Vous êtes sur la page 1sur 19

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN
“Tekanan intra kranial”
Dosen : Iwan, S. Kep. Ns. M. Kes

Di susun oleh :
Nining
P07120317030

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN PALU
PRODI D4 KEPERAWATAN
T.A. 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas asuhan keperawatan ini dengan judul
“PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL” tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan Asuhan keperawatan ini adalah sebagai salah satu metode
pembelajaran bagi mahasiswa-mahasiswi Keperawatan poltekkes palu.

Saya sebagai manusia yang jauh dari kesempurnaan tentunya sadar akan segala
kekurangan dalam pembuatan asuhan keperawatan ini,dan saya akan sangat bangga
apabila asuhan keperawatan yang saya susun ini mendapatkan saran maupun kritik
yang bersifat membangun. Tidak lupa saya haturkan permohonan maaf apabila asuhan
keperawatan yang saya buat terdapat suatu kesalahan.

Terakhir saya sampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah
membaca asuhan keperawatan ini. Semoga ini dapat bermanfaat dan dapat
memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Palu, 5 Februari 2019


Penyusun

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Tekanan intrakranial adalah tekanan dalam ruang tengkorak, dimana
dalam ruang tengkorak terdiri atas darah dan pembuluh darah ( 2-10 % ), cairan
serebrospinalis ( 9-11 % ) dan jaringan otak ( s.d 88 % ). Menurut hipotesa
Monro-Kellie bahwa volume komponen otak tersebut bersifat konstan / tetap,
karena berada dalam ruang tengkorak yang bersifat kaku dan tertutup.
Meningkatnya volume salah satu komponen akan terjadi kompensasi dengan
menurunkan satu atau kedua volume komponen otak agar tetap stabil.
Mekanisme kompensasi yang utama adalah untuk mempertahankan
tekanan intrakranial ( N: 0-15 mmHg ). Jika terjadi peningkatan volume salah
satu komponen adalah dengan pengaturan cairan selebrospinalis misalnya
meningkatakan alirannya ke ruang subarachoid dan sentral kanal spinal cord
atau dengan meningkatkan absorpsi cairan selebrospinalis dalam sistem vena,
sistem sirkulasi melalui vena jugularis interna. Kompensasi lain adalah
bergesernya otak atau distasi jaringan. Sedangkan kompensasi pada volume
darah adalah dengan perubahan pembuluh darah.

B. Patofisiologi
Jika ada salah satu komponen otak terjadi peningkatan volume maka
akan terjadi kompensasi. Mekanisme kompensasi normal untuk
mempertahankan tekanan intrakranial sangat terbatas, sehingga apabila sudah
melebihi batas kompensasi akan menimbulkan desakan dan peregangan serta
pergeseran jarigan otak. Keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan jarigan
otak.
Tekanan intrakranial sangat erat kaitannya dengan tekanan perfusi otak
atau cerebral perfusion pressure (CPP). Tekanan perfusi serebral sama dengan
tekanan arteri rata-rata / mean arterial blood pressure (MAP) dikurangi tekanan
rata-rata intrakranial / mean intracranial pressure (TIK).
Tekanan perfusi otak (CPP) = Tekanan arteri rata-rata (MAP) – Tekanan
intrakranial (TIK)

Tekanan perfusi otak (CPP) normalnya antara 60 – 100 mmHg.


Sedangkan tekanan arteri rata-rata (MAP) ditentukan dengan rumus:

MAP = (sistole – diastole) / 3 + diastole

Nilai MAP normalnya 60 – 150 mmHg. Jika nilai MAP di bawah 60


atau diatas 150 mmHg menunjukkan hilangnya kontrol autoregulasi. Dari
rumus di atas, apabila TIK meningkat, agar otak dapat menerima darah cukup,
maka diperlukan tekanan arteri rata-rata yang lebih besar, hal ini akan terlihat
pada peningkatan tekanan darah.

