Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Dalam penyelenggaraan proyek konstruksi, fungsi-fungsi perencanaan dan
Pelaksanaan dilaksanakan secara terpisah-pisah oleh berbagai pihak
yang berbeda. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas pembangunan berbagai
fasilitas infrastruktur yang disertai dengan kemajuan teknologi konstruksi, terdapat
peningkatan potensi timbulnya perbedaan pemahaman, perselisihan pendapat,
maupun pertentangan antar berbagai pihak yang terlibat dalam kontrak
konstruksi. Hal ini seringkali tidak dapat dihindari. Perselisihan yang timbul
dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi perlu diselesaikan sejak dini
dan memuaskan bagi semua pihak. Sehingga menjadi persengketaan dan
berakibat pada penurunan kinerja pelaksanaan konstruksi secara keseluruhan.
Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain karena, keterlambatan penyelesaian
pekerjaan, perbedaan penafsiran dokumenkontrak, ketidak mampuan baik
teknis maupun manajerial dari para pihak.
Seringkali juga terjadi perselisihan disebabkan karena faktor eksteren Penyedia
jasa, seperti perbedaan gambar rencana dengan Spesifikasi teknis dan Bill of
Quantity, lambatnya keputusan direksi pekerjaan dalam suatu usulan material
atau design, adanya force majeure, dan lain-lain yang mengakibatkan
bertambahnya waktu penyelesaian dan biaya pelaksanaa pekerjaan. Sementara
kebiasaan pada proyek pemerintah terutama yang dibiayai oleh APBD/APBN
dibatasi oleh Tahun anggaran, dimana proyek harus diselesaikan sebelum tutup buku
anggaran.
Pembahasan Makalah kita saat ini difokuskan pada penyelesaian sengketa kontrak
konstruksi sebelum sampai melibatkan pihak ketiga ( mediasi, arbitrase, dll ) dan
kaitannya dengan kontrak konstruksi dan aspek hukumnya.
2
pelaksanaan suatu kontrak konstruksi?
5. Kekuatan dokumen apa yang diperlukan dalam sengketa konstruksi?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui prinsip – prinsip Hukum yang harus di patuhi dalam suatu kontrak
konstruksi
2. Untuk mengetahui aspek hukum apa saja yang perlu di perhatikan dalam kontrak
konstruksi sehingga tidak berdampak oknum
3. Untuk mengetahui factor-faktor yang menyebabkan sengketa konstruksi
4. Untuk mengetahui jenis sengketa kontrak konstruksi yang sering terjadi dalam
pelaksanaan suatu kontrak konstruksi
5. Untuk mengetahui kekuatan dokumen apa yang di perlukan dalam sengketa konstruksi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah kontrak kerja konstruksi merupakan terjemahan dari construction contract. Kontrak
kerja konstruksi merupakan kontrak yang dikenal dalam pelaksanaan konstruksi bangunan,
baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun pihak swasta. 42 Menurut Pasal 1 Ayat (5)
UUJK, Kontrak kerja kostruksi merupakan: “Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan
hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”.
Dalam kenyataan sehari-hari, istilah kontrak konstruksi sering juga disebut dengan perjanjian
pemborongan. Istilah pemborongan dan konstruksi mempunyai keterikatan satu sama lain.
Istilah pemborongan memiliki cakupan yang lebih luas dari istilah konstruksi. Hal ini
disebabkan karena istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa yang dibangun tersebut bukan
hanya konstruksinya, melainkan dapat juga berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori
dan praktek hukum kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan istilah
hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan. Jadi dalam hal ini istilah
konstruksi dianggap sama, karena mencakup keduanya yaitu ada konstruksi
(pembangunannya) dan ada pengadaan barangnya dalam pelaksanaan pembangunan.
