Vous êtes sur la page 1sur 26

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gastritis Akut


Di Ruang Mawar RSUP Sanglah Denpasar

Oleh :
I Komang Darmayasa, S.Kep (17089142024)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM PROFESI NERS
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gastritis Akut


Di Ruang Mawar RSUP Sanglah Denpasar

Telah Diterima dan Disahkan Oleh Clinical Teacher (CT) dan Clinical
Instrukture (CI) Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) Sebagai Syarat
Memperoleh Penilaian Dari Departemen Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
Program Profesi Ners STIKES Buleleng.

Denpasar, 09 Maret 2018


Clinical Instructure (CI) Clinical Teacher (CT)
Ruang Mawar Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
RSUP Sanglah Denpasar STIKes Buleleng

…………………………………… ..........................................................
NIP………………………………. NIK. .................................................
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GASTRITIS AKUT

1.1 TINJAUAN TEORI PENYAKIT


1.1.1 Definisi
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronik, diffuse atau local yang disebabkan oleh infeksi
bacterial mukosa lambung yang kronis. Selain itu bahan yang sering
dimakan dapat menyebabkan rusaknya sawar mukosa pelindung lambung
(Wijaya & Putri, 2013). Gastritis adalah peradangan lokal atau menyebar
pada mukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif
mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain (Rafani, 2009
dalam Putri, Agustin, & Wulansari, 2010).
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau local. Dua
jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan
gastritis atrofik kronis (Price & Wilson, 2006 dalam Nuratif & Kusuma,
2016). Jadi dapat disimpulkan bahwa gastritis merupakan peradangan pada
mukosa lambung baik bersifat akut atau kronis yang disebabkan oleh
makanan atau infeksi bakteri pada mukosa lambung.

1.1.2 Etiologi
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti beberapa
jenis bakteri, obat, alkohol, stress, penyakit : bile reflux (empedu), kelainan
autoimmune atrophic, crohn’s disease dan radiasi. Infeksi bakteri, sebagian
besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian
dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak
sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun
diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H.pylori
sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika
tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai
penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya
gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada lapisan
pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah
atrophicgastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam
lambung secara perlahan rusak (Hirlan, 2009).
Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah
dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat
dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga
meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian
besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker
dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada
penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini
sedangkan yang lain tidak (Hirlan, 2009).
Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus, Obat
analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan
naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika
pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya
masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan
peptic ulcer (Hirlan, 2009).
Penggunaan alkohol secara berlebihan, dapat mengiritasi dan
mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih
rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal (Hirlan, 2009).
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada
lambung (Hirlan, 2009).
Penyakit bile reflux (empedu) adalah cairan yang membantu
mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika
dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke
usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk
seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam
lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu masuk
ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis (Hirlan,
2009).
Kelainan autoimmune atrophicgastritis terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding
lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan
dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung
dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu
tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat
mengakibatkan pernicious anemia, sebuah kondisi serius yang jika tidak
dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune
atrophicgastritis terjadi terutama pada orang tua (Hirlan, 2009).
Crohn’s disease walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan
peradangan kronis pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat
juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung
terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn’s disease (yaitu sakit perut dan
diare dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala
gastritis (Hirlan, 2009).
Radiasi dan kemoterapi perawatan terhadap kanker dapat
mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena
sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam
dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan
dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil
asam lambung (Suratun, Lusianah, 2010).
1.1.3 Klasifikasi
Murjayanah (2011) membagi gastritis menjadi dua yaitu :
1. Gastritis akut
Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada
sebagian besar kasus merupakan penyakit ringan dan sembuh dengan
sempurna. Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya
dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosive atau
gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit
ini akan dijumpai pendarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat
dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung
pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung
tersebut (Slamet Suyono, 2001 dalam Murjayanah, 2011). Salah satu
bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah :
1) Gastritis akut erosive
Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam
dari pada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).
2) Gastritis akut hemoragic
Disebut hemoragic karena pada penyakit ini akan dijumpai
perdarahan mukosa lambung dalan berbagai derajat dan terjadi
erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada
beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung
tersebut
2. Gatritis kronik
Gastritis kronik adalah peradangan mukosa kronis yang
akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Penyakit
ini memiliki sub kelompok kausal yang tersendiri dan pola kelainan
histologik yang berbeda-beda diberbagai tempat di dunia. Di dunia
barat, prevalensi perubahan histologik yang menunjukkan gastritis
kronis melebihi 50% untuk populasi usia lanjut (Vinay Kumar, 2007
dalam Murjayanah, 2011). Gastritis kronik diklasifikasikan dengan
tiga perbedaan sebagai berikut :
1) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan , edema , serta
perdarahan dan erosi mukosa.
2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan
mukosa pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan
kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan
karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya
nodulnodul pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan
hemoragik.