C. Etiologi
Penyebab terjadinya peningkatan TIK diantaranya :
1. Adanya massa
a. Massa diotak diantaranya karena tumor pada supratentorial atau
infratentorial
b. Hematoma baik di intraselebral, subdural, epidural, intraventricular
2. Gangguan pada cairan selebrospinalis
Gangguan pada cairan celebrospinalis dapat mengakibatkan hidrocepalus.
Hidrocepalus ini terjadi karena produksi cairan celebrosipinalis yang
berlebihan, absorpsi cairan yang kurang, obstruksi saluran, pembesaran
ventrikel, tumor, infeksi atau karena faktor keturunan.
3. Edema Selebri
Edema merupakan keadaan abnormal dimana terjadi penimbunan cairan
dalam ruang intraseluler, ekstaseluler atau keduanya. Adanya edema selebri
menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial karena meningkatnya
volume otak. Edema dapat terjadi pada 2 sampai 4 hari setelah trauma
kepala. Ada 5 tipe edema selebral yaitu edema vasogenik, sitogenik,
interstisial, hidrostatik edema dan hipoosmotik edema.
a. Edema vasogenik, merupakan edema serebral yang terjadi karena
adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga plasma
dapat dengan mudah keluar ke ekstravaskuler. Vasogenik edema
biasanya terjadi pada area sekitar tumor otak yang kemudian
berkembang menjadi iskemia atau abses serebri. Penyakit lain yang
dapat menyebabkan edema vasogenik diantaranya pada trauma kepala
dan meningitis.
b. Edema sitogenik, yaitu adanya peningkatan cairan yang terjadi pada sel
saraf, glia sel endotel. Edema ini terjadi karena kegagalan pompa
sodium-potasium, biasanya bersamaan dengan episode hipoksia dan
anoksia. Misalnya pada kondisi henti jantung, hipoosmalaritas pada
keracunan cairan, hiponatremia dan Sindrome Inapropriate Secretion of
Antidiuretic Hormon (SIADH).
c. Edema Interstitial, edema ini terjadi pada hidrosephalus, dimana cairan
banyak terdapat pada periventrikular whiter matter.
d. Hydrostatic edema, terjadi karena peningkatan transmural dan cairan
ekstraseluler
e. Hipoosmotik edema, terjadi karena rendahnya osmolaritas dan
menurunnya kadar sodium.
4. Meningkatnya volume darah
Meningkatnya volume darah dapat disebabkan karena hiperemia dan
gangguan aliran balik vena. Hyperemia menyebabkan metabolisme
meningkat sehingga aliran darah serebral meningkat. Sedangkan gangguan
aliran balik vena dapat terjadi karena obstruksi vena seperti thrombosis,
meningkatnya tekanan intraabdomen, meningkatnya tekanan intrathorakal
dan posisi pasien misalnya posisi kepala yang fleksi atau rotasi.
5. Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan tekanan intracranial
a. Hiperkapnia, ditandai adanya PCO2 ≥ 45 mmHg, kelebihan kadar CO2
dalam darah. Pada keadaan ini mengakibatkan peningkatan aliran darah
serebral sehingga mengakibatkan volume darah otak dan selanjutnya
peningkatan TIK.
b. Hipoksemia, adanya PO2 < 50 menurunya O2 dalam darah, hal ini dapat
terjadi pada kondisi tidak adekuatnya konsentrasi O2 selama pemberian
terapi oksigen, obstruksi jalan napas.
c. Obat-obatan vasodilator, vasodilator dapat meningkatkanaliran darah
otak dan meningkatkan TIK.
d. Posisi tubuh, seperti trendelenbung, fleksi leher yang dapat menurunkan
arus balik vena sehingga meningkatkan volume darah otak, prone, fleksi
hip dapat meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga menghambat
aliran vena otak.
e. Kontraksi otot isometrik, kontraksi ini akan meningkatkan tekanan
darah sistemaik termasuk juga otak.
f. Valsava maneuver,yaitu keadaan menutupnya epiglottis seperti
mengedan, batuk, bersin hal ini akan menimbulkan peningkatan tekanan
intraabdomen atau intrathorak sehingga menghambat venus return dari
otak.
g. Keadaan emosional dan cemas, keadaan ini dapat menstimulasi saraf
simpatis sehingga dapat meningkatan tekanan darah.
h. Aktivitas yang dapat meningkatkan metabolisme seperti kejang,
hipertermia, keadaan ini dapat meningkatkan aliran darah ke otak.
D. Tanda dan Gejala Peningkatan TIK
Secara spesifik tanda dan gejala peningkatan TIK tergantung dari:
lokasi kompartemen dari lesi (supratentorial atau pada infratentorial), lokasi
massanya seperti pada batang otak, cerebellum, adanya edema dan kemampuan
kompensasi otak.
Tanda dan gejala yang khas pada peningkatan TIK
1. Penurunan kesadaran jika formation retikularis tertekan.
2. Sakit kepala terutama pada pagi hari.
3. Muntah proyektil (spontan) tanpa ada rasa mual.
4. Papiledema akibat obstruksi pada axoplasma dan aliran extra-axonal.

