Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa
kanak-kanak. Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering
dirumah sakit anak dan berakibat kehilangan 5-7 hari sekolah.
Sebanyak 10-15% pada anak laki-laki dan 7-10% pada anak
perempuan. Sebelum pubertas anak laki-laki 2 kali lebih banyak
menderita asma daripada anak wanita. Setelah masa pubertas
insiden menurut jenis kelamin sama.
Asma dapat menyebabkan gangguan psikososial pada keluarga,
namun dengan pengobatan yang tepat, pengendalian gejala menjadi
lebih baik.(1)
A.Definisi
Batasan asma yang lengkap mengambarkan konsep inflamasi sebagai
dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA. Asma didefinisikan
sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang
berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. pada orang yang
rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi (wheezing) berulang-
ulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk yang disebabkan oleh
kontriksi atau spasme otot bronkus, khususnya malam hari. Gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun
bervariasi yang paling tidak sebagian bersifat reversibal baik secara spontan
maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (1,2,3,4)
B. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan
utama adalah reaksi yang berlebihan dari trakea dan bronkus
(hiperreaktivitas bronkus). Hiperreaktivitas bronkus ini belum diketahui
dengan jelas penyebabnya. Namun diduga karena adanya hambatan
sebagian sistem adrenergic-beta, kurangnya enzim adenil siklase dan
meningginya tonus system parasimpatis. Keadaan demikian cenderung
meningkatkan tonus parasimpatis bila ada rangsangan sehingga terjadi
spasme bronkus. Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan
banyak faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas
tersebut, karena itu asma disebut penyakit multifaktorial. (1,2)
C. KLASIFIKASI
Secara arbiteri KNAA membagi asma anak menjadi 3 derajat penyakit
:
Parameter klinis, Asma Episodik Asma Episodik Asma Persisten
kebutuhan obat, dan Jarang ( Asma Sering ( Asma ( Asma Berat )
faal paru Ringan ) Sedang )
1.Frekuensi < 1 X / bulan > 1 X / bulan Sering
serangan
2.Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
3.Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4.Diantara Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
serangan malam
5.Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
6.Pemeriksaan fisis Normal ( tidak Mungkin terganggu Tidak pernah normal
diluar serangan ditemukan (ditemukan
kelainan ) kelainan)
7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid Perlu steroid
( anti inflamasi )
8.Uji faal paru PEF / FEV > 80 PEF / FEV 60 – PEF / FEV < 60
(diluar serangan ) % 80 % % variabilitas 20 –
30 %
9.Variabilitas faal Variabilitas > 15 % Variabilitas > 30 % Variabilitas > 50 %
paru(bila ada
serangan )
D. PATOFISIOLOGI
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan
napas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos
bronkus, edema mukosa karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan
mucus. Sumbatan yang terjadi tidak seragam atau merata diseluruh paru.
Atelektasis segmental dan subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan
napas menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas, terperangkapnya
udara ( air trapping ), dan distensi paru berlebihan ( hiperinflasi ).
Perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata diseluruh jaringan
bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perkusi
( ventilation – perfusion mismatch ).
Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga
terjadi peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yamg
diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat
makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas,
sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumothoraks. Peningkatan
tekanan Intrathorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan
mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan
peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada
awal serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi
sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik.
Selanjutnya pada obstruksi jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan
otot napas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia
dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang
cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus
diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain itu
dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi
laktat oleh otot napas.(1,2,4,5)
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat
hiperreaktifitas bronkus, dibagi dalam 3 stadium yaitu :
1. Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena
infiltrasi dan batuk kering. Sputum bersifat kental dan mengumpul
merupakan benda asing yang merangsang batuk.
2. Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak disertai dengan batuk, dengan
dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak mulai merasa
sesak nafas dan akan berusaha bernafas lebih dalam, ekspirium
memanjang dan terdengar bunyi mengi, tampak nafas tambahan
turut bekerja. Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan
mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk,
tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi , tampak gelisah,
pucat dan sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk kedepan dan
lebih bulat serta pergerakan dinding dada lambat pada pernafasan.
Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernafasan abdominal,
retraksi suprasternal dan interkostal.
3. Stadium III
Obstruksi dan spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit
sehingga suara nafas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat
berbahaya karena sering disangka ada perbaikan, juga batuk seperti
ditekan, pernafasan dangkal, tidak teratur, dan frekuensi nafas yang
mendadak meninggi.(2)
F. DIAGNOSIS
Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Serangan batuk dan mengi yang berulang sering lebih nyata pada
malam hari yang dapat dipicu bila ada beban fisik yang berat,
infeksi virus, allergen hirupan sangat karakteristik untuk asma.
