Vous êtes sur la page 1sur 10

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO

CAESAREA
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomy untuk melahirkan
janin dari dalam rahim. Dalam operasi caesar ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah,
yaitu lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar
rahim, dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu-persatu,
sehingga jahitannya berlapis-lapis.
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005, hal. 133). Sectio caesarea
merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan
uterus (Liu, 2007, hal. 227). Jenis-jenis operasi sectio caesarea :
1. Abdomen (Sectio caesar abdominalis)
a. Sectio caesarea Transperitoneali
 SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira-
kira 10 cm.
 SC Ismika atau profundal (Low servical dengan insisi pada segmen
bawah rahim)
b. Sectio Ekstra Peritonealis yaitu tanpa membuka peritonium parietalis dengan
demikian tidak membuka cavum abdominal.
2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukam sebagai berikut :
 Sayatan memanjang (Longitudinal)
 Sayatan Melintang (Transversal)
 Sayatan huru T (T insicion)
B. Etiologi
1. Indikasi section caesare
a. Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi
untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur
uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan
perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah , kemungknan mengalami
robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang
mengalami ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan , sehingga tidak
menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan
beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin, american collage of
obstetrician and ginecologistc (1999)
b. Distosia persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi
antara bagian presentasi janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari :
 Ekspulsi (kelainan gaya dorong)
Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi
uterus) dan kurangnya upaya utot volunter selama persalinan kala dua.
 Panggul sempit
 Kelainan presentasi, posisi janin
 Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya
janin
c. Gawat janin
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan janin, jika penentuan
waktu sectio caesarea terlambat, kelainan neurologis seperti cerebral palsy dapat
dihindari dengan waktu yang tepat untuk sectio caesarea.
d. Letak sungsang
Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali pusat
dan terperangkapnya kepala apabila dilahirka pervaginam dibandingkan dengan
janin presentasi kepala.

C. Patofisiologi
Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya adalah sifat dari
kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi
pada janin. Atau disebut juga sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi
oleh bakteri dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi
juga pada 25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion, persalinan kurang bulan
terkena indikasi ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan indikasi
ketuban pecah dini akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh).
Keadaan cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina
dianjurkan, tetapi apabila terjadi gagal induksi cerviks atau induksi cerviks tidak baik,
maka tindakan sectio caesarea tepat dilakukan secepat mungkin untuk menghindari
kecacatan atau terinfeksinya janin lebih parah.

D. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui panggul sempit dapat dilakukan pemeriksaan, diantaranya (Smeltzer
2001 : 339) :
1. Darah rutin (mis Hb)
2. Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa
3. Pelvimetri : menentukan CPD
4. USG abdomen
5. Gula darah sewaktu

E. Komplikasi
Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas yang normal dan komplikasi
setiap prosedur pembedahan utama. Kompikasi sectio caesarea (Hecker, 2001 ; 341)
a. Perdarahan
Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis
ditempat insisi rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan
masa persalinan.
b. Sepsis sesudah pembedahan
Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea dilakukan selama
persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam
diberikan untuk mengurangi sepsis.
c. Cedera pada sekeliling stuktur
Beberapa organ didalam abdomen seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh
didalam ligamen yang lebar, dan ureter, terutama cenderung terjadi cedera. Hematuria
yang singkat dapat terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan retraktor
didaerah dinding kandung kemih.

* Komplikasi Pada anak


Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria.
Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal
yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 dan 7 %.
(Sarwono, 1999).

F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea (Cuningham, F
Garry, 2005 : 614)
1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat
2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat
3. Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan, pemberian
narkotik biasanya disertai anti emetik, misalnya prometazin 25 mg
4. Eriksa aliran darah uterus palingsedikit 30 ml/jam
5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam
pertama setelah pembedahan
6. Ambulasi, satu hari setelahpembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat tidur
dengan bantuan orang lain
7. Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari
keempat setelah pembedahan
8. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk
memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia
9. Mencegah infeksi pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal, sefalosporin, atau
penisilin spekrum luas setelahjanin lahir.

G. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan
(penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama.
e. Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien (Brunnert dan suddart)

H. Fokus Intervensi dan Rasional


1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien
Tujuan : pola nafas klien normal
Intervensi :
a. Kaji pola nafas klien (rasionalnya : mengetahui supali oksigen)
b. Monitor TTV (apakah mengalami kenaikan)
c. Beri posisi kepala lebih tinggi dari kaki, semi fowler (posisi nyaman, membantu
pola nafas efektif)\
d. Beri tarapi oksigen (membantu dalam suplai oksigen)
2. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan (Doenges, 2000)
Tujuan : memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil : intake dan out put seimbang
Intervensi :
a. Observasi perdarahan (mengetahui jumlah darah yang keluar
b. Monitor intake dan out put cairan
c. Monitor tanda-tanda vital (apakah mengalami kenaikan)
d. Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program (memenuhi kebutuhan
tubuh akan cairan elektrolit yang seimbang)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tak utuh)
(Nanda Nic Noc, 2005)
Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, fungiolesa), jumlah
leukosit dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji lebar luka, kedalaman, panjang, warna, panas/tidak, merah atau hitam
(mengetahui seberapa besar resiko infeksi)
b. Inspeksi lebar luka/insisi bedah
c. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek anestesi


Tujuan : mengatasi masalah gangguan pertukaran gas
Intervensi :
a. Kaji status pernapasan secaraperiodik, catat adanya perubahan pada usaha
tingkatan hipoksia
b. Auskultasi bunyi paru secara periodic, catat kualitas bunyi napas, wheezing,
ekspirasi memanjang dan observasi kesimetrisan gerakan dada
c. Kaji adanya sianosis
d. Auskultasi irama dan bunyi jantung
e. Bantu klien untuk beristirahat dengan menjaga ketenangan lingkungan
f. Posisikan klien dalam posisi nyaman (fowler atau semi fowler)
g. Ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan pernapasanmulut/ bibir (pursed lip)
h. Monitor keseimbangan intake dan output cairan
i. Monitor saturasi oksigen (bila Pulse Oximetri ada)

5. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan


Tujuan : nyeri berkurang, pasien terlihat rileks
Intervensi :
a. Kaji tingkat, skala nyeri
b. Beri posisi nyaman (mengurangi nyeri)
c. Ajarkan teknik relaksasi (mengurangi nyeri)
d. Beri kompres dingin (mengurangi nyeri dan menghentikan pendarahan)
e. Kolaborasi pemberian obat analgetik (mengurangi nyeri)
INSTRUMEN DAN PROSEDUR SECTIO CAESAREA
A. Peralatan
1. Cutter dan Ground Couter
2. Lampu Operasi
3. Meja Linen
4. Standart Infus
5. Tempat Sampah
6. Tempat Linen Kotor
7. Schort
8. Hypafix
9. Gunting Verband /Bandage Scissors
10. Tempat Placenta

B. Persiapan Meja Linen


1. Linen Set Steril
 Handuk Lap Kecil [3]
 Jas/Gaun Operasi [3]
 Linen Besar [2]
 Linen Kecil [4]
 Sarung Meja Mayo [1]
2. Nierbekken / Bengkok [1]
3. Kom Kecil [2]
4. Slang Suction [1]
5. Kabel Couter [1]
6. Vacum Kepala [1]

C. Bahan Penunjang Operasi ( Bahan Habis Pakai ) :


1. Mess No 23 [1]
2. Kassa Steril [4]
3. Roll Kassa Steril [1]
4. Sufratulle [1]
5. Handscoen No.6,5/7/7,5/8 [3]
6. Bethadin 10% & Alkohol 70%
7. NaCl 0,9%, 100 cc
8. Spuit 2.5 cc / 3 cc [1]
9. Metergin/Syntocinon [1]/[1]
10. Benang Heatting SC :
|| Running Uterus Suture
Gut Cromic No. 2
|| Peritonisasi Uterus
Plain Catgut No. 0 atau
Gut Cromic No. 0
|| Peritonisasi Abdomen atau
Plain Catgut No. 0
Gut Cromic No. 0
|| Otot
Plain Catgut No. 0/2-0 atau
Gut Cromic No. 0/2-0
|| Facia
Running Facia Suture
Safil/Vicryl/Polysorbs
No. 0/2-0
|| Jaringan Lemak/Subcutis
Plain Catgut No. 0 / 2-0
|| Kulit
Subcuticular Suture :
Monosyn/Polysorb/Vicryl
No. 3-0

