Vous êtes sur la page 1sur 16

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN

BIAYA

Disusun Oleh :

FIBRIANA

EDA ZURAEDA

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA

Manajemen Biaya adalah sistem yang didesain untuk menyediakan informasi bagi
manajemen untuk pengidentifikasian peluang-peluang penyempurnaan, perencanaan strategi,
dan pembuatan keputusan operasional mengenai pengadaan dan penggunaan sumber-sumber
yang diperlukan oleh organisasi. Sistem manajemen biaya terintegrasi menunjukkan adanya
saling hubungan dengan elemen-elemen sistem lainnya yaitu : (1) sistem desain dan
pengembangan, (2) sistem pembelian dan produksi, (3) sistem pelayanan konsumen, dan (4)
sistem pemasaran dan distribusi.

A. Biaya Langsung dan Tidak Langsung


 Biaya Langsung (direct cost)

Merupakan biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya adalah karena ada
sesuatu yang harus dibiayai. Dalam kaitannya dengan produk, biaya langsung terdiri dari
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Konsep biaya langsung tidak hanya
mencakuup biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja saja. Jika sebuah perusahaan
membebankan biaya ke berbagai kantor di berbagai wilayah penjualan, maka gaji manajer di
kantor penjualan pada suatu wilayah merupakan biaya langsung bagi wilayah penjualan
tersebut.

 Biaya Tidak Langsung (indirect cost)

Biaya Tidak Langsung (indirect cost), biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh
sesuatu yang dibiayai, dalam hubungannya dengan produk, biaya tidak langsung dikenal
dengan biaya overhead pabrik. Contoh lainnya dikaitkan dengan produk, gaji manajer pabrik
merupakan biaya tidak langsung, karena biaya ini sama sekali tidak disebabkan oleh proses
pembuatan produk.

B. Activity Based Costing


Activity Based Costing merupakan sistem akumulasi biaya dan pembebanan biaya ke
produk dengan menggunakan berbagai cost driver yang pada tahap awal dilakukan
penelusuran biaya dari aktivitas dan setelah itu menelusuri biaya dari aktivitas ke
produk. Kapan dibutuhkan Sistem Activity Based Costing? Dimasa lalu, sistem biaya activity
based costing hanya digunakan pada saat: (1) biaya untuk mengukur biaya aktifitas dan
biaya-biaya lainnya menurun, yang dapat disebabkan adanya komputerisasi sistem
penjadwalan dilantai produksi. (2) Activity yang tetap, menaikkan biaya dari penetapan harga.
(3) Deferensiasi produk yang tinggi dalam jumlah, ukuran ataupun kompleksitas.

Tahapan Untuk Menerapkan Sistem ABC

1. Mengidentifikasi dan mendefinisikan aktivitas dan pul aktivitas


2. Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya
3. Membebankan biaya ke pul biaya aktivitas
4. Menghitung tarif aktivitas
5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran
aktivitas
6. Menyiapkan laporan manajemen

Ada empat hirarki dalam sistem ABC, yaitu:

1. Output unit-level cost, sumber daya yang berhubungan langsung dengan satuan unit
produk atau jasa. Jika produk meningkat maka penggunaan sumber daya ini
meningkat, misalnya biaya manufaktur yang berkaitan denga energi, depresiasi mesin,
pemeliharaan dan perbaikan mesin adalah sumber daya yang terkait langsung dengan
aktivitas pembuatan setiap jenis produk. Biaya ini akan meningkat penggunaannya
seiring dengan peningkatan produk atau jasa yang dihasilkan. Pada umumnya biaya
output unit-level cost dibebankan ke harga pokok produk atas dasar jam mesin
(machine hours).

