Vous êtes sur la page 1sur 17

MAKALAH

“Konsep Sehat Dan Sakit (Paradigma)”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konsep Dasar Keperawatan
Dosen Pembimbing : Ns. Siti Nuryanti,S.Kep.,M.Pd

OLEH:
KELAS D III KEPERAWATAN TK. 1
KELOMPOK 1

ANDHIKA WAHYU UTOMO : P07220116081


EKA SRI WANDA WARDANI : P07220116091
MARIANI : P07220116101
NURLYANTI : P07220116111

POLITEKNIK KEMENKES KALTIM


PRODI D-III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2015/2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehat tidak dapat diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi

tertentu, tetapi sehat harus dipandang sesuatu fenomena yang dinamis. Kesehatan

sebagai suatu spektrum merupakan suatu kondisi yang fleksibel antara badan dan

mental yang dibedakan dalam rentang yang selalu berfluktuasi atau berayun

mendekati dan menjauhi puncak kebahagiaan hidup dari keadaan sehat yang

sempurna. Banyak yang menjadi rujukan mengenai apa itu pengertian sehat sakit.

Perubahan bisa terjadi setiap saat, dan merupakan proses yang dinamik serta

tidak dapat dielakkan. Mengalami perubahan tingkah laku bisa juga terjadi ketika

dimana kondisi tubuh mengalami perubahan yaitu sakit. Namun pada proses perubahan

tersebut pasti ada penyabab dan cara menanggulanginya.


B. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menjadi tahapan sakit?

2. Bagaimana perilaku dan peran sakit?

3. Bagaimana perubahan tingkah laku karena sakit terhadap individu?

4. Apa saja dampak sakit terhadap keluarga?

5. Bagaimana cara pencegahan penyakit?

C. Tujuan

1, Untuk mengetahui apa saja tahapan sakit serta perilaku dan peran sakit

2. Untuk mengetahui perubahan tingkah laku, dampak dan pencegahan penyakit.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Tahapan sakit

1. Tahap I (Mengalami Gejala)

Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”Mereka

mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya

diagnosa tertentu.

Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap

perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang

terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu gejala penyakit; (c)

respon emosional. Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan

dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.

2. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)

Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang

terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus

diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.

Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan

juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau

sederhana tergantung beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan

lama sakit.
Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan

kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem akan tetapi jika gejala itu

menetap dan semakin memberatpelayanan kesehatan maka ia akan segera

melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi

seorang klien

3. Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)

Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari

seorang ahli, mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab

penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan dating

Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak

menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit

yang bisa mengancam kehidupannya. klien bisa menerima atau menyangkal

diagnosa tersebut.

Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan

yang telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan

mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa

pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang

membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima

diagnosa awal yang telah ditetapkan.

Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan,
mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh
diagnosa yang diinginkan
Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang

mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk

meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya:

klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa

dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.

4. Tahap IV (Peran Klien Dependen)

Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien

bergantung pada pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala

yang ada Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai

tuntutan dan stress hidupnya.

Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas

normalnya semakin parah sakitnya, semakin bebas.

Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal

sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia

bekerja, rumah maupun masyarakat

5. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)

Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-

tiba, misalnya penurunan demam.Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan

seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal,

misalnya pada penyakit kronis.


B. Perilaku sakit

Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang

memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami;

melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.

 Menurut Solita Sarwono(1993) yang dimaksud dengan perilaku sakit

adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang

sakit agar memperoleh kesembuhan.

 Menurut Suchman perilaku sakit adalah tindakan untuk menghilangkan

rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala

tertentu

 Menurut Kasl dan Cobb, perilaku sakit adalah aktivitas apapun yang

dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk mendefenisikan

keadaan kesehatannya dan untuk menemukan pengobatan mandiri yang

tepat.

 Penyebab Perilaku Sakit

Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh Solito Sarwono (1993) bahwa penyebab

perilaku sakit itu sebagai berikut :

1. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan

normal.

2. Anggapan adanya gejala serius yang dapat menimbulkan bahaya.

3. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan

keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.


4. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang

dapat dilihat.

5. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.

6. Adanya informasi, pengetahuan, dan anggapan budaya tentang penyakit.

7. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.

8. Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.

9. Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti: fasilitas , tenaga,

obat-obatan, biaya, dan transportasi.

