Vous êtes sur la page 1sur 14

LAPORAN PENDAHULUAN

POST CRANIOTOMY

DI SUSUN OLEH :
NAMA : FRANSISKA TRI AMBAR WIJAYANTI
NIM : 433131420117153

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA KARAWANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
POST CRANIOTOMY

A. Definisi
Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan
untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk
menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol
hemoragi. (Brunner and Suddarth).

B. Anatomi dan Fisiologi


Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum.
Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut sebagai tengkorak, yang
juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang
tengkorak; tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital.
1. Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus tersebut
adalah:
a. Lobus frontal
merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior. Fungsinya untuk
mengontrol prilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri.
b. Lobus parietal: lobus sensasi.
Fungsinya: Menginterpretasikan sensasi. Mengatur individu mampu
mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
c. Lobus temporal
Fungsinya: mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan
jangka pendek sangat berpengaruh dengan daerah ini.
d. Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Fungsinya: bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
2. Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari
otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia) menghubungkan
pons dan sereblum dengan hemisfer cerebrum, bagian ini berisi jalus sensorik dan
motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
3. Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral, lipatan dura
meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan
menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus.
Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan
mengintegrasikan input sensorik.

C. Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
1. Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2. Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura (kecelakaan lalu
lintas, jatuh, cedera olahraga).

D. Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit
kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapa
variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:.
1. Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
2. Kecepatan kekuatan yang datang
3. Permukaan dari kekuatan yang menimpa
4. Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka
terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan
indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat ringan
sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik, peningkatan intra
kranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada
kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau keluaran
yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala
langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan
pembentukan rongga (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak).
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh
kompresi, goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang bergerak
dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari kekuatan akselerasi,
kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang, otak dan cerebelum dapat
terjadi.
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi
tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom
subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.
2. Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3. Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau temporal.
Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan oleh kerusakan
dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan penyebab utama
peningkatan TIC. Klasifikasi cedera kepala:
1. Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran,
perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing, disorientasi.
2. Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat terlihat
pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.
3. Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak sarah/pingsan,
hemiphagia, dilatasi pupil.

E. Manifestasi Klinik
1. Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
2. Gangguan penglihatan dan berbicara.
3. Mual dan muntah.
4. Pusing.
5. Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
6. Hemiparese.
7. Terjadi peningkatan intrakranial.
F. Pemeriksan Penunjang
1. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Tujuan: mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3. Angiopati Serebral
Tujuan: menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.

G. Komplikasi
1. Edema cerebral
2. Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan
biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
3. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut
perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat besar
(subdural kronik).
4. Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera kepala
tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka. Dapat timbul
akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik. Perdarahan di otak
menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.
5. Hypovolemik syok
6. Hydrocephalus
7. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
8. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis
post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,
dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif
dini.
9. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus, organism garam
positif stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka
yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic dan
antiseptic.
10. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka
adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi
atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup
waktu pembedahan.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien
e. Mempersiapkan pasien pulang

Perawatan pasca pembedahan


1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out put
b. Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati
jangan sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien
post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein
sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C
yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan
tubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya makanan
baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal
c. Flatus positif
d. Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil.
Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan
posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen
dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
4. P e m e n u h a n k e b u t u h a n e l i m i n a s i
a. Sistem Perkemihan
1) Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi →
retensio urine.
2) Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah (distensi buli –
buli)
3) Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/jam →
komplikasi ginjal
b. System Gastrointestinal
1) Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada
bedah kepala dan leher serta TIO meningkat
2) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
3) Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus
4) Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
5) Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung
6) Meningkatkan istirahat.
7) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
8) Memonitor perdarahan.
9) Mencegah obstruksi usus.
10) Irigasi atau pemberian obat.

I. Pengkajian
1. Primary Survey
a. Air way
1) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
2) Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
3) Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
1) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguanirama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensimaupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing.
Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena
aspirasi), cenderungterjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
2) Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit
→ depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal → gangguan cardiovasculair
atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
3) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sterna → efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
c. Circulating
1) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanandarah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia,disritmia).
2) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
1) Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,respon motorik
dan tanda-tanda vital.
2) Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dangelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

