Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
I Komang Darmayasa, S.Kep (17089142024)
Telah Diterima dan Disahkan Oleh Clinical Teacher (CT) dan Clinical
Instrukture (CI) Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) Sebagai Syarat
Memperoleh Penilaian Dari Departemen Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
Program Profesi Ners STIKES Buleleng.
…………………………………… ..........................................................
NIP………………………………. NIK. .................................................
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GASTRITIS AKUT
1.1.2 Etiologi
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti beberapa
jenis bakteri, obat, alkohol, stress, penyakit : bile reflux (empedu), kelainan
autoimmune atrophic, crohn’s disease dan radiasi. Infeksi bakteri, sebagian
besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian
dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak
sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun
diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H.pylori
sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika
tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai
penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya
gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada lapisan
pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah
atrophicgastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam
lambung secara perlahan rusak (Hirlan, 2009).
Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah
dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat
dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga
meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian
besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker
dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada
penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini
sedangkan yang lain tidak (Hirlan, 2009).
Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus, Obat
analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan
naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika
pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya
masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan
peptic ulcer (Hirlan, 2009).
Penggunaan alkohol secara berlebihan, dapat mengiritasi dan
mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih
rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal (Hirlan, 2009).
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada
lambung (Hirlan, 2009).
Penyakit bile reflux (empedu) adalah cairan yang membantu
mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika
dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke
usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk
seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam
lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu masuk
ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis (Hirlan,
2009).
Kelainan autoimmune atrophicgastritis terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding
lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan
dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung
dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu
tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat
mengakibatkan pernicious anemia, sebuah kondisi serius yang jika tidak
dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune
atrophicgastritis terjadi terutama pada orang tua (Hirlan, 2009).
Crohn’s disease walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan
peradangan kronis pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat
juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung
terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn’s disease (yaitu sakit perut dan
diare dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala
gastritis (Hirlan, 2009).
Radiasi dan kemoterapi perawatan terhadap kanker dapat
mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena
sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam
dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan
dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil
asam lambung (Suratun, Lusianah, 2010).
1.1.3 Klasifikasi
Murjayanah (2011) membagi gastritis menjadi dua yaitu :
1. Gastritis akut
Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada
sebagian besar kasus merupakan penyakit ringan dan sembuh dengan
sempurna. Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya
dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosive atau
gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit
ini akan dijumpai pendarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat
dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung
pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung
tersebut (Slamet Suyono, 2001 dalam Murjayanah, 2011). Salah satu
bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah :
1) Gastritis akut erosive
Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam
dari pada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).
2) Gastritis akut hemoragic
Disebut hemoragic karena pada penyakit ini akan dijumpai
perdarahan mukosa lambung dalan berbagai derajat dan terjadi
erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada
beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung
tersebut
2. Gatritis kronik
Gastritis kronik adalah peradangan mukosa kronis yang
akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Penyakit
ini memiliki sub kelompok kausal yang tersendiri dan pola kelainan
histologik yang berbeda-beda diberbagai tempat di dunia. Di dunia
barat, prevalensi perubahan histologik yang menunjukkan gastritis
kronis melebihi 50% untuk populasi usia lanjut (Vinay Kumar, 2007
dalam Murjayanah, 2011). Gastritis kronik diklasifikasikan dengan
tiga perbedaan sebagai berikut :
1) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan , edema , serta
perdarahan dan erosi mukosa.
2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan
mukosa pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan
kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan
karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya
nodulnodul pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan
hemoragik.
5. Rontgen
Rontgen bertujuan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang
dapat dilihat dengan sinar X. Agar dapat dilihat dengan jelas, biasanya
penderita diinjeksi terlebih dahulu dengan bubur barium.
1.1.9 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada gastritis meliputi :
1. Antikoagulan : bila ada pendarahan pada lambung
2. Antasida : pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida
dan istirahat.
3. Histonin : ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan
asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
4. Sulcralfate : diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
5. Pembedahan : untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
gastrojejunuskopi atau reseksi lambung : mengatasi obstruksi pilorus.