2. Batch-level cost, sumber daya yang terkait dengan aktivitas dari sekelompok unit
produk atau jasa, dari pada satuan produk atau jasa secara individual, misalnya untuk
menghasilkan sejumlah produk yang memiliki spesifikasi tertentu dibutuhkan selama
waktu setup yang sama. Dalam suatu perusahaan terkadang penanganan bahan
membutuhkan biaya yang signifikan, dari mulai melakukan order pembelian,
penerimaan bahan, pergudangan sampai dengan pembayaran kepada suplayer, maka
diperlukan penanganan bahan secara khusus. Biaya penanganan bahan ini mencakup
sejumlah aktivitas order pembelian dan lainnya, maka diperlukan adanya batch.
Perhitungan tarif dalam satu batch-level cost dapat lebih dari satu sesuai dengan hasil
analisis korelasi antara sumber daya/aktivitas dengan yang dibiayai, misalnya biaya
setup dibebankan atas dasar jam mesin, sedangkan biaya penanganan bahan
dibebankan atas dasar order pembelian.
3. Product-sustaining cost, sumber daya yang terkait dengan aktivitas untuk mendukung
pembuatan satuan produk atau jasa secara individual, misalnya aktivitas perancangan
(desain) suatu produk harus dilakukan untuk setiap jenis produk secara sendiri-
sendiri. Ini memerlukan biaya tersendiri pula, terutama untuk setiap produk pesanan.
Biaya ini dibebankan ke harga pokok produk dengan tarif yang sesuai dengan
aktivitas desain, dapat berupa luas lantai (jika bangunan).

4. Facility-sustaining cost, sumber daya yang terkait dengan aktivitas yang tidak dapat
ditelusuri langsung (untraceable) ke satuan produk atau jasa secara individual, bahkan
aktivitas yang mendukung satuan organisasi secara keseluruhan, misalnya biaya
administrasi umum (termasuk sewa dan keamanan gedung). Biasanya sulit untuk
menetapkan hubungan biaya dengan dasar alokasi biaya, maka kebanyakan
perusahaan tidak membebankannya ke harga pokok produk, namun memasukannya
sebagai pengurang langsung terhadap pendapatan operasional. Jadi dianggap sebagai
biaya periodik (periodical cost). Jika dibebankan ke harga pokok produk atau jasa,
maka biaya ini biasanya dialokasikan atas dasar jam tenaga kerja langsung.

Perbandingan antara Sistem Biaya Tradisional dengan Sistem Biaya Activity Based Costing

Suatu perbedaan umum antara sistem ABC dan sistem tradisional adalah homogenitas
dari biaya dalam satu kelompok biaya (cost pool). ABC mengharuskan perhitungan
kelompok biaya (cost pool) suatu aktivitas, maupun identifikasi suatu pemicu aktivitas untuk
setiap aktivitas yang signifikan dan mahal. Akibatnya, harus lebih hati-hati dalam
membentuk kelompok biaya (cost pool) dalam sistem ABC dibandingkan dalam perhitungan
biaya tradisional. Perbedaan lain antara sistem ABC dan sistem tradisional yaitu bahwa
semua sistem ABC adalah sistem perhitungan biaya dua tahap, sementara sistem tradisional
bisa merupakan sistem perhitungan satu atau dua tahap. Dalam sistem ABC, tahap pertama
kelompok biaya (cost pool) aktivitas dibentuk ketika biaya sumber daya dialokasikan ke
aktivitas berdasarkan pemicu sumber daya. Di tahap kedua, biaya aktivitas dialokasikan dari
kelompok biaya aktivitas ke produk atau objek biaya final lainnya.
C. Activity Based Costing with Idle Capacity
Dalam akuntansi biaya tradisional, tarif overhead yang ditentukan dimuka dihitung
dengan membagi anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang dianggarkan seperti
anggaran jam kerja langsung. Praktek seperti ini akan mengakibatkan pembebanan kapasitas
yang menganggur ke produk dan juga akan menyebabkan biaya produksi per unit tidak stabil.
Jika anggaran aktivitas turun, tarif overhead akan meningkat karena komponen tetap dalam
overhead hanya digunakan untuk jumlah produk yang lebih sedikit sehingga biaya produksi
per unit akan meningkat. Berlawanan dengan akuntansi biaya tradisional, dalam ABC produk
hanya dibebani biaya dari kapasitas yang digunakan dan tidak dibebani oleh biaya kapasitas
yang tidak digunakan.Pendekatan ini menyebabkan biaya per unit yang lebih stabil dan
konsisten dengan tujuan pembebanan biaya ke produk yang menyebabkan aktivitas.
D. Time Driven Activity Based Costing

