Vous êtes sur la page 1sur 9

askep Glomerulonefritis Akut

GLOMERULONEFRITIS AKUT

I. Glomerulonefritis Akut
A. Defenisi
Glumerulonefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada
sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus.
B. Insiden
Pada kebanyakan kasus, stimulus reaksi ini berasal dari infeksi streptokokus grup A di
kerongkongan, yang biasanya mencetuskan awitan glomerullonefritis dengan interval 2
sampai 3 minggu. Produk streptokokus, berlaku sebagai antigen, menstimulasi sirkulasi
antibody dan menghasilkan endapan kompleks di glomerulus, menyebabkan cedera pada
ginjal. Glomerulonefritis juga dapat disertai demam scarlet dan impetigo ( infeksi pada
kulit) dan infeksi virus akut (infeksi pernafasan atas, gondongan, varicella, Epstein Barr,
hepatitis B, dan infeksi HIV). Glomerulonefritis dapat diklasifikasikan sebagai cedera
glomerulus primer atau sekunder, gangguan primer dalah penyakit sistemik.
Glomerulonefritis akut adalah penyakit yang terutama yang menyerang individu muda,
namun demikian pembentukan virus glomerulonefritis terjadi pada semua spectrum usia.
C. Patofisiologi
Proliferasi seluler ( peningkatan produksi sel endotelia yang melapisi glomerulus),
infiltrasi lekosit ke glomerulus dan penebalan membrane filtrasi glomerulus atau
membrane basal menghasilkan jaringan parut dan kehilangan permukaan penyaring. Pada
glumerolusnefritis akut, ginjal membesar, bengkak dan kongesti. Seluruh jaringan renal-
glomerulus, tubulus dan pembuluh darah_dipengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa
memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada.

D. Manifestasi Klinis
Glomerulonefritis mungkin ringan sehingga dapat diketahui secara incidental melalui
urinalisis rutin, atau riwayat mungkin menunjukkan episode faringitis atau tonsillitis
sebelumnya, disertai demam. Pada bentuk penyakit yang lebih parah, pasien mengeluh
adanya sakit kepala,malese, edema wajah, dan nyeri panggul. Hipertensi ringan sampai
berat dapat dijumpai, dan nyeri tekan di seluruh kostovertebral ( CVA) umumnya terjadi.
E. Evaluasi Diagnostik
Gambaran primer glomerulus akut adalah hematuria (darah dalam urin) mikroskopik atau
makroskopik (gros). Urin tampak berwarna kola akibat sel darah merah dan butiran atau
sedimen protein. Proteinuria, terutama albumin,juga terjadi akibat meningkatnya
permeabilitas membran glomerulus. Kadar komplemen serum menurun tetapi secara
umum kembali kenormal dalam 2 sampai 8 minggu.
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan glomerulonefritis akut adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan
menangani komplikasi dengan tepat. Jika diduga terdapat infeksi streptokokus sisa,
penisilin dapat diresepkan. Tirah baring dianjurkan selama fase akut sampai urin
berwarna jernih dan kadar BUN, kreatinin, dan tekanan darah kembali ke normal.
II. Glomerulonefritis Kronik
A. Patofisiologi
Glomerulonefritis kronok kaitannya mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak
sebagai tipe reaksi antigen-antibodi yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan
sehingga terabaikan. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm
atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan ginjal
kasar dan ireguler.
B. Manifestasi Klinis
Gejala glumerulonefritis kronik bervariasi. Banyak pasien dengan penyakit yang telah
parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa tahun. Kondisi
mereka secara insidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau peningkatan kadar BUN
dan kreatinin serum. Diagnosis dapat ditegakkan ketika perubahan vaskuler atau
perdarahan retina ditemukan selama pemeriksaan mata. Myoritas pasien juga mengalami
gejala umum seperti kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan
peningkatan berkemih di malam hari (nokturia). Sakit kepala, pusing, dan gangguan
pencernaan umumnya terjadi. Seiring dengan berkembangnya glomerulonefritis kronok,
tanda dan gejala insufisiensi renal dan gagal ginjal kronik ndapat terjadi. Pasien tampak
sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan dan terjadi edema perifer
(dependen) dan periorbital.
C. Evaluasi Diagnostik
Sejumlah nilai laboratorium abnormal muncul. Urinalisis menunjukkan gravitasi spesifik
mendekati 1.010, berbagai proteiuria, dan endapan urinarius (butir-butir protein yang
disekresi oleh tubulus ginjal yang rusak).
Glomerulus menurun dibawah 50 ml/ menit, perubahan berikut dapat dijumpai:
• Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, masukan dari makanan dan medikasi, asidosis,
dan katabolisme.
• Asidosis metabolic akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk
regenerasi bikarbonat.
• Anemia akibat penurunan eritropoesis (produksi sel darah merah)
• Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membran
glomerulus yang rusak.
• Serum posfor meningkat akibat penurunan ekskresi renal.
• Serum kalsium meningkat (kalsium terikat pada fosfor untuk mengkompensasi
peningkatan kadar serum fosfor)
• Hipermagnesemia akibat penurunan ekskresi dan ingesti antasid yang mengandung
magnesium.
• Kerusakan hantaran saraf akibat abnormalitas elektrolit dan uremia.
D. Penatalaksanaan
Gejala yang muncul pada pasien glomerulonefritis kronis akan menjadi pedoman
penanganan rawat jalan. Jika terdapat hipertensi tekanan darah diturunkan dengan
natrium dan pembatasan cairan. Protein dengan nilai biologis yang tinggi (produk susu,
telur, daging) diberikan untuk mendukung status nutrisis yang baik pada pasien. Jika
edema berat terjadi, pasien harus tirah baring. Kepala tempat tidur dinaikkan untuk
kenyamanan dan diuresis. Berat badan harian dipantau, dan diuretic digunakan untuk
mengurangi kelebihan cairan. Masukan natrium dan cairan disesuaikan dengan
kemampuan ginjal pasien untuk mengekskresi air dan natrium. Dimulainya dialisis
dipertimbangkan diawal terapi untuk menjaga agar kondisi fisisk pasien tetap optimal.,
mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan mengurangi resiko komplikasi
gagal ginjal.