Menurut R. Subekti perjanjian pemborongan adalah perjanjian dimana pihak yang satu, si
pemborong mengikatkan diriuntuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang
memborongkan denganmenerima suatu harga yang ditentukan. 44 Dalam KUH Perdata ,
perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan, sebagaimana yang
dinyatakan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata bahwa : “Perjanjian peborongan adalah
perjanjian dengan mana pihak satu (sipemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu harga
yang ditentukan Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dilihat dari sistem hukum maka kontrak
bangunan merupakan salah satu komponen dari hukum bangunan (construction law,
bouwrecht). Istilah construction law biasa dipakai dalam kepustakaan anglo saxon, sedangkan
bouwrecht lazim dipergunakan dalam kepustakaan Hukum Belanda. Dengan demikian, yang
dinamakan hukum bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang
bertalian dengan bangunan meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan, baik
bersifat perdata maupun publik/administratif.
4
Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan menimbulkan
hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak yang membuat perjanjian.
Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang
menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan
kewajiban diantara para pihak. Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak
ditandatanganinya kontrak konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia jasa.
5
Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak konstruksi, adalah sebagai berikut :
Pihak pengguna jasa sering juga disebut sebagai pemeberi tugas, yang memborongkan,
pemimpin proyek, dan lain-lain. Pengguna jasa adalah pereseorangan atau badan pemberi tugas
atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.50 Pengguna jasa
mempunyai hubungan dengan para perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas
konstruksi.
6
Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh
PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultasi/Jasa Lainnya.
7
2.6 Berakhirnya Kontrak Konstruksi
Suatu kontrak konstruksi akan berkahir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
Penghentian kontrak terjadi apabila pekerjaan sudah selesai dan setelah masa pemeliharaan
selesai atau dengan kata lain pada penyerahan kedua dan harga telah dibayar oleh pihak
pengguna jasa.
Dengan berakhirnya kontrak dalam hal ini, maka pengguna jasa wajib membayar kepada
Penyedia sesuai dengan prestasi pekerjaan yang telah dicapai.
Dalam hal pemutusan kontrak yang dilakukan karena kesalahanPenyedia Jasa, maka dapat
disertai sanksi berupa: Dalam hal pemutusan Kontrak yang dilakukan karena Pengguna Jasa
terlibat penyimpangan prosedur, melakukan KKN dan/ataupelanggararan persaingan sehat
dalam pelaksanaan Pengadaan, maka Pengguna Jasa dikenakansanksi berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Bertitik dari prinsip proporsionalitas seharusnya sanksi tersebut bersifat
fakultatif bukan komulatif. Prinsip proporsionalitas dalam hal ini digunakan untuk menilai
apakah kesalahan penyedia jasa secara proporsional layak digunakan sebagai alasan dalam
memutus kontrak.
1) Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
2) Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia atau JaminanUang Muka dicairkan
(apabila diberikan);
3) Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatanterhadap bagian kontrak yang
terlambat diselesaikansebagaimana ketentuan dalam kontrak, apabila
pemutusankontrak tidak dilakukan terhadap seluruh bagian kontrak;
4) Penyedia dimasukkan dalam Daftar Hitam.
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
c. Ganti rugi keterlambatan
d. Penyelesaian perselisihan
e. Keadaaan memaksa/Force majeure
f. Hukum yang berlaku
g. bahasa Kontrak
h. Domisili
10
Penggunaan kontrak konstruksi yang standar belum umum dilakukan di Indonesia,
apalagi untuk keperluan pengaturan hubungan yang bersifat subkontraktual.
Aturan- aturan dalam kontrak yang sulit menghilangkan seluruh “celah” (gaps)
seringkali diperparah dengan sifat oportunisnik dari para pelaku yaitu pihak yang
memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Pihak dengan posisi tawar yang lebih
tinggi ini bisa di lakoni oleh pemilik, perencana, pengawas, kontraktor, subkontraktor, atau
pemasok tergantung pada situasi yang di hadapi.
