Vous êtes sur la page 1sur 36

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN KASUS

TRAUMA ABDOMEN PADA TN. S DI DESA DIWEK

KABUPATEN JOMBANG

Dosen Pembimbing :
Alik Septian S.Kep.Ns.M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 8 :

1. Nur Aini
2. Nuratri Harmiani
3. Okvita Tri Susanti
4. Puji Rahayu N

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PEMKAB JOMBANG S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era modernisasi kemajuan di bidang teknologi transportasi dan semakin
berkembangnya mobilitas manusia berkendara di jalan raya menyebabkan kecelakaan yang
terjadi semakin meningkat serta angka kematian semakin tinggi. Kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab kematian 75% trauma tumpul abdomen, trauma abdomen merupakan
penyebab terbanyak kehilangan nyawa yang bersifat tragis, karena hal tersebut di atas akan
mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan dari organ-organ dalam rongga
abdomen atau mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen yang berakibat
kematian. Dalam kasus ini “ waktu adalah nyawa” dimana di butuhkan suatu penanganan
yang profesional yaitu cepat, tepat cermat dan akurat baik di tempat kejadian (pre hospital).
Dewasa ini trauma melanda dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan modern
penggunaan kendaraan automotif dan senjata api semakin luas. Sayangnya, penyakit akibat
trauma sering diterlantarkan sehingga trauma merupakan penyebab kematian utama pada
kelompok usia muda dan produktif diseluruh dunia.
Trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur dibawah 35 tahun.
Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor empat, tetapi pada kelompok
umur 15-25 tahun, merupakan penyebab kematian utama (Pusponegoro, 2010). Trauma
berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan
situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para psikolog menyatakan bahwa trauma
dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan
meningkatkan bekas. Biasanya bersifat negative dan dalam istilah psikologi disebut post
traumatic syndrome.
1.2Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi Trauma abdomen
2. Bagaimana EtiologiTrauma abdomen
3. Bagaiman KlasifikasiTrauma abdomen
4. Bagaimana Manifestasi KlinisTrauma abdomen
5. Bagaimana KomplikasiTrauma abdomen
6. Bagaimana Pemeriksaan DiagnostikTrauma abdomen
7. Bagaimana Penatalaksanaan MedisTrauma abdomen
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Trauma abdomen

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Trauma abdomen
2. Untuk Mengetahui EtiologiTrauma abdomen
3. Untuk Mengetahui KlasifikasiTrauma abdomen
4. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma abdomen
5. Untuk Mengetahui Komplikasi Trauma abdomen
6. Untuk Mengetahui Pemeriksaan DiagnostikTrauma abdomen
7. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan MedisTrauma abdomen
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR KELUARGA


2.1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2008).
Menurut UU No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya.
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan
budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan
sosial diri tiap anggota keluarga (Duval dan logan, 1986 dalam Setiadi, 2008).

2.1.2 Tipe Keluarga


Menurut Sri Setyowati (2007), Tipe keluarga dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Tipe Keluarga Tradisional
1) Keluarga Inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak-anak
2) Keluarga Besar (Exstended Family), adalah keluarga inti ditambah
dengan sanak saudara, misalnya nenek, keponakan, saudara sepupu,
paman, bibi, dan sebagainya.
3) Keluarga “Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan
istri tanpa anak.
4) “Single Parent” yaitu suatu rumah yang terdiri satu orang tua (ayah/ibu)
dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh
perceraian atau kematian
5) “Single Adult” yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang
dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk
bekerja/kuliah)
b. Tipe Keluarga Non Tradisional
1) The Unmarriedteenege Mother, yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua
(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah
2) The Stepparent Family, yaitu keluarga dengan orang tua tiri
3) Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan
saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama,
pengalaman yang sama: sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau
membesarkan anak bersama.
4) The Non Heterosexual ConhibitingFamily
Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan melalui
pernikahan
5) Gay And Lesbian Family
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana
suami-istri (marital partners)
6) Foster Family , yaitu keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga atau sudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga
yang aslinya
7) Homeless Family, yaitu keluarga yang terbentuk dan tidaknya mempunyai
perlindungan yang permanent karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi dan suatu problem kesehatan mental
8) Gang , yaitu sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang
muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai
perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan krminal dalam
kehdupannya.