I. Defenisi
GNA adalah inflamasi glomeruli yang terjadi ketika kompleks antigen-
antibodi terjebak dalam membran kapiler glomerular.
II. Etiologi
Penyakit ini ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi pada usia awal
sekolah dan jarang pada anak yang lebih muda dari 2 tahun, lebih banyak pria
dari pada wanita (2 : 1).
Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus
gol A. Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah factor iklim, keadaan gizi,
keadaan umum dan factor alergi.
III. Gambaran Klinik
Hasil penyelidikan klinis immunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses immunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran


basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses autoimmune kuman streptokokkus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimmune yang merusak glomerulus.
3. Streptokokkus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membran basalis ginjal.

IV. Gejala Klinik


Gejala yang sering ditemukan :
1. Hematuri
2. Edema
3. Hipertensi
4. Peningkatan suhu badan
5. Mual, tidak ada nafsu makan
6. Ureum dan kreatinin meningkat
7. oliguri dan anuria
V. Komplikasi
1. Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
2. Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan
kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan
anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah,
pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume
plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat HT yang
menetap dan kelainan di miocardium.
4. Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik
yang menurun.
VI. Evaluasi Diagnostik
1. Urinalisis :
a. Hematuria (mikroskopis atau makroskopis)
b. Proteinuria (3 + sampai 4+)
c. Sedimen : silinder sel merah, SDP, sel epitel ginjal
d. BJ : peningkatan sedang

2. Pemeriksaan darah :
a. Komplemen serum dan C3 menurun
b. BUN dan kreatinin meningkat
c. Titer DNA – ase antigen B meningkat
d. LED meningkat
e. Albumin menurun
f. Titer anti streptolisin – O (ASO) meningkat
3. Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan
memastikan diagnosis.
VII. Manajemen Kolaboratif
1. Intervensi Terapeutik
a. Batasi masukan cairan, kalium dan natrium
b. Pembatasan protein sedang dengan oliguri dan peningkatan BUN;
pembatasan lebih drastis bila terjadi gagal ginjal akut.
c. Peningkatan karbohidrat untuk memberikan energi dan menurunkan
katabolisme protein.
2. Intervensi Farmakologis
a. Anti HT dan diuretic untuk mengontrol HT dan edema.
b. Penyekat H2 untuk mencegah ulkus stress pada penyakit akut.
c. Agens ikatan fosfat untuk mengurangi kadar fosfat dan meningkatkan
kalsium.
d. AB bila infeksi masih ada.
A. Glomerulonefritis Kronik
I. Defenisi
Adalah glomerulonefritis tingkat akhir (“and stage”) dengan kerusakan
jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga menimbulkan
gangguan fungsi ginjal yang irreversible.
II. Etiologi
1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi.
2. Dibatas mellitus
3. Hipertensi kronik
4. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.
III. Gambaran Klinik
1. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal
ginjal.
2. Lemah, nyeri kepala, gelisah, mula, coma dan kejang pada stadium akhir.
3. Edema sedikit bertambah jelas jika memasuki fase nefrotik.
4. Suhu subfebril.
5. Kolestrol darah naik.
6. Penurunan kadar albumin.
7. Fungsi ginjal menurun.
8. Ureum meningkat + kreatinin serum.
9. Anemia.
10. Tekanan darah meningkat mendadak meninggi.
11. Kadang-kadang ada serangan ensefalopatihipertensi.
12. Gagal jantung kematian.
13. Berat badan menurun.
14. Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)
15. Hematuria.
IV. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pada urine ditemukan :