D. Persiapan Meja Instrument


( Meja Mayo )
1. Dressing Forcep Desinfeksi
2. Klem/Desinfeksi Klem [1]
3. Towel Clamps/Doek Klem [5]
4. Pinset Chirurgis [2]
5. Tissue Forcep/Pinset Anatomis [2]
6. Hand Fat Mess/Scapel Handle for Blades Mess No. 23 : [1]
7. Delicate Mosquito Hemostatic Forceps Pean/Mosquito Klem Pean Bengkok [6]
8. Delicate Hemostatic Forceps Kocher/Klem Kokher [2]
9. Curved Metzenbaum Scissor/Gunting Metzenbaum Bengkok[2]
10. Curved Mayo Scissors/Gunting Benang Bengkok [1]
11. Straight Mayo Scissor/Gunting Benang Lurus [1]
12. Needle Holder/Nald Voeder [2]
13. Sponge Holding Forceps/OvumForceps/Klem Ovarium/Ring Klem [6]
14. Mikulics/Peritoneum Klem [4]
15. Wound Haag/Pengait Luka/Retractors Kokher/Haak Tajam Gigi 4 [2]
16. U.S. Army Retractor/Langeenbeck [2]
17. Abdominal Retractors Fritsch/Haak Berdaun Dalam [1]
18. Canule Suction/Ujung Suction [1]
E. Teknik Instrumentasi Operasi SC
Langkah sistematis sebagai berikut:
1. Setelah pasien diberikan anastesi, diposisikan supinasi, kemudian pasang underpad
dan ground couter di kaki
2. Perawat instrument dan asisten mengenakan skort, melakukan surgical scrubing,
gown steril dan handscone steril
3. Perawat instrument menata instrumen, alat dan bahan steril dimeja linen dan mayo
untuk kelancaran operasi dan dokumentasi preoperative dengan perawat sirkuler
4. Instrumentator atau assisten membantu operator untuk mengenakan gown steril
dan handscone
5. Berikan desinfeksi klem pada tangan kanan asisten/operator dan deepres/kasa
dalam cucing alkohol dan povidon iodine 10% pada tangan kiri asisten/operator
untuk melakukan desinfeksi pada lapangan/area operasi
6. Lakukan drapping ( Pfannenstiel Incision ) dengan urutan :
- Duk besar [ke-1] untuk bagian bawah badan ( menutup perut bawah/mulai
garis suprapubik/hipogastrium, paha dan kaki )
- Duk besar [ke-2], membuka duk besar ke-2 diatas duk ke-1 baru diletakan
dibagian atas pasien ( menutup perut atas/mulai dibawah garis umbilical ± 2
cm, dada sampai skat pembatas kepala pasien )
- Duk kecil [2], untuk bagian kanan/kiri badan pasien ( area hipogastrium )
- Fiksasi dengan duk klem [4
- Dekatkan meja mayo dan linen lalu pasang kabel coutter dan selang suction
lalu fiksasi dgn duk klem [1]
- Berikan kasa basah dan kering pada asisten/operator untuk membersihkan
lapangan operasi dari povidon iodine
- Berikan pada operator pinset chirhugis untuk menguji apakah bius/anestesi
sudah berjalan dengan baik dan untuk making/menandai area insisi.
- Jika persiapan sudah berjalan dgn baik, maka dilakukan time out/konfirmasi
oleh perawat sirkuler
7. Berikan handvat mess no.3 pada operator memakai media nierbekken, lalu berikan
pean mosquito dan kasa pd asisten untuk merawat pendarahan.
8. Operator melakuan sayatan hingga terlihat lapisan putih dan keras, yang disebut
juga fasia ( jaringan keras yang melapisi otot perut).
9. Pada fasia tengah di sayat sedikit sampai tampak otot kemudian melalui sayatan fasia
yg sudah dibuka sedikit, gunting fasia sampai kelihatan otot perut.
10. Kemudian otot perut di kuak oleh 4 tangan, assisten dan operator, hingga terbuka
lebar dan terlihat lapisan peritoneum,yaitu jaringan tipis pelindung rongga perut.
11. Instrumentator memberikan gunting pada tangan kanan operator dan pinset
chirurgi pada tangan kiri operator dan asisten. Operator dan assisten menjepit lapisan
peritoneum dengan pinset chirurgi, lalu mengangkat, diantara jepitan lalu di gunting
hati-hati agar usus atau isi dalam perut lainnya tidak kena.
12. Setelah terbuka, dinding rahim bagian luar terlihat jelas, Instrumentator memberikan
