Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
petunjuknya penulis telah menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini saya
mengucapkan terima kasih kepada guru yang memberikan tugas kepada saya tentang
beberapa materi yang disampaikan kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah
ini. Hal ini merupakan perwujudan dari kerjasama antara guru dan penulis sehingga penulis
bisa menyelesaikan tugasnya. penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para teman-
teman saya karena berkat do’a dan dukungannyalah sehingga saya bisa menyelesaikan tugas
makalah ini.
Harapan saya dengan selesainya makalah ini, agar bisa bermanfaat bagi semua siswa
betapa pentingnya ajaran Islam kepada kita. Tak lupa juga saya mohon maaf apabila dalam
penyusunan karya tulis ini ada kesalahan maklum saya kan hanya manusia biasa. Mudah-
mudahan karya tulis ini berguna buat kita semua. Amin-amin ya robbal „alamin.
Penulis
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
KATA PENGANTAR ......................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................
A. Latar Belakang ...................................................................................
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
C. Tujuan Penulisan ................................................................................
A. Latar Belakang
Semua makhluk yang hidup di muka bumi ini tidak pernah terlepas dari keputusan
Allah. Roda kehidupan akan senantiasa berputar, dari kesedihan sampai kebahagiaan.
Keduanya akan datang silih berganti. Dalam hal ini, manusia wajib berusaha semaksimal
mungkin untuk mendapatkan hasil terbaik. Allah lebih melihat pada usaha yang dilakukan
manusia daripada hasil yang diperolehnya.
Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan agar senantiasa mengamalkan akhlak
terpuji terutama terhadap diri sendiri. Yaitu tingkah laku yang baik yang merupakan tanda
kesempurnaan iman seseorang kepada Allah SWT, dan itu ditujukan terhadap diri sendiri.
Akhlak terpuji dilahirkan dari sifat-sifat yang terpuji pula. diantara akhlak terpuji terhadap
diri sendiri yaitu, tawakal, ikhtiar, sabar, syukur, dan qana’ah.
Akhlak terpuji ini merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Dengan
harapan nantinya para siswa dapat menerapkannya dalam setiap kegiatan sehari-hari. Agar
mampu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran di setiap lingkup kehidupan ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dan pentingnya tawakal, ikhtiar, sabar, syukur dan qana’ah?
2. Bagaimana bentuk dan contoh perilaku tawakal, ikhtiar, sabar, syukur dan qana’ah?
3. Apakah nilai-nilai positif dari tawakal, ikhtiar, sabar, syukur dan qana’ah?
4. Bagaimana perilaku tawakal, ikhtiar, sabar, syukur dan qana’ah?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan pentingnya tawakal, ikhtiar, sabar, syukur dan
qana’ah
2. Untuk mengetahui bentuk dan contoh perilaku tawakal, ikhtiar, sabar, syukur dan
qana’ah
3. Untuk mengetahui nilai-nilai positif dari tawakal, ikhtiar, sabar, syukur dan qana’ah
4. Untuk mengetahui perilaku tawakal, ikhtiar, sabar, syukur dan qana’ah
BAB II
PEMBAHASAN
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka
mengubah apa yang ada pada diri mereka”. (Q.S. Ar-Ra’d, 13: 11)
Fitrah manusia adalah keinginan untuk menjadi lebih baik dalam kehidupannya.
Mereka melakukan segala upaya untuk mewujudkan mimpi-mimpnya. Dan hal itu telah
disinggung pada ayat di atas, yaitu semangat perubahan yang harus dimiliki oleh
manusia.
Pesan yang terkandung di dalam ayat tersebut, agar terjadi sebuah perubahan
adalah dengan jalan ikhtiar (berusaha). Islam sangat menekankan konsep ikhtiar bagi
umat-Nya dalam menjalani kehidupan ini.
Sikap ikhtiar juga menegaskan sebuah harapan yang tinggi (optimis) dalam jiwa.
Semangat untuk senantiasa memandang positif keadaan, sekaligus menghilangkan rasa
putus asa yang seringkali menghalangi seseorang untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Putus asa adalah rasa rendah diri, tidak mensyukuri nikmat yang telah diberikan
Allah. Jiwa dan raga yang telah disempurnakan Allah terlalu murah untuk dibayar
dengan rasa putus asa. Sikap pesimis menghadapi pelbagai persoalan hidup, sama
artinya dengan menyangsikan kekuasaan Allah. Hanya orang-orang yang kufur nikmat
yang selalu berputus asa dan tidak mau berikhtiar.