Sejarah Time Driven Activity Base Costing

Ketidakpastian lingkungan bisnis menyebabkan sistem pembiayaanterus mengalami


perkembangan dan perbaikan. Traditional ABC muncul padatahun 1980an menggantikan
traditional costing. Kemudian pada tahun 2003,konsep Time-Driven ABC mulai
diperkenalkan dan dikembangkan untukmerevisi Traditional ABC. Berikut ini sejarah
perkembangan Time-DrivenABC:

1. Era Traditional Costing (Tahun 1925 sampai dengan tahun 1980an)Pada saat era
penggunaan traditional costing, lingkungan bisnis masihstabil, tidak ada kompetisi baik
dari dalam negeri maupun luar negeri, dandiferensiasi produk masih rendah. Hal ini
menyebabkan sistem pengendalianbiaya tidak terlalu penting bagi perusahaan. Sistem
akuntansi manajementradisional cenderung berproduksi berdasarkan informasi besarnya
biayayang dialokasikan pada produk dengan metode sederhana dan berubahubah,dan
alokasinya seringkali tidak berhubungan dengan permintaan yangdibuat oleh produk atas
sumber daya perusahaan.

1. Era Traditional ABC (Tahun 1980an sampai dengan tahun 2004)Pada tahun 1980an,
dikembangkan sistem biaya yang baru menggantikanTraditional Costing, yaitu Traditional
ABC. Traditional ABC timbulsebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi
akuntansi yangmampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas
untukmenghasilkan mekanisme penghitungan biaya yang akurat. Hal ini didorongoleh: (1)
Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untukcost effective, (2)
Advanced manufacturing technology yangmenyebabkan proporsi biaya overhead pabrik
dalam product cost menjadilebih tinggi dari primary cost, dan (3) Adanya strategi
perusahaan yangmenerapkan market driven strategi
2. Era Time-Driven ABC (Tahun 2004 sampai dengan sekarang)Seiring dengan berjalannya
waktu, Traditional ABC menjadi sulit diterapkan pada banyak perusahaan karena
menimbulkan biaya yang mahal untukkeperluan wawancara dan survey terhadap sistem
ABC. Selain masalahmahalnya biaya untuk wawancara dan survei, masih banyak
kesulitan yangtimbul dari aplikasi sistem Traditional ABC, padahal kompetisi usaha
semakinketat dan semakin kompleks. Untuk memperbaiki kekurangan yang timbuldari
sistem Traditional ABC, maka pada tahun 2004, Robert S. Kaplan danSteven R. Anderson
mengembangkan inovasi baru terhadap sistem ABCyang disebut Time-Driven ABC.

Kekurangan ABC Sebagai Penyebab DikembangkannyaTime Driven ABC

Beberapa persoalan muncul di dalam praktek penerapan TraditionalABC, antara lain sebagai
berikut:

1. Proses wawancara dan survey kepada karyawan menelan biaya sangatmahal dan
memakan waktu yang cukup panjang.
2. Ketidakakuratan dan bias mempengaruhi keakuratan tarif cost driver yangberasal dari
estimasi individual subjective atas perilaku mereka di masalalu maupun di masa
mendatang.
3. Karena mahalnya biaya wawancara dan survey kepada karyawan, makasistem ABC
tidak diupdate secara rutin.
4. Sulit menambah aktifitas baru ke dalam sistem, memerlukan estimasi ulangatas
jumlah biaya yang harus ditetapkan untuk aktifitas yang baru.
5. Sulit diterapkan pada perusahaan yang beroperasional pada skala besar.Dengan kata
lain, Traditional ABC sulit untuk merespon peningkatan daridiversity dan
kompleksitas pesanan maupun pelanggan, padahal perusahaanberskala besar pasti
memiliki tingkat diversity dan kompleksitas pesananmaupun konsumen yang sangat
tinggi.

Faktor-faktor di atas menyebabkan dikembangkannya sistem Time-Driven ABC yang


diharapkan dapat memperbaiki kekurangan yang timbul dariTraditional ABC.

