Vous êtes sur la page 1sur 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehadirat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas tinjauan pustaka yang berjudul “Achalasia
Esofagus” dengan tepat waktu. Laporan tugas tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas dalam Blok XIV.
Dalam penyelesaian penugasan ini, saya mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami, terutama kepada dr. I Gede Yasa Asmara, SpPD,
M.Med,DTMH selaku koordinator dalam blok XIV
Saya mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam tugas ini, terutama dalam hal isi
tinjauan pustaka. Saya mengharap tugas ini bisa berguna dan bisa memberikan pengetahuan
kepada pembaca.

Mataram, 24 Oktober 2016

Penyusun
Made Jayawisesa Priyambhada Putra

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar......................................................................................................................... 1

Daftar isi ................................................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan................................................................................................................... 3

Bab II Tinjauan Pustaka

A. Epidemiologi ..................................................................................................................... 3

B. Etiologi .............................................................................................................................. 3

C. Patofisiologi ....................................................................................................................... 5

D. Diagnosis ........................................................................................................................... 5

E. Tatalaksana ........................................................................................................................ 7

Bab III Penutup ................................................................................................................... 9

Daftar Pustaka .................................................................................................................... 10

2
BAB I

Pendahuluan

Achalasia esofagus merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan tidak adanya
gerakan peristaltik korpus esofagus bagian bawah dan sfingter bagian bawah (SEB) yang
hipertonik. Keadaan ini menyebabkan pada saat penderita menelan makanan esofagus tidak
dapat melakukan relaksasi secara sempurna menyebabkan makanan dan minuman tertimbun
didalam esopagus bagian bawah kemudian terjadi pengosongan secara perlahan dengan
peningkatan tekanan hidrostatik.[1,2,3,10]

Achalasia ditemukan pertama kali oleh Sir Thomas Willis (tahun 1672) dan von
Mikulicz (tahun 1881) diduga disebabkan oleh kardiospasme. Tetapi pada penderita
kardiospasme obstruksi terjadi pada bagian proksimal esopaghogastric junction. Pada tahun
1914, Hurt dan Rake memberikan istilah achalasia pada suatu keadaan relaksasi pada bagian
bawah esopagus yang disebabkan tidak adanya koordinasi mekanisme neuromuskular
esopagus bagian bawah. [3,4]

Achalasia esofagus dapat dibagi menjadi 2 bagian menurut etiologinya yaitu


achalasia esofagus primer dan achalasia esofagus sekunder. Gejala klinis yang sering
dirasakan penderita antara lain disfagia, nyeri epigastrium, regurgitasi, dan mual. [3,4]

BAB II

Epidemiologi

Achalasia esofagus lebih sering mengenai dewasa daripada anak-anak dengan


perbandingan jenis kelamin hampir sama dengan rasio antara pria dan wanita adalah 1:1.
Penelitian di Amerika menunjukan terjadi sekitar 2000 kasus pertahun dengan rentan umur
antara 25-60 tahun dan kurang dari 5% kasus pada anak-anak. Data divisi Gastroenterologi
RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988). Pada penelitian
retrospektif yang dilakukan oleh Belanda pada tahun 1990-2013 menunjukkan bahwa
kejadian achalasia esofagus pada anak adalah 0,1 per 100.000 orang per tahun.[1,4,5]

Etiologi

Esofagus dibagi menjadi tiga bagian fungsional yaitu sfingter esofagus bagian atas
dan bawah serta korpus esofagus. Sfingter esofagus bagian atas berfungsi untuk mencegah

3
terjadinya refluks makanan dari korpus, maka Sfingter ini selalu tertutup. Korpus esofagus
merupakan saluran muskularis dengan panjang 8 inchi dan memiliki fungsi menhantarkan
makanan. Kemudian sfingter esofagus bagian bawah berfungsi mencegah terjadinya refluks
makanan dari lambung ke korpus esofagus. [1]

Gambar 1. Struktur Esofagus.[6]

Penyebab dari achalasia esofagus belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa bukti
menemukan bahwa degenerasi sel ganglion inhibitor pada pleksus Misenterikus (Auerbach)
menyebabkan hilangnya kontrol neurologis berupa ketidakseimbangan antara neuron
eksitatorik dan neuron inhibitorik yang menyebabkan gelombang peristaltik sfingter esofagus
bagian atas tidak sampai ke sfingter esofagus bagian bawah untuk relaksasi. Achalasia
esofagus juga dapat disebabkan oleh gangguan dari penyakit lain seperti penyakit Chagas,
karsinoma lambung, dan pengaruh obat-obatan.[1,2,12]