1.1.4 Tanda Dan Gejala


Gambaran klinis pada gastritis yaitu :
1. Gastritis Akut, gambaran klinisnya meliputi :
1) Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan hemoragi.
2) Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan,
mual, dan anoreksia disertai muntah dan cegukan.
3) Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.
4) Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.
5) Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu
mungkin akan hilang selama 2 sampai 3 hari.
2. Gastritis Kronis
Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk
gejala defisiensi vitamin B12. Pada gastritis tipe B, pasien mengeluh
anoreksia (nafsu makan menurun), nyeri ulu hati setelah makan,
kembung, rasa asam di mulut, atau mual dan muntah (Wijaya & Putri,
2013).
1.1.5 Patofisiologi
Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar
paling banyak terutama didaerah epigaster, dan sebagian di sebelah kiri
daerah hipokondriak dan umbilikal. Lambung terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan osofagus melalui orifisium pilorik,
terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel
disebelah kiri fundus uteri (Wijaya & Putri, 2013). Secara anatomis
lambung terdiri dari :
1. Fundus Fentrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri
osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2. Korpus Ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada
bagian bawah kurvantura minor.
3. Antrum Pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot
yang tebal membentuk spinter pilorus.
4. Kurvatura Minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari
osteum kardiak sampai ke pilorus.
5. Kurvatura Mayor, lebih panjang dari pada kurvantura minor
terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus fentrikuli
menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro
lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
6. Osteum Kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian
abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium
pilorik.
Lambung terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limfa
menempel pada sebelah kiri fundus. Kedua ujung lambung dilindungi oleh
sfingter yang mengatur pemasukan dan pengeluaran. Sfingter kardia atau
sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung
dan mencegah refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Daerah
lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah
kardia. Di saat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk ke dalam
duodenum dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya
aliran balik isi usus halus ke dalam lambung.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat
mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai
komplikasi dari penyakit tukak lambung. Stenosis pilorus atau
pilorospasme terjadi bila serat-serat otot disekelilingnya mengalami
hipertropi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk
mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum. Lambung terdiri
atas empat bagian yaitu :
1. Tunika serosa atau lapisan luar
Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium
viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum yang
terus memanjang kearah hati, membentuk omentum minus. Lipatan
peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut
sebagai ligamentum. Omentum minor terdiri atas ligamentum
hepatogastrikum dan hepatoduodenalis, menyokong lambung
sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor,
peritonium terus ke bawah membentuk omentum mayus, yang
menutupi usus halus dari depan seperti apron besar. Sakus omentum
minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan cairan
(pseudokista pankreatikum) akibat komplikasi pankreatitis akut.
2. Lapisan berotot (Muskularis)
Tersusun dari tiga lapis otot polos yaitu :
1) Lapisan longitudinal, yang paling luar terbentang dari esophagus
ke bawah dan terutama melewati kurvatura minor dan mayor.
2) Lapisan otot sirkuler, yang ditengah merupakan lapisan yang
paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfingter
dan berada dibawah lapisan pertama.
3) Lapisan oblik, lapisan yang paling dalam merupakan lanjutan
lapisan otot sirkuler esofagus dan paling tebal pada daerah fundus
dan terbentang sampai pilorus.
3. Lapisan submukosa
Terdiri dari jaringan areolar jarang yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa
bergerak bersama gerakan peristaltik. Lapisan ini mengandung pleksus
saraf dan saluran limfe.
4. Lapisan mukosa
Lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan-lipatan longitudinal yang
disebut rugae. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini yaitu :
1) Kelenjar kardia, berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini
mensekresikan mukus.
2) Kelenjar fundus atau gastrik, terletak di fundus dan pada hampir
seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama
sel yaitu :
a) Sel-sel zimogenik atau chief cell, mensekresikan pepsinogen
diubah menjadi pepsin dalam suasana asam.
b) Sel-sel parietal, mensekresikan asam hidroklorida dan faktor
instrinsik. Faktor instrinsik diperlukan untuk absorbsi vitamin
B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor instrinsik akan
mengakibatkan anemia pernisiosa.
c) Sel-sel mukus (leher), di temukan di leher fundus atau kelenjar-
kelenjar gastrik, sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon
gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus
lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk
menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi
lain yang di sekresikan oleh lambung enzim dan berbagai
elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida (Price,
2005 dalam Wijaya & Putri, 2013).
Gambar 1. Struktur Lambung