Time Driven ABC:Pendekeatan yang Sederhana dan Kuat

Pendekatan alternatif untuk mengestimasi model ABC, yaitu Time-Driven ABC,


mampu mengatasi segala keterbatasan dari Traditional ABC.Time-Driven ABC memerlukan
dua estimasi baru yaitu: (1) Biaya per unit darikapasitas yang tersedia, dan (2) konsumsi unit
waktu oleh setiap aktifitas.
Estimasi Biaya Per Unit

Prosedur yang baru dimulai dengan menggunakan informasi yang samadengan pendekatan
Traditional ABC, yaitu:

1. Menentukan besarnya biaya dari sumber daya yang menyediakan kapasitas.


2. Mengestimasi kapasitas aktual dari sumber daya yang tersedia.

Dengan estimasi dari: (1) Biaya dari kapasitas yang tersedia, dan (2)Kapasitas pada
prakteknya dari sumber daya yang tersedia, maka dapat dihitungbiaya per unit dari kapasitas
yang tersedia sebagai berikut:

Biaya per unit = Kapasitas pada Prakteknya dari Sumber Daya yang Tersedia

Biaya dari Kapasitas yang Tersedia

Sebagai contoh, Diketahui data dari PT X: Jumlah biaya dari tenagakerja tidak langsung yang
tersedia sebesar $ 84,000 (sudah termasuk bonus).Jumlah biaya dari kapasitas computer yang
tersedia sebesar $ 30,000. Tenagakerja tidak langsung ada 5 orang, di mana masing-masing
menyediakan 500jam kerja untuk setiap kwartal, atau totalnya sebanyak 2500 jam
kerja.Kapasitas tenaga kerja tidak langsung pada prakteknya sebanyak 2000 jamkerja per
kwartal. Kapasitas computer pada prakteknya sebanyak 500 jam perkwartal. Berdasarkan
data tersebut, maka biaya per unit (per jam kerja) darikapasitas tenaga kerja tidak langsung
yang tersedia adalah sebagai berikut:

Biaya Tenaga Kerja tidak Langsung per jam = $ 84,00/2000jam = $ 42 per jam

Sedangkan biaya per unit (per jam) dari kapasitas komputer yangtersedia adalah sebagai
berikut:

Biaya Komputer per jam = $ 30,000/500 jam = $ 60 per jam

Estimasi Unit Waktu

Bagian kedua dari informasi baru yang diperlukan pada pendekatanTime-Driven ABC adalah
estimasi waktu yang diperlukan untuk melakukansuatu transaksi. Prosedur Time-Driven ABC
menggunakan estimasi waktuyang diperlukan setiap saat transaksi terjadi. Estimasi unit
waktu inimenggantikan proses interview pekerja untuk mempelajari berapa persen
waktupekerja yang dihabiskan untuk semua aktifitas.
TIME-DRIVEN ABC VERSUS TRADITIONAL ABC

Pada tabel ditunjukkan perbandingan implementasi Time-Driven ABCdengan Traditional


ABC sebagai berikut:

PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TIME-DRIVEN ABC DENGAN TRADITIONAL ABC

Implementasi Time-Driven ABC: Implementasi Traditional ABC:


 Mengidentifikasi departemen sumber  Mengindentifikasi aktifitas dan pool
dayayang bermacam-macam biayaaktifitas
 Mengestimasi total biaya dari setiap  Membebankan biaya ke aktifitas-
departemen sumber daya aktifitas
 Mengestimasi kapasitas pada  Menentukan activity driver
prakteknyauntuk setiap departemen  Menentukan tarif activity driver
sumber daya  Membebankan biaya ke produk
 Menghitung biaya per unit dari setiap
kapasitas sumber daya
 Menentukan estimasi unit waktu untuk
setiap transaksi
 Membebankan biaya ke produk