Padahal, ikhtiar merupkan ciri pribadi seorang mukmin. Dengan ikhtiar, kita
akan mengerahkan segala daya dan kemampuan yang kita miliki. Kita menggali potensi
diri, sebagai anugerah yang telah diberikan Allah kepada kita. Ikhtiar merupakan salah
satu bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Kits memaksimalkan kinerja seluruh indera
kita untuk menjemput rahmat Allah yang begitu luas. Ikhtiar adalah kebutuhan mutlak
setiap manusia yang mengaku beriman kepada Allah.
Oleh karena itu, ketika kita ingin mengubah keadaan, mencari solusi atas
berbagai persoalan hidup yang kita alami, dan berharap kehidupan yang lebih baik.
Tidak ada kata lain, solusinya adalah ikhtiar. Setelah itu serahkan semua persoalan
tersebut kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan membantu memecahkan masalah
itu.
3. Sabar
Sabar secara bahasa adalah menahan atau tabah. Sedangkan secara istilah adalah
menahan diri dari segala sesuatu yang ia inginkan, dari kesedihan, kesulitan, kesusahan,
putus harapan, sesuatu yang ditetapkan (dilarang ataupun diperintahkan) oleh suatu
hukum. Sabar dalam pengertiannya yang menyeluruh ini adalah kemampuan untuk
menguasai semua kemelut jiwa sehingga tidak terseret, ke kanan atau ke kiri, oleh bujuk
rayu hawa nafsu dan pedihnya derita.
Jadi sabar adalah gambaran dar keteguhan dalam menghadapi tuntutan hawa
nafsu. Tuntutan kebaikan yang dimaksud adalah petunjuk Allah SWT kepada manusia
tentang baik dan buruk, serta balasan dar perbuatan kita. Sifat inilah yang membedakan
antara manusia dengan hewan dalam mengekang nafsu syahwat. Adapun yang
dimaksud dengan tuntutan hawa nafsu adalah tuntutan syahwat dengan segala
keinginannya. Barangsiapa yang mampu mengalahkan hawa nafsu, maka ia layak
digolongkan sebagai orang-orang yang sabar. Akan tetapi apabila dirinya dikalahkan
oleh hawa nafsunya dan tidak bersabar untuk mengekangnya, maka ia termasuk
golongan setan.
1) Macam atau Tingkatan Sabar
a) Shiddiquun
Ialah orang-orang yang benar lahir dan batinnya. Yang termasuk tingkat
ini ialah para: Rasul, sahabat Beliau, orang saleh, yaitu orang yang bersikap patut
dan wajar menurut Allah.
b) Muqarrabuun
Ialah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
mengerjakan semua yang diperintahkan atasnya mengenai bagian lahirnya saja
terlihat patuh, tetapi batinnya ini belum tertutup pintu. Sehingga tiap manusia,
berhak mencapainya. Tetapi, untuk menjadi Rasul pintunya sudah tertutup
dengan telah diutus Nabi Muhammad SAW, karena Beliau Rasul terakhir.
c) Mujahiduun
Ialah orang berjuang keras melawan hawa nafsunya dan lain-lain,
sehingga ia bagaikan orang berperang yaitu berganti-ganti antara kalah dan
menang. Manusia tingkat ini banyak dalam masyarakat.
d) Ghafiluun
Ialah orang yang telah banyak kali kalah dari menang menentang
lawannya, karena akalnya mudah dikalahkan, malahan mungkin ke puncaknya,
ialah tidak mau tahu pada Allah SWT sedikit pun, sehingga yang tinggal
syahadatnya saja.
2) Aspek Sabar
Pada dasarnya, apa yang dihadapi oleh manusia dalam hidupnya tidak lepas dari
dua perkara, yaitu mengikuti hawa nafsu dan menjauhi hawa nafsu. Oleh karena itu,
setiap orang butuh kesabaran dalam menahan dan mengendalikan hawa nafsunya dalam
kehidupan sehari-hari. Itu artinya manusia tidak boleh lepas dari sikap sabar. Diantara
aspek sabar dalam kehidupan manusia adalah:
a) Sabar dalam Menghindari Maksiat
Kesabaran ini muncul apabila seseorang mau merenungkan akibat yang
timbul dari suatu maksiat.
b) Sabar dalam Menjalani Ketaatan
Sabar yang dimaksud ialah selalu memenuhi perintah Allah,
memelihara keikhlasan ketika menunaikannya, dan menghiasi diri dengan ilmu
pengetahuan.
c) Sabar dalam Menghadapi Cobaan
Kesabaran ini tampak apabila seseorang mau merenungkan pahala yang
akan diterima oleh orang yang tabah terhadap musibah.
4. Syukur
Syukur adalah salah satu refleksi dari sikap tawakal. Secara bahasa, berasal dari
kata bahasa Arab “syukrun” yang berarti mengingat atau menyebut nikmat-Nya dan
mengagungkan-Nya. Syukur artinya sesuatu yang menunjukkan kebaikan dan
penyebarannya. Sedangkan secara syar’i, syukur adalah memberikan pujian kepada
Allah SWT dengan cara taat kepada-Nya, tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya
serta bersikap amar makruf dan nahi mungkar. Karena Allah yang membeikan segala
bentuk kenikmatan kepada kita.
