Vous êtes sur la page 1sur 21

ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS

Dosen Pembimbing :

Ida Mardalena, S.Kep.Ns.,M.Sc

Di Susun Oleh :

1. Widya Iswara Bayuaji P07120216030.


2. Raden Roro Brilianti.C. P07120216031.
3. Tsaatsatun Ardianita P07120216032.
4. Wanda Wardhani P07120216033.

Program Studi D IV Keperawatan Reguler A


Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan berkahnya yang diberikan kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis”. Terimakasih
kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
makalah ini, baik yang terlibat secara langsung maupun yang tidak.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini mulai dari
teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi, untuk itu besar harapan kami
akan masukan saran yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya. Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, 4 Oktober 2017

Tim Penyusun

1
Daftar Isi

Kata pengantar................................................................................................... 1

Daftar isi............................................................................................................ 2

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................... 3
B. Tujuan.................................................................................................... 3
C. Metode................................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi fisiologi hepar......................................................................... 5


B. Patofisiologi........................................................................................... 6
C. Etiologi.................................................................................................. 7
D. Manifestasi Klinis.................................................................................. 8
E. Penatalaksananaan................................................................................. 10
F. Komplikasi............................................................................................. 11
G. Asuhan keperawatan sirosis hepatis....................................................... 12

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................ 19

Daftar Pustaka.................................................................................................... 20

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah satu penyakit hati kronik yang progresif, ditandai
dengan adanya fibrosis yang luas dan pembukaan nodul pada hati (Black &
Hawks, 2009). Fibrosis dan nodul pada hati ini menyebabkan pengerasan pada
hati, akibatnya hati tidak mampu lagi melaksanakan fungsinya sehingga pada
akhirnya menimbulkan perdarahan saluran cerna, asites, ensefalopati
hepatikum, dan kematian. (Riris,Elida.2014.askep pada pasen sirosis hepatis
dalamkonteks keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan di RSUPN dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta).
Sirosis hepatis bisa disebabkan oleh berbagai hal. Penyebabnya antara
lain karena adanya infeksi, penyakit keturunan dan metabolik, obat – obatan
(seperti : acetaminophen, methotrexate, atau isoniazid) dan zat – zat toksik,
konsumsi alkohol dalam jangka waktu yang lama, obstruksi bilier, dan dalam
beberapa kasus di Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah virus
hepatitis B maupun C.
Sirosis hati mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap tahunnya
di Amerika.2 Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS
Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien
yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun
2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis sering tanpa gejala
sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin
atau karena penyakit yang lain.
Penderita sirosis hati lebih banyak diderita oleh jenis kelamin pria
dibandingkan wanita, di Jerman angka insiden sirosis hati untuk pasien pria
sebesar 22,5 per 100.000 penduduk sedangkan untuk wanita 11,8 per 100.000
penduduk (Blachier, 2013). Berdasarkan data WHO (2004) sirosis hati
merupakan penyebab kematian kedelapan belas di dunia, dengan prevalensi
1,3% atau sebanyak 800.000 kasus (Sariani,2010). Di Amerika kasus insidensi

3
sirosis hati diperkirakan sebanyak 360 per 100.000 penduduk dengan penyebab
terbanyak adalah konsumsi alcohol (Nurdjanah,2009).
Dari data WHO (2007), penyakit hati kronik dan sirosis hati merupakan
penyebab kematian peringkat keduabelas Universitas Sumatera Utara pada
tahun 2007 di Amerika Serikat dengan jumlah 29.1659 (1,2%). Pada tahun
2007 prevalensi sirosis hati di Australia sebesar 2 % dan di Jepang sebesar 2,7
%, sedangkan prevalensi sirosis hati di Indonesia tahun 2007 sebesar 1,7%
(Sariani,2010). Sirosis hati dengan komplikasinya merupakan masalah
kesehatan yang sulit diatasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan tingginya
angka kesakitan dan kematian penderita sirosis hati (Sariani,2010). Pada tahun
2010 angka mortalitas sirosis hati di Indonesia adalah 49.224 kasus (Mokdad,
dkk., 2014). Dalam perjalanan klinisnya penyakit sirosis hati lanjut dapat
dijumpai komplikasi seperti : ensefalopati hepatikum, peritonitis bakterialis
spontan, sindoma hepatorenal, dan varices esophagus (Arisman,2010).
B. Tujuan
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa
dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis.
Tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Memahami definisi dari sirosis hepatis.
2. Memahami anatomi, patofisiologi, dan etiologi dari sirosis hepatis.
3. Memahami asuhan keperawatan sirosis hepatis (pengkajian,
diagnosa keperawatan, dan perencanannya).
C. Metode
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah kajian pustaka.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Hepar adalah organ viseral terbesar dan terletak dibawah kerangka iga.
Beratnya sekitar 1.500 gr dan bewarna merah tua. Persediaan darah yang
teroksigenasi dalam hepar disuplai oleh arteri hepatika, sedangkan darah yang
tidak teroksigenasi tetapi kaya akan nutrien disuplai oleh vena portal hepatika.
Hepar sendiri terbagi oleh dua lobus (lobus dextra dan lobus sinistra) oleh
ligamen falsiform, yang mana diantara kedua lobus ini terdapat porta hepatis
(jalan keluar masuknya pembuluh darah,saraf, dan duktus). Lobus dextra hepar
lebih besar dibandingkan lobus sinistranya, dan memiliki tiga bagian utama
yakni : lobus dextra atas, lobus kaudatus, dan lobus kuadratus.

