Vous êtes sur la page 1sur 19

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK I
“Asuhan Keperawatan Pada Neonatal Dengan Masalah Hiperbilirubin”

Dosen Pengampu : Lince Amelia, M.Kep

Di Susun Oleh :

Kelompok 3

Alhuda SR162100026
Dayang Rizky Riyanti SR172110034
Edi Arianto SR172110042
Lisa Ema Yulisti SR172110068
Misbah Hayatina SR172110050
M. Ridhwan Arif SR172110057

PROGRAM STUDI S1 REGULER KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah Azza Wa Jalla, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Shalawat dan
salam tidak luput kami kirimkan atas qudwah kita Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam, para sahabatnya serta umatnya yang senantiasa iltizam diatas kebenaran hingga akhir
zaman.
Penulisan makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah “Keperawatan Anak I”
pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIK Muhammadiyah Pontianak. Dalam penyusunan
makalah ini tidak banyak kesulitan yang kami temui, namun berkat bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Kami ucapkan terima kasih kepada
:
1. Ibu Lince Amelia, M.Kep selaku pembimbing, yang telah bersedia meluangkan waktu dan
membimbing kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2. Orang tua kami yang selalu mendoakan kami.
3. Teman-teman kelompok atas kebersamaannya dalam penyusunan makalah ini dan teman-
teman lain yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah masih jauh dari
kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif merupakan bagian yang tak terpisahkan dan
senantiasa Kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Akhirnya Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Amin Ya Rabbil Alamin.
Billahi Fiisabilil Haq Fastabiqul Khaerat.
Wassalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pontianak, 14 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 5
C. TUJUAN PENULISAN ................................................................................................... 5
D. MANFAAT PENULISAN ............................................................................................... 5
BAB II............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 6
A. DEFINISI ......................................................................................................................... 6
B. KLASIFIKASI ................................................................................................................. 7
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO ............................................................................. 9
D. PATOFISIOLOGI .......................................................................................................... 10
E. PATHWAY .................................................................................................................... 11
F. MANIFESTASI KLINIS ................................................................................................ 11
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK .................................................................................. 12
H. PENATALAKSANAAN ............................................................................................... 13
BAB III ......................................................................................................................................... 14
ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................................................... 14
A. PENGKAJIAN ............................................................................................................... 14
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................................... 14
C. INTERVENSI KEPERAWATAN ................................................................................. 14
BAB IV ......................................................................................................................................... 18
PENUTUP..................................................................................................................................... 18
A. KESIMPULAN .............................................................................................................. 18
B. SARAN .......................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia masih menuai presentasi di ASEAN (Association of South East Asia
Nations) angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per
kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran
hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, Filiphina 26/1000 per kelahiran hidup.
Sedangkan, angka kematian di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/1000 per kelahiran hidup.
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator disuatu negara. Angka
kematian maternal dan neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya
penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan maternal dan neonatal yang
berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana.
Menurut pola penyakit penyebab kematian bayi menunjukkan bahwa proporsi
penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah Premature dan Berat
Badan Lahir Rendah/BBLR (35%), kemudian asfiksia lahir (33,6%). Penyakit penyebab
kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1%
(termasuk tetanus 9,5%, sepsis, pneumonia, diare), kemudian feeding problem (14,3%).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committe, WHO (World
Health Organization) pada tahun 2003, kematian bayi terjadi pada usia neonatus dengan
penyebab infeksi 33%, asfiksia/trauma 28%, BBLR 24%, kelainan bawaan 10%, dan lain-
lain 5%. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris
(lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus
neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat
menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia
dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi
kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi
mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian
terutama apabila icterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar
bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu
serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan
kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk icterus dapat dihindarkan.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana
asuhan keperawatan pada neonatal dengan masalah Hiperbilirubin.

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Anak I
2. Tujuan Khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :
a. Mengetahui definisi Hiperbilirubin
b. Mengetahui klasifikasi Hiperbilirubin
c. Mengetahui etiologi dan faktor resiko Hiperbilirubin
d. Mengetahui patofisiologi Hiperbilirubin
e. Memahami pathway Hiperbilirubin
f. Mengetahui manifestasi klinis Hiperbilirubin
g. Mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan
masalah Hiperbilirubin
h. Mengetahui penatalaksaan pada pasien dengan masalah Hiperbilirubin
i. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada Neonatal dengan masalah
Hiperbilirubin

