Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB I

PENDAULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan
prevalensi gizi buruk di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005
menjadi 24,9% di tahun 2010. Namun prevalensi gizi buruk di Jawa Tengah
dari tahun 2007-2009 mengalam kestabilan yaitu 4% (Novitasari, 2012).
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk,diantaranya adalah
status sosial ekonomi, ketidaktahuanibu tentang pemberian gizi yang baik untuk
anak, dan Berat Badan Lahir Rendah(BBLR). Sosial adalah segala sesuatu yang
mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk
memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup. Sosial ekonomi
merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga
dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.Selain status sosial ekonomi, BBLR juga
dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk, hal ini dikarenakan bayi yang
mengalami BBLR akan mengalami komplikasi penyakit karena kurang
matangnya organ, menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan
gizi saat balita (Novitasari, 2012).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor penyebab gizi buruk?
2. Bagaimana pengobatan untuk anak gizi buruk?
3. Bagaimana pencegahan untuk gizi buruk?
1.3. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui apa saja faktor penyebab gizi buruk
2. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan pada anak gizi buruk
3. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan untuk gizi buruk

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Pengertian gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat
Badan menurut Umur (BB/U) <-3 SD yang merupakan padanan istilah severely
underweight. Terdapat 3 jenis gizi buruk yang sering dijumpai yaitu
kwashiorkor, marasmus dan gabungan dari keduanya marasmiks-kwashiorkor.
Pengertian kwashiorkor sendiri adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang
berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang norma atau tinggi dan asupan
protein yang inadekuat. Kwashiorkor dapat dibedakan dengan marasmus yang
disebabkan oleh asupandengan kurang dalam kuantitas tetapi kualitas yang
normal, sedangkan marasmiks-kwashiorkor adalah gabungan dari kwashiorkor
dengan marasmus yang disertai dengan oedema (Novitasari, 2012).
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata. Gizi kurang adalah
kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan
vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh (Alamsyah dkk, 2015).

2.2. Etiologi
Malnutrisi dapat akibat dari masukan makanan yang tidak sesuai atau cukup
tidak cukup atau dapat akibat dari penyerapan makanan yang tidak cukup.
Penyediaan makanan yang tidak cukup, kebiasaan diet jelek, mengikuti mode
makanan, dan faktor-faktor emosi dapat membatasi masukan.kelainan
metabolik tertentu dapat juga menyebabkan malnutrisi. Kebutuhan nutrien
pokok dapat bertambah selama stress dan sakit serta selama pemberian
antibiotik atau obat-obatan katabolik atau anabolik. Malnutrisi dapat akut atau
kronik, reversible atau tidak (Nelson, 2012).
Menurut Oktavia dkk (2017), faktor penyebab gizi buruk dapa
dikelompokkan menjadi 2, yaitu
2.2.1. Penyebab Langsung
Penyebab langsung gizi buruk meliputi kurangnya jumlah dan kualitas
makanan yang dikonsumsi dan menderita penyakit infeksi.

2
2.2.2. Penyebab Tidak Langsung
Penyebab tidak langsung gizi buruk meliputi ketersediaan pangan rumah
tangga, kemiskinan, pola asuh yang kurang memadai, dan pendidikan
yang rendah.

2.3. Klasifikasi
Menurut Novitasari (2018), gizi buruk diklasifikaikan berdasarkan gejala
klinisnya, yaitu:
2.3.1. Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling
sering ditemukan pada balita. ejala marasmus antara lain anak tampak kurus,
rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di
bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng
dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang.
Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan
atrofi otot serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses
fisiologis.Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan
makanan untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan
energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada
defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga
untuk sistesis glukosa.
2.3.2. Kwashiorkor
Adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh
asupan karbohidrat yang normal atau tingi dan asupan protein yang
inadekuat. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu,
perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik
ringan maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,
kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan
kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada biopsi hati ditemukan
perlemakan.

3
Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan
perlemakan hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi
proses katabolisme jaringanyang sangat berlebihan karena persediaan
energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan
makanan. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan
asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan yang
terdapatcukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan
sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan
disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan
oleh berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan
oedema.
2.3.3. Marasmus-Kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa
gejala klinisantara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB)
menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema
yang tidak mencolok.