Pada tabel tersebut dapat terlihat bahwa Traditional ABC merupakan model biaya
“push”. Implementasinya dimulai dengan menetapkan total biaya overhead terlebih dahulu,
menghitung biaya per unit dari aktifitas, dan pada akhirnya menghasilkan alokasi biaya
kepada produk. Sebaliknya, Time-DrivenABC merupakan model biaya “pull”. Implementasi
dari Time-Driven ABC dimulai dengan melakukan estimasi dua parameter, dan pada akhirnya
menghasilkan alokasi biaya kepada produk. Dapat disimpulkan bahwa Traditional ABC
(Push Model) menghitung biaya aktifitas yang actual dan membebankannya ke produk.
Sedangkan Time-Driven ABC menghitung biaya aktifitas pada tarif standar dan
menghilangkan biaya kapasitas yang tidak digunakan. Pada pertengahan tahun 1980an,
Traditional ABC hadir menggantikan Traditional Costing yang sudah tidak relevan lagi untuk
digunakan oleh perusahaan-perusahaan.
Adapun kelebihan Traditional ABC dibandingkan dengan Traditional Costing adalah
sebagai berikut: (1) Menyediakan alternative metode penghitungan dan analisis biaya yang
lebih baik daripada TraditionalCosting, (2) Memberikan informasi yang efektif untuk
pengambilan keputusan, dan (3) Memberikan informasi yang berkelanjutan dalam penerapan
proses dan penurunan biaya.

Tetapi pada prakteknya, Traditional ABC memiliki banyak kekurangan (keterbatasan)


yang menyebabkannya sulit untuk diterapkan di banyak perusahaan. Dan kemudian, Time-
Driven ABC hadir untuk memberikan alternatif yang lebih baik, lebih akurat, dan lebih
sederhana untuk diterapkan di perusahaan-perusahaan. Robert S. Kaplan dan Steven R.
Anderson, menyatakan bahwa Time-Driven ABC akan memberikan perbaikan yang sangat
hebat atas sistem yang lama (Traditional ABC).

Kelebihan Model Time-Driven ABC

Kelebihan dari model Time-Driven ABC dibandingkan dengan Traditional ABC


adalah sebagai berikut:

1. Sangat mudah dan cepat diimplementasikan


2. Tidak mahal dan mudah diupdate
3. Mudah divalidasi dengan pengamatan langsung terhadap model estimasi dari unit
waktu
4. Mampu diterapkan pada perusahaan dengan skala besar
5. Mudah menggabungkan fitur spesifik untuk pesanan, supplier, dan pelanggan khusus
6. Lebih memandang kepada efisiensi proses dan pemanfaatan kapasitas
KASUS : John Deere Component Work (A) dan (B)
[Robert S. Kaplan and Robin Cooper (1999). The Design of Cost Management Systems: Text
and Cases, 2nd, Prentice-Hall]

Sejarah John Deere


John Deere, didirikan pada tahun 1837 oleh John Deere pandai besi yang mengembangkan
alat bajak baja pertama yang sukses secara komersial. Selama tahun 1970, Deere
menghabiskan lebih dari satu miliar dollar pada modernisasi pabrik, perluasan usaha dan
perkakas. Selama tiga dekade, Deere mengembangkan lini produknya, membangun pabrik
baru dan menjalankan usaha sesuai dengan kapasitas pabrik, namun tetap tidak mampu untuk
memenuhi permintaan.

Dalam periode yang sama, Deere melakukan diversifikasi terhadap peralatan industri lainnya
seperti konstruksi, utility, dan pertambangan. Pada tahun 1962 Deere mulai membangun
gedung dan traktor perkebunan dan peralatan lainnya.

Pada pertengahan tahun 1980 Deere menjadi perusahaan yang bergerak dalam bidang
pertanian dan perkebunan terbesar di dunia. Di tahun 1980, komoditas pertanian mengalami
penurunan dan oleh karena itu, Deere mengambil beberapa kebijakan yaitu menurunkan level
operasinya, memotong biaya yang memungkinkan, meningkatkan tekanan untuk mendorong
pengambilan keputusan, dan melakukan restrukturisasi. Untuk meningkatkan volume
produksi, Deere ingin agar produksi komponennya memasok untuk perusahaan dan industri
lain.

