Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
ETI RAHAYU
(16/395072/TK/44364)
DOSEN PENGAMPU:
SALAHUDDIN HUSEIN, S.T., M.Sc., Ph.D
YOGYAKARTA
FEBUARI
2019
A. Pendahuluan
Cekungan Arafura merupakan salah satu cekungan yang terdapat di Indonesia bagian
timur dan memiliki banyak kemungkinan potensi untuk dikembangkan. Laut Papua dan
Laut Arafura sendiri terletak di sebelah utara dari tepi benua australia yang dikelilingi oleh
Zona Kolisi Tesier diantara Benua Australia dan busur kepulauan Papua bagaian utara.
Dewasa ini studi mengenai statigrafi hingga tektonostatigrafi cekungan arafura banyak
dilakukan dengan tujuan mengetahui kaitanya dengan potensi petroleum system yang ada.
Sebagai bagian dari Negara Indonesia yang kaya akan tektonisme, Cekungan Arafura
mempunyai sejarah sedimentasi dan sejarah statigrafi yang sangat dipengaruhi oleh
tektonisme. Pengaruh Batuan dasar Cekungan Arafura umumnya berupa batuan sedimen
berumur pre-kambrian yang telah mengalami metamorfisme. Tektonisme berperan aktif
dalam mempengaruhi sedimentasi di cekungan ini akibat pergerakan lempeng benua
Australia sejak Neo-Proterozoikum hingga saat ini. Lokasi Cekungan Arafura adalah
sebagai berikut
1. Fase Pre-Rift
Fase ini mencerminkan evolusi tepi Benua Australia bagian utara yang dimulai
sejak Pre-Cambiran hingga Carboniferous yang merepresentasikan evolusi dari
Benua Australia ketika tiga benua utama (Australia, Antartica, dan India) menyatu
menjadi datu benua besar yang disebut Gondgowana. Pada fase ini terbentuklah
Formasi Kariem dan Formasi Tuaba/Otomona yang mengendapkan sedimen
transgresive secara luas pada cekungan tengah benua. Banyaknya sesar turun yang
diperkirakan terjadi di pre-kambrian menjadi sumber erosi dan menyediakan
endapan pasir yang melimpah di Laut Arafura. Ketika saat itu, secara bersaamaan di
Pulau Papua juga terendapkan Formasi Modio Dolomite (Silur-Devon), Formasi
Kemun, dan Formasi Kora. Non- deposisi dan erosi terjadi di awal Devon yang
diikuti dengan kenaikan muka air laut relative yang menyebabkan transgresi hingga
membentuk batupasir laut dangkal dan batuan karbonat. Formasi Kemun kemudian
terlipat secara isoklinal, termetamofisme rendah, dan terangkat selama Devon
Akhir-Awal Karbon.
2. Fase Syn-Rift
Fase Syn-rift menjelaskan perubahan yang terjadi di Australia bagian utara
selama perubahan fase passive margin menjadi fase rifting (Jurasic Akhir-Awal
Tersier). Fase ini merepresentasikan perkembangan pemekaran lantai samudra dan
menyebabkan pergerakan ke utara dari benua Australia. Pada fase ini, lingkungan
pengendapan laut dangkal-shelf terbentuk karena ekstensi dari benua yang besar dan
terpecah/rift yang muncul di Karbon-permian. Saat Trias, iklim gurun yang kering
terjadi dan diperkirakan terjadi aktivitas vulkanik dengan sifat asam sedang
berlangsung. Pada kondisi ini, Formasi Tipuma kemungkinan terbentuk di lo-relief
dekat garis pantai dengan lingkungan pengendapan sungai, terakumulasi pada
Formasi Aiduna dan batuan dasar yang tersesarkan. Mungkin telah terjadi erosi pada
lapisan tanah merah Formasi Tipuma selama periode low sea level di jurasic awal.
Grabben ekstensional dengan sesar anjak dan perlipatan terbentuk selama jurasic
dengan deposisi sedimen yang menghasilkkan batuan klastika berbutir kasar, coal,
dan karbonat pada beberapa bagian area. Pada tengah jurasic terjadi kenaikan muka
air laut dan menghasilkan endapan transgressive sequence diatas Formasi Tipuma.