5
Fungsi utama dari hepar adalah:
1. Memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorpsi
lemak.
2. Mempertahankan homeostatik gula darah.
3. Membentuk urea dari asam amino berlebih dan sisa nitrogen dalam
tubuh.
4. Menyintesis protein plasma dan faktor – faktor pembekuan darah. Hepar
juga mensintesis bilirubin dari produk penguraian hemoglobin dan
mensekresinya ke dalam empedu.
5. Mensisntesis unsur – unsur pokok dalam membran sel (lipoprotein,
kolestrol, dan fosfolipid).
6. Menyimpan mineral Fe, Cu; vitamin larut lemak.
7. Mendotokfikasi toksin dan obat.
8. Penyimpan darah. Karena hepar merupakan reservoar untuk sekitar 30%
curah jantung, dan bersamaan dengan limpa mengatur volume darah
yang diperlukan.
B. Patofisiologi
Faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel hati dapat
menyebabkan sirosis melalui respon patobiologi yang saling berhubungan, yaitu
reaksi sistem imun, peningkatan sintesis matrik dan abnormalitas perkembangan
sel hati yang tersisa. Perlukaan terhadap sel hati dapat menyebabkan kematian sel,
yang kemudian diikuti terjadinya jaringan parut (fibrosis) atau pembentukan
nodul regenerasi. Hal tersebut selanjutnya akan menyebabkan gangguan fungsi
hati, nekrosis sel hati dan hipertensi porta.

6
Proses perlukaan sel hati dapat disebabkan karena suatu agen infeksi, bahan
racun (toksin) ataupun proses iskemia dan hipoksia. Proses ini awalnya
menyerang dinding sel yang menyebabkan keluarnya berbagai enzim dan
elektrolit dari dalam sel serta dapat menyebabkan kematian sel. Di bawah
pengaruh sel-sel radang serta berbagai macam sitokin, hepatosit sebenarnya
mengeluarkan suatu bahan Matrik Ekstra Seluler (ECM) yang ternyata sangat
penting untuk proses penyelamatan dan pemeliharaan fungsi sel hepar karena
dapat memelihara keseimbangan ling-kungan sel. Makro molekul dari ECM
terdiri dari kolagen, proteoglikan dan glikoprotein.
Pada sirosis ternyata terdapat perubahan kualitas dan kuantitas ECM sehingga
terdapat penyimpangan dan pengorganisasian pertumbuhan sel dan jaringan hati.
Pada berbagai penyakit hati terdapat peningkatan bahan metabolik prokolagen III
peptide yang dapat meransang proses fibrosis. Pada kondisi yang stimultif karena
infeksi virus, iskemia ataupun karena keadaan lain yang dapat menyebabkan
nekrosis hepatosit maka hepatosit mengadakan proses proliferasi yang lebih cepat
dari biasanya. (Jurnalis, Yusri Dianne, dkk. Sirosis Hepatis dengan Hipertensi
Portal.Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.31. Juli – Desember 2007).
C. Etiologi
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan
penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh
virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak
diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (Saskara,
Pande Made Aditya, dan IGA Suryadarma. Laporan Kasus : Sirosis Hepatis).
Sirosis hepatis selain disebabkan oleh virus hepatitis B, dan C, juga
disebabkan oleh beberapa faktor lain. Faktornya antara lain infeksi, penyakit
keturunan, kelainan metabolik {meliputi: hemakhomatosis (kelebihan beban
besi), penyakit wilson (kelebihan beban tembaga), defisiensi alphal-antitripsin,
glikonosis type-IV, galaktosemia, tirosinemia}, obat – obatan (seperti :
acetaminophen, methotrexate, atau isoniazid) dan zat – zat toksik, konsumsi
alkohol dalam jangka waktu yang lama, obstruksi bilier, sumbatan saluran vena
hepatica, sindroma budd-chiari, payah jantung, gangguan imunitas (Hepatitis

