Vous êtes sur la page 1sur 4

BAB II

KONSEP TEORITIS

1. Hemodialisa
2.1.1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksis
lainnya melalui membran semipermiabel sebagai pemisah antara darah dan cairan
dialisat yang sengaja dibuat dalam dialiser. Membran semipermiabel adalah lembar
tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori pori membran
memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, keratin, dan asam
urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran,
tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk
melewati pori-pori membran(Wijaya, dkk., 2013).
Hemodialisa adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi
sebagai ginjal buatan. Pada hemodialisa, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk
kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser darah dibersihkan dari zat-zat racun
melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis),
lalu dialirkan kembali dalam tubuh. Proses hemodialisa dilakukan 1-3 kali seminggu
dirumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam (Mahdiana,
2011). Hemodialisa merupakan terapi jangka panjang yang biasa dilakukan pada
penderita gagal ginjal kronis. Hemodialisis berperan sebagai penyaring untuk
membuang toksin yang ada dalam darah. Namun demikian, terapi hemodialisa tidak
dapat menyembuhkan gangguan ginjal pada pasien. Oleh karena itu, pada pasien dengan
gagal ginjal kronik masih sering terjadi komplikasi yaitu hipotensi, nyeri dada,
gangguan keseimbangan dialisis, kram otot, mual muntah, dan gangguan tidur (Terry &
Weaver, 2011).
2.1.2. Tujuan
Menurut Lumenta (2001), Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa
mempunyai tujuan :
1) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2) Membuang kelebihan air.
3) Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5) Memperbaiki status kesehatan penderita.
2.1.3. Indikasi
Menurut Wijaya dkk, (2013) indikasi hemodialisa adalah sebagai berikut:
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomerulus < 5ml). Pasien-
pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
Hiperkalemia (K+ darah > 6 mEq/l), asidosis, kegagalan terapi konservatif, kadar
ureum/kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200 mg%, Kreatinin serum > 6
mEq/l), kelebihan cairan, mual dan muntah hebat.
b. Intoksikasi obat dan zat kimia
c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
d. Sindrom hepatorenal dengan kriteria :

1) K+ pH darah < 7,10 → asidosis

2) Oliguria/anuria > 5 hari


3) GFR < 5 ml/I pada GGK
4) Ureum darah > 200 mg/dl
2.1.4. Kontra Indikasi
Menurut Wijaya, dkk (2013) menyebutkan kontra indikasi pasien yang
hemodialisa adalah sebagai berikut:
a. Hipertensi berat (TD > 200/100 mmHg).
b. Hipotensi (TD < 100 mmHg).
c. Adanya perdarahan hebat.
d. Demam tinggi.
2.1.5 Prinsip Hemodialisa
Menurut Muttaqin (2011), prinsip hemodialisa pada dasarnya sama seperti pada
ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisia, yaitu: difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi.
1. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di
dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat
2. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik di dalam darah dan dialisat. Luas permukaan dan daya saring membran
mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser,
dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi
berbagai komplikasi yang dapat terjadi misal: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak
adekuat atau berlebihan, hipotensi, kram, muntah, perembesan darah, kontaminasi
dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula)
2.1.6. Penatalaksanaan Hemodialisa pada pasien
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau
tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat
membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat
menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat
meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal (Wijayakusuma,
2008).
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk
akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan
tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan
dengan demikian meminimalkan gejala (Smeltzer & Bare, 2001).
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan
bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif,
asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa
penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan
(Smeltzer & Bare, 2001). Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian
melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia dan antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan
tanpa menimbulkan akumulasi toksik (Smeltzer & Bare, 2001).
2.1.7. Komplikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2002), Komplikasi dialisis sendiri dapat mencakup
hal-hal berikut:
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara
memasuki sistem vaskuler pasien
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadi
lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan
ruang ekstrasel
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi
Komplikasi atau dampak Hemodialisa terhadap fisik menjadikan klien lemah dan
lelah dalam menjalani kehidupan sehari- hari terumtama setelah menjalani
hemodialisis (Farida, 2010)

Vous aimerez peut-être aussi