4
2.4. Pathway

MEP

Marasmus Kwashiorkor

Defisiensi protein
dalam diet
Defisiensi
kalori
Asam amino
esensial berkurang
untuk sintesis
Energi yang
dibutuhkan Hilangnya
tubuh berkurang lemak di
bantalan kulit Pembentukan
albumin oleh hepar
berkurang

Gangguan Turgor kulit Edema


pertumbuhan menurun
disertai
atropsi otot
Hipovolemia

Gangguan
Integritas Kulit
Gangguan
Pertumbuhan dan
Perkembangan

Anoreksia, diare

Defisit
Pengetahuan
Defisit Nutrisi

5
2.5.Patofisiologi
Penyakit malnutrisi dengan kekurangan energi atau tidak mencukupinya
makanan bagi tubuh seringkali dikenal dengan marasmu dan kwashiorkor.
Kwashiorkor disebabkan oleh kekurangan protein baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Kekurangan protein mengakibatkan kekurangan asam amino
essensial yang diperlukan untuk sintesis dan metabolisme terutama untuk
perbaikan dan pertumbuhan sel, makin berkurang asam amino, menyebabkan
berkurangnya produksi albumin dalam hati. Kulit akan menjadi kering karena
depigmentasi. Edema yang terjadi karena hipoproteinernia yang mana cairan
akan berpindah dari intravaskular ke rongga interstisial yang kemudian
menimbulkan asites (Suriadi dn Rita, 2006).
Marasmus disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein. Ditandai dengan
atropi jaringan terutama lapisan subkutan dan badan tampak kurus. Pada
marasmus tidak ditemukan edema akibat hipoalbuminemia. Pemenuhan
kebutuhan dalam tubuh masih dapatdipenuhi dengan adanya cadangan protein
sebagai sumber energi (Suriadi dan Rita, 2006).
2.6. Manifestasi Klinis
Bukti klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis
atau iritabilitas. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kenduran jaringan subkutan
dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi di awal atau lambat,
penurunan berat badan uang ditutupi oleh oedem yang sering ada dalam organ
dalam sebelum dikenali pada mukadan tungkai. Sering terjadi dermatitis.
Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak pada daerah
yang terpapar sinar matahari. Terjadinya anoreksia, diare, muntah terus
menerus. Otot menjadi lemah, tipis, dan atrofi (Nelson, 2012).
Menurut Suriadi dan Rita (2006), manifestasi klinis kwashiorkor dan
marasmus adalah sebagai berikut:
2.6.1. Kwashiorkor
1. Muka sembab 2. Jaringan otot mengecil
3. Letargi 4. Jaringan subkutan tipis dan
lembut

6
5. Warna rambut pirang atau 6. Kulit kering
seperti rambut jagung
7. Alopesia 8. Anoreksia
9. Gagal dalam tumbuh kembang 10. Tampak anemia
11. Edema

2.6.2. Marasmus
1. Badan kurus kering 2. Tampak seperti orang tua
3. Letargi 4. Iritabel
5. Kulit berkeriput 6. Ubun-ubun cekung pada
bayi
7. Jaringan subkutan hilang 8. Turgor kulit jelek
9. Malaise 10. Apatis
11. Kelaparan

2.7. Pengukuran Gizi Buruk


Menurut Novitasari (2018), gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa
pengukuran antara lain :
1. Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita
tersebut gizi buruk atau tidak. Metode ini pada dasarnya didasari oleh
perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan
zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,rambut,atau
mata.
Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan
pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah
muda (crazy pavement dermatosis).
2. Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam
pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar
lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalam
survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan

7
mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi
juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari
ketiganya.
Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :
1. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Tergolong gizi baikjika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.
5. Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan).
Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :
1. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau
Panjang Badan:
1. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Kurus jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.
Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus,
sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.
Indeks Status Gizi Ambang batas
Berat Badan Menurut Gizi lebih > + 2 SD
Umur (BB/U) Gizi baik ≥ - SD sampai + 2 SD
Gizi kurang < - 2 SD sampai ≥ - 3 SD
Gizi buruk < - 3 SD
Tinggi Badan Menurut Normal ≥ - 2 SD
Umur (TB/U) Pendek (stunted) < - 2 SD
Berat Badan Menurut Gemuk > + 2 SD
Tinggi Badan (BB/TB) Normal ≥ - 2 SD sampai + SD