2.1.3 Struktur Keluarga


Menurut Setiadi (2008), struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam,
diantaranya adalah:
a. Patrilineal, yaitu keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah
b. Matrilineal, yaitu keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu
c. Matrilokal, yaitu sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
istri
d. Patrilokal, yaitu sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami
e. Keluarga kawinan, yaitu hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembina
keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena
adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.1.4 Fungsi Keluarga


Menurut Setiadi (2008), terdapat beberapa fungsi keluarga, antara lain:
a. Fungsi Biologi
1) Untuk meneruskan keturunan
2) Memelihara dan membesarkan anak
3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
4) Memelihara dan merawat anggota keluarga
b. Fungsi Psikologi
1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman
2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga
3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
4) Memberikan identitas keluarga
c. Fungsi Sosialisasi
1) Membina sosial pada anak
2) Membina norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan
anak
3) Menaruh nilai-nilai budaya keluarga
d. Fungsi Ekonomi
1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga
3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak-anak, jaminan
hari tua dan sebagainya
e. Fungsi Pendidikan
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki
2) Mempersiapkan anak untuk kehiduoan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi peranannya sebagai orang dewasa
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya
Sedangkan menurut Effendy (1998) dalam (Setiadi, 2008), dari
berbagai fungsi diatas terdapat 3 fungsi pokok keluarga , yaitu:
a. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan
kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan
berkembang sesuai usia dan kebutuhannya
b. Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar
kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan anak-
anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual
c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap
menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa
depannya.

2.1.5 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan


Lima (5) tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan
menurut Friedman (1998), dalam (Murwani, 2008), yaitu:
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila
menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan
apa yang terjadi beberapa besar perubahannya.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan tepat agar
masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga
mempunyai keterbatasan seyogyanya meminta bantuan orang lain
dilingkungan sekitar keluarga.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Perawatan ini dapat dilakukan tindakan dirumh apabila keluarga
memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau
kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah
yang lebih para tidak terjadi.
d. Mempertahankan /menciptakan suasana rumah sehat
e. Mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan
masyarakat (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).

2.1.6 Tahap Perkembangan Keluarga


Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik,
namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Rodgers cit
Friedman, 1998).
Duval, 1997 dalam Sudiharto 2007 menjelaskan bahwa daur atau siklus
kehidupan keluarga terdiri dari delapan tahap perkembangan yang mempunyai
tugas dan risiko tertentu dalam tiap tahap perkembangannya.
a. Pasangan baru/keluarga baru (bargaining family)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan
perempuan membentuk keluarga melalui perkawainan sah dan meninggalkan
(psikologi) keluarga masing-masing: (pasangan baru menikah yang belum
mempunyai anak)
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah:
1) Membina hubungan intim/perkawinan yang saling memuaskan
2) Menetapkan tujuan bersama
3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok social
4) Persiapan menjadi orang tua
5) Mendiskusikan rencana memiliki anak dan memahami prenatal care
(pengertian kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua)

b. Keluarga dengan kelahiran anak pertama (child-bearing)


Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan.
Masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang akan menimbulkan krisis
keluarga. Studi klasik Le Master (1957) dari 46 orang tus dinyatakan 17% tidak
bermasalah, selebihnya bermasalah dalam hal:
1) Suami merasa diabaikan
2) Peningkatan perselisihan dan argument
3) Interupsi dalam jadwal kontinyu
4) Kehidupan seksual dan social terganggu dan menurun
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah:
1) Parsiapan menjadi orang tua
2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan
sexual dan kegiatan keluarga
3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan
4) Membagi peran dan tagging jawab
c. Keluarga dengan anak pra-sekolah
Tahap ini dimulai saat anak pertama/tertua berusia 2,5 tahun dan berakhir
saaat anak berusia 5 tahun. Tugas perkembangan disesuaikan dengan kebutuhan
pada anak pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kontak
sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya.
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah:
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal,
privasi dan rasa aman
2) Membantu anak bersosialisasi
3) Berdaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain
juga harus terpenuhi
4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar
keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang paling
repot)
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
7) Merencakana kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak
d. Keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah, anak tertua berusia 6 tahun
dan berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah
anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk:
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah:
1) Membantu sosialisasi anak: tetangga, sekolah dan lingkungan, termasuk
membantu anak-anak mencapai prestasi ayng baik di sekolah, membantu
anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya)
2) Mempertahankan keintiman pasangan/mempertahankan hubungan perkawinan
yang memuaskan
3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga
e. Keluarga dengan anak remaja
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir
sampai 6 -7tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah
orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi
tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri
menjadi lebih dewasa:
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah:
1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, mengingat
remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya
2) Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
4) Perubahan system peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga
f. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan
berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini
tergantung dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada anak yang belum
berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua:
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah:
1) Memperluas keluarga intim/harmonis menjadi keluarga besar, termasuk
penambahan anggota keluarga dengan kehadiran anggota keluarga yang baru
melalui pernikahan anak-anak yang telah dewasa.
2) Menata kembali hubungan perkawainan
3) Membantu orang tua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua
(menyiapkan datangnya proses penuaan termasuk timbulnya masalah-masalah
kesehatan)
4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
g. Keluarga usia pertengahan (middle age family)
Tahap ini dimulai pada saaat anak yang terakhir maninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal:
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah:
1) Mempertahankan kesehatan
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya, anak dan
cucu
3) Meningkatkan keakraban pasangan
h. Keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu
pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya
meninggal:
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah:
1) Mempertahankan suasana rumah uyang menyenangkan
2) Adaptasi dengan perubahan: kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan
3) Mempertahankan keakraban dengan pasangan dan saling merawat
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat
5) Melakukan life review (merenungkan hidupnya)

2.2 KONSEP DASAR TRAUMA ABDOMEN


2.2.1 DEFINISI
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera(Sjamsuhidayat, 1998).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
2.2.2 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
A. Trauma penetrasi
1. Luka tembak
2. Luka tusuk
B. Trauma non-penetrasi
1. Kompres
2. Hancur akibat kecelakaan
3. Sabuk pengaman
4. Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi .Kontusio dinding
abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis
atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai
tumor.
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus dieksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth&Brunner (2002) terdiri
dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertaioleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahlibedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka padathoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau
sayap kanan dan hatiharus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).
2.2.3 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinismenurut(sjamsuhidayat, 2010), melliputi : nyeri tekan
diatas daerah abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,
peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya
terdapat adanya jelass atau ruptur di bagian dalam abdomen: terjadi perdarahan
intra abdominal.Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga
fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan
gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
trauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tidak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat : terdapat luka robekan
pada abdomen, luka tusuk sampai menembus abdomen, biasanya organ yang
terkena penetrasi bisa perdarahan/ memperparah keadaan keluar dari dalam
abdomen.
2.2.4 PATOFISIOLOGI
Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan,
penghancuran atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau
struktur abdomen yang lain.Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada
setiap struktur didalam abdomen. Tembakan menyebabkan perforasi pada perut
atau usus yang menyebabkan peritonitis dan sepsis.
Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen
adalah :

1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan,


kehilangan darah dan shock.
2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,
mikroendokrin.
3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan
massif dan transfuse multiple
4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran
pencernaan dan bakteri ke peritoneum
5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas
rongga saluran pencernaan.

Limpa :

Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan


oleh trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal
dari limpa yang ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan di limpa.

Liver :

Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering
terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan
disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi
perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu.

Esofagus bawah dan lambung :

Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus.


Karena lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga
perlukaan jarang disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka
tembus langsung.

Pankreas dan duodenum :

Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi


trauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan
oleh perlukaan di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya
yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.
2.2.5 WOC