Albumin (+)
Silinder
Eritrosit
Lekosit hilang timbul
BJ urine 1,008 – 1,012 (menetap)

2. Pada darah ditemukan :


LED tetap meninggi
Ureum meningkat
Fosfor serum meningkat
Kalsium serum menurun
3. Pada stadium akhir :
- Serum natrium dan klorida menurun
- Kalium meningkat
- Anemia tetap
4. Pada uji fugsional ginjal menunjukan kelainan ginjal yang progresif.
V. Penatalaksanaan
1. Medik :
Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
Pengawasan hipertenasi antihipertensi.
Pemberian antibiotik untuk infeksi.
Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.
2. Keperawatan :
Disesuaikan dengan keadaan pasien.
Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.
Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.
Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai
kemampuannya.
Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke sindrom
nefrotik atau GGK.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GLOMERULONEFRITIS


1. Pengkajian
Genitourinaria
• Urine keruh
• Proteinuria
• Penurunan urine output
• Hematuri
Kardiovaskuler
• Hipertensi
Neurologis
• Letargi
• Iritabilitas
• Kejang
Gastrointestinal
• Anorexia
• Vomitus
• Diare
Hematologi
• Anemia
• Azotemia
• Hiperkalemia
Integumen
• Pucat
• Edema
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia
KE : Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral normal ditandai
dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak ada
tanda-tanda hipernatremia.

Intervensi :
1. Monitor dan catat TD setiap 1 – 2 jam perhari selama fase akut.
R/ untuk mendeteksi gejala dini perubahan TD dan menentukan intervensi
selanjutnya.
2. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction
R/ serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak
3. Atur pemberian anti HT, monitor reaksi klien.
R/ Anti HT dapat diberikan karena tidak terkontrolnya HT yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal
4. Monitor status volume cairan setiap 1 – 2 jam, monitor urine output (N : 1 –
2 ml/kgBB/jam).
R/ monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan
tekanan darah.
5. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8
jam.
R/ Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status
neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
6. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order.
R/ diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.
Peningkatan volume cairan b/d oliguri
KE : Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal ditandai
dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.
Intervensi :
1. Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.
R/ : Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan , penurunan
output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.
2. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-
laki cek adanya pembengkakan pada skrotum
R/ : Peningkatan lingkar perut danPembengkakan pada skrotum merupakan
indikasi adanya ascites.
3. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila menggunakan
tiazid/furosemide.
R/ : Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan
penanganan pemberia potassium.
4. Monitor dan catat intake cairan.
R/ : Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan dan
penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan intake
sodium.
5. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
R/ : Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein sebagai
indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.
6. Monitor hasil tes laboratorium
R/ : Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin indikasi
adanya gangguan fungsi ginjal.
Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) b/d anorexia.
KE : Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai dengan porsi akan
dihabiskan minimal 80%.
Intervensi :
1. Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi.
R/ : Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori
essensial.
2. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan
klien.
R/ : Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan
bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan
kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan.
3. Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.
R/ : Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal
tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi
pemasukan cairan.

Intolerance aktiviti b/d fatigue.


KE : Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas ditandai dengan
adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu beraktivitas.
Intervensi :
1. Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas.
R/ : Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi untuk
menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan stress
pada ginjal.
2. Sediakan/ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang menantang
sesuai dengan perkembangan klien.
R/ : Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi dan
mencegah kebosanan.
3. Buat rencana/tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan pada
saat klien sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari.
R/ : Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu klien dalam
memenuhi kebutuhan tidurnya.
Gangguan istirahat tidur b/d immobilisasi dan edema.
KE : Klien dapat mempertahankan integritas kulit ditandai dengan kulit tidak
pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan pada
kulit/bersisik.
Intervensi :
1. Sediakan kasur busa pada tempat tidur klien
R/ : Menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit.
2. Bantu merubah posisi tiap 2 jam.
R/ : Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki sirkulasi, penurunan resiko
terjadi kerusakan kulit.
3. Mandikan klien tiap hari dengan sabun yang mengandung pelembab.
R/ : Deodoran/sabun berparfum dapat menyebabkan kulit kering,
menyebabkan kerusakan kulit.
4. Dukung/beri sokongan dan elevasikan ekstremitas yang mengalami edema.
R/ : Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena untuk
mengurangi pembengkakan.
5. Jika klien laki-laki scrotum dibalut.
R/ : Untuk mengurangi kerusakan kulit

Vous aimerez peut-être aussi