John Deere Components Works

Selama beberapa tahun, komponen traktor dibuat dan dirakit di pabrik traktor, Waterloo.
Untuk menghasilkan produk lain, pada tahun 1970 Deere berhasil memisahkan komponen
produksi traktor menjadi mesin dan perakitan. Untuk perakitan traktor dan mesin
dipindahkan ke pabrik baru di area Waterloo. Pada akhir tahun ke 10, gedung lama untuk
produksi traktor digunakan untuk memproduksi komponen traktor yang dinamakan John
Deere Component Works (JDCW). JDCW memiliki 3 divisi, yaitu divisi hydraulics, drive
trains division, dan gear dan divisi produk spesial. JDCW didesain untuk menjadi bagian dari
produsen peralatan yang diproduksi Deere, terutama traktor.
Selama tahun 1970, kegiatan operasi dan peralatan JDCW telah dirancang untuk membantu
divisi traktor sebesar 150 unit per hari. Pada pertengahan tahun 1980, JDCW memproduksi
suku cadang kurang dari kebutuhan. Aktivitas volume yang rendah merupakan efek yang
sangat merugikan mesin dan bisnis karena mesin tersebut lebih efisien untuk produksi
bervolume tinggi.

Penjualan Internal dan Transfer Pricing

Hampir seluruh penjualan JDCW merupakan penjualan internal. Pabrik peralatan diminta
untuk membeli secara internal komponen-komponen utama, misalnya transmisi desain
lanjutan dan roda yang akan memberikan keuntungan kompetitif pada Deere. Kebijakan
perusahaan menyatakan bahwa transfer pricing antara divisi ditentukan pada nilai full cost.
Perusahaan juga memiliki kebijakan make-buy, pada saat terjadi kelebihan kapasitas, divisi
yang akan melakukan pembelian harus menggunakan direct cost dan bukan full cost sebagai
acuan untuk dibandingkan dengan tawaran harga pasar.

Turning Machine Business

Pada awal tahun 1984, operasi JDCW berada jauh di bawah kapasitas dan para manajer
menyadari bahwa mereka tidak dapat menunggu hingga pasar agrikultur berubah menjadi
lebih baik. Pada divisi gear and produk spesial, sebagian orang memprediksi bahwa produk
turning machine akan menjadi fokus yang menjanjikan. Turning machine ini merubah bahan
mentah menjadi komponen akhir dan merupakan kegiatan operasi divisi yang paling
independen. Turning machine ini memiliki 3 departemen di JDCW. Ketiga departemen ini
dibedakan berdasarkan diameter barstock yang dapat dibuat oleh mesin tersebut berdasakan
katup dalam mesin.

JDCW Standard Cost Accounting System

Dalam perhitungan dengan standard costing, JDCW menjumlahkan unsure-unsur biaya-biaya


terdiri dari:

 Direct Labor (run time only)


 Direct Material
 Overhead (direct + period) applied on direct labor
 Overhead (direct + period) applied on material dollars
 Overhead (direct + period) applied on ACTS (Actual Cycle Time Standards) machine
hours

Menetapkan Tarif Overhead

Setiap satu tahun sekali, departemen akuntansi JDCW menetapkan kembali tarif overhead
berdasarkan dua studi, studi normal dan studi proses. Dalam studi normal, menentukan nilai
standar dari direct labor dan machine hours dan total overhead untuk tahun berikutnya
dengan menetapkan “volume normal”. Studi proses meruntuhkan overhead yang
diproyeksikan pada volume normal di antara 100-plus proses JDCW seperti lukisan,
lembaran logam, menggiling, turning machines, dan heat treating.

Basis Evaluasi untuk Tarif Overhead

Selama beberapa tahun JDCW menggunakan tenaga kerja langsung sebagai tarif untuk
mengalokasikan overhead. Namun pada tahun 1960, perusahaan menerapkan pemisahan
overhead berdasarkan material. Tarif tersebut termasuk biaya pembelian, penerimaan,
pemeriksaan, dan bahan mentah. Biaya-biaya tersebut dialokasikan ke persentase markup
disamping biaya material. Dari waktu ke waktu tarif terpisah ini sudah ditetapkan untuk baja,
castings, dan pembelian untuk merefleksikan perbedaan permintaan.

