Vous êtes sur la page 1sur 23

ASMA BRONKIAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa
kanak-kanak. Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering
dirumah sakit anak dan berakibat kehilangan 5-7 hari sekolah.
Sebanyak 10-15% pada anak laki-laki dan 7-10% pada anak
perempuan. Sebelum pubertas anak laki-laki 2 kali lebih banyak
menderita asma daripada anak wanita. Setelah masa pubertas
insiden menurut jenis kelamin sama.
Asma dapat menyebabkan gangguan psikososial pada keluarga,
namun dengan pengobatan yang tepat, pengendalian gejala menjadi
lebih baik.(1)

B. Epidemiologi dan Prevalensi


Asma dapat timbul pada segala umur, 30% gejala timbul pada
usia 1tahun, 80-90% gejala pertama timbul sebelum 4-5 tahun.
Belum ada peyelidikan meyeluruh mengenai angka kejadian asma
pada anak di Indonesia, namun diperkirakan berkisar antara 5-10%
baik prevalensi maupun mortalitas asma meningkat selama 2 dekade
terakhir. Penyebab kenaikan prevalensi ini tidak diketahui, tetapi
beberapa faktor yang dihubungkan dengan timbulnya asma ataupun
kenaikan mortalitas telah diketahui. Faktor-faktor resiko timbulnya
asma adalah kemiskinan, ras kulit hitam, umur ibu kurang dari 20
tahun dari saat melahirkan, ibu merokok (lebih dari setengah
bungkus 1 hari), ukuran rumah kecil (kurang dari 8 kamar), ukuran
keluarga besar ( lebih dari 6 anggota keluarga dan paparan allergen
masa bayi kuat (10 ug allergen tungau debu rumah) (1,2,)
BAB II
PEMBAHASAN

A.Definisi
Batasan asma yang lengkap mengambarkan konsep inflamasi sebagai
dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA. Asma didefinisikan
sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang
berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. pada orang yang
rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi (wheezing) berulang-
ulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk yang disebabkan oleh
kontriksi atau spasme otot bronkus, khususnya malam hari. Gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun
bervariasi yang paling tidak sebagian bersifat reversibal baik secara spontan
maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (1,2,3,4)

B. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan
utama adalah reaksi yang berlebihan dari trakea dan bronkus
(hiperreaktivitas bronkus). Hiperreaktivitas bronkus ini belum diketahui
dengan jelas penyebabnya. Namun diduga karena adanya hambatan
sebagian sistem adrenergic-beta, kurangnya enzim adenil siklase dan
meningginya tonus system parasimpatis. Keadaan demikian cenderung
meningkatkan tonus parasimpatis bila ada rangsangan sehingga terjadi
spasme bronkus. Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan
banyak faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas
tersebut, karena itu asma disebut penyakit multifaktorial. (1,2)

Faktor-faktor yang erat hubungannya dalam proses terjadinya


manifestasi asma adalah:
1. Faktor Genetik
2. Allergen
 Allergen Hirup ( inhalan )
- Debu rumah, tungau debu rumah
- Bulu binatang
- Kapuk dan wol
• Allergen makanan (ingestan)
- <3 tahun penyebab asma bronchial (susu dan telur)
- >3 tahun (buah, coklat, kacang, ikan laut)
3. Bahan Iritan
 Bau cat, hair spray, parfum, bahan – bahan kimia, asap rokok.
 Polusi udara
 Udara dingin
 Air dingin
4. Perubahan Cuaca
Perubahan cuaca sering dihubungkan sebagai pencetus asma, tetapi
mekanisme dari efek ini belum dapat diketahui.
5. Infeksi
 Infeksi virus
 Infeksi jamur
 Infeksi bakteri
 Infeksi parasit
6. Latihan Jasmani
- Lari dan naik sepeda
7. Faktor Emosi
Faktor emosi dapat mengakibatkan peninggian aktifitas parasimpatis,
baik perifer maupun sentral, sehingga terjadi peningkatan aktifitas
kolinergik yang mengakibatkan eksaserbasi asma. Faktor emosi dapat
bersumber dari masalah antara kedua orangtua dengan anak atau
masalah dengan teman atau guru disekolah.
8. Refluks Gastroesofagus
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma
pada anak dan orang dewasa.
9. Rinitis allergi, Sinusitis, dan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (1,2,3,4,5)