D. MANFAAT PENULISAN
Makalah ini ditujukan untuk :
1. Penulis
a. Penulis dapat terlatih menghubungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengambil
intinya dan mengembangkan ke tingkat pemikiran yang lebih matang.
b. Penulis dapat berkenalan dengan kegiatan perpustakaan, seperti mencari bahan bacaan.
c. Penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam menyajikan data dan fakta secara jelas
dan sistematis.
2. Pembaca
Pembaca dapat menambah wawasan mengenai asuhan keperawatan pada neonatal dengan
masalah Hiperbilirubin.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total
yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit,
sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern icterus yaitu
keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. (Ni Luh Gede,
1995)
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonates cukup
bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002).
Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler
sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah,
1997)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru
lahir selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi.
Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan kedaan hiperbilirubinemia.
Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum merupakan
warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada beberapa hari setelah lahir
yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin.
Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih
tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan
yang relatif tidak berbahaya, tetapi pad usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi
toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin
tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas
larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bias melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam
air dan tidak toksik untuk otak.
B. KLASIFIKASI
Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk penilaian
ikterus, Kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian yang di mulai dari kepala
dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan
bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain lain. Kemudian penilaian kadar
bilirubin dari tiap tiap nomor di sesuaikan dengan angka rata-rata dalam gambar. Cara ini
juga tidak menunjukkan intensitas ikterus yang tepat di dalam plasma bayi baru
lahir. Nomor urut menunjukkan arah meluasnya ikterus.

Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer


Derajat Perkiraan
Ikterus Daerah Ikterus kadar
bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%
III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga 11,4 mg/dl
tungkai atas (di atas lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl
Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang
mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia dan
pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus adalah perubahan
neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak
terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.
1. Ikterus Fisiologik
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan
atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut
menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005) :
a. Timbul pada hari kedua - ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis tertentu.
2. Ikterus Patologik
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin
mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. Karakteristik Hiperbilirubinemia sebagai berikut
Menurut (Surasmi, 2003) :
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5
mg% pada neonatus cukup bulan.
d. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD
dan sepsis).
e. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.

3. Kern Ikterus
Kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus,
nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus
cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit
hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus
secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Etiologi hiperbilirubin antara lain :
1. Hemolisis akibat inkompatibilitas gol. Darah ABO atau defisiensi gangguan pembuluh
darah
2. Perdarahan tertutup misalnya trauma kelahiran
3. Inkompatibilitas Rh
4. Hipksia; O2 ke jaringan ↓→ metabolism anaerob ↑→ asam lemak ↑→ bilirubin
indirect↑
5. Dehidrasi
6. Asidosis
7. Polisitemia
8. Prematur
9. ASI
10. Kelebihan produksi bilirubin
11. Gangguan kapasitas sekresi konjugasi bilirubin dalam hati
12. Beberapa penyakit
13. Genetic
14. Kurangnya enzim glukoroni transferase sehingga kadar bilirubin meningkat
15. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
16. Hipoglikemia
Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:
1. Faktor Maternal
a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
b. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
c. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
d. ASI
2. Faktor Perinatal
a. Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
b. Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
a. Prematuritas
b. Faktor genetic
c. Polisitemia
d. Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
e. Rendahnya asupan ASI
f. Hipoglikemia
g. Hipoalbuminemia

D. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak
disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari
20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia.
(Markum, 1991)

E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala-Gejala
Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain:
a. Pada permukaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar
b. Letargi
c. Kejang
d. Tidak mau menghisap
e. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental
f. Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang disertai
ketegangan otot
g. Perut membuncit
h. Pembesaran pada hati
i. Feses berwarna seperti dempul
j. Ikterus
k. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap.
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonates
adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis
serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada
kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
darah mencapai sekitar 40 μmol/l.

2. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu
keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern icterus gejala
klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata
berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga terjadi
Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium (Pemeriksaan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14
mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak
fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c. Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia
billiari.
H. PENATALAKSANAAN
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa
furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan
billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak
begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi
foto pada billirubin dari billiverdin.

7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
8. Terapi Obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati
yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk
mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi). Reflek hisap
pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi
mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sclera mata
kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine dan feses.
Pemeriksaan fisik.
2. Riwayat penyakit
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah
A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan,
ibu menderita DM.
3. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.
4. Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah,
perpisahan dengan anak.
5. Hasil Laboratorium :
- Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi.
3. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi
berkenaan phototerapi.
4. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan
panas.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC


1 Kerusakan Setelah dilakukan Pressure Management
tindakan keperawatan 1. Anjurkan pasien untuk
integritas kulit b.d.
selama …x24 jam menggunakan pakaian
efek dari diharapkan integritas yang longgar
kulit kembali baik /
phototerapi. 2. Hindari kerutan pada
normal.
Tissue Integrity : Skin tempat tidur
and Mucous Membranes 3. Jaga kebersihan kulit
Kriteria Hasil : agar tetap bersih dan
 Integritas kulit yang kering
baik bisa 4. Mobilisasi pasien
dipertahankan setiap 2 jam sekali
 Tidak ada luka / lesi 5. Monitor kulit akan
pada kulit adanya kemerahan.
 Perfusi jaringan baik 6. Oleskan lotion /
 Menunjukkan minyak / baby oil pada
pemahaman dalam daerah yang tertekan
proses perbaikan 7. Mandikan pasien
kulit dan mencegah dengan sabun dan air
terjadinya cedera hangat
berulang
 Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan alami
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
2 Resiko tinggi Setelah dilakukan MONITOR CAIRAN
tindakan keperawatan 1. Tentukan riwayat
kekurangan volume
selama .......x24 jam jumlah dan tipe intake
cairan b.d. diharapkan tidak ada cairan dan eliminasi
phototerapi. resiko kekurangan cairan 2. Tentukan kemungkinan
pada klien. faktor resiko daari
Kriteria Hasil : ketidakseimbangan
1. TD dalam rentang cairan (hipertermia,
yang diharapkan terapi diuretik, kelainan
2. Tekanan arteri rata- renal, gagal jantung,
rata dalam rentang diaporesis, disfungsi
yang diharapkan hati)
3. Nadi perifer teraba 3. Monitor berat badan
4. Keseimbangan intake 4. Monitor serum dan
dan output dalam 24 elektrolit urine
jam 5. Monitor serum dan
5. Suara nafas tambahan osmolaritas urine
tidak ada 6. Monitor BP, HR, RR
6. Berat badan stabil
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
3 Resiko tinggi Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
tindakan keperawtan 1. Kaji status neurologis
cedera b.d.
selama …x 24 jam 2. Jelaskan pada pasien
meningkatnya diharapkan tidak ada dan keluarga tentang
resiko cidera.
kadar bilirubin tujuan dari metode
 Risk control
toksik dan pengamanan
Kriteria hasil :
1. Klien terbebas dari 3. Jaga keamanan
komplikasi lingkungan keamanan
cidera
berkenaan pasien
2. Klien mampu
phototerapi. menjelaskan metode 4. Libatkan keluiarga
untuk mencegah untuk mencegah
injuri/ cidera bahaya jatuh
3. Klien mampu 5. Observasi tingkat
memodifikasi gaya kesadaran dan TTV
hidup untuk 6. Dampingi pasien
mencegah injuri.
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
4 Gangguan Setelah dilakukan Fever treatment
tindakan keperawtan 1. Monitor suhu
temperature tubuh
selama …x 24 jam sesering mingkin
(Hipertermia) diharapkan suhu dalam 2. Monitor warna dan
rentang normal.
berhubungan suhu kulit
 Termoregulation
dengan terpapar Kriteria hasil : 3. Monitor tekanan
darah, nadi, dan
lingkungan panas.  Suhu tubuh dalam
respirasi
rentang normal
4. Monitor intake dan
 Nadi dan respirasi
output
dalam batas normal
 Tidak ada perubahan
warna kulit
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih
dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan
organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan
kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan
dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan). Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan
riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat
mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
Diagnosa keperawatan pada penderita hiperbilirubin, antara lain:
- Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan joundice yang ditandai dengan kulit
wajah dan dada tampak kuning.
- Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke jaringan.
- Resiko Gangguan Intake Nutrisi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi ke
jaringan.
- Resiko Gangguan Tumbuh Kembang.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatn, perawat juga harus menerapkan
universal precaution agar keselamatan penderita dan perawat dapat terjaga. Konsep legal
etik juga harus dilakukan agar klien dapat merasa nyaman dan kondisi klien dapat segera
membaik.

B. SARAN
1. Pentingnya pengetahuan mengenai Hiperbilirubin sehingga diharapkan mahasiswa lebih
mendalami pemahaman tentang Hiperbilirubin.
2. Dengan memahami Asuhan Keperawatan Pada Neonatal Dengan Masalah
Hiperbilirubin mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan pelayanan keperawatan
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Handoko, I.S. 2003. Hiperbilirubinemia. Klinikku.

Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Cetakan I.
Jakarta : EGC.

http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/asuhan-keperawatan-denganhiperbilirubin.pdf

http://healindonesia.wordpress.com/2008/08/09/medical-check-up/

http://trisnoners.blogspot.com/2008/03/hiperbilirubin-by-sutrisno-s.html

http://varyaskep.files.wordpress.com/2009/02/b007-hiperbilirubinemia.pdf

http://www.drdidispog.com/2008/10/kuning-pada-bayi-baru-lahir.html

http://www.klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubinemia3.html.

http://www.penyakithepatitis.com/Bilirubin.htm

Vous aimerez peut-être aussi