TRAUMA

Non Penetrasi Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen Tanda-tanda Sel darah


iritasi merah

Menekan saraf peritonitis Syok


hemoragik

Terjadi perdarahan jaringan lunak dari rongga abdomen Pola nafas


tidak efektif

Motilitas usus

Disfungsi usus

Refluks usus output cairan berlebih Nutrisi kurang dari kebutuhan

Gangguan cairan dan elektrolit

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik


2.2.6 KOMPLIKASI
Menurut smeltzer(2001) komplikasi yang di sebabkan karena adanya
trauma pada abdomen adalah dalam waktu segera dapat terjadi syok hemoragik
dan cidera, pada fase lanjut dapat terjadi infeksi, thrombosis vena,emboli
pulmonar, stress 4 ulserasi dan perdarahan, pneumonia, tekanan ulserasi,
ateletasis maupun sepsis
2.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula denganpemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpaterdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinanruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanyatrauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkankemungkinan trauma pada hepar.
2. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam ronggaperitoneum, udara
bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum danperubahan
gambaran usus.
3. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada salurankemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkanadanya trauma
pada saluran urogenital.
4. IVP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanyadimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
5. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah ataucairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
6. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderitayang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar danretroperitoneum.
B. Pemeriksaan khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangatberguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih
dari100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneumsetelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakanindikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untukmengetahui langsung
sumber penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dananus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
C. Penatalaksanaan Medis
1. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam ronggaperitonium, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomenakut.
3. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung padatrauma abdomen
4. Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5. Laparotomi
2.2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan yang di lakukan pada pasien trauma
abdomen adalah mengkaji ABCDE, lalu Pemasangan NGT untuk pengosongan isi
lambung dan mencegah aspirasi, Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung
kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi
rangsangan peritoneal : syok , bising usus tidak terdengar . prolaps visera melalui
luka tusuk , darah dalam lambung, buli-buli, rektum , udara bebas intraperitoneal ,
lavase peritoneal positif , cairan bebas dalam rongga perut.
1. Prarumah sakit
Penatalaksanaan awal sering kali menentukan hasil akhir. Fase ini dimulai
pada tempat kecelakaan dengan pengkajian cepat terhadap cedera-cedera yang
mengancam keselamatan jiwa. Setelah jalan nafas dipastikan, kemudian
pernafasan dan sirkulasi dievaluasi dan didukung. Resusitasi awal termasuk
kontrol terhadap hemoragi eksternal, melakukan terapi cairan intravena, dan
adakalanya pemasangan pneumatic anti shock garmet (PASG). Potensi
terhadap fraktur juga harus dimobilisasi sebelum dipindahkan.
2. Rumah sakit
Pengkajian dan perawatan yang dilakukan setibanya di rumah sakit dibagi
ke dalam empat fase : evaluasi primer, resusitasi, pengkajian sekunder, dan
perawatan definitive.
3. Evaluasi primer
Seperti halnya pada pengkajian prarumah sakit, evaluasi primer
mendeteksi masalah-masalah jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi, dan
menentukan kemungkinan ancaman terhadap jiwa dan anggota badan.
Informasi tentang mekanisme terjadinya cedera dan gambaran tentang
keadaan kecelakaan (seperti, stang roda mobil yang bengkak) akan
memberikan petunjuk tentang kemungkinan terjadinya cedera serius.
Pemeriksaan neurologic yang seksama juga dilakukan.
4. Resusitasi
Resusitasi seringkali mulai dilaksanakan selama evaluasi primer dan
mencakup tindakan terhadap kondisi-kondisi yang mengancam keselamatan
jiwa. Pasien dapat memerlukan intubasi endotrakeal, pemberian oksigen,
terapi cairan intravena, dan kontrol terhadap hemoragi. Kondisi-kondisi yang
mengancam keselamatan jiwa, misalnya tension, pneumotoraks terbuka,
hemotoraks massif, dan temppnade jantung, diatasi cepat. Kecuali adanya
kontraindikasi, kateter urine dan selang nasogastrik dipasang.
5. Pengkajian sekunder
Apabila kondisi pasien sudah berhasil distabilkan, riwayat kesehatan yang
lengkap, termasuk informasi tentang mekanisme terjadinya cedera, harus
diperoleh dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh harus dilakukan.
Pemeriksaan dapat mencakup elektrokardiogram (ECG), berbagi uji
laboratorium, dan periksaan radiologic. Jika diduga adanya cedera abdomen,
maka levage peritoneal diagnostic (DPL) juga diperlukan dilakukan.
6. Perawatan Definitif
Meskipun perawatan definitive dapat dimulai pada unit gawat darurat atau
ruang operasi, perawatan ini sebagian besar terdiri atas perawatan yang
diberikan pada unit rawat intensif, dan yang terakhir di bangsal bedah.
Pemantauan dan evaluasi yang konstan adalah penting dalam memudahkan
penatalaksanaan masalah-masalah yang ada. Elemen penting lainnya dari
perawatan definitive termasuk evaluasi tanda-tanda serta gejala-gejala baru,
penatalaksanaan terhadap kondisi-kondisi medis yang sudah ada terlebih
dahulu, identifikasi cedera yang terlewatkan selama tindakan terhadap
masalah-masalah yang mengancam jiwa.
Menurut smeltzer (2001) komplikasi yang disebabkan karena adanya trauma
pada abdomen adalah dalam waktu segera dapat terjadi syok hemoragik dan
cidera, pada fase lanjut dapat terjadi infeksi, thrombosis vena, emboli pulmonary,
stress, ulserasi dan perdarahan, pneumonia, tekanan ulserasi, ateletasis maupun
sepsis.
BAB III
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