8
Kurus < - 2 SD sampai ≥ - 3 SD
Kurus sekali < - 3 SD

Tabel 2.1 Klasifikasi Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) (Suhendri, 2009)

2.8. Pengobatan Gizi Buruk


Menurut Masriroh (2018), pengobatan bagi penderita malnutrisi hebat
antara lain:
1. Makanan menjadi satu-satunya obat bagi kondisi semacam ini. Jika seorang
anak sedang diobati, maka dia harus menyantap makanan dengan diet
energy dan protein tinggi sehingga keluarganya sebisa mungkin
memberikan makanan cukup untuk dirinya. Jika dia tidak ingin makan, kita
harus memberinya makanan melalui tuba dengan peralatan kesehatan.
2. Tanda-tanda bahaya yang menunjukan bahwa anak penderita kurang gizi
butuh pengobatan dengan cepat adalah munculnya edema, lesu dan napsu
makan rendah.
2.8.1. Pengobatan awal
a. Berikan satu kapsul vitamin A.
b. Jika perlu bantu dia.
c. Jaga kondisi agar selalu dalam keadaan hangat, baik dengan dekat
dengan ibunya atau diselimuti.
d. Jika dia tampak lesu maka cegah terjadinya hypoglycemia dengan
pemberian glukosa IV.
e. Rawat infeksi pada kulit atau dada menggunakan obat-obat antibiotik
yang sesuai.
2.8.2. Pengobatan lanjutan
a. Berikan dia makanan-makanan berprotein tinggi melalui mulut sesegera
mungkin.
b. Berikan dia campuran zat besi setelah minggu pertama pengobatan,
lanjutkan sampai kandungan hemoglobin darahnya normal.
c. Jelaskan kepada ibu pentingnya pengobatan dengan diet dan pastikan
ibu memahami bahwa makanan bukan obat yang sedang
menyembuhkannya.

9
d. Kepedulian terhadap anak penderita kurang gizi.
e. Tambahan dalam melakukan diagnosa PEM ada lima hal yang harus kita
ketahui.
f. Seberapa berat/parah dia mengalam kurang gizi
g. Gunakan grafik berat badan miliknya.
h. Apakah penyakit lain yang di idapnya?
2.8.3. Banyak anak dengan PEM terkena infeksi dan kekurangan vitamin
a. 6 aturan manakah yang harus dipecahkan dalam membuat makanan
bergizi baik
b. Berikan ASI sedikitnya sampai anak berusia 18 bulan.
c. Mulailah berikan makanan tambahan pada bulan ke 4.
d. Berikan anak-anak 4 kali makan perhari
e. Berikan makanan-makanan protektif pada anak-anak pada usia 4 bulan
(seperti buah-buahan dan sayuran).

2.9. Pencegahan Gizi Buruk


Berikut adalah beberapa pendekatan penting dalam mencegah malnutrisi
pada anak-anak (Masriroh, 2016):
1. Dorong/anjurkan dan lindungi proses menyusui
2. Perbaiki screening pada bayi dan anak-anak yang beresiko mengalami
malnutrisi dan berikan perhatian khusus pada mereka
3. Berikan perbaikan gizi terutama di rumah-tangga
4. Integrasikan pendidikan mengenai nutrisi ke dalam primary health care
(PHC) atau perawatan kesehatan primer.
5. Pastikan pengawasan reguler terhadap klinik-klinik dan kunjungan ke
rumah melalui pemeriksaan dan monitoring pertumbuhan.

10
BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
a. Riwayat keluhan Utama
Berat badan semakin lama semakin turun, bengkak pada tungkai, sering
diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan
gizi.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatall natal dan post natal hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh kembang,
imunisasi, status gizi, psikososial, psikoseksual, dan interaksi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada tidaknya penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga maupun
penyakit yang sedang diderita oleh anggota keluarga.
d. Riwayat kehamilan
Menjelaskan ada tidaknya kelainan pada waktu kehamilan, seperti
pendarahan pervagina, trauma, penyakit serta minum obat-obatan dan
kebiasaan makan.
e. Riwayat kelahiran
Adanya riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
f. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan
1. Pertumbuhan
a) BB saat lahir: Normalnya pada bayi lahir cukup bulan adalah 2.500
sampai 3.400 gram.
b) BB dan TB pada usia 6 bulan: Normalnya BB 7,4 kg dengan TB 66 cm.
c) BB dan TB pada usia 12 bulan: Normalnya BB 9,9 kg dengan TB 74,5
cm.
2. Perkembangan Motorik
a) Dapat menghisap pada usia: normalnya umur 0-4 bulan.
b) Dapat menggenggam pada usia: normalnya sekitar 1 bulan.
c) Dapat tengkurap pada usia: normalnya pada usia 5 bulan.