3. Fase Post-Rift
Setelah Rifting yang terjadi di Jurasic, daerah tersebut dikarakterisasi/
dicirikasn dengan adanya tektonik yang lebih tenang dengan wilayah benua yang
luas dan laut lepas pantai yang dangkal. Deposisi laut tersebut menghasilkan
sebagian besar batuan silisiklastik ( Kembelangan grup) yang berasal dari erosi
kraton /(Formasi Aru dan Kemun bagian atas). Kenaikan muka air laut juga terjadi
pada bagian yang lebih muda dari Kelembengan Grup menghasilkan Pinya
Mudstone dan batupasir Formasi Ekmai yang diikuti oleh bagian termuda dari
Batugamping Imskin. Saat tersier (Fase rifting) aktivitas vulkanisme meningkat di
beberapa tempat. Batuan karbonat diendapkan di area platform menggantikan
batuan klastika hasil pengendapan Kapur Akhi. Selama waktu ini, arah lempeng
berubah dan menginisiasi adanya kolisi diantara India dan Asia, menghasilkan
ketidakselarasan basal besar di Birds Head (Bagian pulau papua). Pada waktu ini
Batugamping Nugini terendapkan secara tidak selaras pada sedimen Permian
4. Fase Konvergen
Fase ini terjadi selama Oligosen-Miosen Tengah dan menghasilkan uplift yang
gradual dari Papua yang kemudian juga diikuti dengan proses erosi dan deposisi
klastik di bagian foreland menghasilkan Formasi Sirga. Fase Kompresi meliputi
reorganisasi sejumlah fragmen benua di Indonesia Timur dan tabrakan antara
Lempeng Papua dan Pasifik, menghasilkan kolisi dan metamorfisme. Di Oligosen,
turunnya muka air laur menginisiasi adanya erosi dan re-deposisi lokasl dari sekuen
batuan sedimen klastik (Formasi Sirga dan Anggota Adi) Oligosen akhir-MIosen
awal, bagian baratlaut margin Lempeng Australia mulai bertabrakan dengan Asia
tenggara.
Miosen merupakan masa erupsi busur vulkanik yang intens dan menghasilkan
Moon Volcanics, Diorite Lembai, dan Diorite Utawa. Lempeng Australia bersatu
dengan Lempeng Pasifik dan Lempeng Filipina yang bergerak ke barat,
menghasilkan Cretaceous-Eocene Island Arc (Sepic Arc) yang saat ini menjadi
batas Timurlaut dari Papua Nugini. Sedimenn dari Formasi Klasafet terendapkan di
lingkungan laut dalam dengan pengendapa arus turbidit dan penendapan
batugamping (Yawee Limestone)
5. Orogenesa Melanesia
Orogenesa Melanesia terjadi di Miosen Akhir- Pleistosen, menghasilkan tekanan
kompresi yang sangat besar dan menghasilkan pola kerak yang sangat kompleks.
Pertumbuhan sabuk lipatan dibarengi dengan penumpahan material yang
menghasilkan endapan foreland basin (melange). Pulau utama terakngkat dan
terkespose ke permukaan saat ini dan secara keseluruhan terjadi gerakan menuju
deposisi detritus terigenus (Formasi Buru dan Steenkool)
C. Statigrafi Daerah
1. Formasi Kemum
Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit dan kuarsit. Formasi ini di sekitar
Kepala Burung dintrusi oleh bititGranit yang berumur Karbon yang disebut sebagai
Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan terbentuk pada
sekitar Devon sampai Awal Karbon. Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara
tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar KepalaBurung group ini dibagi menjadi 3
Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim. Group ini terdiri dari suatu seri
batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan laut dangkal sampai
fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi
Tipuma yang berumur Trias
2. Formasi Awigatoh
Formasi ini berumur pre-kambrium, serng juga disebut sebagai Formasi Nerewip
dalam Peta Lembar Timik Formasi ini terdiri dari batuan metabasalt, metavulkanik
dengan sebagian kecil batugamping, batuserpih dan batulempung. Formasi Awigatoh
ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem.
3. Formasi Kariem
Formasi Kariem tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan
batuserpih dan batulempung. Umur formasi ini ditafsirkan sekitar Awal Paleozoikum
atau pre-Kambrium yang didasarkan pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah
Formasi Modio yang berumum ilur Devon. Didaerah Gunung Bijih Mining Access
(GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem yang ditutupi secara disconformable
oleh Formasi Tuaba
4. Formasi Tuaba
Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir kuarsa berlapis sedang dengan sisipan
konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur Awal Paleozoikum atau pre-
Kambrium
5. Dolomit Modio
Formasi Modio yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang
didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik dolostone berlapis baik.