C. KLASIFIKASI
Secara arbiteri KNAA membagi asma anak menjadi 3 derajat penyakit
:
Parameter klinis, Asma Episodik Asma Episodik Asma Persisten
kebutuhan obat, dan Jarang ( Asma Sering ( Asma ( Asma Berat )
faal paru Ringan ) Sedang )
1.Frekuensi < 1 X / bulan > 1 X / bulan Sering
serangan
2.Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
3.Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4.Diantara Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
serangan malam
5.Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
6.Pemeriksaan fisis Normal ( tidak Mungkin terganggu Tidak pernah normal
diluar serangan ditemukan (ditemukan
kelainan ) kelainan)
7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid Perlu steroid
( anti inflamasi )
8.Uji faal paru PEF / FEV  > 80 PEF / FEV  60 – PEF / FEV  < 60
(diluar serangan ) % 80 % % variabilitas 20 –
30 %
9.Variabilitas faal Variabilitas > 15 % Variabilitas > 30 % Variabilitas > 50 %
paru(bila ada
serangan )

GINA (1995) menyusun klasifikasi beratnya asma berdasarkan


kombinasi manifestasi klinis termasuk adanya gejala asma nokturnal dan
hasil uji fungsi paru :
 Asma intermiten :
- gejala intermiten kurang dari 1 kali perminggu
- serangan singkat (jam-hari)
- gejala malam hari kurang dari 2 kali sebulan
- diluar serangan tanpa gejala dan uji fungsi paru normal
- PEFR ( Peak Expiratory Flow Rate ) atau PEV > 80%
predicted, variasi < 20 %
 Asma persisten ringan :
- gejala > 1 kali seminggu tetapi kurang dari 1 kali sehari
- serangan mungkin mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala malam hari lebih dari 2 kali sebulan
- PEFR atau PEV > 80 % predicted, variasi 20 – 30 %
 Asma persisten sedang
- gejala setiap hari
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala malam hari > 1 kali seminggu
- penggunaan harian inhalasi β 2 agonis kerja pendek
- PEFR atau PEV > 60 % – < 80 % predicted, variasi >
30 %
 Asma persisten berat
- gejala berkesinambungan
- serangan sering terjadi
- gejala malam hari sering terjadi
- aktivitas fisik terbatas akibat gejala asma
- PEFR atau PEV < 60 % predicted, variasi > 30

Konsensus Internasional penanggulangan asma anak membagi asma


berdasarkan keadaan klinis dan keperluan obat, menjadi 3 kelompok yaitu :
 Asma episodik jarang ( asma ringan )
- meliputi 75 % populasi asma anak
- serangan asma 1 kali dalam 4 – 6 minggu
- mengi ringan setelah aktivitas berat
- diantara serangan, tanpa gejala dan uji fungsi paru normal
 Asma episodik sering ( asma sedang )
- meliputi 20 % populasi asma anak
- serangan lebih sering, 1 minggu sekali / kurang
- mengi pada aktivitas sedang, yang dapat dicegah dengan obat
- uji fungsi paru mendekati normal
- terapi profilaksis biasanya diperlukan
 Asma persisten ( asma berat )
- meliputi 5 % populasi asma anak
- serangan sering lebih dari 3 kali seminggu
- uji fungsi paru abnormal
- terapi profilaksis harus diberikan (4,5)

D. PATOFISIOLOGI
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan
napas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos
bronkus, edema mukosa karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan
mucus. Sumbatan yang terjadi tidak seragam atau merata diseluruh paru.
Atelektasis segmental dan subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan
napas menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas, terperangkapnya
udara ( air trapping ), dan distensi paru berlebihan ( hiperinflasi ).
Perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata diseluruh jaringan
bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perkusi
( ventilation – perfusion mismatch ).
Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga
terjadi peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yamg
diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat
makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas,
sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumothoraks. Peningkatan
tekanan Intrathorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan
mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan
peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada
awal serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi
sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik.
Selanjutnya pada obstruksi jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan
otot napas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia
dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang
cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus
diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain itu
dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi
laktat oleh otot napas.(1,2,4,5)