11
d) Dapat duduk pada usia: Normalnya usia 7-8 bulan.
e) Dapat berdiri dengan bantuan pada usia: Normalnya pada usia 9 bulan.
f) Dapat berdiri sendiri pada usia: Normalnya pada usia 10 bulan.
g. Riwayat makanan
a. ASI: Normal pada usia 0-12 bulan.
b. Makanan tambahan: ya/tidak. Jenisnya berupa bubur/bubur susu dan
lain-lain.
c. Pemberian vitamin: ya/tidak.
h. Riwayat imunisasi
a) BCG pada umur: Pemberian imunisasi BCG satu kali pada umur bayi
umur 2 atau 3 bulan.
b) Polio pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi Polio adalah empat
kali antara umur 0-11 bulan dengan interval pemberian 4 minggu.
c) DPT pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali
antara umur 2-11 bulan dengan interval 4 minggu.
d) Hepatitis B pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi Hepatitis B
adalah tiga kali pada usia antara 0-11 bulan.
e) Lain-lain: Imunisasi Campak, Tiphus abdominalis, dan lain-lain.
i. Observasi
a) Keadaan umum: kurus.
b) Tanda-tanda vital: TD, nadi, dan pernafasan menurun (pada marasmus)
dan takikardi, tekanan darah meningkat (pada kwasiokor).
j. Pemeriksaan fisik
a) Rambut: berwarna kusam, kering, tipis, mudah dicabut.
b) Wajah: membengkak, sembab (pada kwasiokor), wajah seperti orang tua
(pada marasmus), terdapat flek hitam di bawah mata,, pembesaran
kelenjar parotis, pembengkakan kelenjar gondok dan kelenjar parotis.
c) Mata: koncjungtiva pucat dan kering, kornea kering.
d) Bibir: kering.
e) Lidah: membengkak, kemerahan, kasar, papila atrofi.
f) Gigi: tanggal/ berlubang.
g) Gusi: mudah berdarah.

12
h) Kulit: kering, jaringan lemak bawah kulit berkurang/ hilang, pelagra
(kulit kasar), edema (pada kwasiokor).
i) Kuku: rapuh.
j) Ektremitas: adanya atropi tonus otot dan tidak dapat berjalan dengan
baik, dapat terjadi edema pada kwasiokor.
k) Jantung: ritme tak normal, adanya pembesaran jantung.
l) Perut: terdapat pembesaran hepar/ hepatomegali (biasanya ada penyakit
lain).
k. Pola fungsi kesehatan
a) Kebutuhan nutrisi
Adanya mual, muntah, rasa haus, sakit mulut, kesukaran makan,
masalah pencernaan, berat badan menurun dan lain-lain.
b) Istirahat dan tidur, anak cengeng dan rewel dan kesulitan tidur.
c) Persepsi diri-konsep diri: Anak gelisah.
d) Aktifitas : anak lemas dan malas beraktifitas.
e) Personal Hygiene:
Karena anak lemas dan beraktifitas, sehingga untuk kebersihannya juga
tidak terpenuhi secara optimal.
l. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaaan Antropometri
Meliputi tinggi badan, berat badan, tebal lipatan kulit dan lengan.
1) Tinggi badan
Nilai tinggi badan normalnya pada anak:
a) Usia 0-6 bulan: 60 cm
b) Usia 6-12 bulan: 71 cm
c) Usia 1-3 tahun: 90 cm
d) Usia 4-6 tahun: 112 cm
2) Berat badan
3) Tebal lipatan kulit
Salah satu teknik pengukuran komposisi lemak tubuh adalah dengan
menggunakan Skinfold Caliper. Bagian-bagian tubuh yang umumnya
diukur adalah tricep, bicep, subscapula dan suprailliac.