1.1 Identitas Keluarga


a. Nama : Ny. T
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Alamat : Diwek
b. Nama : Tn. H
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Suku : Jawa
Alamat : Diwek
Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Suku : Jawa
Alamat : Diwek

Riwayat Keperawatan (Nursing History)


1. Keluhan utama :
Pasein mengatakan nyeri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan mau beli jamu naik sepeda ontel kemudian di tabrak dari belakang
oleh sepeda montor, kejadiannya jam 8 malam, kemudian dibawah ke puskesmas tebu
ireng, lalu dibawah ke UGD jam 9 malam.
3. Riwayat Kesehatan Terdahulu :
Pasien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit akibat sakit tipes
4. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit
seperti hipertensi, asma, dan diabetes
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan :
Pasien mengatakan bahwa lingkungan dirumahnya bersih dan kering
1.2 Riwayat Perkembangan Keluarga
1. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Tahap perkembangan keluarga saat ini adalah tahap perkembangan keluarga
dengan anak balita. Tahap ini dimulai ketika anak pertama berusia 42 tahun dan anak ke
dua berusia 35 tahun.
2. Tugas Perkembangan Keluarga
Tugas perkembangan keluarga Tn. S dapat dijalankan dengan baik. Tugas
perkembangan keluarga Tn. S termasuk dalam tugas perkembangan keluarga dengan
anak remaja, yang terdiri dari :
 Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja
yang sudah bertambah dan meningkat otonominya
 Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan,
kecurigaan dan permusuhan
 Perubahan system peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga

1.3 Struktur Keluarga


1. Pola Komunikasi
Apabila ada masalah selalu memecahkan dengan cara bermusyawarah
2. Peran dalam Keluarga
Peran dalam keluarga Ny. J dapat dijalankan dengan baik, tidak terdapat masalah
dalam menjalankan masing-masing peran dalam keluarga. Dimana peran keluarga
tersebut meliputi sebagai berikut :
 Tn. S Sebagai kepala keluarga atau orang tua dari Ny. T dan Tn. H
 Ny. T sebagai anak pertama Tn. S dapat menjalankan kewajiban sebagai anak
pertama dengan cara merawat Tn. S seperti mencuci pakaian
 Tn. H sebagai anak kedua Tn. S dapat menjalankan kewajiban sebagai anak kedua
dengan cara membantu menafkahi Tn. S
3. Nilai / Norma Keluarga
Nilai / norma keluarga Tn. S tidak terdapat konflik. Nilai / norma yang berlaku
dalam keluarga menyesuaikan dengan nilai Agama Islam yang dianutnya seperti :
mengaji, sholat, dll. Sedangkan norma yang berkaitan dengan kesehatan adalah apabila
terdapat keluarga yang sakit maka keluarga akan memeriksakan ke sarana kesehatan.