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat
hiperreaktifitas bronkus, dibagi dalam 3 stadium yaitu :
1. Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena
infiltrasi dan batuk kering. Sputum bersifat kental dan mengumpul
merupakan benda asing yang merangsang batuk.
2. Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak disertai dengan batuk, dengan
dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak mulai merasa
sesak nafas dan akan berusaha bernafas lebih dalam, ekspirium
memanjang dan terdengar bunyi mengi, tampak nafas tambahan
turut bekerja. Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan
mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk,
tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi , tampak gelisah,
pucat dan sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk kedepan dan
lebih bulat serta pergerakan dinding dada lambat pada pernafasan.
Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernafasan abdominal,
retraksi suprasternal dan interkostal.
3. Stadium III
Obstruksi dan spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit
sehingga suara nafas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat
berbahaya karena sering disangka ada perbaikan, juga batuk seperti
ditekan, pernafasan dangkal, tidak teratur, dan frekuensi nafas yang
mendadak meninggi.(2)

F. DIAGNOSIS
Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Serangan batuk dan mengi yang berulang sering lebih nyata pada
malam hari yang dapat dipicu bila ada beban fisik yang berat,
infeksi virus, allergen hirupan sangat karakteristik untuk asma.
Namun asma dapat juga menyebabkan batuk menetap pada anak
tanpa riwayat mengi karena kecepatan aliran udara tidak
mencukupi untuk menimbulkan mengi, penyumbatan jalan nafas
yang relative ringan, atau pengasuh tidak mampu mengenali
mengi.
2. Pemeriksaan fisik
Tergantung stadium serangan, lamanya serangan dan jenis asma,
pada asma yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik
diluar serangan. Pada Infeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar,
batuk paroksismal, suara wheezing, ekspirium memanjang,
retraksi supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga.
Pada asma kronik terlihat bentuk thorak emfisematous, bongkok
kedepan, sela iga melebar, diameter anteroposterior bartambah.
Pada perkusi hipersonor pada seluruh thorak, daerah pekak
jantung dan hati mengecil. Pada auskultasi, mula-mula bunyi
nafas kasar atau mengeras, tapi pada stadium lanjut suara nafas
melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat
lemah, dalam keadaan normal fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase
inspirasi, waktu serangan fase ekspirasi memanjang terdengar
ronkhi kering dan ronkhi basah.
3. Pemeriksaan laboratorium
Darah (eosinofil IgE total, IgE spesifik), secret (eosinofil), sputum
(eosinofil, kristal Charcot-Leyden dan Spiral Curshman). Bila ada
infeksi mungkin ditemukan lekositosis polimorfonukleus.
4. Foto roentgen thorak
Tampak corakan paru meningkat, hiperinflasi pada serangan akut
dan asma kronik, dan gambaran atelektasis.
5. Tes fungsi paru
Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk
menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus,
menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit. (1,2,5,6)

G. DAGNOSIS BANDING
Mengi tidak hanya terjadi pada asma, tapi dapat terjadi berbagai
macam keadaan yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas :
1. Pada bayi adanya korpus alienum disaluran nafas dan esophagus
atau kelenjar timus yang menekan trakea.
2. Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis
atau fibrosis kistik.
3. Brokhiolitis akut, bronchitis, asma kardial.
4. Tuberculosis kelenjar limfe didaerah trakea bronchial
5. Kelainan trakea dan bronkus misalnya trakeobronkomalasia dan
stenosis bronkus.(1,2,3)

H. KOMPLIKASI
 Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi
emfisema dan perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk
kedepan dan memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi
bentuk dada burung dara dan tampak sulcus Harrison.
 Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila
berlangsung lama terjadi bronkoektasis, bila ada infeksi akan terjadi
bronkopneumonia.
 Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian. (2,6)

I. PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN


Penangulangan asma pada anak sekarang yang lebih penting bukan
mengatasi serangan tetapi terutama ditujukan untuk mencagah serangan
asma. Pencegahan serangan asma terdiri atas :
1. Menghindari fakotr-faktor pencetus
2. Obat-obat dan terapi imunologi
penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan
meredakan atau mengurangi reaksi-reaksi yang akan dan atau
sudah timbul oleh pencetus tadi.
Tujuan pengobatan asma :
1. Menyembuhkan dan mengendalikan segala asma
2. Mencegah kekambuhan
3. Mengupayakan aktivitas harian paru senormal mungkin serta
mempertahakannya
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk
melakukan exercise
5. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit
mungkin timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang
anak
6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel (2,4,5,6,7)

Terapi farmakologis merupakan pengobatan utama untuk asma, yang


termasuk obat-obatan anti asma adalah
I. obat anti inflamasi menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai
efek supresi dan profilaksis :
a. Kortikosteroid :
- Prednison, dosis oral: 1-2 mg/kgbb/hari (3-4 kali sehari)
- Beclometason, dosis aerosol 2-4 semprotan (100-200
mikrogram) 3-4 hari sehari
- Puyer kering 100-200 mg 3-4 kali/hari
b. Anti inflamasi non steroid
- Natrium Cromolyn (Sodium Cromolyn), dosis: 5mg/kali
(4x/hari)

c. Anti histamine
obat ini digunakan untuk menghambat timbulnya
hiperreaktivitas bronchial akibat PAF (Platelet Activating
Factor)
- Ketotifen, dosis oral: <3 tahun 2 x 0,5 mg/hari
>3 tahun 2 x 1 mg/hari
2. Bronkodilator
a. adrenalin ( epinefrin ), dosis 0,01 ml/kgbb/kali dalam
larutan 1:1000, maksimal 0.5 ml.
b. Agonis β 2
Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbulin,
salbutamol dan feneterol memiliki lama kerja 4-6 jam,
sedangkan agonis β 2 long-acting berkerja >12 jam
seperti salmeterol, folmeterol, dll. Bentuk aerosol dan
inhalasi memberi efek bronkodilatasi yang sama
dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu 1/10 dosis oral
dan pemberianya oral.
 Terbutalin, dosis oral : 0,075 mg/kgBB/kali tiap 6
jam
Sub kutan : 0,005 mg/kgBB/kali
Aerosol : 2 semprotan ( 200
mikrogram tiap 4-6 jam
 Orsiprenalin, dosis oral : 0,3 mg/kgBB tiap 6 jam
 Feneterol, dosis inhalasi : 1-2 semprotan ( 3-4
kali/hari)
C. Metilxantin
Efek bronkodilatornya berkaitan dengan
konsentrasinya didalam serum.
Efek samping obat ini dapat ditekan dengan
pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan
jangka panjang.
 Teofilin, dosis oral : 3 mg/kgBB/kali (4
kali/hari)
C. Anti Kolinergik
Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsic dari saluran
nafas memeberikan hasil yang lebih baik bila digunakan
bersama dengan agonis β 2.

PENGOBATAN ASMA JANGKA PANJANG BERDASARKAN BERAT


PENYAKIT(1)
Derajat Asma Obat Pengontrol ( harian) Obat Pelega
Asma Persisten Tidak Perlu - Bronkodilatornaksi
singkat, yaitu inhalasi
agonis beta 2 bila perlu
- Intesitas
pengobatan
tergantung berat
eksaserbasi
- Inhalasi agonis beta 2
atau kromolin dipakai
sebelum aktivitas
atau pajanan allergen
Asma Persisten Ringan - Inhalasi - Inhalasi agonis beta 2 aksi
kortikosteroid 200 – 500 singkat bila perlu dan tidak
µg melebihi 3-4 kali sehari
/kromolin/nedokromil/
atau teofilin lepas
lambat
- Bila perlu
ditingkatkan samapi 800
µg atau ditambahkan
bronkodilator aksi lama
terutama untuk
mengontrol asma
malam. Dapat diberikan
agonis beta 2 aksi lama
inhalasi atau oral atau
teofilin lepas lambat

