Vous êtes sur la page 1sur 26

MAKALAH

TUTORIAL IN CLINIC (TIC)


PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM URINARY: CKD
DI UNIT HEMODIALISA
RS dr. HASAN SADIKIN

Disusun Oleh:

KELOMPOK 1

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan salah satu penyakit yang
menjadi masalah besar di dunia. Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang
menyebabkan fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu
melakukan fungsinya dengan baik (Cahyaningsih, 2009). buh gagal untuk
mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini
mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan
aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup
pasien menurun (Bruner& Suddarth,2001).
Menurut Annual Data Repert United States Renal Data System yang
memperkirakan prevelensi ginjal gagal ginjal kronis mengalami peningkatan hamper
dua kali lipat dalam kurun waktu tahun 1998 – 2008 yaitu sekitar 20-25 % setiap
tahunnya (USRD,2008). Badan kesehatan dunia menyebutkan pertumbuhan penderita
gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika
Serikat, kejadian dan prevelensi gagal ginjal meningkat di tahun 2014. Data
menunjukan setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani hemodialysis karena
gangguan ginjal kronis artinya 1140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien
dialysis lebih dari 500 juta orang dan yang harus menjalani hidup dengan bergantung
pada cuci darah 1,5 juta orang. Indonesia merupakan negara dengan tingkat penderita
gagal ginjal yang cukup tinggi. Hasil survei yang dilakukan oleh perhimpunan
Nefrologi Indonesia (Pernefri) diperkirakan ada sekitar 12,5 % dari populasi atau
sebesar 25 juta penduduk Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal. Menurut
Ismail, Hasanuddin & dan Bahar (2014) jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia
sekitar 150 ribu orang dan yang menjalani hemodialysis 10 ribu orang. Prevelensi gagal
ginjal kronik berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2% dan Sulawesi
Utara menempati urutan ke 4 dari 33 propinsi dengan prevalensi 0,4% pada tahun 2013
(Riskesdas, 2013).
B. Rumusan Masalah
Melihat banyaknya penderita gagal ginjal yang terjadi di RSHS baik yang masih
hidup maupun yang sudah meninggal, maka dari itu penulis ingin mendalami lebih
lanjut mengenai penyakit Gagal Ginjal dengan merumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan : Gagal Ginjal di RSHS.

C. Tujuan
1. Pengkajian pada pasien dengan gagal ginjal
2. Penentuan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal
3. Penyusunan intervensi keperawatan yang tepat untuk pasien dengan gagal ginjal
4. Implementasi keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik
5. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal
6. Pendokumentasian tindakan yang telah dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan agar dapat melakukan pencegahan untuk diri sendiri
dan orang disekitarnya agar tidak terkena gagal ginjal, bahwa gagal ginjal adalah
kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan
cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
maninfestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik).
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Digunakan sebagai salah satu contoh hasil dalam melakukan tindakan
keperawatan bagi pasien khususnya dengan gangguan sistem perkemihan gagal
ginjal.
b. Bagi Perawat
Bagi perawat yaitu perawat dapat menentukan diagnosa dan intervensi
keperawatan yang tepat pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan gagal
ginjal.
c. Bagi pasien dan keluarga
Agar pasien dan keluarga mengetahui gambaran umum tentang gangguan
sistem perkemihan gagal ginjal beserta perawatan yang benar bagi klien agar
penderita mendapat perawatan yang tepat dalam keluarganya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gagal Ginjal


Gagal ginjal adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan laju
filtrate glomerulus (LFG) secara mendadak yang disertai dengan akumulasi nitrogen
dan sisa metabolisme tubuh.Gagal ginjal pada tahap ini bersifat akut dan dapat
disebabkan oleh perfusi ginjal yang tidak adekuat (prarenal), penyakit ginjal intrinsik
(renal), dan obstruksi saluran kemih (pascarenal).
Penyakit prarenal dapat disebabkan oleh fungsi jantung yang tidak adekuat,
deplesi volume sirkulasi, dan obstruksi suplai arteri pada ginjal yang dapat menggangu
fungsi ginjal.
Penyakit pasca renal dapat disebabkan oleh sumbatan filtrat akibat tekanan balik
dari obstruksi aliran urin. Hal ini akan menyebabkan pembekakan yang kemudian
menekan pembuluh darah dan menyebabkan iskemia. Gagal ginjal akan terjadi jika
kedua ginjal mengalami obstruksi.
Penyakit renal intrinsik disebabkan oleh glomerulonefritis , penyakit
tubulointerstisial dan obat atau toksin pada tubular ginjal . Penyebab utama dari gagal
ginjal akut adalah glomerulonefritis progresif, vaskulitis, dan glomerulonefritif yang
terkait dengan penyakit atau infeksi multisistem.