 Peran Orang Sakit

Orang yang berpenyakit (having a disease) dan orang yang sakit (having a

illness) adalah dua hal yang berbeda. Berpenyakit adalah suatu kondisi patologis yang

obyektif, sedangkan sakit adalah evaluasi atau persepsi individu terhadap konsep sehat-

sakit.

Dua orang atau lebih secara patologis menderita suatu jenis penyakit yang sama. Bisa

jadi orang kesatu merasa lebih sakit dari yang lain, dan bahkan orang yang satunya lagi

tidak merasa sakit. Hal ini disebabkan karena evaluasi atau persepsi mereka yang

berbeda tentang sakit.

Orang yang berpenyakit belum tentu akan mengakibatkan berubahnya peranan orang

tersebut di dalam masyarakat. Sedangkan orang yang sakit akan menyebabkan

perubahan peranannya di dalam masyarakat maupun di dalam lingkungan keluarga.


Jelasnya, orang yang sakit memasuki posisi baru, dan posisi baru ini menurut suatu

peranan yang baru pula.

Peranan baru dari orang sakit (pasien) harus mendapat pengakuan dan dukungan dari

anggota masyarakat dan anggota keluarga yang sehat secara wajar. Sebab dengan

sakitnya salah satu anggota keluarga atau anggota masyarakat maka di dalam keluarga

atau masyarakat itu akan ada lowongan posisi yang berarti juga mekanisme sistem di

dalam keluarga atau masyarakat tersebut akan terganggu. Hal ini disebabkan karena

salah satu anggota pemegang peranan absen. Untuk itu maka anggota-anggota

keluarga/masyarakat harus dapat mengisi lowongan posisi tersebut, yang berarti juga

menggantikan peranan orang yang sedang sakit tersebut.

Kadang-kadang peranan orang yang sakit tersebut demikian luasnya sehingga peranan

yang ditinggalkannya tidak mungkin digantikan oleh satu orang saja. Hal ini mengingat

pula orang yang menggantikan tersebut sudah mempunyai posisi dan peranan sendiri.

Demikian seterusnya bahwa orang sakit sebagai anggota masyarakat atau

keluarga akan mengakibatkan perubahan-perubahan posisi dan peranan-peranannya.

Berbicara tentang peranan, maka ada dua hal yang saling berkaitan, yakni hak (rights)

dan kewajiban (obligation). Demikian juga peranan orang sakit (pasien) akan

menyangkut masalah hak dan kewajiban orang sakit tersebut sebagai anggota

masyarakat.
C. Perubahan Tingkah laku karena Sakit Terhadap Individu

Menurut Sri Kusmiyati dan Desmaniarti (1990), terdapat 7 perubahan tingkah

laku terhadap orang sakit yang dapat diamati, yaitu :

1. Fearfullness (merasa ketakutan), umumnya individu yang sedang sakit

memiliki perasaan takut.Bentuk ketakutannya, meliputi takut penyakitnya

tidak sembuh, takut mati, takut mengalami kecacatan, dan takut tidak

mendapat pengakuan dari lingkungan sehingga merasa diisolasi.

2. Regresi, salah satu perasaan yang timbul pada orang sakit adalah ansietas

(kecemasan).Untuk mengatasi kecemasan tersebut, salah satu caranya

adalah dengan regresi (menarik diri) dari lingkungannya.

3. Egosentris, mengandung arti bahwa perilaku individu yang sakit banyak

mempersoalkan tentang dirinya sendiri. Perilaku egosentris, ditandai

dengan hal-hal berikut:

 Hanya ingin menceritakan penyakitnya yang sedang diderita.

 Tidak ingin mendengarkan persoalan orang lain.

 Hanya memikirkan penyakitnya sendiri.

 Senang mengisolasi dirinya baik dari keluarga, lingkungan

maupun kegiatan.

4. Terlalu memperhatikan persoalan kecil, yaitu perilaku individu yang sakit

dengan melebih-lebihkan persoalan kecil.Akibatnya pasien menjadi

cerewet, banyak menuntut, dan banyak mengeluh tentang masalah sepele.


5. Reaksi emosional tinggi, yaitu perilaku individu yang sakit ditandai

dengan sangat sensitif terhadap hal-hal remeh sehingga menyebabkan

reaksi emosional tinggi.