Gambar 2. Struktur Lambung


Struktur syaraf penyokong lambung : Persyarafan lambung
sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan
duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus
vagus mencabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik, dan seliaka.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splangnikusmajor dan ganglia.
Serabut-serabut eferen menghantarkan impuls nyeri yang di rangsang oleh
peregangan, kontraksi otot dan peradangan, dan dirasakan di daerah
epigastrium. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat pergerakan dan
sekresi lambung. Pleksus saraf mesentenikus (auerbach ) dan submukosa
(meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan
mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Komponen vaskularisasi pada lambung : Seluruh suplai darah di
lambung dan pankreas (serta hati, empedu dan limfa ) terutama berasal
dari arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempercabangkan cabang-
cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri
yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria
pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum. Tukak dinding posterior duodenum dapat mengerosi
arteri ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan
duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limpa dan bagian lain saluran
cerna berjalan ke hati melalui vena porta.
Gastritis Akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia obat
obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada yang
mengalami strees akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus
Vagus), yang akan meningkatkan produksi asam klorida (Hcl) didalam
lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia
maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel
kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus mengurangi
produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa
lambung agar tidak ikut tercerna respon mukosa lambung karena
penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilitasi sel mukosa
gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat enzim yang memproduksi asam
klorida atau Hcl, terutama daerah fundus.
Vasodilitasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi Hcl
meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini
ditimbulkan oleh karena kontak Hcl dengan mukosa gaster. Respon
mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa
pengelupasan. Pengelupasan sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi
memicu timbulnya pendarahan. Pendarahan yang terjadi dapat mengancam
hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses
regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah
pendarahan (Nuratif & Kusuma, 2016).
Pada gastritis kronis, inflamasi lambung yang lama dapat
disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung atau oleh
bakteri helicobactery pylory (H. pylory). Gastritis Kronis dapat
diklasifikasikan sebagai tipe A / tipe B, tipe A (sering disebut sebagai
gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang
menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan
penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau
korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis)
mempengaruhi antrum dan pylorus (ujung bawah lambung dekat
duodenum) ini dihubungkan dengan bakteri Pylory. Faktor diet seperti
minum panas atau pedas, penggunaan atau obat-obatan dan alkohol,
merokok, atau refluks isi usus kedalam lambung (Smeltzer dan Bare, 2001
dalam Nuratif & Kusuma, 2016).

1.1.6 WOC atau Pathway Gastritis Akut


1.1.7 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan gastritis diantaranya :
1. Kesadaran : pada awalnya CM (compos mentis), perasaan tidak
berdaya.
2. Respirasi : tidak mengalami gangguan.
3. Kardiovaskuler : hypotensi, takikardia, disritmia, nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambat (vasokontriksi), warna kulit pucat, sianosis,
kulit atau membrane mukosa berkeringat (status syok, nyeri akut).
4. Persyarafan : sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat
terganggu, disorientasi atau bingung, nyeri epigastrium.
5. Pencernaan : anoreksia, mual, muntah oleh karena luka duodenal, nyeri
ulu hati, tidak toleran terhadap makanan (coklat, pedas), membrane
mukosa kering. Factor pencetus : makanan, rokok, alcohol, obat-obatan
dan stressor psikologi.
6. Genetourenaria : biasanya tidak mengalami gangguan.
7. Muskuloskletal : kelemahan, kelelahan.
8. Intergritas ego : factor stress akut, kronis, perasaan tidak berdaya,
adanya tanda ansietas : gelisah, pucat, berkeringat (Debora, 2017).

