Vous êtes sur la page 1sur 6

Askep Hipertermi

A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur- unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis, yang tentunya
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia
menurut Abraham Maslow dalam teori Hirarki. Menyatakan bahwa setiap manusia memiliki
lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi
diri (Hidayat, 2012). Keadaan seimbang fisiologis dan psikologis itulah yang akan kita capai
dalam membantu memenuhi kebutuhan klien yang kita asuh. Salah satu kebutuhan diatas
kebutuhan fisiologis yang harus terpenuhi adalah kebutuhan keamanan salah satu masalah
yang ada dalam gangguan rasa aman adalah gangguan termoregulasi. Gangguan
termoregulasi yang sering dialami adalah hipertermi. Hipertermia adalah suhu inti tubuh di
atas kisaran normal diurnal karena kegagalan regulasi (NANDA, 2015).
Hipertermi dapat disebabkan karena berbagai hal seperti karena inflamasi, suatu
penyakit, Trauma, Dehidrasi dan lain sebagianya. Pada hipertemi masalah yang muncul
adalah ketidakseimbangan suhu tubuh, yaitu tubuh melebihi dari rentang normal > 37,5 oC.
Suhu tubuh dapat diukur melalui rektaL, oral ataupun aksila dengan perbadaan kurang lebih
0,5-0,60 C.
Salah satu hal yang paling umum ditemukan pada pasien dengan hipertermi di
sebabkan karena adanya suatu penyakit. Dalam memberikan asuhan keperawatan guna
mengatasi Gangguan Termoregulasi pada pasien, perawat harus selalu berusaha untuk
mengembangkan strategi penatalaksanaan Gangguan Termoregulasi , sehingga lebih dari
sekedar pemberian obat-obatan antipiretik. Dengan memahami konsep gangguan
termoregulasi “Hipertermi” secara holistik, diharapkan perawat mampu mengembangkan
strategi-strategi yang dapat mengatasi gangguan termoregulasi “hipertermi” yang dirasakan
seoarang pasien. Dari tinjauan latar belakang diatas maka konsep dasar gangguan rasa aman
dan asuhaan keperawatan mengenai gangguan rasa aman pada pasien gangguan termoregulasi
“Hipertermi” akan dibahas pada bab selanjutnya.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dari laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini untuk mengetahui masalah
kebutuhan dasar manusia khususnya masalah kebutuhan Gangguan Rasa Aman “Hipertermi”
pada Tn.S
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian Gangguan Rasa Aman“Hipertermi” pada Tn. S
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan Gangguan Rasa Aman “Hipertermi” pada Tn. S
c. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan Gangguan Rasa Aman “Hipertermi” pada
Tn. S
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan Gangguan Rasa Aman “Hipertermi” pada Tn.
S sesuai dengan intervensi yang telah disusun sebelumnya.
e. Mampu melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan Gangguan Rasa Aman “Hipertermi”
pada Tn. S

BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Temperatur adalah suatu substansi panas atau dingin. Suhu badan adalah perbedaan
antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses badan dan jumlah panas yang hilang ke
lingkungan eksternal. Suhu inti adalah suhu dari jaringan tubuh dalam hampir selalu constant
sekitar ± 10 F ( ± 0.60 ) kecuali bila seseorang mengalami demam. Suhu kulit berbeda dengan
suhu inti, naik dan turun sesuai suhu lingkungan. Suhu normal rata-rata secara umum adalah
98.00 sampai 98.60 F ( 36.70 sampai 370 C ) bila diukur per oral, dan ± 10 F atau 0.60 C lebih
tinggi bila diukur per rectal (Hidayat, 2014).
Ketidakseimbangan suhu tubuh merupakan kegagalan mempertahankan suhu tubuh
dalam parameter normal yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA, 2015).
Ketidakseimbangan suhu tubuh dibagi menjadi dua yaitu Hipertermia dan Hipotermia.
Hipertermia adalah suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal karena kegagalan regulasi
(NANDA, 2015). Hipertermi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau
berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih tinggi dari 37oC
(peroral) atau 38.80C (perrektal) karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor
eksternal. Sedangkan Hipotermia adalah suhu inti tubuh di bawah kisaran normal diurnal
karena kegagalan termoregulasi (NANDA, 2015). Terdapat juga ketidakfektifan
termolegulasi yaitu fluktuasi suhu di antara hipotermia dan hipertermia.
B. Etiologi
Hipertermi dapat disebabkan karena gangguan otak atau akibat bahan toksik
yangmempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan
terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam yang
disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain. Terutama
toksin polisakarida, yang dilepasoleh bakteri toksi/ pirogen yang dihasilkan dari degenerasi
jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit (Hidayat & Uliyah, 2016).
Faktor penyebabnya :
1. Dehidrasi Penyakit atau trauma
2. Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk berkeringat
3. Pakaian yang tidak layak
4. Kecepatan metabolisme meningkat.
5. Pengobatan/ anesthesiaTerpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
6. Aktivitas yang berlebihan (Hidayat, 2012).
C. Patofisiologi
Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal baik dari
oksigenmaupun endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah mikroorganisme atau toksik,
pirogenendogen adalah polipeptida yang dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama monosit,
makrofag, pirogen memasuki sirkulasi dan menyebabkan
demam pada tingkat termoregulasi di hipotalamus. Peningkatan kecepatan dan pireksi atau
demam akan mengarah pada meningkatnya kehilangan cairan dan elektrolit, padahal cairan
dan elektrolit dibutuhkan dalam metabolisme diotak untuk menjaga keseimbangan
termoregulasi di hipotalamus anterior. Apabila seseorang kehilangan cairan dan elektrolit
(dehidrasi), maka elektrolit-elektrolit yang ada pada pembuluh darah berkurang padahal
dalam proses metabolisme di hipotalamus anterior membutuhkan elektrolit tersebut, sehingga
kekurangan cairan dan elektrolit mempengaruhi fungsi hipotalamus anterior dalam
mempertahankan keseimbangan termoregulasi dan akhirnya menyebabkan peningkatan suhu
tubuh (Siswantara, 2013).
Suhu tubuh hampir seluruhnya diatur oleh mekanisme persarafan umpan balik. Agar
mekanisme umpan balik dapat berlangsung harus tersedia pendetektor suhu. Area utama
dalam otak yang berperan dalam pengaturan suhu tubuh terdiri dari nukleus preoptik dan
nukleus hipotalamik anterior hipotalamus. Apabila area preoptik dipanaskan, kulit diseluruh
tubuh dengan segera mengeluarkan banyak keringat dan dalam waktu yang sama pembuluh
darah kulit sangat berdilatasi. Hal ini merupakan reaksi cepat yang menyebabkan tubuh
kehilangan panas, dengan demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali normal.
Di samping itu, pembentukan panas tubuh yang berlebihan dihambat. Oleh karena itu area
preoptik dari hipotalamus berfungsi sebagai termostatik pusat kontrol suhu tubuh
(Siswantara, 2013).
Menggigil merupakan mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh malalui beberapa
cara :
1. Meningkatkan kecepatan pembentukan panas
2. Menhambat proses berkeringat
3. Meningkatkan vasokonstriksi kulit
Reseptor suhu tubuh bagian dalam terutama di medulla spinalis, di organ dalam
abdomen, dan sekitar vena-vena besar. Reseptor kulit maupun reseptor tubuh bagian dalam
berperan mencegah hipotermia.
D. Manifestasi Klinis
1. Apnea
Apnea atau henti napas merupakan suatu kondisi berhentinya proses pernafasan dalam waktu
singkat (beberapa detik hingga satu atau dua menit) tetapi dapat juga terjadi dalam jangka
panjang.
2. Gelisah
3. Hipotensi
Hipotensi adalah keadaan ketika tekanan darah di dalam arteri lebih rendah dibandingkan
normal dan biasa disebut dengan tekanan darah rendah.
4. Kulit kemerahan
5. Kulit terasa hangat
6. Postur Abnormal
7. Takikardia. Takikardia adalah kondisi di mana detak jantung seseorang di atas normal dalam
kondisi beristirahat. Detak jantung orang dewasa sehat adalah 60 sampai 100 kali per menit
saat istirahat.
8. Takipnea
Takipnea (tachypnea) adalah pernapasan abnormal cepat dan dangkal, biasanya didefinisikan
lebih dari 60 hembusan per menit.
9. Vasodilatasi (NANDA, 2015).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap : mengindetifikasi kemungkinan terjadinya resikoinfeksi.
2. Pemeriksaan urine
3. Uji widal : suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi untuk pasien thypoid. Suatu
reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody . Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasi . Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid .
4. Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl5)
5. Uji tourniquet (Siswantara, 2013).
F. Komplikasi
1. Stupor
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri
(Isnayani, 2013).
2. Letargi
Letargi adalah suatu keadaan di mana terjadi penurunan kesadaran dan pemusatan perhatian
serta kesiagaan. Kondisi ini juga seringkali dipakai untuk menggambarkan saat seseorang
tertidur lelap, dapat dibangunkan sebentar namun kesadaran yang ada tidak penuh, dan
berakhir dengan tertidur kembali.
3. Kejang
Kejang adalah kondisi di mana otot-otot tubuh berkontraksi secara tidak terkendali. Seluruh
gerakan kita dikendalikan oleh otak yang mengirim sinyal-sinyal listrik melalui saraf ke otot.
Jika sinyal dari otak mengalami gangguan atau terjadi keabnormalan, otot-otot tubuh akan
berkontraksi dan bergerak tanpa terkendali.
4. Koma
Koma adalah situasi darurat medis ketika seseorang mengalami keadaan tidak sadar dalam
jangka waktu tertentu. Ketidaksadaran ini disebabkan oleh menurunnya aktivitas di dalam
otak yang dipicu oleh beberapa kondisi seperti cedera otak parah, keracunan alkohol, atau
infeksi otak (Isnayani, 2013).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Berikan Obat penurun panas seperti Paracetamol (Siswantara, 2013).
2. Penatalaksanaan keperawatan yang diberikan yaitu
a. Observasi keadaan umum pasien
Rasional : mengetahui perkembangan keadaan umum dari pasien
b. Observasi tanda-tanda vital pasien
Rasional : mengetahui perubahan tanda-tanda vital dari pasien
c. Anjurkan pasien memakai pakaian yang tipis
Rasional : membantu mempermudah penguapan panas
d. Anjurkan pasien banyak minum
Rasional : mencegah terjadinya dehidrasi sewaktu panas
e. Anjurkan pasien banyak istirahat
Rasional : meminimalisir produksi panas yang diproduksi oleh tubuh
f. Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan paha, leher bagian
belakang
Rasional : mempercepat dalam penurunan produksi panas
g. Beri Health Education ke pasien dan keluarganya mengenai pengertian, penanganan, dan
terapi yang diberikan tentang penyakitnya Rasional : meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dari pasien dan keluarganya (Hidayat, 2014).