Namun asma dapat juga menyebabkan batuk menetap pada anak
tanpa riwayat mengi karena kecepatan aliran udara tidak
mencukupi untuk menimbulkan mengi, penyumbatan jalan nafas
yang relative ringan, atau pengasuh tidak mampu mengenali
mengi.
2. Pemeriksaan fisik
Tergantung stadium serangan, lamanya serangan dan jenis asma,
pada asma yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik
diluar serangan. Pada Infeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar,
batuk paroksismal, suara wheezing, ekspirium memanjang,
retraksi supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga.
Pada asma kronik terlihat bentuk thorak emfisematous, bongkok
kedepan, sela iga melebar, diameter anteroposterior bartambah.
Pada perkusi hipersonor pada seluruh thorak, daerah pekak
jantung dan hati mengecil. Pada auskultasi, mula-mula bunyi
nafas kasar atau mengeras, tapi pada stadium lanjut suara nafas
melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat
lemah, dalam keadaan normal fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase
inspirasi, waktu serangan fase ekspirasi memanjang terdengar
ronkhi kering dan ronkhi basah.
3. Pemeriksaan laboratorium
Darah (eosinofil IgE total, IgE spesifik), secret (eosinofil), sputum
(eosinofil, kristal Charcot-Leyden dan Spiral Curshman). Bila ada
infeksi mungkin ditemukan lekositosis polimorfonukleus.
4. Foto roentgen thorak
Tampak corakan paru meningkat, hiperinflasi pada serangan akut
dan asma kronik, dan gambaran atelektasis.
5. Tes fungsi paru
Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk
menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus,
menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit. (1,2,5,6)
G. DAGNOSIS BANDING
Mengi tidak hanya terjadi pada asma, tapi dapat terjadi berbagai
macam keadaan yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas :
1. Pada bayi adanya korpus alienum disaluran nafas dan esophagus
atau kelenjar timus yang menekan trakea.
2. Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis
atau fibrosis kistik.
3. Brokhiolitis akut, bronchitis, asma kardial.
4. Tuberculosis kelenjar limfe didaerah trakea bronchial
5. Kelainan trakea dan bronkus misalnya trakeobronkomalasia dan
stenosis bronkus.(1,2,3)
H. KOMPLIKASI
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi
emfisema dan perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk
kedepan dan memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi
bentuk dada burung dara dan tampak sulcus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila
berlangsung lama terjadi bronkoektasis, bila ada infeksi akan terjadi
bronkopneumonia.
Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian. (2,6)
c. Anti histamine
obat ini digunakan untuk menghambat timbulnya
hiperreaktivitas bronchial akibat PAF (Platelet Activating
Factor)
- Ketotifen, dosis oral: <3 tahun 2 x 0,5 mg/hari
>3 tahun 2 x 1 mg/hari
2. Bronkodilator
a. adrenalin ( epinefrin ), dosis 0,01 ml/kgbb/kali dalam
larutan 1:1000, maksimal 0.5 ml.
b. Agonis β 2
Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbulin,
salbutamol dan feneterol memiliki lama kerja 4-6 jam,
sedangkan agonis β 2 long-acting berkerja >12 jam
seperti salmeterol, folmeterol, dll. Bentuk aerosol dan
inhalasi memberi efek bronkodilatasi yang sama
dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu 1/10 dosis oral
dan pemberianya oral.
Terbutalin, dosis oral : 0,075 mg/kgBB/kali tiap 6
jam
Sub kutan : 0,005 mg/kgBB/kali
Aerosol : 2 semprotan ( 200
mikrogram tiap 4-6 jam
Orsiprenalin, dosis oral : 0,3 mg/kgBB tiap 6 jam
Feneterol, dosis inhalasi : 1-2 semprotan ( 3-4
kali/hari)
C. Metilxantin
Efek bronkodilatornya berkaitan dengan
konsentrasinya didalam serum.
Efek samping obat ini dapat ditekan dengan
pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan
jangka panjang.
Teofilin, dosis oral : 3 mg/kgBB/kali (4
kali/hari)
C. Anti Kolinergik
Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsic dari saluran
nafas memeberikan hasil yang lebih baik bila digunakan
bersama dengan agonis β 2.