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Untuk menegakkan diagnosa gastritis, dilakukan dengan berbagai
macam tes, diantaranya (Nuratif & Kusuma, 2016) :
1. Tes darah
Dokter biasa meminta pasien untuk melakukan cek darah untuk
melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori. Hasil
tes yang positif menunjukkan bahwa seseorang pernah mengalami
kontak dengan bakteri Helicobacter pylori dalam hidupnya, tetapi
keadaan tersebut bukan berarti seseorang telah terinfeksi Helicobacter
pylori. Tes darah juga dapat digunakan untuk mengecek terjadinya
anemia yang mungkin saja disebabkan oleh perdarahan yang
disebabkan karena gastritis.
2. Breath test
Tes ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk
mengetahui apakah ada infeksi Helicobacter pylori (bakteri penyebab
gastritis) dalam tubuh seseorang.
3. Stool test
Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori dalam
sampel tinja seseorang. Hasil tes yang positif menunjukkan orang
tersebut terinfeksi Helicobacter pylori. Biasanya dokter juga menguji
adanya darah dalam tinja yang menandakan adanya perdarahan dalam
lambung karena gastritis.
4. Endoskopi
Endoskopi dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung
yang mungkin tidak dapat dilihat dengan sinar X.

Gambar 3. Perbedaan Hasil Endoskopi

5. Rontgen
Rontgen bertujuan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang
dapat dilihat dengan sinar X. Agar dapat dilihat dengan jelas, biasanya
penderita diinjeksi terlebih dahulu dengan bubur barium.
1.1.9 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada gastritis meliputi :
1. Antikoagulan : bila ada pendarahan pada lambung
2. Antasida : pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida
dan istirahat.
3. Histonin : ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan
asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
4. Sulcralfate : diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
5. Pembedahan : untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
gastrojejunuskopi atau reseksi lambung : mengatasi obstruksi pilorus.
Penatalaksanaan pada gastritis secara medis dengan
menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai
gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet
mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan
secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah
serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragik saluran
gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan
yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan
penetralisasian agen penyebab.
1. Untuk menetralisasi asam digunakan antasida umum missal :
alumunium hidroksida, untuk menetralisasi alkali digunakan jus lemon
encer atau cuka encer.
2. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya
perforasi terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan sedative,
antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti mungkin
diperlukan.
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat
gangrene atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi lambung
mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilorus. Gastritis kronis
diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istiratahat,
mengurangi stress dan memulai farmakoterapi. H. Pilory data diatasi
dengan antibiotik (seperti tetrasiklin atau amoksisilin) dan garam bismu
(pepto bismo). Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi
vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap (Darmawan,
2010).
Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi : Tirah baring,
mengurangi stress, diet seperti : air teh, air kaldu, air jahe dengan soda
kemudian diberikan peroral pada interval yang sering. Makanan yang
sudah dihaluskan seperti pudding agar-agar dan sup, biasanya dapat
ditoleransi setelah 12-24 jam dan kemudian makanan-makanan berikutnya
ditambahkan secara bertahap. Pasien dengan gastritis superficial yang
kronis biasanya berespon terhadap diet sehingga harus menghindari
makanan yang berbumbu banyak atau berminyak (Darmawan, 2010).

1.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada gastritis menurut
(Darmawan, 2010) adalah :
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbs
vitamain B12.
1.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1 Pengkajian
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus terkait dengan penyakit gastritis meliputi :
1) Pola Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan
kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang
praktek kesehatan.
2) Pola Nurtisi Metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit,
nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual muntah,
makanan kesukaan.
3) Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit.
Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi
(oliguri, disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan
miksi, Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi
saluran kemih dll.
4) Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan atau gerak dalam keadaan sehat dan
sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain,
Range Of Motion (ROM), riwayat penyakit jantung, frekuensi,
irama dan kedalaman nafas, bunyi nafas, riwayat penyakit paru.
5) Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola
kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien
terhadap peristiwa yang telah lama terjadi atau baru terjadi dan
kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama
(orang, atau benda yang lain). Tingkat pendidikan, persepsi nyeri
dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri
skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan
bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien,
adakah gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori
(nyeri), penciuman dan lain-lain.
6) Pola Istirahat Tidur
Menggambarkan Pola Tidur, istirahat dan persepasi tentang energi.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur,
insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.
7) Pola Konsep Diri persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri,
harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai
sistem terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan
berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai sistem
terbuka, manusia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural
spriritual dan dalam pandangan secara holistik. Adanya
kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit
terhadap diri, kontak mata, isyarat non verbal, ekspresi wajah
merasa tak berdaya, gugup atau relaks.
8) Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien.
Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang
passive atau agresif terhadap orang lain, masalah keuangan dll.
9) Pola Reproduksi atau Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau
dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas,
riwayat haid, pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit
hubungan seksual, pemeriksaan genital.
10) Pola mekanisme koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan
penggunaan sistem pendukung. Penggunaan obat untuk menangani
stress, interaksi dengan orang terdekat, menangis, kontak mata,
metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap
tingkat stress.
11) Pola Keyakinan dan Spiritual
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk
spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama,
kegiatan keagamaan dan budaya, berbagi dengan orang lain, bukti
melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan
pantangan dalam agama selama sakit (Perry, 2005 dalam Asmadi,
2008).