Asma Persisten Sedang -Inhalasi kortikosteroid 800 - Inhalasi agonis beta 2


– 2000 µg atau lebih singkat bila perlu dan tidak
- Bronkodilator aksi lama melebihi 3-4 kali sehari
terutama untuk mengontrol
asma malam, berupa
agonis atau 2 aksi lama
inhalasi atau oral atau
teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat -Inhalasi kortikosteroid 800


- 2000µg atau lebih
- Bronkodilator aksi lama,
berupa agonis beta 2
inhalasi atau oral atau
teofilin lepas lambat
- Kortikosteroid oral jangka
panjang

PENATALAKSANAAN ASMA AKUT DIRUMAH(1)


Menilai keparahan
Mengukur PEFR , Frekuensi pernafasan, kehabisan nafas, penggunaan obat-obat-obat
tambahan ( asesoris), ketajaman perhatian,warna
Albuterol melalui nebulizer 0,,15 mg/kg BB/dosis ( maksimun 5mg) atau inhaler –
terukur dengan dosis 2 semprot setiap 20 menit sampai 1 jam, jika diperlikan

Respon : baik Respons tidak sempurna Respon jelek


Frekuensi pernafasan : baik Frekuensi pernafasan : normal Frekunsi penafasan :
Kehabisan nafas: tidak ada atau meningkat meningkat
Otot –otot tambahan : tidak Kehabisan nafas: sedang Kehabisan nafas : berat
ada retraksi interkostal Penggunaan oto-otot tambahan Otot – otot tambahan : retrasi
Waspada,tidak ada perubahan minimal, retraksi interkostal berat dengan pengembangan
warna Waspada, tidak ada perubahan hidung
PEFR 70%-90% garis warna Kewaspadaan(ketajaman
dasar PEFR >50% dan < 70 % garis perhatian) menurun
dasar Perubahan warna
PEFR ,50% garis dasar

Lanjutkan Albuterol 0,15 Hubung pemberi


mg/kgBB/dosis setiap 3- perwatan kesehatan dan
4 jam Lanjutkan Albuterol 0,15 Pergi ke UGD
Lanjutan obat-obat rutin mg/kgBB/dosis setiap 2
dan jam sebanyak 3x dan
Hubungi dokter jika Mulai prednison oral 1-
gejala berulang 2mg/kg/dosis

Lanjutkan Penilaian

Respon baik
PEFR >70-90% garis
Lanjutkan Penilaian
dasar dan bertahan
selama 4 jam

Frekuensi Albuterol dikurangi setiap 4 jam

Lanjutkan Penilaian Hubungi dokter untuk


pemantauan
PENANGANAN ASMA DITEMPAT PRAKTEK(1)
Penilaian Awal
FJ, FP, PEFR, Auskultasi, Penggunaan otot tambahan, pulsus paradoksus, dispnea, ketajaman
perhatian, warna, saturasi O2
Respons baik : Respons tidak sempurna Respons Jelek
PEFR > 70 % garis dasar PEFR (>40%,<70%) garis PEFR <40% garis dasar
FJ menurun, FP menurun dasar Catatan: Jika pasien FJ:naik, FP:naik
tidak mampu
Auskultasi: tidak ada FJ: naik, FP: naik Auskultasi gerakan udara
menghasilkan PEFR atau kesadaran menurun
mengi Auskultasi: mengi ringan berkurang
Otot-otot tambahan tidak beri epinefrin 0,01 mg/kg (max 0,3 mg)
Otot-otot tambahan: Otot-otot
dengan suntikan subkutan tambahan:
segera
ada penggunaan
Oksigen untuk mempertahankan Saturasi O2 >sedang
penggunaan 95% penggunaan berat
Dispnea:
Nebulisasi menilai sampai
albuterol dengan O2 6 liter/menit, 0,15 kg/dosis) setiap 20Dispnea:
Dispnea: sedang menit sampai
berat 1 jam.
tidak ada >90% sesudah dosis inisial,
Jika PEFR dosis
Pulsus tambahan
Paradoksus: tidak perlu
>10-15 Pulsus Paradoksus:
Pulsus paradoksus
Mulai steroid jika <10
tidak berespons sesudah
mmhg satu pengobatan nebulisasi>15mmhg atau jika penderita
mmhg
tergantung steroid Saturasi O2 prednison
<95%, >91% Saturasi O2 <91%
Tambahkan oral 1-
Saturasi O2 >95%
2mg/kg/dosis atau
Ulangi
Kurangi Penilaian
Kurangihirupan
hirupan metilprednisolon (iv) dan teruskan
albuterol
FJ,albuterol
menjadi
menjadisetiap Rawat inapketajaman
Nilai Keparahannya di rumah
pada 1
5 FP, PEFR,
– 90% Auskultasi,
GARIS penggunaan ototalbuterol
hirupan tambahan, pulsus paradoksus,
0,15mg/kg/dosis dispnea,
sakit
2perhatian,
jam
setiap 2 jam
DASAR warna, saturasi O2 setiap 20 menit jam
Observasi sekurang-
kurangnya 1 jam

