Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KABUPATEN JOMBANG
Dosen Pembimbing :
Alik Septian S.Kep.Ns.M.Kes
1. Nur Aini
2. Nuratri Harmiani
3. Okvita Tri Susanti
4. Puji Rahayu N
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Trauma abdomen
2. Untuk Mengetahui EtiologiTrauma abdomen
3. Untuk Mengetahui KlasifikasiTrauma abdomen
4. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma abdomen
5. Untuk Mengetahui Komplikasi Trauma abdomen
6. Untuk Mengetahui Pemeriksaan DiagnostikTrauma abdomen
7. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan MedisTrauma abdomen
BAB II
PEMBAHASAN
Limpa :
Liver :
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering
terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan
disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi
perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu.
TRAUMA
Motilitas usus
Disfungsi usus
Kelemahan fisik
A. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula denganpemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpaterdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinanruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanyatrauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkankemungkinan trauma pada hepar.
2. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam ronggaperitoneum, udara
bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum danperubahan
gambaran usus.
3. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada salurankemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkanadanya trauma
pada saluran urogenital.
4. IVP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanyadimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
5. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah ataucairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
6. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderitayang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar danretroperitoneum.
B. Pemeriksaan khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangatberguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih
dari100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneumsetelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakanindikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untukmengetahui langsung
sumber penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dananus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
C. Penatalaksanaan Medis
1. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam ronggaperitonium, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomenakut.
3. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung padatrauma abdomen
4. Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5. Laparotomi
2.2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan yang di lakukan pada pasien trauma
abdomen adalah mengkaji ABCDE, lalu Pemasangan NGT untuk pengosongan isi
lambung dan mencegah aspirasi, Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung
kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi
rangsangan peritoneal : syok , bising usus tidak terdengar . prolaps visera melalui
luka tusuk , darah dalam lambung, buli-buli, rektum , udara bebas intraperitoneal ,
lavase peritoneal positif , cairan bebas dalam rongga perut.
1. Prarumah sakit
Penatalaksanaan awal sering kali menentukan hasil akhir. Fase ini dimulai
pada tempat kecelakaan dengan pengkajian cepat terhadap cedera-cedera yang
mengancam keselamatan jiwa. Setelah jalan nafas dipastikan, kemudian
pernafasan dan sirkulasi dievaluasi dan didukung. Resusitasi awal termasuk
kontrol terhadap hemoragi eksternal, melakukan terapi cairan intravena, dan
adakalanya pemasangan pneumatic anti shock garmet (PASG). Potensi
terhadap fraktur juga harus dimobilisasi sebelum dipindahkan.
2. Rumah sakit
Pengkajian dan perawatan yang dilakukan setibanya di rumah sakit dibagi
ke dalam empat fase : evaluasi primer, resusitasi, pengkajian sekunder, dan
perawatan definitive.
3. Evaluasi primer
Seperti halnya pada pengkajian prarumah sakit, evaluasi primer
mendeteksi masalah-masalah jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi, dan
menentukan kemungkinan ancaman terhadap jiwa dan anggota badan.
Informasi tentang mekanisme terjadinya cedera dan gambaran tentang
keadaan kecelakaan (seperti, stang roda mobil yang bengkak) akan
memberikan petunjuk tentang kemungkinan terjadinya cedera serius.
Pemeriksaan neurologic yang seksama juga dilakukan.
4. Resusitasi
Resusitasi seringkali mulai dilaksanakan selama evaluasi primer dan
mencakup tindakan terhadap kondisi-kondisi yang mengancam keselamatan
jiwa. Pasien dapat memerlukan intubasi endotrakeal, pemberian oksigen,
terapi cairan intravena, dan kontrol terhadap hemoragi. Kondisi-kondisi yang
mengancam keselamatan jiwa, misalnya tension, pneumotoraks terbuka,
hemotoraks massif, dan temppnade jantung, diatasi cepat. Kecuali adanya
kontraindikasi, kateter urine dan selang nasogastrik dipasang.
5. Pengkajian sekunder
Apabila kondisi pasien sudah berhasil distabilkan, riwayat kesehatan yang
lengkap, termasuk informasi tentang mekanisme terjadinya cedera, harus
diperoleh dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh harus dilakukan.
Pemeriksaan dapat mencakup elektrokardiogram (ECG), berbagi uji
laboratorium, dan periksaan radiologic. Jika diduga adanya cedera abdomen,
maka levage peritoneal diagnostic (DPL) juga diperlukan dilakukan.
6. Perawatan Definitif
Meskipun perawatan definitive dapat dimulai pada unit gawat darurat atau
ruang operasi, perawatan ini sebagian besar terdiri atas perawatan yang
diberikan pada unit rawat intensif, dan yang terakhir di bangsal bedah.
Pemantauan dan evaluasi yang konstan adalah penting dalam memudahkan
penatalaksanaan masalah-masalah yang ada. Elemen penting lainnya dari
perawatan definitive termasuk evaluasi tanda-tanda serta gejala-gejala baru,
penatalaksanaan terhadap kondisi-kondisi medis yang sudah ada terlebih
dahulu, identifikasi cedera yang terlewatkan selama tindakan terhadap
masalah-masalah yang mengancam jiwa.
Menurut smeltzer (2001) komplikasi yang disebabkan karena adanya trauma
pada abdomen adalah dalam waktu segera dapat terjadi syok hemoragik dan
cidera, pada fase lanjut dapat terjadi infeksi, thrombosis vena, emboli pulmonary,
stress, ulserasi dan perdarahan, pneumonia, tekanan ulserasi, ateletasis maupun
sepsis.
BAB III
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
Tipe Keluarga :
Tipe keluarga Tn. S adalah keluarga inti yang terdiri dari ayah Tn. S dan anak Ny. T dan
anak Tn. H
1.8 Spiritual
Keluarga Tn. S taat beribadah. Tidak terdapat distress spiritual.
1.9 Psikososial
Keadaan emosi keluarga Tn. S pada saat dilakukan pengkajian dan intervensi sangat baik.
Keluarga tidak marah, sedih, ketakutan, putus asa, ataupun stress. Interaksi keluarga dengan
orang lain sangat baik. Keluarga tidak menarik diri dari lingkungan, tidak terdapat konflik
dalam keluarga, tidak terdapat penurunan harga diri, tidak terdapat gangguan gambaran diri.
Tidak Terkaji
Tidak Terkaji
Tipe
Durasi
Intensitas
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi : 2/3 x 1 = 0,67 Saat sakit Ny. J tidak
Segera diatasi 2 langsung membawa ke RS
Tidak segera Tidak segera karena pasien dan
di atasi diatasi : 1 keluarga mengira penyakit
Masalah tidak Tidak biasa
dirasakan dirasakan
adanya
masalah : 0
Total scoring 4,27
Analisa data
Ansietas
Fisik tidak bugar
Gangguan Muskuloskeletal
Intoleran aktivitas
RELATED
Kaku sendi
FACTORS:
Nyeri
Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas
Nyeri
Penurunan massa otot
Subjective data entry Objective data entry
Anak pasien mengatakan Tn. S
- Klien tampak meringis kesakitan
kepalanya pusing, nyeri kepala
saat nyeri hilang timbul
abdomen (kuadran 3) memar
- TTV :
P : anak pasien mengatakan Tn. S saat Suhu : 36,8
miring kanan dan kiri TD : 140/80 mmHg
Q : nyeri hilang timbul Nadi : 86 x/menit
ASSESSMENT
SESSMENT
kepala
S : skala 4
T : waktu tidak tentu
Ns. Diagnosis (Specify)
Client
DIAGNOSIS