2. Secondary Survey
Pemeriksaan fisik Pasien Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah kesdaran somnolent
apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu 37 ºC, RR 20 x/m
a. Abdomen
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah
i g a , d a n l i m p a t i d a k membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14
X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus
dilakukan padagastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4 – 4 dan
ekstremitas bawah 4 – 4, akral dingin dan pucat.
c. Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.
3. Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien Nampak lemah, kulit dan konjuntiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik. Pemeriksaan laboratorium : HB 9.9 gr %, HCT
32 dan PLT 235
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak
lemah, refleksdalam batas normal.
c. Bladder
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning
kecoklatan.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi
7. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret
8. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek anastesi
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Criteria Hasil / Intervensi
No Rasionalisasi
Keperawatan Tujuan Keperatan
1. Gangguan Tujuan: 1. Kaji nyeri, catat1. Berguna dalam
rasa nyaman Setelahdilakukan lokasi,karakteristik, pengawasan
nyeri berhubu tindakan keperawatan skala (0-10). keefektifan obat,
ngan dengan rasa nyeri dapat Selidiki dan kemajuan penyemb
luka insisi teratasi atau laporkan perubahan uhan. Perubahan
tertangani dengan nyeri dengan tepat. pada karakteristik
baik. nyeri menunjukkan
Kriteria hasil: terjadinya abses.
· Melaporkan rasa 2. Mengurangi
nyeri hilang atau tegangan abdomen
terkontrol. yang bertambah
· Mengungkapkan dengan posisi
metode pemberian 2. Pertahankan posisi telentang.
menghilang rasa istirahat semi3. Meningkatkan
nyeri. fowler. normalisasi fungsi
· organ, contoh
Mendemonstrasikan merangsang
penggunaan teknik peristaltic dan
relaksasi dan aktivitas3. Dorong ambulasi kelancaran flatus,
hiburan dini dan menurunkan
sebagi penghilang ketidak nyamanan
rasa nyeri abdomen.
4. Menghilangkan
dan mengurangi
nyeri
melelui penghilanga
n ujung saraf
catatan: jangan
lakukan
kompres panas
4. Berikan kantong es karena dapat
pada abdomen menyebabkan
kongesti jaringan.
5. Menghilangkan
nyeri
mempermudah
kerja sama dengan
intervensi terapi
lain.

5. Berikan analgesic
sesuain indikasi
2. Kerusakan Tujuan:Setelah di1. Kaji dan catat1. Mengidentifikasi
integritas berikan tindakan ukuran, warna, terjadinya
kulit berhubu pasien tidak keadaan luka, dan komplikasi.
ngan dengan mengalami gangguan kondisi sekitar luka.
luka insisi integritas kulit.2. Lakukan kompres
Kriteria hasil: basah dan sejuk2. Merupakan
· atau terap tindakan protektif
Menunjukkan penye irendaman. yang dapat
mbuhan luka tepat3. mengurangi nyeri.
waktu. Lakukan perawatan3. Memungkinkan
· Pasien luka dan hygiene pasien lebih bebas
menunjukkan sesudah mandi, lalu bergerak dan
perilaku keringkan kulit meningkatkan
untuk meningkatkan dengan hati - hati. kenyamanan pasien.
penyembuhan dan 4. Mempercepat
mencegah 4. Berikan prioritas proses penyembuha
komplikasi. untuk meningkatka n dan rehabilitasi
n kenyamanan pasien,
pasien.
3. Resiko tinggi Tujuan: 1. Awasi tanda -1. Deteksi dini
infeksi berhub Setelah dilakukan tanda adanya infeksi.
ungan dengan tindakan vital, perhatikan 2. Memberikan
higiene luka keperawatan. Pasien demam, menggigil, deteksi dini
yang buruk diharapkan tidak berkeringat terjadinya proses
mengalami infeksi. dan perubahan infeksi.
Kriteria hasil: mental dan3 Menurunkan
· Tidak menunjukkan peningkatan nyeri penyebaran bakter
adanya tandainfeksi. abdomen. 4. Mungkin diberikan
· Tidak terjadi infeksi.2. Lihat lika insisi secara profilaktif
dan balutan. Catat untuk menurunkan
karakteristik, jumlah organism,
drainase luka. dan
3. Lakukan cuci untuk menurunkan
tangan yang baik penyebaran
dan dan pertumbuhanny
lakukan perawatan a.
luka aseptic.
4. Berikan antibiotik
sesuai indikasi.

4. Gangguan Tujuan: 1. Observasi1. Tirah baring lama


perfusi · Setelah dilakukan ekstermitas dapat mencetuskan
jaringan perawatan tidak terhadap pembengk statis vena dan
berhubungan terjadi gangguan akan, dan eritema. meningkatkan
dengan perfusi jaringan. resiko
perdarahan Kriteria hasil: pembentukan
¨ Tanda-tanda vital trombosis.
stabil. 2. Evaluasi status2. Indikasiyang
¨ Kulit klien hangat dan mental. Perhatikan menunjukkanembol
kering terjadinya isasi sistemik pada
¨ Nadi perifer ada dan hemaparalis, afasia, otak
kuat. kejang, muntah
¨ Masukan atau haluaran dan peningkatan
seimbang TD

5. Kekurangan Tujuan: 1. Awasi intake dan1. Memberikan


volume cairan· Setelah dilakukan out put cairan. informasi
berhubungan tindakan keperawatan tentang penggantian
dengan pasien menunjukkan kebutuhan dan
perdarahan keseimbangan cairan2. Awasi TTV, kaji fungsi organ.
post operasi. yang adekuat membrane mukosa,2. Indicator
· Tanda - tanda vital turgor kulit, keadekuat volume
stabil. membrane mukosa, sirkulasi / perfusi.
· Mukosa lembab nadi perifer dan3. Memberikan
· Turgor kulit pengisian kapiler. informasi tentang
/ pengisian kapiler3. Awasi volume sirkulasi,
baik. pemeriksaan keseimbangan
· Haluaran urine baik. laboratorium. cairan dan
4. Berikan cairan IV elektrolit.
atau produk darah4. Mempertahankan
sesuai indikasi. volume sirkulasi
DAFTAR PUSTAKA

A.K. Muda, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia Press.
Carpenito, Lynda Juall RN.1999. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Ed 3. Jakarta : Media
Aesculappius.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Vous aimerez peut-être aussi