Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
Ferry Adiantono (1610037)
Fikih Alhafad (1610028)
Penulis
Oktober 2019
i
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN..................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. iii
PENUTUP ............................................................................................................. 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iii
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 Etiologi
1
6. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
2.3 Klasifikasi
1. Trauma Tajam
a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
a) Tension pneumothoraks
b) Trauma tracheobronkhial
c) Flail Chest
d) Ruptur diafragma
e) Trauma mediastinal
f) Fraktur kosta
2.4 Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk
kompresi maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan
memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika mengenai sternum,
trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard jantung atau kontusio
paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan tamponade pada
jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru.
2
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax
juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun
terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu
suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel
pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya
semen fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi
sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan hipoksia yang
serius.
Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali berdampak
lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda
tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek
pembuluh darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi
tusukannya. Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada rongga dada
(Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan
tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun rongga pleura jika
tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara progresif
dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi
paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung. Adapun
gambaran proses perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada skema
3
10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
11. Ada jejas pada thorak
12. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena
leher
13. Bunyi muffle pada jantung
14. Perfusi jaringan tidak adekuat
15. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.
4
melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A.
brachialis, A. Femoralis.
Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan pH,
serta kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil
pemeriksaannya :
Tabel 1.1 : Nilai Normal dan Kesimpulan Perubahan Hasil AGD dan pH (Hanif, 2007)
Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang
menunjukkan kondisi sudah / tidak terkompensasi.
5
Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi Tinggi Rendah Rendah
Tabel 2.2 : Acuan Nilai Hasil Pemantauan AGD dan pH ( FKUI, 2008)
4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul
toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat
diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada
pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum
dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esophagus.
Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera
pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui
segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli,
kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
6
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang
terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan
adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia,
gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti
kontusi jantung.
7. Angiografi
2.7 Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :Menentukan perdarahan dari pembuluh darah
besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi
torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga
pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa
7
yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh
dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa
sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a) Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya
pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang
dapat dikurangi.
b) Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan
memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi
tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut,
merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau
menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
8
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah
operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
a. Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
b. Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan
dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow
drainage.
c. Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara
masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan
kocher.
d. Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan
sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
e. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja
diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
f. Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam
rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena
kesalahan dll.
3. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.
9
c). Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
d). Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain
lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
2.2 Terapi :
a. Antibiotika
b. Analgetika
c. Expectorant.
2.3 Komplikasi
a. tension penumototrax
b. penumotoraks bilateral
c. emfiema
10
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
a. Sesak napas
b. Nyeri, batuk-batuk
11
3. Sistem Kardiovaskuler :
a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
b. Takhikardia, lemah
c. Pucat, Hb turun /normal
d. Hipotensi.
4. Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan.
5. Sistem Perkemihan : Tidak ada kelainan.
6. Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan.
7. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
a. Kemampuan sendi terbatas
b. Ada luka bekas tusukan benda tajam
c. Terdapat kelemahan
d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
8. Sistem Endokrine :
a. Terjadi peningkatan metabolisme
b. Kelemahan.
9. Sistem Sosial / Interaksi : Tidak ada hambatan.
10. Spiritual : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
12
g. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
13
-Lakukan pernapasan diafragma.
-Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi.
c. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
-Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
-Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
-Pasien tidak gelisah
-Intervensi :
-Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non invasif.
-Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
-Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
-Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
-Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam
setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
12. Trauma Tumpul
a) Tension pneumothoraks
b) Trauma tracheobronkhial
c) Flail Chest
d) Ruptur diafragma
e) Trauma mediastinal
f) Fraktur kosta
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul karena trauma dada adalah :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
15
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
16
DAFTAR PUSTAKA
17