7
Lupoid), operasi pintas usus pada obesitas, kriptogenik, malnutrisi, dan indian
childhood cirrhosis.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:
1. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-
selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat
dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari
organ-organ digestif praktis akanberkumpul dalam vena porta dan dibawa ke
hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang
bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.
Pasien dengan keadaan asites cenderung menderita dyspepsia kronis
dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur
mengalami penurunan.Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga
peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan
adanya shifting dullnessatau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.
Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan
jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi
terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal

8
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen
yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan
distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus,
lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena
fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi
akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan.
Pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan
yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25%
pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami
hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati
yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan
akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena
hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan
gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering
menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan

9
pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu
kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan
neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku
umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat,
dan pola bicara.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol
yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein,
lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.
Alkohol akanmengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan
diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90
gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba
dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine.
b. Hemokromatis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi
(desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc
selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-
obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis
100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan
penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/

10
hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak
adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites
sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena
atau melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi
diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian
IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah
secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal
salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c. Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL
padahipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet
sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan
pada varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi
sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin,
aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik

11
Mengatur keseimbangan cairan dan garam.

F. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Hipertensi portal
2. Coma/ ensefalopaty hepatikum
3. Hepatoma
4. Asites
5. Peritonitis bakterial spontan
6. Kegagalan hati (hepatoselular)
7. Sindrom hepatorenal
G. Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokus pada awitan gejala dan riwayat fakto-
faktor pencetus, khususnta penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang
lama di samping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta
rohani penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa
lampau (durasi dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Kemudian, data yang
harus dicatat adalah riwayat kontang dengan zat-zat toksik di tempat kerja
atau selama melakukan aktivitas rekreasi. Pajanan dengan obat-obat yang
potensial bersifat hepatotoksik atau dengan obat-obat anestesi umum dicatat
dan dilaporkan.
Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien.;
orientasi terhadap orang, tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan
pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau kehiatan rumah tangga
memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani. Di samping itu,
hubungan pasien dengan keluarga, sahabat dan teman sekerja dapat
memberikan petunjuk tentang kehilangan kemampuan yang terjadi sekunder
akibat penggunaan alkohol dan serosis. Distensi abdomen serta meteorismus
(kembung), perdarahan gastrointestinal, memar dan perubahan berat badan
perlu diperhatikan.

12
Status nutrisi yang merupakan indikator penting pada serosis dikaji
melalui penimbangan berat yang dilakukan setiap hari, pemeriksaan
antropometrik dan pemantauan protein plasma, transferin, serta kadar
kreatini.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nutrisi : ketidakseimbangan, kurang dari kebutuhan tubuh.
b. Volume cairan, kelebihan.
c. Integritas kulit, kerusakan.
d. Pola pernafasan, ketidakefektifan.
e. Cedera, Resiko tinggi terhadap (hemoragi).
f. Proses pikir, perubahan, resiko tinggi terhadap.
g. Harga diri/citra tubuh, gangguan.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang kondisi, dan
kebutuhan pengobatan.
Contoh diagnosa dalam kasus serosis hepatis
a) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang
asupan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
b) Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan
asupan cairan, kelebihan asupan natrium.
c) Resiko kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi.
3. Perencanaan

Diagnosa Keperawatan : Ketidak Seimbangan nutrisi : Kurang dari


kebutuhan tubuh. (Diagnosa Keperawatan
Nanda hal 177).

Dapat dihubungkan dengan : 1. Kurang asupan makanan.


2. Ketidakmampuan mencerna makanan.
3. Ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrien.

13
Kemungkinan dibuktikan oleh : 1. Penurunan berat badan.
2. Perubahan bunyi dan fungsi usus.
3. Tonus otot buruk/penggunaan otot.
4. Ketidakseimbangan dalam nutrisi.

Hasil yang diharapkan/kriteria 1. Status Nutrisi membaik (menunjukan


evaluasi pasien akan : peningkatan berat badan progresif
mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal). (Nanda NIC
NOC hal 644).
2. Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih
lanjut.