Penatalaksanaan pada gastritis secara medis dengan
menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai
gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet
mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan
secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah
serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragik saluran
gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan
yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan
penetralisasian agen penyebab.
1. Untuk menetralisasi asam digunakan antasida umum missal :
alumunium hidroksida, untuk menetralisasi alkali digunakan jus lemon
encer atau cuka encer.
2. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya
perforasi terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan sedative,
antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti mungkin
diperlukan.
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat
gangrene atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi lambung
mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilorus. Gastritis kronis
diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istiratahat,
mengurangi stress dan memulai farmakoterapi. H. Pilory data diatasi
dengan antibiotik (seperti tetrasiklin atau amoksisilin) dan garam bismu
(pepto bismo). Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi
vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap (Darmawan,
2010).
Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi : Tirah baring,
mengurangi stress, diet seperti : air teh, air kaldu, air jahe dengan soda
kemudian diberikan peroral pada interval yang sering. Makanan yang
sudah dihaluskan seperti pudding agar-agar dan sup, biasanya dapat
ditoleransi setelah 12-24 jam dan kemudian makanan-makanan berikutnya
ditambahkan secara bertahap. Pasien dengan gastritis superficial yang
kronis biasanya berespon terhadap diet sehingga harus menghindari
makanan yang berbumbu banyak atau berminyak (Darmawan, 2010).
1.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada gastritis menurut
(Darmawan, 2010) adalah :
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbs
vitamain B12.
1.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1 Pengkajian
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus terkait dengan penyakit gastritis meliputi :
1) Pola Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan
kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang
praktek kesehatan.
2) Pola Nurtisi Metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit,
nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual muntah,
makanan kesukaan.
3) Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit.
Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi
(oliguri, disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan
miksi, Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi
saluran kemih dll.
4) Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan atau gerak dalam keadaan sehat dan
sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain,
Range Of Motion (ROM), riwayat penyakit jantung, frekuensi,
irama dan kedalaman nafas, bunyi nafas, riwayat penyakit paru.
5) Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola
kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien
terhadap peristiwa yang telah lama terjadi atau baru terjadi dan
kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama
(orang, atau benda yang lain). Tingkat pendidikan, persepsi nyeri
dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri
skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan
bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien,
adakah gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori
(nyeri), penciuman dan lain-lain.
6) Pola Istirahat Tidur
Menggambarkan Pola Tidur, istirahat dan persepasi tentang energi.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur,
insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.
7) Pola Konsep Diri persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri,
harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai
sistem terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan
berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai sistem
terbuka, manusia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural
spriritual dan dalam pandangan secara holistik. Adanya
kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit
terhadap diri, kontak mata, isyarat non verbal, ekspresi wajah
merasa tak berdaya, gugup atau relaks.
8) Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien.
Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang
passive atau agresif terhadap orang lain, masalah keuangan dll.
9) Pola Reproduksi atau Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau
dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas,
riwayat haid, pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit
hubungan seksual, pemeriksaan genital.
10) Pola mekanisme koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan
penggunaan sistem pendukung. Penggunaan obat untuk menangani
stress, interaksi dengan orang terdekat, menangis, kontak mata,
metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap
tingkat stress.
11) Pola Keyakinan dan Spiritual
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk
spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama,
kegiatan keagamaan dan budaya, berbagi dengan orang lain, bukti
melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan
pantangan dalam agama selama sakit (Perry, 2005 dalam Asmadi,
2008).
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervensi yang telah
dibuat untuk mengetahui respon pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah diberikan. Berdasarkan pada diagnosa di atas, evaluasi hasil
yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2. Kebutuhan cairan terpenuhi
3. Nyeri berkurang atau hilang
4. Ansietas berkurang atau hilang
DAFTAR PUSTAKA
Putri, R. S., Agustin, H., & Wulansari. (2010). Hubungan Pola Makan Dengan
Timbulnya Gastritis Pada Pasien Di Universitas Muhammadiyah Malang
Medical Center (Umc). Jurnal Keperawatan , 156 - 164.