Menurut etiologinya achalasia esofagus dapat dibedakan menjadi 2 yaitu achalasia


esofagus primer dan sekunder. Achalasia esofagus primer adalah achalasia yang penyebabnya
belum diketahui tetapi diduga terjadi infeksi virus neurotropik yang menyebabkan lesi pada
nukleus dorsalis vegus batang otak dan ganglia misentrikus. Achalasia esofagus sekunder
disebabkan oleh invansi dari karsinoma esofagus dan Penyakit Chagas yaitu penyakit akibat
serangan Trypanosoma cruzi yang menyebabkan infeksi neuron intramural dapat
menyebabkan disfungsi otonom. [1,2,12]

4
Patofisiologi

Gangguan motorik esofagus pada kelainan ini merupakan akibat dari terganggunya
fungsi persarafan. Kontraksi Sfingter esofagus diatur oleh pelepasan neurotransmitter
eksitatorik yaitu asetilkolin dan substansi P sedangkan relaksasi diatur oleh pelepasan
neurotransmitter inhibitorik yaitu vasoactive intestinal peptide (VIP) dan nitrit oksida. Pada
kelainan esofagus ini terjadi penurunan fungsi atau kehilangan pada ganglion inhibitori yang
berakibat pada gangguan transmisi sehingga terjadi tekanan yang tinggi dan tidak dapat
berelaksasi.[4,5]

Achalasia esofagus akan menyebabkan perubahan pada esofagus yaitu pertama


terjadinya dilatasi pada bagian atas dan penyempitan dibagian bawah. Kelainan dalam waktu
yang lama akan dapat menyebabkan hipertrofi esopagus, pemanjangan esofagus dan
berkelok-kelok serta terjadi tortuoussity atau pemanjangan pembuluh darah.[3]

Gambaran dilatasi yang terjadi pada kelainan ini antara lain:

1. Fusiform dilatation
2. Flask-shaped type
3. Sigmoid Shaped

Gambar 2. Dilatasi Esofagus[3]

Diagnosis

Diagnosis pada achalasia esofagus diawali dengan anamesis kemudian pemeriksaan


fisik dengan melihat gejala klinis sebagai berikut:[2,3]

1. Disfagia yaitu sulit menelan, keluhan ini menjadi keluhan utama dalam
penyakit ini. Penderita akan mengeluhkan merasakan makanan susah turun
ke lambung dan meminum air untuk membantu makanan turun.

5
2. Nyeri pada epigastrium dan substernal yang dapat dirasakan ringan ataupun
hebat.
3. Regurgutasi adalah perasaan makanan kembali ke mulut setalah ditelan.
Keluhan ini biasanya timbul setelah makan tanpa disertai muntah.

Pemeriksaan penunjang achalasia esofagus:

1. Pemeriksaan Radiologi dengan foto polos dada akan memberikan gambaran


kontur ganda di atas mediastinum kanan untuk melihat adanya gambaran
batas cairan dan udara.[1]
2. Pemeriksaan Radiologi (esofagografi) dengan barium akan memperlihatkan
adanya dilatasi esofagus, berkelok-kelok, memanjang pada ujung distal diikuti
dengan permukaan halus berbentuk paruh burung. [1]

Gambar 3. Gambaran radiologis akalsia[11]


3. Pemeriksaan Radiologi (Skintigrafi) yaitu memberikan makanan yang berisi
radioisotop. Pada pemeriksaan ini akan tampak dilatasi esofagus dan melihat
waktu pergerakan makanan turun ke lambung.[1]
4. Manometrik esofagus adalah pemeriksaan gold standar pada achalasia
esofagus. Pemeriksaan ini akan menilai bagaimana fungsi motorik dari
esofagus dan menilai kelainan motilitas. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
memasukkan selang melalui mulut atau hidung. Hal-hal yang dapat ditemukan
dalam pemeriksaan adalah:[1,7,8]
 Tonus pada sfingter esofagus bawah tinggi, lebih besar dari 45
mmHg.
 Relaksasi sfingter tidak sempurna pada saat menelan.

6
 Tidak ada gerakan peristaltik.

Gambar 4. Pemeriksaan Manomerty.[9]


5. Pemeriksaan Endoskopi adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk
memberikan petunjuk yang bertujuan membedakan antara kanker dan
achalasia esofagus. Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan adanya bercak
putih pada mukosa, erosi dan ulkus disebabkan oleh retensi makanan yang
lama.[1,8]

Diagnosis banding pada achalasia esofagus adalah karsinoma gaster yang meluas,
karsinoma paru, sarkoma sel retikulum, dan karsinoma pangkreas.[1]

Tatalaksana

 Medikamentosa Oral
Pemberian terapi medikamentosa untuk memberikan efek relaksasi dan
membantu dalam pengosongan esofagus. pemberian amil nitrit pada saat pemeriksaan
esofagogram akan memberikan efek relaksasi. Pemberian obat antagonis kalsium
nefidepin 10-20 mg dapat memberikan efek yang kuat dalam relaksasi sfingter
esofagus bawah dan membantu dalam pengosongan esofagus. Terapi medikamentosa
baik digunakan pada pasien yang kontraindikasi pada tindakan pembedahan.[1,4]
 Pneumatic dilation
Pneumatic dilation adalah terapi yang mengambangkan balon dalam esofagus
yang bertujuan untuk merupturkan serat otot dan membuat intak mukosa