13
4) Lingkar lengan
2. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb
a) Usia 1-3 hari (normal: 14,5-22,5 g/dL)
b) Usia 2 bulan (normal: 9,0-14,0 g/dL)
2) Protein plasma, seperti albumin, transferrin, retinol yang mengikat
protein.
c. Terapi diit:
1) Pemberian diet dengan protein.
2) Karbohidrat, vitamin dan mineral kualitas tinggi.

3.2. Diagnosis Keperawatan


1. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
2. Hipovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi
(kekurangan)
4. Resiko infeksi dibuktikan dengan malnutrisi
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan malnutrisi berhubungan
dengan kurang terpapas informasi
3.2.1. Diagnosa Prioritas
1. Hipovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
2. Resiko infeksi dibuktikan dengan malnutrisi
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
nutrisi (kekurangan)
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

14
3.3. Intervensi Keperawatan
No Hari/tanggal Diagnosa Tujuan Keperawatan Intervensi TTD
ke Keperawatan
1 1 Mengatasi masalah kurang 1. Lakukan pengaturan makanan dengan
nutrisi (kurang dari berbagai tahap salah satunya adalah
kebutuhan) agar proses penyesuian yang dimulai dari pemberian
metabolisme dalam tubuh kalori sebanayak 50 kal/kg/bb/hari dalam
kembali normal. cairan 200 ml/kg/bb/hari pada kwasikor dan
Kriteria Hasil : 250ml/kg/bb/hari pada marasmus
a. Adanya peningkatan 2. Berikan makanan tinggi kalori (3-4
berat badan sesuai dengan g/kg/bb/hari)dan tinggi protein (160-175
tujuan. g/kg/bb/hari) pada kekurangan energi dan
b. Berat badan ideal sesuai protein berat, serta berikan mineral dan
dengan tinggi badan. vitamin.
c. Mampu mengidentifikasi 3. Pada bayi berat badan kurang dari 7 kg
kebutuhan nutrisi. berikan susu rendah laktosa (low lactose milk
d. Tidak ada tanda tanda – LLM)dengan cara 1/3 LLM ditambah
malnutrisi. glukosa 10% tiap 100 ml susu ditambah 5 g
e. Tidak terjadi penurunan glukolin untuk mencegah hipoglikemi selama
berat badan yang berarti. 1-3 hari kemudian, pada hari berikutnya 2/3.

15
4. Apabila berat badan lebih dari 7 kg maka
pemberian makanan dimulai dengan makanan
bentuk cair selama 1-2 hari, lanjutkan bentuk
lunak, tim dan seterusnya, dan lakukan
pemberian kalori mulai 50 kal/kg/bb/hari.
5. Lakukan evaluasi pola makan, berat badan,
tanda perubahan kebutuhan nutrisi seperti
turgor, nafsu makan, kemampuan, absorpsi,
bising usu, dan tanda vital.
2 2 Untuk mengatasi kekurangan 1. Berikan cairan tubuh yang cukup melalui
volume cairan melalui rehidrasi jika terjadi dehidrasi.
peningkatan hidrasi. 2. Monitor keseimbangan cairan tubuh
Kriteria Hasil : dengan mengukur asupan dan keluaran,
a. Terjadi peningkatan dengan cara mengukur berat jenis urine.
asupan cairan minimal 3. Pantau terjadinya kelebihan cairan serta
2000 ml per hari (kecuali perubahan status dehidrasi.
ada kontraindikasi). 4. Berikan penjelasan terhadap makanan
b. Menjelaskan perlunnya yang dianjurkan untuk membantu proses
meningkatkan asupan penyerapan, seperti tinggi kalori, tinggi
cairan pada saat protein, mengandung vitamin, dan
stress/cuaca panas. mineral.

16
c. Mempertahankan berat 5. Lihat pengelolaan diare.
jenis urine dalam batas
normal.
d. Tidak menunjukan tanda-
tanda dehidrasi.
3 3 Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan agar kulit tetap bersih dan
keperawatan kering dengan cara memandikan dua kali
selama......kerusakan sehari dengan air dan apabila kotor atau
integritas kulit pasien teratasi. basah segera ganti pakaian. Keringkan
a. Kriteria Hasil : daerah basah dengan memberikan bedak
Integritas kulit yang baik (krim kulit).
bisa dipertahankan 2. Lakukan pergantian posisi tidur setiap 2-3
(sensasi, elastisitas, jam dengan dan lakukan pembersihan
temperatur, hidrasi dan pada daerah yang tertekan dengan air
pigmentasi). hangat, jika perlu gunakan alat matras
b. Tidak ada luka atau lesi yang lembut.
pada kulit. 3. Berikan suplemen vitamin
c. Perfusi jaringan yang 4. Berikan penjelasan untuk menghindari
baik. penggunaan sabun yang dapat mengiritasi
d. Menunjukkan kulit.
pemahaman dalam proses 5. Monitor keutuhan kulit setiap 6-8 jam.