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
gastritis diantaranya :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan cairan tidak
cukup dan kehilangan cairan berlebih karena muntah
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan proses
penyakit
1.2.3 Intervensi
Tujuan dan
Diagnosa Intervensi
No Kriteria Hasil Rasional
Keperawatan (NIC)
(NOC)
1 Ketidakseimba Setelah dilakukan Nutrition
ngan nutrisi tindakan Management
kurang dari keperawatan 1. Kaji adanya 1. Mengetahui
kebutuhan selama …. x 24 alergi adanya alergi
tubuh jam diharapkan makanan makanan
berhubungan kebutuhan nutrisi
dengan intake dapat terpenuhi. 2. Timbang berat 2. Untuk
tidak adekuat NOC badan secara mengetahui
1. Nutritional rutin penurunan
Status: food and atau
fluid intake peningkatan
2. Nutritional berat badan
Status: nutrient 3. Kaji tanda dan 3. Untuk
intake gejala mengetahui
3. Weight control kekurangan tanda gejala
Kriteria hasil nutrisi kekurangan
1. Adanya nutrisi lebih
peningkatan awal
berat badan 4. Berikan 4. Meningkat-
sesuai dengan informasi kan
tujuan tentang pemahaman
2. Berat badan kebutuhan tentang
ideal sesuai nutrisi kebutuhan
dengan tinggi nutrisi
badan 5. Kolaborasi 5. Memberikan
3. Mampu dengan ahli asupan
mengidentifi- gizi untuk nutrisi yang
kasi kebutuhan menentukan tepat
nutrisi jumlah kalori
4. Tidak ada tanda dan nutrisi
malnutrisi yang
5. Tidak terjadi dibutuhkan
penurunan berat pasien
badan yang
berarti
2 Kekurangan Setelah dilakukan Fluid
volume cairan tindakan Management
berhubungan keperawatan 1. Monitor vital 1. Untuk
dengan selama …. x 24 sign mengetahui
masukan jam diharapkan status
cairan tidak kekurangan kesehatan
cukup dan volume cairan pasien
kehilangan dapat teratasi. 2. Kaji adanya 2. Untuk
cairan berlebih NOC tanda-tanda mengetahui
karena muntah 1. Fluid balance dehidrasi tanda
2. Hydration kekurangan
3. Nutritional cairan lebih
status: food and awal
fluid intake 3. Dorong 3. Meningkat-
Kriteria hasil masukan oral kan masukan
1. Vital sign dalam oral sehingga
batas normal dapat
TD : 100-120/ menghindari
70-90 mmHg, kekurangan
Nadi : 60-80 volume
x/mnt, Suhu : cairan
36,5-37,50C, 4. Hitung cairan 4. Untuk
RR : 16-20 masuk dan mengetahui
x/mnt. cairan keluar keseimba-
2. Tidak ada (balance ngan antara
tanda-tanda cairan) cairan yang
dehidrasi, turgor masuk
kulit elastis dengan
cairan yang
keluar dari
tubuh
5. Kolaborasi 5. Pemberian
terkait dengan cairan intra
pemberian vena dapat
cairan meningkat-
intravena kan volume
cairan dan
mengganti
cairan yang
hilang
3 Nyeri akut Setelah dilakukan Pain
berhubungan tindakan Management
dengan agen keperawatan 1. Kaji nyeri 1. Mengetahui
cidera biologis selama .… x 24 secara status nyeri
jam diharapkan komprehensif pasien yang
nyeri dapat termasuk meliputi
berkurang atau lokasi, lokasi,
hilang. karakteristik, karakteristik,
NOC durasi, durasi,
1. Pain level frekuensi, frekuensi,
2. Pain control kualitas dan kualitas dan
3. Comfort level faktor faktor
Kriteria hasil presipitasi presipitasi
1. Mampu 2. Kondisikan 2. Untuk
mengontrol lingkungan mengurasi
nyeri (relaksasi yang dapat stimulus
nafas dalam) memicu nyeri nyeri
2. Melaporkan 3. Beri posisi 3. Posisi yang
bahwa nyeri nyaman nyaman
berkurang dapat
dengan memberikan
menggunakan perasaan
manajemen relaks pada
nyeri (skala pasien
nyeri 0-3 dari 4. Ajarkan 4. Teknik
rentang skala 1- tentang teknik nonfarmako-
10) non- logik dapat
3. Menyatakan farmakologi meringankan
rasa nyaman (relaksasi rasa nyeri
setelah nyeri nafas dalam)
berkurang 5. Kolaborasi 5. Untuk
(wajah tidak terkait mengurangi
tampak pemberian rasa nyeri
meringis) analgetik secara
untuk farmakologi
mengurangi yang tepat
nyeri
4 Ansietas Setelah dilakukan Anxiety
berhubungan tindakan Reduction
dengan keperawatan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
perubahan selama .… x 24 tingkat status
status jam diharapkan kecemasan perasaan
kesehatan dan ansietas dapat cemas pasien
proses teratasi dengan : 2. Bantu pasien 2. Mengetahui
penyakit NOC mengenal faktor-faktor
1. Anxiety level situasi yang yang dapat
2. Social Anxiety menimbulkan menimbul-
level kecemasan kan cemas
Kriteria hasil 3. Instruksikan 3. Teknik
1. Klien dapat pasien relaksasi
mengidentifi- menggunakan dapat
kasi dan teknik meringankan
mengungkapkan relaksasi perasaan
gejala cemas cemas
2. Mengungkap- 4. Anjurkan 4. Agar pasien
kan teknik pasien berdoa lebih tenang
mengontrol sesuai dan tidak
cemas kepercayaan merasa
3. Postur tubuh, tegang
ekspresi wajah, 5. Kolaborasi 5. Agar terapi
bahasa tubuh pemberian yang
dan tingkat obat untuk diberikan
aktivitas mengurangi sesuai
menunjukkan kecemasan dengan
berkurangnya kondisi
cemas pasien
4. Vital sign dalam
batas normal
TD : 100-120/
70-90 mmHg,
Nadi : 60-80
x/mnt, Suhu :
36,5-37,50C,
RR : 16-20
x/mnt.
Sumber : Herman (2015) ; Bulechek (2008) ; Moorhead (2008)
1.2.4 Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan
rencana tindakan keperawatan yang telah di rancang pada intervensi
keperawatan.