Tindakan/Intervensi Rasional
Tentukan jumlah kalori dan jenis Memberikan informasi tentang
nutrisiyang dibutuhkan untuk kebutuhan pemasukan/defisiensi.
memenuhi persyaratan gizi. (Nanda
NIC NOC hal 197)
Tentukan status gizi pasien dan Mungkin sulit untuk menggunakan berat
kemampuan pasien untuk memenuhi badan sebagai indikator langsung status
kebutuhan gizi. (Nanda NIC NOC hal nutrisi karena ada gambaran edema atau
197). asites. Lipatan kulit trisep berguna
dalam mengkaji perubahan masa otot
dan simpanan lemak subkutan.
Instruksikan pasien mengenai Diet yang tepat penting untuk
kebutuhan nutrisi (yaitu : membahas penyembuhan. Pasien mungkin makan
pedoman diet dan piramida makanan). lebih baik bila keluarga terlibat dan
(Nanda NIC NOC hal 197) makanan yang disukai sebanyak
mungkin.

14
Tawarkan makanan ringan yang padat Buruknya toleransi terhadap makan
dan bergizi. (Nanda NIC NOC hal 198) banyak mungkin berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra abdomen atau
asites.
Anjurkan pasien mengenai modifikasi Pada sirosis berat makanan kasar dapat
diet yang diperlukan (misalkan: diet menyebabkan perdaraha varises
makanan lembut). (Nanda NIC NOC hal esofagus, sehingga bisa terjadi pada
197). sirosis berat.
Beri obat – obatan sebelum makan Pasien biasanya kekurangan vitamin
(misalnya : Tambahan vitamin, tiamin, karena diet yang buruk sebelumnya.
besi, asam folat, dan antiemetik). Jika Karena kerusakan hati juga dapat
diperlukan. (Nanda NIC NOC hal 197) mnyebabkan hati sulit menyimpan
vitamin A, B Komplek, D, dan K.
Kekurangan besi dan asam folat
menimbulkan anemia. (Antiemetik
digunakan dengan hati – hati untuk
menurunkan mual atau muntah dan
meningkatkan masukan oral).

Diagnosa keperawatan Kelebihan Volume Cairan. (Diagnosa


Keperawatan Nanda hal 195).
Dapat dihubungkan dengan : 1. Gangguan mekanisme regulasi (
contoh, SIADH, penurunan
protein plasma, mal nutrisi).
2. Kelebihan asupan natrium.
3. Kelebihan asupan cairan.
Kemungkinan dibuktikan oleh : 1. Edema , anasarka, peningkatan
berat badan.

15
2. Pemasukan lebih besar dari
pengeluaran, oliguria, perubahan
pada berat jenis urine.
3. Dispnea, bunyi napas tambahan,
efusi pleural.
4. Perubahan TD, reflek
hepatojugular positif.
5. Gangguan elektrolit.
6. Perubahan status mental.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi Menunjukan keseimbangan volume
– pasien akan : cairan yang stabil (dengan ke-
seimbangan pemasukan dan pengeluaran,
berat badan stabil, tanda vital dalam
rentang normal, dan tak ada edema).
(Nanda NIC NOC hal 667).

Tindakan / intervensi Rasional


Pertahankan pencatatan asupan dan Menunjukan status volume sirkulasi,
haluaran yang akurat. (Nanda NIC NOC terjadinya atau perbaikan perpindahan
hal 166). cairan, dan respon terhadap terapi.
Keseimbangan positif atau peningkatan
berat badan sering menunjukan retensi
cairan lanjut. Catatan : penurunan
volume sirkulasi (perpindahan cairan )
dapat mempengaruhi secara langsung
fungsi atau haluran urine,
mengakibatkan sindrom hepatorenal.
Monitor TTV dan status hemodinamik, Peningkatan TD biasanya berhubungan
termasuk CVP, MAP, PAP, dan tingkat dengan kelebihan volume cairan tetapi
mungkin tidak terjadi karena