Lanjutkan Penilaian
Respon baik
PEFR >70-90% garis
Lanjutkan Penilaian
dasar dan bertahan
selama 4 jam
Dipulangkan dengan
edukasi penderita, obat – Respons tidak sempurna
obatan (pikirkan PEFR 40%-70% garis Pikirkan
kortikosteroid), dan dasar perawatan
Saturasi O2 91%-95% dan Rumah Sakit
rencana pemantauan
(follow –up) parameter lain membaik
Nilai keparahan
FJ, FP, PEFR,Auskultasi, penggunaan otot-otot tambahan,pulsus
paradoksus,dispnea, ketajamanperhatian, warna, saturasi O2
Unit Pemantauan
PEFR<30% garis dasar dan/atau Pco2
>40% mmhg
Saturasi O2 <90%
Oksigen untuk mempertahankan saturasi Auskultasi: mengi berat, gerakan udara
O2>90% berkurang
Nebulisasi albuterol 0,15mg/kg/dosis setiap 1- Otot-otot tambahan: penggunaan berat
2jam Dispnea: berat
Metilprednison oral & IV 1-2mg/kg/dosis setiap Pulsus Paradoksus: >15mmhg
6 jam
Teofilin oral setiap 12 jam atau aminofilin IV
Membaik
PEFR>70% garis dasar
FJ dan FP: normal Unit perawatan intensif
Auskultasi: minimal sampai tidak ada mengi
Otot-otot tambahan: penggunaan sedang atau
tidak ada
Dispnea: tidak ada
Pulsus Paradoksus: tidak ada
Dipulangkan dengan edukasi Tidak membaik
penderita, obat-obatan dan PEFR <30% garis dasar
rencana follow-up PCO2 >40%mmhg dan
parameter lain memburuk
Nilai keparahan
PCO2>55mmhg atau meningkat >5-
10mmhg/jam, dispnea dan kelelahan
bertambah serta penggunaan otot
tambahan, penurunan ketajaman
perhatian,
Pulsus Paradoksus >30mmhg,
asidosis dan desaturasi
Lanjutkan obat-obatan
Pikirkan penambahan ventilasi
mekanis
REFERAT
ASMA BRONKIAL PADA
ANAK
PEMBIMBING :
Dr. Leopold Simanjuntak, SpA
Disusun oleh :
Sherliyanah 97-132
Asti kara pranesti 97-137
IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : An Sahid Zidan Agama : Islam
Tanggal Lahir : 8-12-2000 (3,5 tahun) Pendidikan : -
Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan :-
ORANGTUA / WALI
Ayah
Nama Lengkap : Yusuf Agama : Islam
Tanggal Lahir (umur) : 38 tahun Pendidikan : STM
Suku Bangsa : Arab pekerjaan : wiraswsasta
Alamat Lengkap : Kp makasar Rt 09/06 Penghasilan : -
Jat-Tim
Ibu
Nama Lengkap : Maimunah Agama : Islam
Tanggal Lahir (umur) : 30 thn Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Lampung Pekerjaan : IbuRumahtangga
Alamat Lengkap : Kp makasar Rt 09/06 Penghasilan : -
Jat-Tim
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama :
Tidak buang air kecil
Keluhan tambahan :
Sakit perut, bengkak pada mata, kaki dan alat kelamin,
muntah, mencret.
KELAHIRAN :
Tatalaksana awal
Tatalaksana awal
Nebulasi β-agonis
Nebulasi β-agonis1-3x, selang
1-3x, 20 20
selang menit
menit
Nebulisasi ketiga + antikolinergik
Nebulisasi ketiga + antikolinergik
Jika serangan berat, nebulisasi. 1x
Jika serangan berat, nebulisasi. 1x
(+antikolinergik)
(+antikolinergik)
Serangan Berat
(nebulisasi 3x, respons buruk) Boleh Pulang
Sejak awal berikan O2 saat atau diluar Bekali obat bronkodilator ( hirupan /
nebulisasi oral)
Pasang jalur parenteral Jika sudah ada obat pengendali,
Nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan teruskan
serangan berat, rawat di Ruang Rawat Jika perlu, dapat diberi steroid oral
Inap Dalam 24-48 jam kontrol keklinik
Foto Rontgen thoraks Rawat jalan, untuk reevaluasi
Tatalaksana awal
Nebulasi β-agonis 1-3x, selang 20 menit
1. Behrman E Richard, Kligman R, Arvin M, et al,Nelson edisi bahasa
Indonesia vol 1 edisi 15, Editor Wahab Samik, Penerbit buku
kedokteran EGC, 1996; 775-90.
2. Wahidayat, buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, FK-UI, 1985; 1203-25
3. Chernik V, Kendig L, Kendig’s Disordes Of The Respiratory Tract in
Children, W.B Saunders Company, 1990; 557-96
4. Konsensus nasional asma anak 2000. unit kerja koordinasi
Pulmonologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
5. Rahajoe N, Boediman I, Said M. DKK. Perkembangan dan Masalah
Pulmonologi Anak Saat ini. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ilmu Kesehatan Anak XXXIII FK-UI 1994
6. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article
7. http://www.medicinenet.com/Asthma