17
perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya
sedera berulang.
e. Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami.
f. Menunjukkan terjadinya
proses penyembuhan luka

4 4 Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan standar kehati-hatian umum


keperawatan selama......tidak (universal precaution) seperti dalam
terjadi resiko infeksi mencuci tangan, menjaga kebersihan, cara
Kriteria hasil : kontak dengan pasien, dan
a. Klien bebas dari tanda menghindarkan anak dari penyakit
dan gejala infeksi. infeksi.
b. Jumlah leukosit dalam 2. Berikan imunisasi pada anak yang belum
batas normal. diimunisasi sesuai dengan jadwal
c. Menunjukkan prilaku imunisasinya.
hidup sehat.

18
d. Status imun, 3. Pantau adanya tanda lanjut dari infeksi
gastrointestinal, seperti mengkaji suhu, nadi, leukosit, atau
genitourinaria dalam tanda infeksi lainnya.
batas normal.

5 5 Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan pada keluarga tentang cara


keperawatan pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan gizi
selama......pasien yang seimbang dengan
menunjukkan pengetahuan mendemonstrasikan atau memberikan
tentang proses penyakit. contoh bahan makanan, cara memilih dan
Kriteria hasil : memasak, serta tunjukkan makanan
a. Pasien dan keluarga pengganti protein hewani apabila
menyatakan pemahaman dirasakan mahal seperti tempe, atau
tentang penyakit, kondisi, makanan yang dibuat dari kacang-
prognosis dan program kacangan.
pengobatan. 2. Anjurkan untuk aktif dalam kegiatan
b. Keluarga mampu posyandu agar pemantau status gizi dan
melaksanakan prosedur pemberian makanan tambahan dapat
yang dijelaskan secara diatasi.
benar.

19
c. Keluarga mampu
menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan perawat
atau tim kesehatan
lainnya.

20
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata. Gizi kurang adalah
kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan
vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh (Alamsyah dkk, 2015).
Malnutrisi dapat akibat dari masukan makanan yang tidak sesuai atau cukup
tidak cukup atau dapat akibat dari penyerapan makanan yang tidak cukup.
Penyediaan makanan yang tidak cukup, kebiasaan diet jelek, mengikuti mode
makanan, dan faktor-faktor emosi dapat membatasi masukan.kelainan
metabolik tertentu dapat juga menyebabkan malnutrisi (Nelson, 2012).

4.2. Saran
Kami menyadari bahwa ada ketidaksempurnaan dalam pembuatan makalah
ini. Oleh karena itu, saran dari pihak pembaca akan sangat membantu
kedepannya dalam pembuatan makalah menjadi lebih baik lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah dkk. 2015. Beberapa Faktor Risiko Gizi Kurang dan Gizi Buruk Pada
Balita 12-59 Bulan, (1): 131

Masriroh, Siti. 2016. Keperawatan Pediatrik. Yogyakarta: Penerbit Kyta

Nelson. 2012. Ilmu Kesehatan Anak, Ed. 15 Vol. 1. Jakarta: EGC

Nelson. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Jakarta: Elsevier

Novitasari, Devi. 2012. Faktor-faktor Resiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita
Yang Dirawat Di RSUP Dr. Kariadi Semarang.1. Tersedia Di:
http://eprints.undip.ac.id/37466/1/DEWI_NOVITASARI_A%2C_G2A00
052%2C_LAPORAN_KTI.pdf. [Diakses Pada: 15 Desember 2018]

Oktavia dkk. 2017. Fator-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Buruk
Pada Balita Di Kota Semarang Tahun 2017, (5): 1-2

Suhendri, Ucu. 2009. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak
Bawah Lima Tahun (Balita) Di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan
Kabupaten tangerang Tahun 2009. Skripsi. Tangerang: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah

Suriadi., Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2. Jakarta:
Sagung seto

22

Vous aimerez peut-être aussi