16
PCWP jika ada. (Nanda nIC nOC hal perpindahan cairan keluar area vaskuler.
167). Distensi jubular eksternal dan vena
abdominal sehubungan dengan kongesti
vaskuler.
Pantau adanya tanda dan gejala Perpindahan cairan pada jaringan
overhidrasi yang memburuk atau sebagai akibat retensi natrium dan air,
dehidrasi (misalnya : ronki basah di penurunan albimin, dan penurunan
lapangan paru terdengar, edema, ADH. Peningkatan kongesti pulmonal
poliuria). (Nanda NIC NOC hal 167). dapat mengakibatkan konsolidasi,
gangguan pertukaran gas, dan
komplikasi, contoh edema paru.
Pantau kadar albumin serum dan Penurunan albumin serum
elektrolit serum yang abnormal mempengaruhi tekanan osmotik koloid
(khususnya kalium dan natrium). plasma, mengakibatkan pembentukan
(Nanda NIC NOC hal 167). edema. Penurunan aliran darah ginjal
menyertai peningkatan ADH dan kadar
aldosteron dan penggunaan diuretik
(untuk menurunkan air total tubuh)
dapat menyebabkan berbagai
perpindahan atau ketidak seimbangan
elektrolit.

Diagnosa keperawatan : Resiko gangguan Kerusakan Integritas


Kulit. (Diagnosa Nanda hal 432).
Faktor resiko dengan : 1. Gangguan sirkulasi/status
metabolik.
Kemungkinan dibuktikan oleh : (tidak dapat diterapkan ; adanya tanda –
tanda dan gejala – gejala membuat
diagnosa aktual)

17
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi Mempertahankan integritas kulit &
pasien akan : mukosa. (Nanda NIC NOC hal 675).
Mengidentifikasi faktor risiko dan
menunjukan perilaku/teknik untuk
mencegah kerusakan kulit.

Tindakan/intervensi Rasional
Lakukan penilaian sirkulasi perifer Edema jaringan lebih cenderung untuk
secara komperehensif (misalnya: mengalami kerusakan dan terbentuk
mengecek nadi perifer, udem, waktu dekubitus. Asites dapat meregangkan
pengisian kapiler, warna dan suhu kulit sampai pada titik robekan pada
kulit). (Nanda NIC NOC hal 391). sirosis berat.
Ubah posisi pada jadwal teratur (tiap 2 Pengubahan posisi menurunkan tekanan
jam sekali) , saat di kursi/tempat tidur; pada jaringan edema untuk memperbaiki
bantu dengan latihan rentang gerak sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi
aktif/pasif. (Nanda NIC NOC hal 391). dan perbaikan/mempertahankan
mobilitas sendi
TingTinggikan kaki 200 atau lebih dari Meningkatkan aliran balik vena dan
jantung. (Nanda NIC NOC hal 391). menurunkan edema pada ekstermitas.

18
BAB III

Penutup

Kesimpulan

Menurut Black & Hawk, Sirosis hepatis adalah satu penyakit hati kronik yang
progresif, ditandai dengan adanya fibrosis yang luas dan pembukaan nodul pada hati.
Fibrosis dan nodul pada hati ini menyebabkan pengerasan pada hati, akibatnya hati
tidak mampu lagi melaksanakan fungsinya sehingga pada akhirnya menimbulkan
perdarahan saluran cerna, asites, ensefalopati hepatikum, dan kematian. Sirosis hepatis
disebabkan oleh berbagai faktor seperti: alkohol, obat – obatan, virus hepatitis B dan
C, penyakit genetik, dan lain sebagainya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Budhiarta, Dita Mutia Fajarini.Penatalaksanaan dan edukasi pasien sirosis hepatis


dengan varises esofagus di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014.E-JURNAL
MEDIKA, VOL. 5 NO.7, JULI, 2016.
Bulechek,Gloria.M,dkk.Copy right 2016.NANDA NIC&NOC 6th
edition.Indonesia:CV.Mocomedia dengan pengawasan pihak Elsevier Inc.
Doenges,Marliynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta:EGC.

Herdman,T.Heather.2015.Nanda International Inc.Diagnosis Keperawatan : definisi &


klasifikasi 2015-2016.Jakarta:EGC.

Jurnalis, Yusri Dianne, dkk. Sirosis Hepatis dengan Hipertensi Portal.Majalah


Kedokteran Andalas No.2. Vol.31. Juli – Desember 2007.

MARYANI SUTADI, SRI. SIROSIS HEPATITIS. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu


Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara. ©2003 Digitized by USU digital library

Riris,Elida.2014.askep pada pasen sirosis hepatis dalamkonteks keperawatan


kesehatan masyarakat perkotaan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Saskara, Pande Made Aditya, dan IGA Suryadarma. Laporan Kasus : Sirosis Hepatis.
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

Sloane,Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

20

Vous aimerez peut-être aussi