abdominal retractors pada assisten, dan assisten memasukan serta menarik ke arah
bawah pasien agar leher rahim/uterus terlihat jelas oleh operator
13. Instrumentator memberikan pisau pd operator dgn media nierbekken kemudian
operator menyayat dinding rahim (uterus) hingga kepala atau rambut bayi kelihatan, (
kehamilan letak kepala
14. Pada langkah tsbt diatas, ada operator yang tidak langsung menyayat dengan pisau,
tapi di gunting perimetrium (dinding luar rahim) dan di kelupas selebar ± 2 cm,
kemudian baru menggunakan pisau untuk menyayat miometrium (otot tengah rahim)
hingga kepala/ rambut bayi kelihatan.
15. Setelah kepala bayi kelihatan, operator memasukan lengan pada dinding rahim yang
telah disayat tadi, untuk menarik kepala bayi agar pas untuk di dorong dan di
keluarkan.
16. Setelah bayi keluar dari rahim/ uterus melalui dinding perut, maka
instrumentator memberikan 2 buah klem lurus dan 1 gunting kepada assisten untuk
menjepit tali pusat, di antara 2 jepitan tali pusat di potong dengan gunting
oleh assisten, sementara operator membersihkan jalan nafas bayi dengan kassa steril
atau dgn canul suction.
17. Kemudian bayi diserahkan pd petugas penerima bayi lalu dilakukan tindakan
perawatan oleh tim dokter anak.
18. Asisten memasang kembali abdominal retractors, instrumentator memberikan klem
ovarium kepada operator, untuk menjepit rahim bekas sayatan sebanyak 3-4 lokasi.
Instrumentator memberikan dis spuit syntosinon/metergin kepada asisten, dengan
ijin operator disuntikan ke uterus
19. Operator mengeluarkan plasenta, uterus dibersihkan dengan klem deper atau
dgn manual menggunakan tangan kiri dialas memakai kassa steril
20. Setelah bersih, otot rahim, endometrium dan miometrium di satukan kembali
dengan tekhnik jahitan running uterus suture menggunakan benang Gut Cromic No. 2
sedangkan perimetrium dijahit dengan benang plain catgut no. 0 atau gut cromic No. 0
21. Setelah jahitan uterus selesai dan aman tdk ada perdarahan, instrumentator
memberikan mikulics/peritoneum klem 4 untuk menjepit peritoneum, kemudian
instrumentator memberikan abdominal retractors pd asisten dan allys depper pd
operator untuk mengeksplorasi rongga perut, serta mengeluarkan sisa-sisa darah
yang ada dalam rongga abdomen.
22. Instrumentator kembali memberikan benang plain catgut no. 0/gut cromic No. 0 yang
telah melekat di ujung needle holder, operator menjahit dan menyatukan lapisan
peritoneum
23. Assisten menjepit fasia dengan kocher/mikulics, instrumentator memberikan needle
holder yg di ujungnya sudah ada terjepit benang plain catgut no. 0/gut cromic No. 0
kepada operator untuk menjahit otot perut.
24. Setelah otot perut menyatu, instrumentator memberikan kepada operator benang
Safil/Vicryl/Polysorbs No. 0/2-0 untuk menjahit dan menyatukanfasia. Setelah fasia
menyatu, operator melanjutkan menjahit jaringan lemak bawah kulit/subcutis dengan
benang yang sama ( continus facia sampai subcutis )
25. Setelah subcutis menyatu oleh jahitan, instrumentator memberikan benang terakhir
monosyn/polysorb/vicryl No. 3-0 untuk jahitan subcuticular/ jahitan benang dibawah
kulit dan tdk terlihat dipermukaan kulit ( seperti di lem ).
Catatan : Bisa juga jahitan continus, mulai lapisan facia sampai kulit ( subcuticular )
dengan menggunakan satu benang Safil/Vicryl/Polysorbs No. 0/2-0
26. Setelah proses jahit selesai, berikan kasa basah untuk membersihkan sisa / bekas darah
diarea operasi kemudian dikeringkan.Tutup luka dengan sufratule, kasa dan
curapor/hepafix. Pasien dibersihkan serta dirapikan

Vous aimerez peut-être aussi