1.4 Fungsi Keluarga


1. Fungsi Afektif
Anggota keluarga saling menyayangi dan saling menghargai satu dengan yang
lain. Cara keluarga dalam mengekspresikan kasih sayang dengan memberikan nasihat,
misalnya Tn. S memberikan nasehat kepada kedua anaknya Ny. T dan Tn. H ketika
anaknya bersalah dalam melakukan kewajiban sebagai anak, dalam hal ini sang anak juga
memperhatikan nasehat dengan baik dan tidak pernah membantah.
2. Fungsi Sosial
Interaksi dan hubungan didalam keluarga sangat baik. Selain itu keluarga dapat
bersosialisasi baik dengan tetangganya.
3. Fungsi Ekonomi
Ekonomi keluarga Tn. S baik. Hal ini dapat dilihat dari rumah yang dijadikan
tempat tinggal Tn. S termasuk dalam tipe rumah permanen dan lantai terbuat dari
keramik.
4. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga Tn. S baik. Pengetahuan tentang masalah kesehatan
kurang baik, pencegahan penyakit yang dilakukan oleh keluarga Tn. S baik, perawatan
penyakit dan pemanfaatan kesehatan juga baik

1.5Pola Koping Keluarga


Keluarga dapat mengatasi stressor (masalah) dengan baik. Strategi koping yang
digunakan oleh keluarga ketika mengahadapi masalah adalah dengan memecahkan masalah
tersebut secara bermusyawarah.
No Nama Umur Gender Hubungan Pendidikan Pekerjaan Status
(L/P) dengan Kesehatan
KK
1. Tn. 66 th L Ayah SD - Penderita
trauma
abdomen
2. Ny. T 42 th P Anak SMK Ibu rumah Sehat
tangga
3. Tn. H 35 th L Anak SMK Swasta Sehat

Tipe Keluarga :
Tipe keluarga Tn. S adalah keluarga inti yang terdiri dari ayah Tn. S dan anak Ny. T dan
anak Tn. H

1.6 Pola Aktivitas Sehari-hari


Aktifitas Tn. S Ny. T Tn. Y
Pola makan 3 x/hari 3 x/hari 3x/hari
Pola minum Tiap jam 2 jam 2 jam
sekali sekali
Istirahat 3x/hari 2x/hari 2x/hari
Pola BAK 7 x/hari 5 x/hari 5x/hari
Pola BAB 2x/hari 5x/hari 2 x/hari
Pola kebersihan diri 2 x/hari 2 x/hari 2 x/hari
Olahraga - - -

1.7 Perilaku Tidak Sehat


Keluarga Tn. S selalu memasak sendiri dirumah dan minum air putih biasa. Sarana kesehatan
yang digunakan adalah Puskesmas, keluhan yang dirasakaan pusing dan nyeri.

1.8 Spiritual
Keluarga Tn. S taat beribadah. Tidak terdapat distress spiritual.
1.9 Psikososial
Keadaan emosi keluarga Tn. S pada saat dilakukan pengkajian dan intervensi sangat baik.
Keluarga tidak marah, sedih, ketakutan, putus asa, ataupun stress. Interaksi keluarga dengan
orang lain sangat baik. Keluarga tidak menarik diri dari lingkungan, tidak terdapat konflik
dalam keluarga, tidak terdapat penurunan harga diri, tidak terdapat gangguan gambaran diri.

1.10 Faktor Resiko Masalah Kesehatan


Keluarga Tn. Sselalu memeriksakan kesehatan ke Poskesdes jika terdapat keluarga yang
sakit, social keluarga Tn. S tergolong dalam social ekonomi yang cukup. Hal ini dapat
dibuktikan dari jenis bangunan tempat tinggal Tn. S termasuk dalam bangunan permanen
dan lantai terbuat dari keramik.
Lingkungan rumah Tn. S bersih dan ventilasi baik. Hubungan didalam keluarga Tn. S
harmonis tidak terdapat obesitas maupun kurang gizi dalam keluarga Tn. S

1.11 Tugas Kesehatan dalam Keluarga


1. Mengenal masalah dalam keluarga
2. Memutuskan masalah
Dalam keluarga Tn. S yang memutuskan adanya setiap masalah adalah Tn. S
3. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
4. Berfikir untuk memodifikasi lingkungan yang ada
5. Kemampuan untuk menggunakan fasilitas yang ada
Kemampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas kesehatan yang ada sangat
baik. Hal ini dapat dibuktikan dari penggunaan Puskesmas yang digunakan keluarga
untuk memeriksakan anggota keluarga yang sakit. Misalnya, pada saat Ny. T dan Tn. H
sakit maka keluarga akan membawa Ny. T dan Tn. H berobat ke Puskesmas.