Tanda dan gejala lain diantaranya:


1. Pupil tidak normal
2. Gangguan visual
3. Disfungsi motorik seperti hemiparese, hemiplegia
4. Apasia
5. Perubahan pola napas seperti Cheyne Stokes
6. Perubahan tanda vital

E. Komplikasi
Efek dari adanya peningkatan tekanan intrakranial adalah kerusakan
serebral dan herniasi serebral. Herniasi otak terjadi jika TIK lebih dari 43
mmHg dan dapat menekan organ otak disekitarnya sehingga terjadi perubahan
struktur posisi awal jaringan otak. Keadaan ini merupakan kondisi kedaruratan
karena meningkatnya tekanan intrakranial membawa konsekuensi penurunan
perfusi jaringan serebral. Jika penekanan terjadi pada organ vital otak seperti
pada batang otak maka pasien akan mengalami penurunan kesadaran.
Ada beberapa jenis herniasi yaitu :
1. Subfalcine midline shift : terjadi karena lesi desak ruang unilateral, sering
tanpa gejala walaupun sudah terjadi oklusi arteri serebral anterior ipsilateral
2. Tentorial herniasi (lateral) : terjadi karena lesi desak ruang unilateral
menimbulkan herniasi pada herniasi tentorial pada bagian lobus temporal.
3. Tentorial herniasi (central) : terjadi akibat desak lesi midline sehingga
mendorong ventrikel pada midbrain dan diencephalon melalui hiatus
tentorial.
4. Tensiller herniasi : meluasnya lesi yang terletak subtentorial akan
menimbulkan herniasi tonsil serebeller melalui foramen magnum.

F. Penatalaksanaa
1. Managemen airway
 Hindari hipoksia (PaO2 < 60 mmHg)
 Pertahankan PaO2 > 100 mmHg
 Kontrol ventilasi
 Hipoksia dapat menyebabkan edema sitotoksik
 Kontrol PaCO2, dengan hiperventilasi. Peningkatan volume darah
serebral.
2. Perfusi serebral
 Pertahankan tekanan darah rata-rata > 90 mmHg
 Pertahankan CPP > 60 mmHg
 Hindari terjadinya hipertensi
3. Pengangkatan lesi atau massa bila ada.
4. Reduksi edema selebral misalnya dengan diuretik, streroid, mencegah
kelebihan massa celebral.
5. Reduksi volume darah serebral misalnya dengan mempertahankan
oksigenasi, mencegah hiperkapnia, mencegah obstruksi aliran vena,
mencegah kejang.
6. Mencegah perubahan tekanan darah sistemik melalui pemberian
analgetik/sedatif, mengurangi ransangan dari lingkungan, mempertahankan
tekanan arteri-rata-rata 60 – 100 mmHg
7. Drainase cairan serebrospinalis.

TINJAUAN TEORI

A. Pengkajian
1. Tingkat kesadaran
Kaji adanya penurunan kesadaran, perubahan pupil, ptosis,
pernapasan irregular dan dapat terjadi henti napas.
2. Nyeri kepala
Kapan terjadinya nyeri, faktor penyebab, lamanya, karakteristik
nyeri kepala, keadaan leher kaku dan kepala condong ke depan.
3. Muntah
Kaji adanya muntah tanpa ras mual, karakteristik muntah.
4. Pemeriksaan fisik
 Adanya perubahan tanda vital seperti adanya perubahan pola
napas
 Adanya papilledema, pupil tidak normal
 Gangguan visual
 Disfungsi motorik seperti hemiparese, hemiplegia
 Apasia
 Nilai GSC
 Pemeriksaan saraf kranial
5. Hasil test diagnostic
 X – Ray kepala, CT Scan
 Pemeriksaan opthalmologi
 Analisa gas darah, elektrolit, darah lengkap.
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
Data pendukung :
 Penurunan kesadaran
 Nilai GCS kurang dari 15
 Perubahan pupil
 Perubahan tanda-tanda vital
 Nyeri kepala
 Deficit neurologi
 Perubahan pola pernapasan
 Bradikardia, muntah, kejang
 Analisa gas darah
 Hasil CT Scan, MRI adanya edema, infark, perdarahan serebri.

