Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 thn
sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat,
1
diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum
usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.2
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : IKGN
Umur : 4 Tahun
Pekerjaan : -
Status : Belum Menikah
Pendidikan : -
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Alamat : Br. Tiga, Susut
B. ANAMNESIS
Diambil secara : Alloanamnesis
Pada tanggal : 7 Oktober 2018
Jam : 09.04 WITA
3
- Pasien baru pertama kali merasakan keluhan seperti ini.
- Riwayat alergi obat, makanan, debu disangkal.
- Riwayat dirawat di RS, operasi THT-KL disangkal.
KANAN KIRI
Liang telinga Sempit, nanah (-), serumen Sempit, nanah (-), serumen
(+), sekret (-) mukopurulen, (+), sekret (-) mukopurulen,
hiperemis (+), oedem (-) hiperemis (-), oedem (-)
Membran timpani Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (+), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), sentral postero- perforasi (-), sentral (anterior-
inferior), cone of light (-), superior), cone of light (-),
gambaran pulsasi (-) gambaran pulsasi (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compos mentis
Tensi : -
Nadi : 100x/menit
Suhu : 38˚C
Pernapasan : 19x/menit
Berat badan : 17 kg
II. TELINGA
4
TES PENALA
V. PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI
5
KANAN KIRI
Sinus frontalis, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus maksilaris, Tidak dilakukan Tidak dilakukan
grade:
VI. TENGGOROK
Faring
Laring (Laringoskopi)
Tidak dilakukan
VII.LEHER
Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar
VIII. MAKSILO-FASIAL
Parese nervus cranial : tidak ada
Bentuk : Deformitas (-); Hematom (-)
D. RESUME
Pasien laki-laki berusia 4 tahun, suku Bali. keluhan nyeri telinga
kanan sejak 2 hari yang lalu, sebelum masuk rumah sakit. Demam sejak dini
hari tanggal 7 oktober 2018. Riwayat batuk pilek (+) namun saat
pemeriksaan sudah tidak terdapat keluhan pilek lagi. Riwayat telinga berair
sebelumnya, riwayat trauma pada telinga, nyeri pada dahi dan wajah, nyeri
6
tenggorok, riwayat gigi berlubang disangkal oleh orang tua pasien. Pasien
sempat berobat ke bidan dan diberikan obat tetes telinga namun tidak ada
perubahan. Dari hasil pemeriksaan fisik liang telinga didapatkan serumen +/
+, sekret mukopurulen -/-, hiperemis +/-, pemeriksaan membran timpani AD
tampak hiperemis dan edema, membran timpani AS dalam batas normal.
E. DIAGNOSIS BANDING
- Otitis Media Akut (OMA)
- Otitis Media Supuratif Kronik ( OMSK )
F. DIAGNOSIS KERJA
Otitis Media Akut Stadium Hiperemis
Dasar diagnosis:
Diagnosis kerja otitis media akut stadium hiperemis diambil berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang didapatkan
pada pasien.
Anamnesis:
- Nyeri telinga kanan sejak 2 hari yang lalu, riwayat telinga berair (-),
demam sejak dini hari tanggal 7 oktober 2018
- Riwayat Penyakit : Rhinitis (+).
- Riwayat kebiasaan: konsumsi makanan/minuman dingin.
H. PENATALAKSANAAN
- Spooling Telinga
- Antipiretik : Paracetamol Syr 3x 2 cth
- Dekongestan dan Antihistamin: Tremenza syr 3 x 1 1/2 cth
- Antibiotik : Cefixime syr 2 x 1 cth (minimal 7 hari)
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
(Gambar 1) Anatomi Telinga3
Telinga dibagi atas telinga telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk
huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua
pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3
cm.1
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.1
9
Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka
dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt).4
Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa
dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih
tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris
anterior (lipatan muka), plika maleolaris posterior (lipatan belakang).4
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior dekat keatap,
mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani
dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior
kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding anterior
bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang
tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum
berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan
inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan
oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini
terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius. 6
10
Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus
dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, saraf
korda timpani dan saraf pleksus timpanikus. 6
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli. 1
11
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ Corti. 1
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
Corti.1
3.2.1 Definisi
Otitis media akut ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.1
3.2.2 Epidemiologi
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada
saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media pada
anak berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%.
Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode
otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya
tiga kali atau lebih.7
3.2.3 Etiologi
12
Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus.