1.2.5 Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervensi yang telah
dibuat untuk mengetahui respon pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah diberikan. Berdasarkan pada diagnosa di atas, evaluasi hasil
yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2. Kebutuhan cairan terpenuhi
3. Nyeri berkurang atau hilang
4. Ansietas berkurang atau hilang
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bulechek. Gloria M. (2008). Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth


Edition. USA : Mosby Inc An Affliate Of Elsevier.

Darmawan, D. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Gosyen


Publishing.

Debora, O. (2017). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik, edisi 2. Jakarta :


Salemba Medika.

Herman. T. Heater. (2015). Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.

Hirlan. (2009). Gastritis Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal


Publishing.

Moorhead, Sue. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.


USA: Mosby Inc An Affliate Of Elsevier.

Murjayanah, H. (2011). Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Gastritis (Studi Di Rsu Dr. R.Soetrasno Rembang Tahun 2010).
Universitas Negeri Semarang.

Nuratif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan


Penerapan Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta:
Mediaction.

Putri, R. S., Agustin, H., & Wulansari. (2010). Hubungan Pola Makan Dengan
Timbulnya Gastritis Pada Pasien Di Universitas Muhammadiyah Malang
Medical Center (Umc). Jurnal Keperawatan , 156 - 164.

Suratun, Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan


Dewasa Teori Dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Vous aimerez peut-être aussi