B. Etiologi
Penyebab utama gagal ginjal ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan
negara lain. Penyebab utama gagal ginjal kronik di Amerika Serikat diantaranya yaitu
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyebab terbesar gagal ginjal kronik sebesar
37% sedangkan tipe 1 7%. Hipertensi menempati urutan kedua sebesar 27%. Urutan
ketiga penyebab gagal ginjal kronik adalah glomerulonefrtitis sebesar 10%, nefrtitis
interstisialis 4%, dilanjutkan dengan nefritis interstisialis, kista, neoplasma serta
penyakit lainnya yang masing-masing sebesar 2% (Brunner & Suddarth, 2008).

C. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangannya proses yang terjadi sama. Pengurangan
massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Pada stadium paling dini pada penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renal reserve), dimana basal Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) masih normal atau
dapat meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum sampai
pada LFG sebesar 30%. Kerusakan ginjal dapat menyebabkan terjadinya penurunan
fungsi ginjal, produk akhir metabolik yang seharusnya dieksresikan ke dalam urin,
menjadi tertimbun dalam darah. Kondisi seperti ini dinamakan sindrom uremia.
Terjadinya uremia dapat mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk metabolik (sampah), maka gejala akan semakin berat (Brunner & Suddarth,
2008).

D. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik


Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tindakan
konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Tindakan Konservatif Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan
atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif, pengobatan antara lain : a)
pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan, b) pencegahan dan pengobatan
komplikasi; hipertensi, hiperkalemia, anemia, asidosis, c) diet rendah fosfat.
2. Pengobatan hiperurisemia Adapun jenis obat pilihan yang dapat mengobati
hiperuremia pada penyakit gagal ginjal lanjut adalah alopurinol. Efek kerja obat ini
mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis sebagai asam urat
total yang dihasilkan oleh tubuh.
3. Dialisis
Definisi Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien
dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa
hari sampai beberapa minggu) atau pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium
akhir atau End Stage Renal Desease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka
panjang atau permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel
menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal
yang terganggu fungsinya itu. Pada penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan
mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas
metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal
serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien dengan gagal ginjal kronik
yang mendapatkan replacement therapy harus menjalani terapi dialisis sepanjang
hidupnya atau biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per
kali terapi atau sampai mendapat ginjal pengganti atau baru melalui operasi
pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang kronis kalau
terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
mengendalikan gejala uremia (Price & Wilson, 2006).
4. Transplantasi Ginjal (TPG)
Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan
penyakit renal tahap akhir hampir di seluruh dunia. 26 Manfaat transplantasi ginjal
sudah jelas terbukti lebih baik dibandingkan dengan dialisis terutama dalam hal
perbaikan kualitas hidup. Salah satu diantaranya adalah tercapainya tingkat
kesegaran jasmani yang lebih baik.

E. Asuhan keperawatan
a. Data Fokus Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada Doenges
(2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
b. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : pasien mengatakan GGK Kelebihan
kesulitan bernafas volume cairan
Do : Edema Proteinuria
Tekanan darah
Perbahan turgor kulit Kadar protein menurun
Distensi abdomen
Penurunan tekanan osmotik

Cairan ke luar ekstra vaskuler

Edema

Kelebihan volume cairan


2 Ds: klien mengatakan GGK Gangguan
tidak nafsu makan Nutrisi kurang
Do : Peningkatan kadar kreatinin dari kebutuhan
 penurunan BB tubuh
 Masukan nutrisi tidak Menyebabkan iritasi pada
adekuat organ lambung
 Tidak menghabiskan
porsi makan Mual muntah

Gangguan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
3 Ds : pasien mengeluh GGK Ketidakefektipan
sesak pola nafas
Do : Penurunan Laju infiltrasi
Respirasi meningkat glomelurus
Edema
Nyeri ektremitas Ginjal tidak mampu
Warna kulit pucat mengencerkan urin