Stabil Tidak stabil Respons baik Respons jelek


PEFR >70% garis PEFR,<70% garis PEFR>70% garis dasar PEFR <40% garis
dasar dasar dan Saturasi O2 >95% dan dasar
Saturasi O2 >95% parameter lain parameter lain Saturasi O2 <91%
dan parameter lain tidak membaik membaik dan parameter lain
membaik tidak membaik

Dipulangkan dengan
edukasi penderita, obat – Respons tidak sempurna
obatan (pikirkan PEFR 40%-70% garis Pikirkan
kortikosteroid), dan dasar perawatan
Saturasi O2 91%-95% dan Rumah Sakit
rencana pemantauan
(follow –up) parameter lain membaik

Lanjutkan pengobatan, pikirkan


pengiriman kerumah sakit jika tidak ada
perbaikan
PENANGANAN ASMA AKUT DI RUMAH
SAKIT(1)
Penerimaan dirumah sakit
PEFR < 40% garis dasar
FJ: naik FP: naik
Pulsus Paradoksus: 15 mmhg
Auskultasi: mengi inspirasi dan ekspirasi
Otot tambahan: penggunaan sedang sampai berat
Dispnea : sedang sampai berat
Saturasi O2 91% sesudah penanganan yang agresif

Nilai keparahan
FJ, FP, PEFR,Auskultasi, penggunaan otot-otot tambahan,pulsus
paradoksus,dispnea, ketajamanperhatian, warna, saturasi O2

PEFR>30% garis dasar dan/atau PEFR<30% garis dasar dan/atau Pco2


Pco2<40mmhg >40mmhg
Saturasi O2 90% Saturasi O2 <90%
Auskultasi : mengi sedang Auskultasi : mengi berat, gerakan udara
Otot-otot tambahan: penggunaan sedang berkurang
Dispnea: sedang Otot-otot tambahan: penggunaan berat
Pulsus Paradoksus: 15mmhg Dispnea: berat
Pulsus Paradoksus:>15mmhg

Unit Pemantauan
PEFR<30% garis dasar dan/atau Pco2
>40% mmhg
Saturasi O2 <90%
Oksigen untuk mempertahankan saturasi Auskultasi: mengi berat, gerakan udara
O2>90% berkurang
Nebulisasi albuterol 0,15mg/kg/dosis setiap 1- Otot-otot tambahan: penggunaan berat
2jam Dispnea: berat
Metilprednison oral & IV 1-2mg/kg/dosis setiap Pulsus Paradoksus: >15mmhg
6 jam
Teofilin oral setiap 12 jam atau aminofilin IV

Membaik
PEFR>70% garis dasar
FJ dan FP: normal Unit perawatan intensif
Auskultasi: minimal sampai tidak ada mengi
Otot-otot tambahan: penggunaan sedang atau
tidak ada
Dispnea: tidak ada
Pulsus Paradoksus: tidak ada
Dipulangkan dengan edukasi Tidak membaik
penderita, obat-obatan dan PEFR <30% garis dasar
rencana follow-up PCO2 >40%mmhg dan
parameter lain memburuk