6. Perubahan perpepsi terhadap orang lain, karena beberapa faktor diatas,

seorang penderita sering mengalami perubahan persepsi terhadap orang

lain.

7. Berkurangnya minat, individu yang menderita sakit di samping memiliki

rasa cemas juga kadang-kadang timbul stress. Faktor psikologis inilah

salah satu sebab berkurangnya minat sehingga ia tidak mempunyai

perhatian terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungannya.

Berkurangnya minat terutama kurangnya perhatian terhadap sesuatu yang

dalam keadaan normal ia tertarik atau berminat terhadap sesuatu.

D. Dampak Sakit Terhadap Keluarga

1. Terhadap Perilaku dan Emosi Klien

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal

penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-

lain.Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam

kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi

klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam,

mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk

menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi

mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.


Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat

menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas,

syok, penolakan, marah, dan menarikd diri. Perawat berperan dalam

mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena stressor

sendiri tidak bisa dihilangkan.

2. Terhadap Peran Keluarga

Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari

nafkah, pengambil keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang

tua.Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami

perubahan.

Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat

atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama.Individu / keluarga lebih

mudah beradaftasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak

terlihat.

Perubahan klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang

berkepanjangan. jangka pendek klien memerlukan proses penyesuaian.

Akan tetapi pada perubahan jangka penjang yang sama dengan ’Tahap

Berduka’.Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan

rencana keperawatan.
3. Terhadap Citra Tubuh

Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap

penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan

dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara

yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.

Reaksi klien/keluarga terhadap perubahan gambaran tubuh itu

tergantung pada:

 Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu,

atau organ tertentu)

 Kapasitas adaptasi

 Kecepatan perubahan

 Dukungan yang tersedia.

4. Terhadap Konsep Diri

Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya

sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan

kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan

peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan

spiritual diri.Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat

kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran.

Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan

anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep


diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan

keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik.

Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan

klien.Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan

keputusan dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan

emosi pada klien akan merasaanggota keluarganya yang lain atau

kepada teman-temannya kehilangan fungsi sosialnya.

Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri

klien, dengan mengembangkan rencana perawatan yann membantu

mereka menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.

5. Terhadap Dinamika Keluarga

Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus

membuat pola fungsi yang baru sehingga bisa menimbulkan stress

emosional.Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar

jika salah satu orang tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan

rasa aman pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa maka seringkali

ia harus menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk kalau

perlu sebagai pencari nafkah.


E. Pencegahan Penyakit

Untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit dikenal tiga tahap

pencegahan. Pencegahan primer (promosi kesehatan) dan perlindungan khusus

1.Pencegahan sekunder :

diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment).

pembatasan cacat cacat (disability limitation) dan pencegahan tersier (rehabilitasi)

2. Pencegahan primer

Dilakukan pada masa individu belum menderita sakit, upaya yang

dilakukan,ialah: :

a. Promosi kesehatan/health promotion yang ditujukan untuk meningkatkan daya

tahan tubuh terhadap masalah kesehatan.

b. Perlindungan khusus (specific protection): upaya spesifik untuk mencegah

terjadinya penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi, peningkatan

ketrampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik dan untuk

menanggulangi stress dan lain-lain.


3. Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit

a. Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt

treatment), tujuan utama dari tindakan ini ialah :

1) . mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular,

dan 2) untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang

sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.

2). Pembatasan cacat (disability limitation) pada tahap ini cacat yang terjadi diatasi,

terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan

terjadinya cacat yang lebih buruk lagi.

4. Pencegahan tersier

a. Rehabilitasi

pada proses ini diusahakan agar cacat yang di derita tidak menjadi hambatan

sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental

dan sosial.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang

memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami;

melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.

Menurut Solita Sarwono(1993) yang dimaksud dengan perilaku sakit adalah segala

bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh

kesembuhan.

 Menurut Suchman perilaku sakit adalah tindakan untuk

menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat dari

timbulnya gejala tertentu

 Menurut Kasl dan Cobb, perilaku sakit adalah aktivitas apapun

yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk

mendefenisikan keadaan kesehatannya dan untuk menemukan

pengobatan mandiri yang tepat

B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi

pembaca. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata- kata

yang kurang berkenan, kami memohon kritik dan saran yang membangun

demi perbaikan di masa depan.

Vous aimerez peut-être aussi