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.1,2
3.2.4 Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan
infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel-selISPA
darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka
Sumbatan tuba
sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu
Tampon
pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
Hipertrofi Disfungsi Tuba Kuman masuk
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika
Adenoid
lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
Barotrauma
Gangguann
gendang telinga dan tulang-tulang transport
kecil penghubung gendang telinga dengan
Inflamasi
Tumor mukosilier
organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan
Alergi yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun
pendengaran
cairan yang lebih banyak dapatMukus terjebak gangguan pendengaran
menyebabkan Reaksi hingga
sel-sel radang
45
Tekanan
desibel negatif
(kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.
telinga tengah Kumpulan
Dan yang paling berat, cairan yang sekret
terlalu banyak tersebut Radang
akhirnya dapat
pada telinga
mukopurulen di tengah
merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi
Retraksi membran telinga tengah Demam
otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini
timpani
Vasodilatasi pembuluh
berkaitan dengan beberapa faktorSekret
antara lain higiene, terapi yang terlambat,
darah M. Timpani
pengobatan bertambah
yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.1
Stadium Oklusi
banyak
Membran timpani
Membran timpani
kemerahan dan nyeri
bulging ke telinga luar
Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi
sampai 39,5 °C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani
maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur
tenang.2,7
3.2.6 Stadium
14
Gambar 2. Membran Timpani Normal
Pada stadium hiperemis, pembuluh darah tampak lebar dan edema pada
membran timpani. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat
yang serosa sehingga sukar terlihat. diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat
resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin.
Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam
darah sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran
sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
Bila alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada anak diberikan
ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin
4x40 mg/kgBB/hari.1
15
Gambar 3. Membran Timpani Hiperemis
Pada stadium supurasi, edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitel superfisila serta terbentuk eksudat purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
tambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka
terjadi iskemia. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang
lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Selain
antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat
berkurang. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani,
agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.1
16
membran timpani ruptur. Keluar nanah dari telinga tengah ke telinga luar. Anak
yang tadinya gelisah akan menjadi lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur
nyenyak. sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar
secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.1
Pada stadium resolusi, bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang
dan mengering. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan
daya tahan tubuh baik.1
3.2.7 Diagnosis
3.2.7.1 Anamnesis
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di
dalam telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat
riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang
dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh
di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA
ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC (pada stadium supurasi), anak gelisah
dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan terkadang
anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka
17
sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak mulai tertidur
dengan tenang.1
18
pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada
bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah
sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member
respon pada beberapa pemberian antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan
komplikasi.(8) Untuk menilai keadaan adanya cairan di telinga tengah juga
diperlukan pemeriksaan timpanometeri pada pasien.1
3.2.8 Penatalaksanaan
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan
analgetika.Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin.Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan.Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari.Bila pasien
alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin
diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau
amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari. 13
19
Gambar 6. Agen antibakterial untuk OMA
Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai
dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi
gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Miringotomi
ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret
keluar dari telinga tengah ke liang telinga luar. 12
Istilah miringotomi sering dikacaukan dengan
parasentesis.Timpanosentesis sebetulnya berarti pungsi pada membran timpani
untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan
jarum khusus). Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang
dilakukan dengan syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat
langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai, (sehingga membran timpani
dapat terlihat dengan baik). Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-
inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai
sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang
telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang digunakan berukuran kecil dan
steril.11
Komplikasi miringotomi yang kemungkinan terjadi ialah perdarahan
akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada
fenestra rotundum, trauma pada n.fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada
anomali letak). Mengingat komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan
miringotomi dengan nekrosis umum dan memakai mikroskop.Tindakan
miringotomi dengan memakai mikroskop, selain aman, dapat juga mengisap
sekret dari telinga tengah sebanyak-banyaknya.Hanya dengan cara ini biayanya
20
lebih mahal.11
Bila terapi sudah adekuat sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah.Sebagian ahli
berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang
adekuat sudah dapat diberikan (antibiotika yang tepat & dosis cukup). Komplikasi
timpanosintesis kurang lebih sama dengan komlikasi miringotomi.12
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi).Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-
10 hari.11
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya
edema mukosa telinga tengah.Pada keadaan demikian antibiotika dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu.Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap
banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.11
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari
3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).11
3.2.9 Komplikasi
21
BAB IV
KESIMPULAN
Diagnosis pasti dari OMA memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat, tanda-
tanda efusi telinga tengah yang dibuktikan dengan memperhatikan tanda
22
mengembangnya membran timpani, terbatas/tidak adanya gerakan membran
timpani, adanya bayangan cairan di belakang membran timpani, cairan yang
keluar dari telinga, tanda-tanda peradangan telinga bagian tengah, kemerahan
pada membran timpani dan nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas
normal(14). Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan
dan inflamasi diperlukan, temuan pada otoskopi menunjukkan adanya peradangan
yang terkait dengan OMA, penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik
dari OMA.
Harus dapat membedakan antara OMA dan OME, OME terbatas pada
keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani
tanpa radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, membran timpani utuh dan
disertai tanda radang disebut OMA.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung,
Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta FKUI, 2007: 10-14, 65-74.
2. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2004. Available at :
http://pediatrics.aappublications.org/content/113/5/1451.full.html
23
4. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h.
49-62
5. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-
118
6. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL: http://www.pediatrics.org
11. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier
12. Boies, Adams, Higler. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC.
13. Heather L, Burrows. 2013. Otitis Media. Guidelines for Clinical Care. University of
Michigan Health System www.med.umich.edu/1info/fhp/practiceguides/om/OM.pdf.
Diakses tanggal 10/10/2018.
24