1.12 Pemeriksaan Fisik


Tanda Vital Tn. S Ny. T An. Y

TD 140/70 mmHg 130/80 mmHg 110/70 mmHg


Nadi 86 x/menit 82x/menit 88 x/menit

RR 22 x/menit 20x/menit 20 x/menit

Suhu 36,8 0C 36,5 0C 36,7 0C

Status Mental Tn. S Ny. T Tn. H


Bingung Tidak Bingung Tidak Bingung Tidak Bingung
Cemas Tidak Cemas Tidak Cemas Tidak Cemas
Disorientasi Tidak Tidak Tidak
Disorientasi Disorientasi Disorientasi
Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi
Menarik diri Tidak Menarik Tidak Menarik Tidak Menarik
diri diri diri

System Kardiovaskuler Tn. S Ny. T Tn. S


Aritmia Tidak ada keluhan jantung pada keluarga Tn.
Nyeri dada S , tidak aritmia, nyeri dada, distensi vena
Distensi vena jugularis jugularis, dan jantung berdebar
Jantung berdebar
Nyeri Ny. J An. T An. Y
Spesifik
Lokasi
Tidak Terkaji

Tidak Terkaji

Tidak Terkaji
Tipe

Durasi

Intensitas

System Pernafasan Tn. S Ny. T Tn. H


Stridor Tidak ada keluhan system pernafasan pada
Whezing keluarga Tn. S
Ronkhi
Akumulasi sputum

System Tn. S Ny. T Tn. H


Integumen
Sianosis Tidak sianosis Tidak sianosis Tidak sianosis
Akral dingin Akral hangat Akral hangat Akral hangat
Diaphoresis Tidak diaphoresis Tidak diaphoresis Tidak diaphoresis
Jaundice Tidak jaundice Tidak jaundice Tidak jaundice
Luka Tidak ada luka Tidak ada luka Tidak ada luka
Mukosa mulut Mukosa mulut kering Mukosa mulut kering Mukosa mulut
kering
CRT > 2 detik CRT <2 detik CRT <2 detik CRT <2 detik
System Tn. S Ny. T Tn. H
Perkemihan
Dysuria Tidak Dysuria Tidak Dysuria Tidak Dysuria
Hematuria Tidak Hematuria Tidak Hematuria Tidak Hematuria
Frekuensi 10x/hari 5x/hari 5x/hari
Retensi Tidak Retensi Tidak Retensi Tidak Retensi
Inkontinensia Tidak Tidak Tidak
Inkontinensia Inkontinensia Inkontinensia

System Muskuloskeletal Tn. S Ny. T Tn. H


Tonus otot kurang ada keluhan system musculoskeletal pada Tn.
Paralisis S
Hemiparesis
ROM kurang
Gangguan keseimbangan

System Pencernaan Tn. S Ny. T Tn. H


Intake cairan kurang Tidak ada keluhan pada system pencernaan
Mual-muntah keluarga Tn. S
Nyeri perut
Muntah darah
Flatus
Distensi abdomen
Colostomy
Diare
Konstipasi
Bising usus
Terpasang sonde
System Persyarafan Tn. S Ny. T Tn. H
Nyeri kepala ada keluhan pada system persyarafan Tn. S
Pusing kepala pusing dan nyeri
Tremor
Reflek pupil anisokor
Paralisis lengan kiri/lengan
kanan/kaki kiri/kaki kanan
Anastesi daerah perifer

Riwayat Pengobatan Tn. S Ny. T Tn. H


Alergi obat Tidak alergi obat Tidak alergi obat Tidak alergi obat
Jenis obat yang Inf.P2 1500 cc Tidak mengkonsumsi Tidak mengkonsumsi
dikonsumsi Inj.Penitoin, obat obat
inj.parasetamol
inj.ranitidine
Inj.nimodipine

1.13 Pengkajian Lingkungan


Ventilasi keluarga Tn. S bagus, pencahayaan baik lantai keramik namun kebersihan rumah
kurang dan jenis bangunan permanen.