Kriteria hasil :

 Tekanan perfusi cerebral > 60 mmHg. Tekanan intrakranial <


15 mmHg arteri rata-rata 80 – 100 mmHg
 Menunjukkan tingkat kesadaran normal
 Pola nafas normal : 14 – 20 kali/menit
 Keadaan pupil sesuai dengan ukuran normal, stimulus terhadap
cahaya baik.
Rencana Tindakan Rasional

1. Monitor secara berkala tanda dan gejala 1.Monitor TIK sangat penting untuk
peningkatan TIK : mengetahui perkembangan neurolongi

 Kaji perubahan tingkat kesadaran,  Mengetahui fungsi retikular activating


orientasi, memori, periksa nilai GCS sistem dalam batang otak, tingkat
 Kaji tanda vital dan bandingkan dengan kesadaran memberikan gambaran adanya
keadaan sebelumnya. perubahan volume dan tekanan
 Kaji fungsi sensori intrakranial.
 Kaji fungsi motorik : kekuatan otot,  Lebih lanjut untuk mengetahui keadaan
refleks tendon. umum pasien, karena pada stadium awal
 Kaji fungsi autonom :jumlah dan pola tanda vital tidak berkolerasi neurologi.
pernapasan, ukuran dan reaksi pupil,  Mengevaluasi kemampuan sensori dan
pergerakan otot. fungsi dari sensori (postsentral girus,
 Kaji status saraf kranial lobus parieental)

 Kaji adanya nyeri kepala, mual, muntah,  Respon motorik menggaambarkan


papilla edema, diplopia kejang. keutuhan fungsi motorik
 Respon pupil dapat melihat kebutuhan
fungsi batang otak dan pons.
 Meningkatnya TIK dapat menekan
batang otak dan mengganggu saraf
kranial
2. Ukur, cegah dan turunkan TIK  Merupakan tanda peningkatan TIK
 Pertahankan posisi dengan meninggikan
bagian kepala 15 – 30º, hindari posisi  Peninggian bagian kepala dari tempat
telungkup atau fleksi tungkai secara tidur akan mempercepat aliran darah
berlebihan. balik dari otak. Posisi fleksi tungkai akan
 Pertahankan posisi kepala dalam meninggikan tekanan intraabdomen atau
keadaan neural, hindari fleksi. intrathorakal yang akan mempengerahui
 Monitor Analisa gas darah, pertahankan aliran darah balik dari otak.
PaCO2 35-45 mmHg, PaO2 > 80
 Memudahkan aliran balik vena.
mmHg.
 Kolaborasi dalam pemberian oksigen  Menurunkan CO2 menyebabkan
 Bersihkan jalan napas, lakukan suction vasokontriksi pembuluh darah.
jika ada indikasi
 Kurangi metabolisme se: hindari kejang,  Memenuhi kebutuhan oksigen.
nyeri dan cemas
 Jalan napas yang adekuat
mempermudahkan arus ventilasi.

 Meningkatnya metabolisme sel akan


meningkatkan kebutuhan oksigen dan
3. Hindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan produksi karbondioksida.
meningkatkan TIK
 Identifikasi aktivitas yang dapat
meningkatkan TIK seperti: batuk,
mengedan, bersin, suction.
 Memberikan petunjuk rencana perawatan
 Istirahatkan pasien, hindari tindakan selanjutnya.
keperawatan yang dapat mengganggu
tidur pasien.
 Keadaan istirahat mengurangi kebutuhan
 Berikan sedative atau analgetik dengan oksigen.
kolaboratif
 Mengurangi peningkatan TIK
 Kaji distensi bladder, ileus paralisis,
konstipasi
 Keadaan tersebut dapat meningkatkan
tekanan intraabdomen dan menekan
diaphragma.

2. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan


dengan terapi diuretic.

Data pendukung :

 Pasien mengeluh haus


 Mukosa mulur kering
 Kulit kering
 Berat badan turun
 Turgor kulit kurang
 Meningkat atau menurunnya output urine
 Keadaan urine pekat, keruh
 Pasien Nampak lesu dan lemah
 Intake cairan yang kurang
 Hipotensi, nadai cepat dan dangkal
 Hasil laboratorium Ht meningkat, ketidakseimbangan elektrolit.
 Penggunaan terapi diuretic
 Bj urine meningkat
Kreteria hasil:
 Berat badan stabil
 Intake dan output seimbang
 Elektrolit, BUN, kreatinin dalam batas normal
 Bj urine 0,010 – 0,025.

