikuti program pengobatan secara optimal. Menganjurkan kepada klien untuk
memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian yaitu menghardik halusinasinya, meminum
obat dengan teratur, dan mengendalikan halusinasinya dengan bercakap cakap.

28
BAB VI

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa
dijumpai adanya rangsangan dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011)
halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Sedangkan
halusinasi menurut Keliat dan Akemat, (2010) adalah suatu gejala gangguan jiwa
pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi
palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan penghiduan, atau pendengaran.
Asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi adalah mengidentifikasi
jenis halusinasi, mengidentifikasi isi halusinasi pasien, mengidentifikasi waktu
halusinasi pasien, mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien, mengidentifikasi
situasi yang menimbulkan halusinasi, mengidentifikasi respons klienterhadap
halusinasi, mengajarkan klienmenghardik halusinasi, menganjurkan
pasienmemasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian.
Pada klien Tn. E dengan masalah halusinasi pendengaran dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan kelompok menggunakan komunikasi terapeutik dengan
mengadakan interaksi sering dan singkatsecara bertahap dengan pertanyaan yang
terbuka, memulai pembicaraan dengan topik yang disukai klien dan memperhatikan
serta memenuhi keebutuhan dasar klien. Hambatan dalam mengelola klien Tn. E
dapat diatasi dengan mengatur jadwal bagi setiap anggota kelompok.

B. Saran
Dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki mutu asuhan keperawatan jiwa pada
klien dengan masalah utama halusinasi pendengaran adalah :
1. Bagi klien
Mendorong klien untuk selalu berhubungan dengan orang lain secara bertahap
baik dengan klien lain, perawat dan keluarga. Melaksanakan jadwal kegiatan
harian yang telah disusun bersama dan dapat dilakukan selama di rumah sakit.
2. Bagi Perawat
Lakukan kontak sering dan singkat, perhatikan dan penuhi kebutuhan klien.
Lakukan pendokumentasian dan delegasikan pencapaian kemampuan klien

29
kepada perawat ruangan sehingga asuhan keperawatan dapat dilaksanaka
secara berkesinambungan.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Keliat, Budi Anna et al (2006). Basic Course Of Community Mental Health Nursing,
Jakarta : WHO Indonesia & Universitas Indonesia
2. Republik Indonesia (2009). UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
3. http://eprints.ums.ac.id/30925/4/BAB_I.pdf
4. http://eprints.ums.ac.id/25898/2/01_bab_satu.pdf

31

Vous aimerez peut-être aussi