Perhtungan menggunakan tenaga kerja langsung dan material overhead ini dibagi atas biaya
langsung (biaya variabel), seperti biaya setup, scrap, materials handling, bervariasi
tergantung volume aktivitas produksi dan periode (biaya tetap), seperti pajak, biaya
depresiasi, listrik, gaji tidak dipengaruhi oleh aktivitas produksi. Pada tahun 1984, JDCW
memperkenalkan machine hours sebagai basis alokasi overhead seperti basis tenaga kerja dan
material. Dengan peningkatan penggunaan mesin, maka basis tenaga kerja langsung tidak
lagi digunakan sebagai basis overhead, karena tidak lagi merefleksikan performa kerjanya.
Jam kerja digunakan untuk proses dimana waktu kerja setara machine hours, jika terdapat
perbedaan maka jam atas ACTS digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead.

Permasalahan
Sejarah mencatat kehancuran agribisnis yang dimulai dengan turunnya nilai tanah pertanian
dan harga komoditas yang menurun tajam yang mengakibatkan Deere untuk mengatur tingkat
pelaksanaan operasi semakin ke menurun, pemotongan biaya, menekankan pembuat
keputusan dilakukan secara desentralisasi, dan rekstrukturisasi pada proses manufaktur.
Deere juga melakukan pengurangan tempat produksi, mengurangi karyawan, mendorong agar
karyawan pensiun dini, dan tidak melakukan penggantian untuk karyawan yang keluar dari
perusahaan.

Sejumlah kegagalan terjadi terus-menerus dalam kompetisi JDCW untuk melakukan


penawaran. Mereka memberikan kontrak, dan semua pekerjaan dijual ke supplier luar. JDCW
hanya mendapatkan segilintir barang yang diminta yang kebanyakan merupakan low-volume
stuff yang tidak diinginkan. JDCW berfikir bahwa mungkin mereka akan mendapatkan bisnis
yang mana direct cost-nya lebih murah dibandingkan dengan penawaran luar walaupun
sebenarnya full cost-nya tidak. Penyebab penawarannya tidak kompetitif adalah karena
harganya lebih mahal dibandingkan supplier luar, dan lebih mahal dibandingkan dengan
divisi-divisi lain di Deere Company. Karena hal tersebut JDCW mempertanyakan ketepatan
metode pembiayaan yang dipakai saat ini, yang menyebabkan JDCW tidak dapat bersaing
dengan kompetitor-kompetitornya.

JDCW mempunyai 3 divisi yaitu The Hidraulics Division, The Drive Trains Division, dan
Gear and Special Product Division. Sebagai bagian dari sebuah perusahaan terintegrasi
secara vertikal, JDCW mendapatkan part dari Deere’s Equipment Division, karena dapat
memproduksi berbagai macam part dalam jumlah yang banyak, walaupun produksi traktor
relatif rendah. Rendahnya produksi traktor memberikan kerugian pada mesin karena mesin
lebih efisien beroperasi pada jumlah yang besar.

Kebijakan perusahaan, melakukan transfer antar divisi berdasarkan full cost (direct
material+direct labour+direct iverhead +period overhead). Perusahaan juga punya
kebijakan make-buy policy ketika kapasitas mencukupi, yaitu divisi pembeli bisa
membandingkan yang mana yang lebih rendah antara direct cost (bukan full cost)
dibandingkan dengan penawaran dari luar.

Equipment Division tampaknya hanya melihat harga, berperilaku seperti profit center bukan
cost center, karena hanya memerhatikan keuntungan divisi dibandingkan perusahaan secara
keseluruhan. Dalam prakteknya equipment division tidak mengikuti kebijakan perusahaan,
sehingga JDCW kehilangan porsi untuk equipment factory karena perusahaan pesaing.

Pada awalnya JDCW menggunakan standar costing untuk perhitungan biayanya, alokasi
overhead berdasarkan pada direct labor hours, machine hours, dan material. Pada
kenyataannya metode biaya ini bekerja cukup baik di masa lalu karena perusahaan
memproduksi produk yang spesifik dalam secara konsisten. Namun, metode biaya ini tidak
memberikan sistem alokasi biaya yang terbaik bagi JDCW.

