Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Kriteria:
A. Latar belakang
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak.
Hospitalisasi adalah suatu kondisi seseorang karena sakit dan masuk rumah sakit atau
selama seseorang berada di rumah sakit karena sakit (Dorland, 2000). Hospitalisasi
menimbulkan suatu kondisi krisis baik bagi anak maupun keluarganya (Nursalam,
Rekawati & Utami, 2005). Dalam hal ini persepsi anak terhadap penyakit berbeda-beda.
Hal ini dipengaruhi oleh tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya
terhadap sakit, sistem pendukung yang ada, dan kemampuan koping anak (Hockenberry,
& Wilson, 2009). Oleh karena itu, sebagai perawat perlu memahami stresor dan reaksi
anak selama sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai tahap perkembangan anak.
Stres yang dialami oleh anak dan keluarga akibat hospitalisasi dapat disebabkan oleh
perubahan lingkungan yang berbeda dengan lingkungan rumah, kehilangan kendali atas
tubuhnya, ancaman dari penyakit serta adanya persepsi yang tidak menyenangkan
tentang rumah sakit disebabkan oleh pengalaman dirawat sebelumnya maupun
pengalaman orang lain (Hidayat, 2005). Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi
anak dapat menjadi suatu pengalaman yang dapat menimbulkan trauma baik pada anak
maupun orang tua sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang sangat berdampak pada
kerjasama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit (Hallstrom
and Elander, 1997; Brewis, 1995; Brennan, 1994). Penelitian lain oleh Subardiah
(2009) menyatakan pengalaman anak dirawat sebelumnya akan mempengaruhi respon
anak terhadap hospitalisasi, hal ini dapat memberi gambaran kepada anak yang akan
dialaminya sehingga akan mempengaruhi respon anak seperti tindakan yang
menyakitkan dan pengalaman kemampuan mengendalikan kondisi stres tersebut.
Menurunkan stress pada anak dan penting unuk kesejahteraan mental dan emosional.
Bermain merupakan satu cara yang paling efekif untuk menurunkan stress pada anak dan
penting untuk kesejahteraan mental dan emosional(champbell dan glasser 1995).
Bermain bukan sekedar mengisi waktu tapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya
makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan menemukan kekuatan
serta kelemahannya sendiri minatnya, cara menyelesaikan tugas tugasnya dalam bermain
(Soetjiningsing 1995).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah dilakukan terapi bermain pada anak di ruang Tumbuh Kembang Anak
RSUD Sam Ratulangi Tondano selama 30 menit, diharapkan dapat menurunkan
kecemasan yang dirasakan anak selama dirawat di RS.
2. Tujuan Khusus :
a. Anak bisa merasa senang dan tidak takut lagi dengan dokter dan perawat
b. Menstimulasi perkembangan motoric halus anak
c. Melatih keterampilan anak
d. Melatih kemampuan konsentrasi anak
e. Dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebaya yang dirawat di
ruang yang sama
f. Permainan sebagai terapeutik
C. Manfaat
1. Manfaat terapeutik yaitu untuk memfasilitasi proses penyembuhan, dimana dapat
menurunkan dampak hospitalisasi dan menurunkan kejenuhan terhadap situasi RS.
2. Sabagai sarana orang tua untuk mengetahui situasi hati anak saat bermain.
3. Memberi sarana distraksi dan relaksasi bagi anak
4. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing
5. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat anak
6. Memberi cara mencapai tujuan terapeutik
D. Struktur :
1. Leader : Anggrainy Lombogia
Tugas:
a. Membuka acara, memperkenalkan nama-nama terapis
a. Menjelaskan tujuan terapi bermain
b. Menjelaskan aturan terapi permainan
2. Co-Leader : Thalia Siangka
Tugas
a. Membantu leader dalam mengorganisir kegiatan
b. Menyampaikan jalannya kegiatan
c. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader dan sebaliknya
3. Observer : Olivia Djeramu
Tugas:
Mengevaluasi jalannya kegiatan
4. Fasilitator : Prity, Mili, Ribka, Vanesia
Tugas :
a. Memfasilitator kegiatan yang diharapkan
b. Memotivasi peserta agar mengikuti kegiatan
c. Sebagai Role Model selama kegiatan
E. Kriteria Anggota Kelompok
1. Kelompok bermain anak pra-sekolah
2. Anak yang bermain kooperatif
3. Anak yang bermain dapat dibawa ke ruangan bermain
4. Anak tidak menangis
F. Alat Bantu
1. Puzle
3 5 menit Penutup:
1. Leader menghentikan Selesai bermain
permainan
2. Menanyakan perasaan Mengungkapkan perasaan
anak
3. Menyampaikan hasil Mendengarkan
permainan
4. Memberikan hadiah Senang
pada anak yang cepat
dalam menyusun
puzzle
5. Membagikan hadiah Senang
pada semua anak yang
bermain
6. Menanyakan perasaan Mengungkapkan perasaan
anak
7. Co leader menutup Mendengarkan
acara
8. Mengucapkan salam Menjawab salam
E. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Yang diharapkan:
- Alat-alat yang digunakan lengkap
- Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
2. Evaluasi Proses
Yang diharapkan:
- Terapi dapat berjalan dengan baik
- Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
- Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
- Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya
3 . Evaluasi Hasil
Yang diharapkan:
- Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menyusun puzzle kemudian
berhasil
- Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
- Anak merasa senang
- Anak tidak takut lagi dengan perawat
- Orang tua dapat mendamping kegiatan anak sampai selesai
- Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan terapi bermain
Lampiran materi :
A. PENGERTIAN PERKEMBANGAN
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-
sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi,
intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih,
1998).
Menurut Joyce Engel (1999), yang dikatakan anak usia pra sekolah adalah anak-anak
yang berusia berkisar 3-6 tahun. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk mengukur
tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu:
1. Aspek fisik
2. Aspek motorik
3. Aspek bahasa
4. Aspek kognitif
5. Aspek sosialisasi
Bermain dengan cara menyusun pazel pada dasarnya tidak hanya membantu
mengembangkan kemampuan motorik anak saja tetapi juga berperan penting dalam proses
pengembangan kognitif klien dan emosional klien, serta membantu klien untuk menggunakan
kemampuan bahasanya dengan bertanya sehingga klien akan terbiasa dengan proses
sosialisasi dengan orang, lingkungan dan kondisi disekitarnya. Ketika anak sudah mampu
bermain menyusun pazel secara lancar maka dia sudah siap untuk meningkatkan
kemampuannya ke tingkat yang lebih lanjut seperti bersosialisasi dengan orang lain seperti
mengenalkan diri
B. STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-5 TAHUN
Stimulasi yang diperlukan anak usia 3-5 tahun adalah:
1. Gerakan kasar, dilakukan dengan memberi kesempatan anak melakukan permainan yang
melakukan ketangkasan dan kelincahan.
2. Gerakan halus, dirangsang misalnya dengan membantu anak belajar menggambar.
3. Bicara bahasa dan kecerdasan, misalnya dengan membantu anak mengerti satu separuh
dengan cara membagikan kue.
4. Bergaul dan mandiri, dengan melatih anak untuk mandiri, misalnya bermain ke tetangga
(Suherman, 2000)
Hidayat, A.A.A. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak I. Jakarta: Salemba Medika.
Hockenberry,M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing (7th ed.).
St. Louis: Elsevier Mosby.
Wong, D. L., Hockenberry, M., Eaton, Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz, P.
(2009). Buku ajar: Keperawatan pediatrik. Edisi 6. (Alih bahasa: Hartono. A.,
Kurnianingsih. S., & Setiawan). Jakarta: EGC.