Peningkatan Natrium dan


kalium

Peningkatan volume vaskuler

Beban jantung meningkat

Ketidakefektipan pola nafas


4 Ds : Nyeri dada GGK Resiko
Do : tekanan darah penurunan curah
meningkat Renin meningkat angiotengsi jantung
Irama jantung ireguler meningkat
Frekuensi jantung
meningkat Vasokontriksi ppembuluh
darah

Tekanan darah meningkat

Resiko penurunan curah


jantung

c. Masalah Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan
2. Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Ketidakefektipan pola napas
4. Resiko penurunan curah jantung
d. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan retensi cairan dan natrium.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
3. Ketidakefektipan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru
4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah
e. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Kelebihan volume Tujuan: Fluid Management :
cairan b.d penurunan Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan ; timbang
haluaran urin dan retensi asuhan keperawatan berat badan,keseimbangan
cairan dan natrium. selama 3x24 jam volume masukan dan haluaran,
cairan seimbang. turgor kulit dan adanya
Kriteria Hasil: edema
NOC : Fluid Balance 2. Batasi masukan cairan
 Terbebas dari 3. Identifikasi sumber
edema, efusi, potensial cairan
anasarka 4. Jelaskan pada pasien dan
 Bunyi nafas keluarga rasional
bersih,tidak adanya pembatasan cairan
dipsnea 5. Kolaborasi pemberian
Memilihara tekanan cairan sesuai terapi.
vena sentral, tekanan
kapiler paru, output Hemodialysis therapy
jantung dan vital sign 1. Ambil sampel darah dan
normal. meninjau kimia darah
(misalnya BUN, kreatinin,
natrium, pottasium, tingkat
phospor) sebelum
perawatan untuk
mengevaluasi respon thdp
terapi.
2. Rekam tanda vital: berat
badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan
darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi
untuk menghilangkan
jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh
klien.
Bekerja secara kolaboratif
dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis,
peraturan diet, keterbatasan
cairan dan obat-obatan untuk
mengatur cairan dan elektrolit
pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan Nutritional Management
dari kebutuhan tubuh b.d asuhan keperawatan 1. Monitor adanya mual dan
anoreksia mual muntah selama 3x24 jam nutrisi muntah
seimbang dan adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan
Kriteria Hasil: berat badan dan perubahan
NOC : Nutritional status nutrisi.
Status 3. Monitor albumin, total
 Nafsu makan protein, hemoglobin, dan
meningkat hematocrit level yang
 Tidak terjadi menindikasikan status
penurunan BB nutrisi dan untuk
 Masukan nutrisi perencanaan treatment
adekuat selanjutnya.

 Menghabiskan porsi 4. Monitor intake nutrisi dan

makan kalori klien.

 Hasil lab normal 5. Berikan makanan sedikit

(albumin, kalium) tapi sering


6. Berikan perawatan mulut
sering
Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet sesuai
terapi
3 Ketidakefektipan pola Setelah dilakukan Respiratory Monitoring
nafas berhubungan asuhan keperawatan 1. Monitor rata – rata,
dengan hiperventilasi selama 1x24 jam pola kedalaman, irama dan usaha
paru nafas adekuat. respirasi
Kriteria Hasil: 2. Catat pergerakan dada,amati
NOC : Respiratory kesimetrisan, penggunaan
Status otot tambahan, retraksi otot
 Peningkatan ventilasi supraclavicular dan
dan oksigenasi yang intercostal
adekuat 3. Monitor pola nafas :
 Bebas dari tanda bradipena, takipenia,
tanda distress kussmaul, hiperventilasi,
pernafasan cheyne stokes
 Suara nafas yang 4. Auskultasi suara nafas, catat
bersih, tidak ada area penurunan / tidak
sianosis dan dyspneu adanya ventilasi dan suara
(mampu tambahan
mengeluarkan Oxygen Therapy
sputum, mampu 1. Auskultasi bunyi nafas,
bernafas dengan catat adanya crakles
mudah, tidak ada 2. Ajarkan pasien nafas dalam
pursed lips) 3. Atur posisi senyaman
Tanda tanda vital dalam mungkin
rentang normal 4. Batasi untuk beraktivitas
Kolaborasi pemberian oksigen
4 Resiko penurunan curah Setelah dilakukan 1. Evalusi adanya nyeri
jantung berhubungan asuhan keperawatan dada
dengan vasokontriksi selama 3x24 jam resiko 2. Catat adanya distritmia
pembuluh darah penurunan curah jantung jantung
dalam
Kriteria Hasil: 3. Catat adanya tanda dan
NOC: Circulation gejala penurunan
Status cardiac output
 TTV dalam batas 4. Monitor status
normal. karsiovaskuler
 Dapat mentoleransi
aktifitas
 Irama jantung
normal
 Frekuesni jantung
normal
BAB III
KASUS