Keith William menyadari kekurangan dari penggunaan standard costing tersebut dan beralih
menggunakan Activity-Based Activity Costing, yang mencerminkan nilai cost per unit yang
tepat untuk tiap produk. Namun, perbedaan nilai cost penggunaan standard costing dan
Activity-Based Costing bervariasi, ada beberapa produk yang mengalami penurunan cost dan
ada yang justru cost-nya menjadi lebih besar.

Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan yang terjadi di perusahaan yaitu:

1. Penggunaan Standard Costing System yang tidak sesuai dengan nature perusahaan yang
besar dan memproduksi barang yang sangat bervariasi dan tidak mencerminkan actual
cost per unit.
2. Perusahaan menyadari adanya kesalahan dalam menentukan biaya dengan penggunaan
Standard Costing dan beralih menggunakan Activity Based-Costing, namun hasil yang
diperoleh sangat bervariasi, ada yang biayanya menjadi lebih kecil dan menjadi lebih
besar.

KESIMPULAN

1. Penetapan biaya dengan standard costing tidak sesuai untuk digunakan oleh perusahaan
yang memproduksi barang dengan banyak aktivitas produksi dan variasi produk yang
beragam, tidak mencerminkan cost yang sebenarnya. Hanya menggunakan direct labor
dan machine hours sebagai cost driver, sedangkan ada banyak tahapan dalam aktivitas
produksi yang menuntut penentuan cost driver yang lebih akurat.
2. Dengan menggunakan Activity Based Costing perusahaan dapat mengetahui actual cost
per unit, sehingga tidak akan terjadi undercosting atau overcosting dalam penentuan biaya.
Penggunaan cost driver untuk yang disesuaikan berdasarkan aktivitas produksi yang telah
ditetapkan activity cost pool-nya, terdiri dari 7 cost driver yaitu direct labor support,
machine operation, setup hours, production order activity, materials handling, parts
administration, general and administrative.
3. Tujuan dari penggunaan metode ABC bukan untuk menghasilkan biaya per unit yang
kecil, namun menghasilkan biaya yang sebenarnya. Terbukti dari kasus John Deere,
perbedaan cost dari awal perusahaan menggunakan standard costing menjadi Activity
Based Costing hasilnya bervariasi, ada yang biayanya menjadi lebih kecil dan menjadi
lebih besar.
4. Meskipun terdapat variasi perubahan cost karena beralih menggunakan metode ABC, John
Deere tetap dapat bersaing dengan lebih percaya diri karena keakuratan penentuan biaya,
karena menghindari profit margin yang semu akibat adanya overcosting dan undercosting.
5. Agar pengaplikasian ABC menjadi lebh efisien makan harus dibantu dengan perubahan-
perubahan pada pabrik. Misalkan dalam kebijakan transfer pricing yang diubanh dengan
menggunakan market based dibandingkan dengan direct cost v.s full cost. Selain
kebijakan, layout pabrik juga diubah untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan ABC.
6. Saat ini ABC hanya diterapkan untuk operasi-operasi yang menggunakan turning machine,
namun tidak ada salahnya dikemudian hari untuk mengaplikasikan ABC pada proses-
proses produksi lain. Hal ini dikarenakan penggunaan ABC dalam mengalokasikan
overhead tepat untuk John deere karena John deere memiliki variasi produk yang berbeda-
beda.
Referensi

Hilton, Ronald and Avid E. Platt, Managerial Accounting: Creating Value in a Dinamyc
Business Environment, 9th Edition: McGraw-Hill (2011)

John Deere Component Works case


Hansen & Mowen. 2013. Akuntansi Manajerial Cetakan kedelapan. Jakarta: Salemba Empat
IAI. 2016. Modul Chartered Accountant Akuntansi Manajemen Lanjutan. Jakarta Pusat: IAI.

Garrison, Ray H ; Eric W. Norren dan Peter C. Brewer. 2008. Akuntansi Manajerial. Jakarta:
Salemba Empat.

http://bahankuliahsaya.blogspot.co.id/2013/10/direct-dan-indirect-cost.html

http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-activity-based-
costing.html

https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-
8#q=pengertian+activity+based+costing+with+idle+capacity

https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-
8#q=pengertian+time+driven+activity

Vous aimerez peut-être aussi