Oksigen untuk mempertahankan


saturasi O2>95%
Teruskan nebulisasi albuterol
0,5mg/kg/dosis, maksimum
15mg/jam
Metilprednison IV 1-2 mg/kg/dosis
setiap 6 jam
Aminofilin

Nilai keparahan
PCO2>55mmhg atau meningkat >5-
10mmhg/jam, dispnea dan kelelahan
bertambah serta penggunaan otot
tambahan, penurunan ketajaman
perhatian,
Pulsus Paradoksus >30mmhg,
asidosis dan desaturasi

Lanjutkan obat-obatan
Pikirkan penambahan ventilasi
mekanis

REFERAT
ASMA BRONKIAL PADA

ANAK

PEMBIMBING :
Dr. Leopold Simanjuntak, SpA

Disusun oleh :
Sherliyanah 97-132
Asti kara pranesti 97-137

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 31 MEI – 7 AGUSTUS 2004
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA

IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : An Sahid Zidan Agama : Islam
Tanggal Lahir : 8-12-2000 (3,5 tahun) Pendidikan : -
Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan :-

Alamat Lengkap : kp makasar Rt 09/06 Penghasilan : -


Jak-Tim

ORANGTUA / WALI
Ayah
Nama Lengkap : Yusuf Agama : Islam
Tanggal Lahir (umur) : 38 tahun Pendidikan : STM
Suku Bangsa : Arab pekerjaan : wiraswsasta
Alamat Lengkap : Kp makasar Rt 09/06 Penghasilan : -
Jat-Tim

Ibu
Nama Lengkap : Maimunah Agama : Islam
Tanggal Lahir (umur) : 30 thn Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Lampung Pekerjaan : IbuRumahtangga
Alamat Lengkap : Kp makasar Rt 09/06 Penghasilan : -
Jat-Tim

RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan Utama :
Tidak buang air kecil
Keluhan tambahan :
Sakit perut, bengkak pada mata, kaki dan alat kelamin,
muntah, mencret.

Riwayat Perjalanan Penyakit (diisi secara lengkap,rinci,kronologis dan jelas) :


+3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sakit diseluruh
bagian perut, yang hilang timbul, tidak berkurang pada perubahan posisi,
oleh ibunya diolesi minyak sumbawa dan rasa sakit berkurang. Perut juga
terasa keras maka malam harinya diurut kemudian setelah diurut pasien
muntah berisi susu dan makanan sebanyak + 1 gelas belimbing, darah
tidak ada. Sebelumnya pasien habis minum susu, buang air besar dan air
kecil tidak ada keluhan. Setelah bangun tidur mata pasien terlihat bengkak.
+ 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh perutnya sakit
lagi dan terasa keras disertai demam tinggi yang naik secara tiba-tiba,
menggigil tidak ada, kejang tidak ada, pasien diberi obat paracetamol dan
panas turun. Mual +, muntah 1x setelah minum susu, sebanyak 1 gelas
belimbing, darah tidak ada. Karena pasien tidak buang air kecil maka oleh
ibu pasien dipaksa untuk buang air kecil yang keluar sebanyak ¼ gelas aqua
kecil, warna seperti the, pada saat kencing pasien terlihat kesakitan. Pasien
terasa sempit saat memakai sandal/sepatu serta baju yang biasa dipakai
sehari-hari.
+ 12 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mencret sebanyak 3x,
konsistensi cair, lender -, ampas +, darah -, warna hitam, sebanyak + 1
aqua kecil. Pasien tetap mengeluh sakit perut serta terasa kembung.
Pada saat bangun tidur, mata pasien bengkak, kakijuga bengkak, maka kaki
tidak terlihat, alat kelamin lebih besar dari biasanya (buah zakar)
Karena sejak pagi pasien tidak buang air kecil maka pasien diberi lasix tapi
pasien tidak buang air kecil juga serta perut pasien semakin keras.
Pada usia 2 tahun 5 bulan pasien pernah dirawat di RS FK UKI karena sakit
ginjal. Pasien teratur kontrol kedokter dan diberi obat lasix dan kadang-
kadang tablet warna putih atau racikan (ibu pasien tidak tahu nama
obatnya) serta minum dibatasi seanyak 1000 ml/hari. Setelah itu minum
pasien tidak dibatasi lagi tapi makan garam dibatasi.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