Pada tanggal 21 Januari 2019 di instalasi hemodialisa dilakukan pengkajian


pada Tn. S yang didapatkan hasil kesadaran composmetis, tanda tanda vital didapatkan
tekanan darah 180/110 mmHg, Nadi 110 x/menit, 36ºC, Respirasi 20x/menit S 36,3 C.
Klien mengatakan lemas, lemas dirasakan setiap hari sejak tahun 2015, klien juga
mengungkapkan bahwa sering merasa jantung berdebar, tidak mampu melakukan
aktifitas berat dan sesak yang membuat klien selalu menggunakan oksigen di rumah.
Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak tahun 2012 dan memiliki riwayat
penyakit jantung sejak rutin melakukan hemodialisa. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan bengkak pada kedua ekstremitas bawah, pitting edeme 1+. BB klien Pre
HD: 105 Kg & BB Post HD lalu: 103,5 Kg. Hasil pemerikasaan laboratorium
didapatkan Hemoglobin 8,2 g/dL, Hematokrit 25,9%, Eritrosit 2,96 juta/uL, MCHC
31,7 %, Ureum 115, 0 mg/dL, Kreatinin 16,84 mg/dL, kalium Ion 3,89 mg/dL, Posfor
6,60 mn/dL.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S


DENGAN GANGGUAN SISTEM URINARY: CKD
DI RUANG HEMODIALISA
RUMAH SAKIT dr. HASAN SADIKIN

Unit : Hemodialisa Tanggal Pengkajian : 21 Januari 2019


Kamar : No. 14 Waktu Pengkajian : 10.00 WIB
Tgl Masuk : 21 Januari 2019

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. Silo Prasetyo
No RM : 0000318277
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Suku : Sunda
Alamat Rumah : Jl. Gatot Subroto Binong Kulon VI No 242
Sumber Biaya : BPJS Non PBI
Tanggal masuk RS : 21 Januari 2019
Diagnosa Medis : CKD stage V, Hypertensi Renal Disease, CAD,
Hepatitis C Kronik
2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. Dyah Galuh
Umur : 34 Tahun
Hubungan dengan Pasien : Istri Klien
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Gatot Subroto Binong Kulon VI No 242

II. RIWAYAT KESEHATAN


1. Keluhan Utama : klien mengeluh lemas
2. Riwayat Kesehatan sekarang :
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 21 Januari 2019 pukul 10:00 WIB,
klien datang ke unit hemodialisa untuk melalukan cuci darah dengan keluhan lemas,
lemas dirasakan setiap hari sejak melakukan cuci darah dari tahun 2015, klien tidak
dapat bekerja berat dan mengangkat beban berat karena langsung sesak, klien hanya
bisa melakukan aktivitas ringan dirumah
3. Riwayat Kesehatan Lalu : sejak tahun 2015 klien harus melakukan cuci darah karena
didiagnosa gagal ginjal dan beberapa bulan setelah itu klien mengalami penyakit
jantung, sebelumnya klien memiliki riwayat DM sejak tahun 2012 dan melakukan
pengobatan, memiliki hipertensi sudah lama 10 tahun lalu
4. Riwayat Kesehatan keluarga :
Pasien mengatakan dalam keluarganya terdapat anggota keluarga yang menderita
penyakit DM dan hipertensi, yaitu ibu pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Kesadaran
Kualitatif : Compos Mentis
Kuantitatif : R. Motorik :6
R. Bicara :5
R. Mata :4
Kesimpuulan : 15
2. Tanda-Tanda Vital
TD : 110/70 mmHg
N : 110x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,3 C
BB Pre HD : 105 Kg BB Post HD lalu: 103,5 Kg BB kering: 103,5 Kg
3. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
a. Kepala: bentuk simetris, lesi tidak ada, hematoma tidak ada, benjolan tidak ada
b. Rambut: waarna hitam, keadaan bersih, distribusi merata, kerontokan tidak ada,
alopesia tidak ada
c. Mata: bentuk simetris, kelopak normal, alis normal, pergerakan bola mata normal,
pupil isokor, sclera anikterik, reflek kornea normal, konjungtiva anemis
d. Telinga: bentuk simetris, keadaan bersih, tidak ada serumen, tidak menggunakan
alat bantu pendengaran
e. Hidung: hidung simetis, keadaan bersih, tidak ada sekresi cairan, PCH tidak ada,
polip tidak ada, tidak menggunakan selang O2, tidak ada nyeri tekan
f. Mulut: membran mukosa kering, bentuk simetris, tidak ada stomatitis, tidak ada
karies, lidah bersih, palatum bersih, uvula bergetar, tidak ada sekresi dahak, test
pengecapan normal
g. Leher: tidak ada pembengkakan jvp, tidak ada bejolan, tidak ada nyeri saat
menelan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
h. Dada: bentuk simetris, retraksi otot dada normal, tidak ada benjolan, suara
jantung S1-S2 lup dup, suara paru vesikuler, perkusi paru resonan, perkusi
jantung dullnes, tidak ada nyeri tekan
i. Abdomen: bentuk simetris warna normal, tidak ada bekas operasi, tidak ada
asites, bising usus 8x permenit, tidak ada nyeri tekan
j. Genital: tidak terkaji
k. Ekstermitas atas dan bawah: warna normal, bentuk simetris, tidak ada kontraktur,
CRT lebih dari 2 detik, turgor kulit kering, ROM aktif baik, tidak ada nyeri sendi
dan tulang tidak menggunakan alat bantu, terpasang AV Sunt di tangan kanan,
terdapat bengkak sedikit dikedua ekstremitas bawah, pitting edema l+
IV. DATA PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Hemoglobin 8,2 14-17,4
Hematokrit 25,9 41,5-50,4
Leukosit 9,54 4,50-11,0
Eritrosit 2,96 4,4-6,0
Trombosit 153 150-450