7
esofagus.posisi balon berada didaerah hiatus diagfragmatika. Pengobatan ini sudah
lebih dari 30 tahun digunakan dan memberikan 75-85% hasil yang baik dengan
komplikasi yang jarang. Tindakan ini mengaharuskan penderita puasa sejak malam
hari dan satu hari setalahnya. Pengobatan ini dikatakan berhasil jika merasakan nyeri
pada saat balon mengambang dan nyeri reda pada saat balon dikempiskan. Bila
terdapat nyeri menetap kemungkinan terjadi perforasi. [1,4]

Gambar 5. Pneumatic dilation.[10]


 Esofagomiotomi[1]
Tindakan bedah yang dilakukan bila terjadi hal sebagai berikut:
1. Dilatasi penumatic tidak berhasil lebih dari 2 kali.
2. Adanya ruptur esofagus akibat dilatasi.
3. Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi yang kuat.\
4. Tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tumor.
5. Akalsia anak kurang dari 12 tahun.

Tindakan bedah esofagomiotomi distal memberikan hasil yang baik dengan


presentase 80-90% dengan komplikasi menetapnya gejala disfagia akibat miotomi
yang tidak adekuat atau terjadi refluks gastroesofageal.

 Injeksi Toksin Botulinum (Botox) [1]


Pemberikan injeksi ini adalah pengobatan terakhir pada achalasia esofagus.
Tindakan ini dilakukan dengan menginjeksi toksin botulinum ke sfingter esofagus
bawah. Terapi ini tergolong aman tetapi hanya jangka pendek dan efektif untuk
penderita yang kontraindikasi pembedahan ataupun umur yang sudah lanjut.

8
Prognosis pasca pengobatan bergantung Gpada lama penyakitnya dan
seberapa kuat gangguan mortilitasnya. Jika gangguan mortilitas sedang akan
mendapatkan kemungkinan prognosis yang baik setelah pembedahan.[4]

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Achalasia esofagus adalah suatu gangguan neuromuskular yang berakibat pada


ketidakmampuan dari Sfingter esofagus bawah relaksasi dan tidak adanya gerak peristaltik.
Achalasia lebih sering menyerang dewasa dari pada anak-anak dengan perbandingan 1:1
antara perempuan dan laki-laki. Achalasia esofagus memiliki tanda klinis seperti disfagia,
regurgitasi dan nyeri substernal.

Diagnosis achalasia esofagus dapat ditegakkan dengan gejala klinis, gambaran


radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik. Terapi dilakukan pememberian
medikamentosa, tindakan dilatasi, dan operasi esofagokardiotomi. Pembedahan memberikan
hasil baik dalam menghilangkan gejala.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Syam AF. Buku Ajar

Ilmu. Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p 1743-1747

2. Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses

Penyakit. (Edisi keenam). Jakarta : EGC; 2005. p 410-411

3. Hadi S. Gastroenterologi. Jakarta: PT. Alumni; 2013. p 87-94

4. Allaix ME. Achalasia. [online]. 2016. Available from URL

http://reference.medscape.com/article/169974-overview Accessed 22 October 2016

5. Paterson WG, Goyal RK, Habib FI. Esophageal motility disorders. [online]. 2006.

Available from URL http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo20.html

Accessed 22 October 2016

6. Netter FH. Atlas of human anatomy 3rd ed. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2006.

7. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan

telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

8. Vaezi MF, Pandolfi JE, Vela MF. ACG Clinical Guideline: Diagnosis and

Management of Achalasia [pdf]. 2013. Available from URL

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23877351 22 October 2016.

9. Johns Hopskin Medicine. Gastroenterology and Hepatology. [online]. nd. Available

from URL

http://www.hopkinsmedicine.org/gastroenterology_hepatology/clinical_services/specia

lty_services/esophageal_manometry.html Accessed 22 October 2016

10. Boeckxstaens GE, Zaninotto G, Richter JE. Achalasia. [pdf]. 2014. Available from

URL http://thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736(13)60651-0.pdf 22

October 2016.

10
11. Oelschlager BK. Achalasia: Heller Myotomy and Toupet Fundoplication. [online].

2010. Available from URL http://www.medscape.com/viewarticle/716804_3 Accessed

22 October 2016

12. Williams VA, Peters JH. Achalasia of the Esophagus: A Surgical Disease. [pdf]. 2008.

Available from URL

http://umanitoba.ca/faculties/health_sciences/medicine/units/surgery/general_program/

media/JACS2009AchalasiaReview.pdf Accessed 22 October 2016

11

Vous aimerez peut-être aussi