KEHAMILAN :

Perawatan Antenatal : Teratur diBidan


Penyakit Kehamilan : Tidak ada

KELAHIRAN :

Tempat kelahiran : Rumah bersalin


Penolong Persalinan : Bidan
Cara Persalin : Spontan / Tindakan Pervaginam

ALUR PENANGANAN SERANGAN ASMA PADA ANAK


Klinik / IGD(4)
Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal
Tatalaksana awal
Nebulasi β-agonis
Nebulasi β-agonis1-3x, selang
1-3x, 20 20
selang menit
menit
Nebulisasi ketiga + antikolinergik
Nebulisasi ketiga + antikolinergik
Jika serangan berat, nebulisasi. 1x
Jika serangan berat, nebulisasi. 1x
(+antikolinergik)
(+antikolinergik)

Serangan Ringan Serangan Sedang


(nebulasi 1x,respons baik, gejala hilang) (nebulisasi 2-3x, respons parsial)
 Observasi 1-2 jam  Berikan oksigen
 Jika efek bertahan, tetap baik boleh  Nilai kembali derajat serangan,
pulang jika sesuai dengan serangan
 Jika gejala timbul lagi,perlakukan sedang, observasi di Ruang
sebagai serangan sedang rawat sehari
 Pasang jalur parenteral

Serangan Berat
(nebulisasi 3x, respons buruk) Boleh Pulang
 Sejak awal berikan O2 saat atau diluar  Bekali obat bronkodilator ( hirupan /
nebulisasi oral)
 Pasang jalur parenteral  Jika sudah ada obat pengendali,
 Nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan teruskan
serangan berat, rawat di Ruang Rawat  Jika perlu, dapat diberi steroid oral
Inap  Dalam 24-48 jam kontrol keklinik
 Foto Rontgen thoraks Rawat jalan, untuk reevaluasi

Ruang Rawat Inap


Ruang Rawat Sehari  Oksigen teruskan atasi dehidrasi dan
 Oksigen teruskan asidosis jika ada
 Berikan steroid oral  Steroid IV tiap 6-8 jam
 Nebulisasi tiap 2 jam  Nebulisasi tiap 1-2 jam
 Bila dalam 8-12 jam perbaikan klinis  Aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan
stabil; Boleh Pulang  Jika membaik dalam 4-6x nebulisasi,
 Jika dalam 12 jam klinis tetap belum interval jadi 4-6 jam
membaik, alih rawat ke Ruang Rawat
 Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil,
Inap
Boleh pulang
 Jika dengan steroid dan aminofilin
parenteral tidak membaik, bahkan tidak
membaik,bahkan timbul ancaman henti
nafas, alih rawat ke Ruang Rawat
Intensif
DAFTAR PUSTAKA

Tatalaksana awal
 Nebulasi β-agonis 1-3x, selang 20 menit
1. Behrman E Richard, Kligman R, Arvin M, et al,Nelson edisi bahasa
Indonesia vol 1 edisi 15, Editor Wahab Samik, Penerbit buku
kedokteran EGC, 1996; 775-90.
2. Wahidayat, buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, FK-UI, 1985; 1203-25
3. Chernik V, Kendig L, Kendig’s Disordes Of The Respiratory Tract in
Children, W.B Saunders Company, 1990; 557-96
4. Konsensus nasional asma anak 2000. unit kerja koordinasi
Pulmonologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
5. Rahajoe N, Boediman I, Said M. DKK. Perkembangan dan Masalah
Pulmonologi Anak Saat ini. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ilmu Kesehatan Anak XXXIII FK-UI 1994
6. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article
7. http://www.medicinenet.com/Asthma

Vous aimerez peut-être aussi