11
Dari tabel diatas terlihat, bahwasanya jenis sengketa yang paling sering terjadi
adalah gabungan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan. Jenis sengketa ini sering
terjadi saat pelaksanaan konstruksi karena sering terjadinya perubahan
perubahan lingkup pekerjaan pada waktu pelaksanaan konstruksi, yang bagi
penyedia jasa (kontraktor) dapat mengakibatkan adanya perubahan biaya pada
pelaksanaan pekerjaan dan juga dapat berakibat adanya perubahan waktu
pelaksanaan konstruksi. Dalam hal ini, batasan dana (anggaran) yang dimiliki oleh
pemilik pada saat pelaksanaan konstruksi juga sangat berpengaruh terhadap
terjadinya sengketa.
Menurut survey yang dilakukan Soekirno, dkk ( 2006 ) yang ditulis dalam Makalah
yang ditulis oleh Poernomo Soekirno, dkk ( FTSL, ITB Bandung ), terhadap
beberapa kontraktor nasional di Jawa Timur, penyebab sengketa yang sering
terjadi berdasarkan hasil survei tersebut adalah kondisi eksternal (26,79%),
gambar rencana (21,43%), kondisi lapangan (19,64%) dan spesifikasi teknis
(16,07%). Temuan ini sejalan dengan kenyataan bahwa pada tahap pelaksanaan
konstruksi bangunan gedung, kinerja kontraktor dipengaruhi oleh perubahan
kondisi eksternal, seperti kebijakan pemerintah dalam ekonomi dan fiskal, serta
kondisi sosial. Sebagai contoh bila terjadi lonjakan perubahan harga atau biaya
baik tenaga kerja, bahan/material, peralatan dll,dapatmenyebabkan
tersendatnya pelaksanaan pekerjaan di lapangan karena harga kontrak awal yang
diajukan oleh penyedia jasa (kontraktor) sangat jauh berbeda dengan harga pada
saat pelaksanaan pekerjaan. Agar pekerjaan dapat tetap diselesaikan maka
penyedia jasa (kontraktor) akan mengajukan permintaan perubahan kepada pihak
pemilik baik perubahan biaya, perubahan waktu maupun gabungan antara
perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (jasa). Pada tahun 2005, kondisi
ekonomi dalam negeri masih belum stabil, termasuk adanya kenaikan harga dasar
bahan bakar minyak (BBM) yang signifikan, mempengaruhi harga-harga bahan
dasar material untuk pekerjaan konstruksi dan
menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya untuk menyelesaikan
pekerjaan konstruksi.
Perubahan gambar rencana sering terjadi di lapangan. Gambar rencana berbeda
dengan hasil akhir pembangunan sesuai yang diinginkan oleh pihak pemilik.
12
3.5 Kekuatan hukum dokumen dalam kontrak konstruksi
Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, kadang kita menemui kesulitan untuk
melaksanakan perintah karena perintahnya berbeda dengan isi dokumen kontrak.
Kesulitan lainnya yang sering terjadi adalah perbedaan isi dokumen yang satu
dengan yang lainnya. Untuk itu prinsip dari kekuatan atau prioritas untuk diikuti
dan dilaksanakan adalah : ” Dokumen yang terbit lebih akhir adalah yang lebih
kuat/mengikat untuk dilaksanakan.”.
Apabila tidak ditentukan lain, sesuai dengan prinsip tersebut diatas, maka urutan
prioritas pelaksanaan pekerjaan adalah berdasarkan :
1. Instruksi tertulis dari Konsultan MK (jika ada)
2. Addendum Kontrak (jika ada)
3. Surat Perjanjian Pemborongan dan Syarat-syarat perjanjian
4. Surat Perintah Kerja, Surat Penunjukan
5. Berita Acara Negosiasi
6. Berita Acara Klarifikasi
7. Berita Acara Aanwijzing
8. Syarat-syarat Administrasi
9. Spesifikasi teknis
10. Gambar Rencana dan Rincian Nilai Kontrak
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15