H. Pengkajian
1. Diagnosa yang mungkin muncul
a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
Intervensi :
1) Pantau TTV dan warna kulit
Rasional : untuk mengetahui perkembangan TTV pasien dan warna kulit
2) Beri pasien selimut hangat dan gunakan baju tipis menyerap keringat
Rasional : untuk menjaga suhu tubuh pasien
3) Edukasi pasien untuk kompres hangat
Rasional : Untuk mengurangi panas pada pasien
4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat atipiretik
Rasional : untuk menurunkan panas pada pasien
Implementasi
1) Memantau TTV dan warna kulit
2) Memberikan pasien selimut hangat dan gunakan baju tipis menyerap keringat
3) Mengedukasi pasien untuk kompres hangat
4) Mengkolaborasikan dengan dokter untuk memberikan obat antipiretik
Evaluasi :
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan waktu yang ditentukan, panas pada pasien
diharapkan dapat turun dengan rentan suhu normal 36-37,5 derajat celcius.
b. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan hipertermia
Intervensi :
1) Observasi tanda dan gejala hipertermi
Rasional : untuk mengetahui tanda dan gejala hipertermi
2) Ukur suhu tubuh pasien
Rasional : untuk mengetahui suhu tubhuh pasien
3) Instruksikan pasien minum air putih yang banyak
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan yang dibutuhkan untuk tubuh
4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat antipiretik
Rasional : untuk mengurangi panas pasien
Implementasi :
1) Mengobservasi tanda dan gejala hipertermi
2) Mengukur suhu tubuh pasien
3) Menginstruksikan pasien minum air putih yang banyak
4) Mengkolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat antipiretik
Evaluasi :
Setelah dilakukan implementasi sesuai waktu yang ditentukan diharapkan resiko hipertermi
dapat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

Docterman dan Bullechek. 2013 Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.

Hidayat, A.A., 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A.A.A., 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A.A.A. & Uliyah, M., 2016. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 2. Jakarta:
Salemba Mecika.

Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of
America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2013.

Nanda International (2015). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2015-2017.


Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC

Vous aimerez peut-être aussi