Jadi, syukur sebagai sikap pengakuan terhadap nikmat Allah SWT. Rasa syukur
tidak hanya melalui ucapan hamdalah ketika mendapatkan nikmat dari-Nya. Tetapi
lebih dari itu, harus diwujudkan dengan tindakan nyata dan kepatuhan dalam
menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Allah memerintahkan manusia untuk
bersyukur kepada-Nya, sebab kurang bersyukur merupakan cacat yang harus
disersihkan.
1) Rukun Syukur
a) Syukur Qalbi
Yaitu mengakui dan meyakini dengan sebenar-benarnya di dalam hati
bahwa segala bentuk nikmat yang telah ia dapatkan hanya berasal dari
Allah SWT semata.
b) Syukur Lisan
Yaitu senantiasa memuji kepada Allah atas segala karunia dan anugerah
yang telh dilimpahkan-Nya.
c) Syukur Jawarih
Yaitu menggunakan segala bentuk nikmat yang telah dilimpahkan-Nya
untuk mendapatkan rahmat dan ridha-Nya.
2) Kandungan Syukur
a) Mengetahui nikmat. Tidak jarang seseorang diberi nikmat tetapi dirinya
tidak tahu bahwa yang diberikan tersebut adalah nikmat.
b) Menerima nikmat, yaitu menyambut gembira nikmat tersebut sambil
menampakkan sikap butuh terhadap nikmat tersebut.
c) Memuji nikmat, yaitu mensifati Sang Pemberi nikmat dengan sifat
dermawan, mulia, dan sifat-sifat bagus lainnya.
5. Qana’ah
Kata Qana’ah berasal dari bahasa Arab yang berarti rela, suka menerima yang
dibagikan kepadanya. Sedangkan menurut istilah, Qana’ah adalah menerima keputusan
Allah SWT dengan tidak mengeluh, merasa puas dan penuh keridaan atas keputusan
Allah SWT, serta senantiasa tetap berusaha sampai batas maksimal kemampuannya.
Menjadi orang yang kaya. Ini mungkin menjadi impian berjuta manusia di muka
bumi. Rumah mewah, perhiasan, harta yang melimpah adalah simbol dari definisi
kekayaan Islam sebagai agama fitrah memahami betul kecenderungan manusia untuk
kaya. Namun Islam menawarkan definisi lain yang lebih bermuara dari dalam jiwa
manusia, bukan pandangan mata. Jika makna kaya adalah kecukupan, Islam
mengajarkan bagaimana menanamkan bagaimana “rasa kecukupan” tersebut dalam jiwa
manusia. Ketika rasa cukup telah tertanam dalam hati, sifat qana’ah pun akan terpatri
dalam jiwanya.
Sifat qana’ah harus kita tanamkan sejak dini, karena janji Allah SWT bahwa Dia
telah menjamin rezeki kepada semua makhluk-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
)٨(ّاءَلًّفَأَغن َٰى
ِ عَ َّو َو َجدَ َك
Artinya:
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan
kecukupan.” (Q.S. Ad-Dhuha, 93: 8)
Ada beberapa hal yang diperlukan untuk membuat hati kita menjadi qana’ah:
1) Istiqamah terhadap Allah
Istiqamah adalah sikap konsisten dalam menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
2) Membebaskan hati dari penyakitnya
Di antara sekian penyakit hati yang paling mendapat perhatian besar adalah
riya’, ujub, dan takabur. Riya’ bisa menggoda siapa saja, kapan dan dimana
saja.
Seseorang yang riya’ beramal bukan karena Allah, tapi karena ingin dilihat
dan dipuji manusia. Sedangkan hati yang dihinggapi rasa ujub akan
merendahkan orang lain, membicarakan dan membanggakan amal yang
dilakukannya. Hati yang takabur akan terhalang dari pertolongan Allah.
3) Meningkatkan rasa syukur
Ada banyak hal yang harus kita syukuri. Betapa Allah akan marah kepada
hamba-Nya yang tak mampu bersyukur, dan akan menambah nikmat pada
hamba-Nya yang pandai bersyukur.
B. Bentuk dan Contoh Perilaku Tawakal, Ikhtiar, Sabar, Syukur & Qana’ah
Sebagai seorang muslim, kita harus mengenali bentuk-bentuk dan contoh perilaku
tawakal, ikhtiar, sabar, syukur, dan qana’ah sebgai berikut:
1. Tawakal
1) Melakukan sesuatu atas dasar niat ibadah kepada Allah SWT
2) Tidak menggantungkan keberhasilan suatu usaha kepada selain Allah SWT
3) Bersikap pasrah dan siap menerima apa pun
4) Tidak memaksakan kehendak atau keinginan kepada siapa pun dan pilihan
manapun
5) Bersikap tegar dan tenang, baik dalam menerima keberhasilan maupun
kegagalan.