Rencana tindakan Rasional


1. Kurangi wdema celebri
 Pembatasan cairan dengan
 Berikan diuretic dan larutan hiperosmolar
obat-obatan membantu
(mannitol, urea) sesuai program.
menurunkan volume cairan
 Berikan terapi kortikosteroid
ekstrasel sehingga
(deksametason)
mengurangi edema celebri.
 Batasi cairan 1200-1500 ml/hr
 Kortikosteroid mempunyai
efek menurunkan edema
 Membatasi bertambahnya
volume cairan sel.
 Mengurangi keseimbangan
 Catat intake dan output cairan
cairan
 Kepekatan urine menunjukan
 Monitor keadaan kepekatan urine
keseimbagan cairan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN KASUS
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : perempuan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : guru
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Surabaya
Tanggal masuk : 25 oktober 2018
Tanggal pengkajian : 26 oktober 2018
No register :-
Diagnose medis : peningkatan tekanan intracranial

b. Identitas penanggung
Nama :Tn. M
Umur : 38 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Surabaya
Hubungan dengan klien : Suami

2. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama masuk RS : nyeri pada bagian kepala
2. Keluhan utama saat pengkajian : nyeri pada bagian kepala
3. Riwayat keluhan utama : pasien mengatkan mengalami nyeri kepla sejak
3 hari yang lalu, mualdan muntah dan terkadang sampai kejang
4. Keluhan lain yang menyertai :mual dan muntah
5. Riwayat kesehatan masa lalu : pasien mengatakan tidak pernah sakit
sebelumnya
6. Riwayat kesehatan keluarga : ibu pasien mengatakan tidak ada anggota
keluarga mengalami penyakit serupa
7. Riwayat alergi : tidak ada alergi terhadap makanan, minuman, dan obat –
obatan
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : kesadaran composmetis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis
b. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jungularis, pucat, edema, TD :
110/70 mmHg, hipertermi
c. System respirasi : frekuensi napas normal 18 kali/menit, dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan napas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang
O2 tidak ada ronchi, wheezing
d. Sistem hematologic : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan perdarahan
e, Sistem urogenitali : ada keteganggan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urine secara lancer
f. Sistem musculoskeletal : ada kesulitan dalam gerak karena proses perjalanan
penyakit dan nyeri yang dirasakan secara berulang ulang
g. Sistem integument : terdapat edema turgor kilit menurun, sianosis, pucat
h. Abdomen : terdapat nyeri tekan, peristaltic pada usus ditandai dengan distensi
abdomen, bising usus
Asuahn keperawatn

Diagnosa Tujuan intervensi


Gangguan perfusi setelah dilakukan - monitor TTV
serebral berhubungan tindakan keperawatan
dengan peningkatan - monitor peningkatan
sellama 2x24 jam
tekanan intracranial TIK
dngan kriteria hasil :
- monitor pemasukan dan
- tingkat kesadran
pengeluaran elektrolit
membaik
- intruksikan pasien untuk
- tidak ada kaku kuduk
tidak melakukan aktivatas
- tidak terjadik kejang yang memicu
peningkatan TIK
- tidak sakit kepla
- TTV dalam batas
normal

Gangguan rasa nyamn Setelah dilakukan - observasi penyebab


nyeri berhubungan tindakan keperawatan timbulnya nyeri
dengan peningkatan sellama 2x24 jam
- monitor karakteristik
tekanan intracranial dngan kriteria hasil :
nyeri observasi TTV
- pasien mampu
- berikan analgetik
mengontrol nyeri
mengurangi nyeri
-melaporkan jika nyeri
berkurang
- mampu mengenali
nyeri
- menyarkan rasa
nyamn

Implementasi dan evaluasai


Implemantasi Evaluasi
- observasi tingkah pasien S : pasien mengatakan sakit kepala
- monitor TTV mulai berkurang
- monitor peningkatan tekanan O : TTV dalam keadaan normal
intracranial A : masalah teratasi sebagian
- pertahankan aliran vena yang keluar P : lanjutkan intervensi
dari otak dengan meninggikan bagian
kepala ditempat tidur
- observasi penyebab timbulnya nyeri S : pasien menyatakan nyeri
berkurang
- monitor karakteristik nyeri O : skal nyeri berkurang
observasi TTV A masalah teratasi sebagian
- berikan analgetik mengurangi nyeri P : lanjutkan intervensi

PENUTUP
Kesimpulan
Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu keadaan terjadinya
peningkatan tekanan intracranial. Tekanan intracranial adalah tekanan dalam
luar tengkorak, diman dalam ruang tengkorak terdiri atas darah, dan pembuluh
darah ( 2 – 10% ), cairan serebrospinalis ( 9 – 11% ) dan jaringan otak ( s.d 88%
). Menurut hipotesa Monro-Kellie bahwa volume komponen otak tersebut
bersifat konstan / tetap
Saran
Diharapkan asuhan keperawatan ini bisa menjadi pembelajaran untuk
membuat asuhan keperawtan yang lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto. 2013 keperawatan medical bedah gangguan system saraf. Jakarta.


CV sagung seto
Widagdo wahyu, S.KP, M. Kep, Sp. Kom Dkk. 2008. Asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan system persarafa.. Jakarta : TIM

Vous aimerez peut-être aussi