3.14 Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Intoleransi Aktivitas dengan keadaan Ny. J b.d kelemahan dan program
perawatan/pengobatan jangka panjang
Kriteria Bobot Skor Total Pembenaran / Alasan
Sifat masalah 1 Actual : 3 1/3x 2=0,6 Ny. J mengalami keadaan
 Kurang / tidak Risiko : 2 mudah lelah karena
sehat Potensial : 1 penyakit diabetes
 Ancaman mellitusnya
 Krisis
Kemungkinan 2 Mudah : 2 1 x 2 = 0,7 Butuh waktu lama unbtuk
masalah untuk Sebagian : 1 mengembalikan keadaan
dipecahkan Tidak dapat : 0 Ny. J untuk dapat
 Mudah beraktivitas seperti semula
 Sebagian
 Tidak dapat
Potensi masalah untuk 1 Tinggi : 3 2/3 x 3 = 2 Saat merasa demam Ny. J
dicegah Cukup : 2 mengkonsumsi mixagrip
 Tinggi Rendah : 1 untuk meredakan demam
 Cukup
 Rendah

Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi : 2/3 x 1 = 0,67 Saat sakit Ny. J tidak
 Segera diatasi 2 langsung membawa ke RS
 Tidak segera Tidak segera karena pasien dan
di atasi diatasi : 1 keluarga mengira penyakit
 Masalah tidak Tidak biasa
dirasakan dirasakan
adanya
masalah : 0
Total scoring 4,27
Analisa data

00085 Hambatan Mobilitas Fisik


NS. DIAGNOSIS
: Domain 4 : Aktivitas / istirahat

(NANDA-I) Kelas 2 : Aktivitas / olahraga

Keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstermitas


DEFINITION: secara mandiri dan terarah

 Gangguan sikap berjalan


 Gerak lambat
DEFINING  Gerak spastik
CHARACTERIS  Kesulitan membolak-balik posisi
TICS  Ketidaknyamanan
 Tremor akibat bergerak
 Penurunan waktu reaksi

 Ansietas
 Fisik tidak bugar
 Gangguan Muskuloskeletal
 Intoleran aktivitas
RELATED
 Kaku sendi
FACTORS:
 Nyeri
 Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas
 Nyeri
 Penurunan massa otot
Subjective data entry Objective data entry
Anak pasien mengatakan Tn. S
- Klien tampak meringis kesakitan
kepalanya pusing, nyeri kepala
saat nyeri hilang timbul
abdomen (kuadran 3) memar
- TTV :
P : anak pasien mengatakan Tn. S saat Suhu : 36,8
miring kanan dan kiri TD : 140/80 mmHg
Q : nyeri hilang timbul Nadi : 86 x/menit
ASSESSMENT

R : nyeri di kaki sebelah kanan dan RR : 22 x/menit

SESSMENT
kepala
S : skala 4
T : waktu tidak tentu
Ns. Diagnosis (Specify)
Client
DIAGNOSIS

Hambatan Mobilitas fisik


Diagnostic
Related to:
Statement:
Nyeri dan cedera fisik
INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx. Kep Sasaran Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


/Respon
Hambatan Pasien dan Tn. S dapat Keluarga dapat Pengaturan posisi
mobilitas keluarga beraktivitas seperti mengerti dan  Tempatkan
fisik b.d sedia kala memahami yang (pasien diatas /
cidera fisik disampaikan tempat matras)
 Jelaskan pada
pasien bwahwa
badan akan
dibalik
 Mobilisasi atau
sokong bagian
tubuh yang
terkena dampak
dengan tepat
 Gunakan alat-
alat yang tepat
dalam
menyokong
anggota tubuh
pasien.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

NO DIAGNOSA TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF


KEPERAWATAN
1. Hambatan Mobilitas 26, Sept 1. Menganjurkan S : sadar,
Fisik 2018 pasien mengeluh nyeri
mengungkapkan kepala, paha
secara verbal O : k/u lemah,
R: GCS : 356
 Anak Px A : Hambatan
mengatakan Mobilitas Fisik
bicaranya Tn. P : intervensi
S tidak jelas, dilanjutkan
Tn S pusing
dan nyeri
 Anak Tn. S
mengatakan
Px
mengatakan
energy tidak
seperti
sebelumnya
2. Melakukan HE
untuk
mengurangi
aktivitas
R:
 Px dan
keluarga
mengerti dan
memahami
yang
disampaikan
3.Melakukan HE
tentang kebutuhan
tidur dan istirahat
R:
 Px dan keluarga
memahami
yang
disampaikan
4.Melakukan HE
tentang
kebutuhan
nutrisi
LAMPIRAN

Vous aimerez peut-être aussi