INDEX ERITROSIT
MCV 87,5 80-96
MCH 27,7 27,5-33,2
MCHC 31,7 33,4-35,5

KIMIA
GDS 65 Kurang dari 140
Kreatinin 16,84 0,80-1,30
Ureum 115 15,0-39
Natrium 1393,89 135-145
Kalium 6,60 3,5-5,1
posfor 4,3 2,5-4,9

V. TERAPI FARMAKOLOGI
a. Amlodipine 10 mg PO
b. Aspilet 1x 5 mg PO
c. Bisoprolol 1x5 mg PO
d. Clouidin 3x0,15 mg PO
e. Bicnat 3x500 mg PO

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN


A. Analisa Data

No Hari/Tgl Data Etiologi Masalah

1 Senin, 21 DS: tidak ada Kerusakan fungsi Gangguan


Januari DO: ginjal Perfusi
2019 Konjungtiva anemis, Jaringan
membran mukosa Sekresi eritopoetin Perifer
kering, CRT lenih menurun
dari 2 detik
TTV TD 180/110 Produksi eritrosit
mmHg menurun
N 110 x/menit
R 20x/ menit Oksigen hemoglobin
S 36,3 C menurun
Lab:
Hemoglobin: 8,2
Hematokrit: 25,9
Eritrosit : 2,96 suplai O2 ke jaringan
menurun

gangguan perfusi
jaringan perifer

2 Senin, 21 DS : klien GGK Kelebihan


Januari mengatakan bengkak Volume
2019 bengkak sedikt pada Proteinuria Cairan
kedua kaki, bengkak
muncul sejak Kadar protein
kemarin menurun
DO :
Terdapat bengkak Penurunan tekanan
sedikit dikedua osmotik
ekstremitas bawah,
pitting edema l+ Cairan ke luar ekstra
vaskuler
BB Pre HD : 105 Kg
BB Post HD lalu:
Edema
103,5 Kg