Sedangkan dibagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari batupasir
berbutir halus dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi
sejajar. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track
yang menghasilkan Silur-Devon.
6. Formasi Tipuma
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke muada
adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi
Kais. Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupsir kuarsa
diendapkan di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas
formasi ini diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping
berlapis tebal (sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan
dan perlapisan batupasir kuarasa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh
formasi ini sekitar 500 meter. Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi
Waripi yang juga merupakan sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal.
Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir halus atau kalsilutit dan kaya akan
fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur Eosen. Formasi sirga dijumpai
terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari batupasir kuarsa berbutir
kasar sampai sedang mengnadung fosil foraminifera, dan batuserpih yang setempat
kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal dan
berumur Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais
terutama tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan
lanau, batuserpih karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal
Miosen sampai Pertengahan Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter
9. Formasi Sirga
Formasi sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari
batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengandung fosil foraminifera, dan
batu serpih yang setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial
sampai laut dangkal dan berumur Oligosen Awal
10. Formasi Klasafet, Buru, dan Steenkool
Pada Miosen sampai recent, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang dikenal sebagai
Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur dan mempunyai
kesamaan litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan sekitar 1000 meter.
Ketiga formasi tersebut di atas mempunyai hubungan menjari, Namun Formasi Buru
yang dijumpai di daerah Badan Burung pada bagian bawahnya menjemari dengan
Formasi Klasafat. Formasi Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batu
pasir lempungan dan batu lanau secara selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan
Steenkool. Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan
bajir, terutama terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari rombakan
batuan yang lebih tua.
Formasi Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batu pasir lempungan dan
batu lanau secara selaras ditindih oleh Steenkool
Gambar 2: Statigrafi Cekungan Arafura dan proses yang berperan dalam pembentukanya
(Surjono dan Wijayanti, t.t.)
C. Proses Tektonik Yang Berpengaruh
Proses tektonik yang berpengaruh pada pembentukan cekungan Arafuru antara lain.
Kolisi awal yang membentuk benua besar Gondgowana, kemudian mulai pecah/ rifting
menghasilkan Benua Australia dan benua lain yang bergerak ke arah cenderung utara.
Pergerakan Benua Australia kea rah utar atersebut pada akhirnya memicu terbentuknya
batas lempeng konvergen yaitu kolisi diantara batas utara Benua Australia (Lempeng
Australia), Lempeng Pasifik, dan Lempeng Filipina. Proses orogenesa tidak berhenti begitu
saja. Masih terus berlanjut menghasilkan orogenesa besar yang membentuk sabuk
perlipatan dan struktur di sepanjang batas lempeng yang disebut sebagai Orogenesa
Melanesia. Terbentuknya jalur jalur struktur pada saat rifting juga memicu terbentuknya
aktivitas vulkanisme dan intrusi. Saat ini Indonesia timur sudah tidak sepenuhnya
orogenesa (meskipun juga masih berlangsung) tapi pada beberapa bagian, seperti sulawesi
dan Kalimantan juga terbentuk rifting yang mungkin akan menambah proses tektonik di
Cekungan Arfura. Berikut merupakan hubungan litologi dan tektonostatigrafi cekungan
arafura (Harahap 2012)
LINGKUNGAN PERISTIWA
UMUR FORMASI LITOLOGI
SEDIMENTASI TEKTONIK
Pre Cambrian Pre- Rift
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, B.H., 1997. The metamorphic Complex of the Central Range of Papua with special
reference to the Enarotali Quadrangle. Journal of Geology and Mineral Resources,
VII(67), p.l6-25.
Harahap, Bhakti H. 2012. “Tectonostratigraphy of the Southern Part of Papua and Arafura
Sea, Eastern Indonesia.” Indonesian Journal on Geoscience 7 (3).
https://doi.org/10.17014/ijog.v7i3.145.
Surjono, Sugeng S, dan Herning D K Wijayanti. t.t. “TECTONO-STRATIGRAPHIC
FRAMEWORK OF EASTERN INDONESIA AND ITS IMPLICATION TO
PETROLEUM SYSTEMS,” 15.
Peck, J.M. and Soulhol, B., 1986. Pre-Tertiary Tensional Periods and Their Effects on the
Petroleum Potential of Eastern Indonesia. Proceedings of 151h Annual Convention of
Indonesian Petroleum Association, Jakarta, p.341-369.