Contoh:
Rajin belajar dan tawakal dengan berdo’a kepada Allah akan menghasilkan
kemudahan dalam mengerjakan soal.
2. Ikhtiar
1) Mau bekerja keras dalam mencapai suatu harapan dan cita-cita.
2) Selalu bersemangat dalam mengahadapi kehidupan.
3) Tidak mudah menyerah dan putus asa
4) Disiplin dan penuh tanggung jawab
5) Giat bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup
6) Rajin berlatih agar bisa meraih apa yang diinginkannya.
3. Sabar
1) Bersabar dalam hal belajar untuk meraih cita-cita dan harapan
2) Sabar ketika diejek oleh teman-teman
3) Tidak mudah emosi atau marah
4) Tidak tergesa-gesa
5) Menerima segala sesuatu dengan kepala dingin
6) Tidak mudah menyalahkan orang lain
7) Selalu bersera diri kepada Allah SWT.
8) Sabar dan tabah dalam belajar
4. Syukur
1) Selalu mengucapkan hamdalah atau terima kasih setiap kali menerima kenikmatan
2) Menggunakan apa yang diberikan sesuai dengan kehendak pemberinya
3) Menjaga dan merawat dengan baik apa yang telah diberikan
4) Menyisihkan sebagian harta kita untuk diserahkan ke baitul mal
5) Menyisihkan waktunya untuk membantu orang yang belum bisa membaca Al-
Qur’an.
5. Qana’ah
1) Selalu ikhlas menerima kenyataan hidup
2) Tidak banyak berangan-angan
3) Tidak bersikap iri terhadap kenikmatan yang diterima orang lain
4) Sudah cukup merasa senang walaupun ke sekolah dengan berjalan kaki
5) Merasa cukup dengan kondisi yang pas-pasan, asalkan mampu
menyekolahkan anaknya.
A. Kesimpulan
Tawakal adalah menyandarkan permasalahan kepada Allah SWT guna memperoleh
maslahat dan menolak mudharat serta menyerahkan semua urusan kepada-Nya. Nilai positif
dari tawakal ialah memperoleh kepuasan batin karena keberhasilan uasahanya mendapat
ridho Allah. Dan, contoh dalam berperilaku tawakal ialah bertawakal kepada Allah setelah
melakukan usaha secara sungguh-sungguh.
Ikhtiar yaitu berusaha untuk mencapai apa yang diinginkan, tidak berdiam diri dan
berpangku tangan apalagi lari dari kenyataan. Nilai positif dari ikhtiar ialah terhindar dari
sikap malas. Dan, contoh perilakunya ialah berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan untuk
selalu berikhtiar
Sabar adalah menahan diri dari segala sesuatu yang ia inginkan, dari kesedihan,
kesulitan, kesusahan, putus harapan, sesuatu yang ditetapkan oleh suatu hukum. Nilai
positifnya ialah terhindar dari bencana dan mala petaka yang disebabkan oleh nafsu. Dan,
contoh perilakunya ialah selalu ingat bahwa marah tidak dapat menyelesaikan masalah
Syukur adalah memberikan pujian kepada Allah SWT dengan cara taat kepada-Nya,
tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya serta bersikap amar makruf dan nahi mungkar.
Nilai positifnya ialah memperoleh kepuasan batin karena dapat menaati salah satu kewajiban
hamba terhadap Allah SWT. Dan, contoh perilakunya ialah memanfaatkan uang untuk
membeli hal-hal yang bermanfaat
Qana’ah adalah menerima keputusan Allah SWT dengan penuh keridaan atas
keputusan Allah SWT, serta senantiasa tetap berusaha sampai batas maksimal
kemampuannya. Nilai positifnya ialah terhindar dari sifat tamak. Dan, contoh perilakunya
ialah sering memperhatikan orang-orang yang lebih miskin daripada kita.
B. Saran
Semoga pembaca lebih berusaha untuk memahami dan menerapkan akhlak-akhlak
kharimah utamanya akhlak terhadap dirinya sendiri sehingga kehidupannya selalu disertai
dengan kebahagiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Junaidi, Ayo Memahami Akidah dan Akhlak untuk MTs/ SMP Islam Kelas
VIII. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009.
Hajjaj, Muhammad Fauqi, Tasawuf Islam dan Akhlak, Jakarta: Amzah, 2011
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006
https://rizkifisthein.wordpress.com/2011/06/23/akhlak-terhadap-diri-sendiri/