Kelebihan volume
cairan

B. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan

1 Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan ketidakefektifan


suplai O2 ke jaringan menurun

2 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan retensi cairan dan


natrium
VII. INTERVENSI
Dx. Rasional
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan Tupan : perfusi 1. Mengkaji CRT, 1. untuk
perfusi jaringan jaringan perifer warna kulit, mengetahui
perifer adekuat mukosa bibir keadekuatan
berhubungan Tupen : Setelah 2. Monitor tanda- perfesi jaringan
dengan dilakukan tanda vital perifer
ketidakefektifan tindakan 3. Tinggikan 2. Mendeteksi
suplai O2 keperawatan kepala tempat tanda-tanda syok.
jaringan selama 4 jam tidur sesuai 3. Memaksimalkan
menurun keadaan pasien toleransi oksigenasi untuk
kembali normal 4. Pertahankan kebutuhan seluler
dengan kriteria suhu dan menurunkan
hasil : lingkungan dan sirkulasi perifer
1. klien tidak tubuh hangat 4. penurunan
mengeluh sesuai dengan perfusi organ
lemas indikasi 5. mengetahui
2. Tanda-tanda 5. Kolaborasikan status transfort O2
vital dalam pemeriksaan
batas laboratorium
normal
2 Kelebihan Tupan : volume 1. Observasi TTV 1. Mengetahui
volume cairan cairan 2. Batasi keadaan terkini
berhubungan seimbang pemenuhan klien
dengan Tupen : Setelah cairan sesuai 2. Mencegah
penurunan dilakukan dengan terjadi edema
retensi cairan tindakan program bertambah
dan natrium keperawatan 3. Observasi pada anggota
selama 4 jam intake output tubuh
masalah klien 3. Mendeteksi
kelebihan adanya
volume cairan 4. Ajarkan klien dehidrasi atau
teratasi dengan agar berat hidrasi
kriteria hasil : badan tidak berlebih yang
1. Edema melebihi batas mempengaruhi
berkurang 5% BB Kering sirkulasi
2. TTV dalam 5. Awasi hasil 4. Mencegah
batas pemeriksaan terjadinya
normal laboratorium edema
-TD: 120/90 6. Mengajukan 5. Untuk
mmHg klien untuk mengetahui
-RR: 20 x/menit mengunyah kebutuhan
-Nadi: permen karek dialisis segera
90x/menit rendah gula 6. Mengurasi rasa
-Suhu: 36,5 C dan mengulum haus pada
es batu klien

VIII. IMPLEMENTASI

No Dx. Keperawatan waktu Implementasi Evaluasi Paraf

1 Gangguan perfusi 10:00 1. Mengkaji CRT, S : tidak ada


jaringan perifer warna kulit, mukosa O : TTV
berhubungan bibir TD 140/110 mmHg
dengan 10:10 2. Monitor tanda-tanda N 110 x/menit
ketidakefektifan vital R 20x/ menit
suplai O2 10.25 3. Tinggikan kepala S 36,0 C
jaringan menurun tempat tidur sesuai A: Masalah gangguan
toleransi perfusi jaringan
10:30 4. Pertahankan suhu perifer teratasi
lingkungan dan sebagian
tubuh hangat sesuai P: Lanjutkan
dengan indikasi intervensi
10.35
5. Kolaborasikan
pemeriksaan
laboratorium
2 Kelebihan 10:00 1. Observasi TTV S: Klien mengatakan
volume cairan 10:10 2. Batasi pemenuhan badan sedikit ringan
b.d. retensi cairan cairan sesuai dan lemas berkurang
dan natrium dengan program sedikit, bengkak pada
10:20 3. Observasi intake kedua kaki berkurang
output klien O : BB post HD 103,5
10:30 4. Ajarkan klien agar Kg
berat badan tidak A : masalah kelebihan
melebihi batas 5% volume cairan teratasi
BB Kering sebagian
10:40 5. Awasi hasil P : lanjutkan
pemeriksaan intervensi
laboratorium
10:55 6. Mengajukan klien
untuk mengunyah
permen karek
rendah gula dan
mengulum es batu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Gagal ginjal merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan carian dan elektrolit akibat destruksi strukturs ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolic didalam darah, banyak
kondisi klinis yang bisa menyebabkan gagal ginjal akan tetapi apapun sebabnya respon
yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
Salah satu penatalaksanaan medis dengan pasien gagal ginjal adalah dialysis.
Dialysis juga dapat dilkukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius
seperti: hyperkalemia, pericarditis dan kejang. Dialysis memperbaiki abnomalitas
biokimia menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas.

B. Saran
1. bagi mahasiswa supaya memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien
dengan CKD sesuai dengan perkembangan ilmu.
2. Bagi institusi agar dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan CKD
3. Bagi tenaga kesehatan agar menerapkan asuhan keperawatan yang tepat kepada
pasien dengan CKD sesuai dengan perkembangan ilmu.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.(2001). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi


8.Jakarta: EGC.
Cahyaningsih, D. (2011). Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Yogyakarta:
Cendekia Press.
Riskesdas.(2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI.
Diakses tanggal 21 januari 2019 pukul 15.16 wib
Price, S. A dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit,
Edisi 6, Volume 1. Jakarta. EGC

Vous aimerez peut-être aussi