Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
PENYAJIAN
1. Dilema Etika
Akuntan didalam aktivitas auditnya memiliki banyak hal yang harus
dipertimbangkan karena auditor mewakili banyak konflik kepentingan yang
melekat dalam proses audit. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika
ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi
dan integritasnya dalam imbalan ekonomis yang mungkin dijanjikan disisi lain.
Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor berada
dalam situasi pengambilan keputusan antara yang etis dan tidak etis.
2. Etika Akuntan
Akuntan sebagai profesi untuk memenuhi fungsi auditing harus tunduk
pada kode etik profesi dan melaksanakan audit terhadap laporan keuangan
dengan cara tertentu. Selain itu, akuntan wajib mendasarkan diri pada norma
atau standar auditing dan mempertahankan terlaksananya kode etik yang telah
ditetapkan. Etik sebagai prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan
bertindaknya seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh
masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan meningkatkan martabat dan
kehormatan seseorang. Etik yang telah disepakati bersama oleh anggota suatu
profesi disebut dengan Kode Etik Profesi. Akuntan sebagai suatu profesi
mempunyai kode etik profesi yang dinamakan Kode Etik Akuntan Indonesia.
Khusus untuk akuntan publik terdapat Kode Etik Profesi Akuntan publik yang
sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik. Kode Etik
Profesi Akuntan Publik adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang sebelumnya dinamakan Ikatan
Akuntansi Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf
professional (anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja
pada satu/Kantor Akuntan Publik (KAP).
2
Kode Etik Akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai
berikut.
1) Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional,
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai
profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan
dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua
pengguna jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung
jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan
tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif
semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
2) Kepentingan Publik
Setiap Anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Salah satu ciri utama dari
profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan
memegang peran yang penting dimasyarakat, dimana publik dari profesi
akuntan yang terdiri dari klien, pemberian kredit, pemerintahan, pemberi
kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepada objektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan
tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya memengaruhi
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi
akuntan adalah untuk membuat pengguna jasa akuntan paham bawa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan
3
persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi
tersebut. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan public kepadanya,
anggota harus secara terus-menerus menunjjukan dedikasi mereka untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggotaharus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3) Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan professional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan
public tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat
menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4) Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atau jasa yang
diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap
adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias,
serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pihak lain. Anggota
bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
objektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik
memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen.
Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang
bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas
keuangan dan manajemenya pada industry, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk dalam
4
profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas.
5) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa professional dengan
berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban
untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa professional dan teknik yang paling
mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaiknya sesuai dengan
kemampuan, demi kepentingan pengguna jasa dan konsiten dengan
tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui
pendidikan dan pengalaman. Anggota tidak harus menggambarkan dirinya
memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat
pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk
memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal
penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan,
anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak
lain yang lebih kompeten, setiap anggota bertanggung jawab untuk
menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan,
pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung
jawab yang harus dipenuhinya.
6) Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasian informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai
atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
menggungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa
standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan
bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban
5
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberian kerja yang diperoleh
melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan
berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau
pemberian jasa berakhir.
7) Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,
staf, pemberian kerja, dan masyarakat umum.
8) Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesional sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar teknis
dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation Of
Accountans, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang
relevan.
6
terbatas pada kepentingan klien atau pemeberi kerja. Dalam bertindak bagi
kepentingan publik, Akuntansi Profesional memperhatikan dan mematuhi
ketentuan kode etik ini.jika akuntan profesional dilarang oleh hukum atau
peraturan untuk mematuhi bagian tertentu dari Kode Etik ini, Akuntan
Profesional tetap mematuhi bagian lain dari Kode Etik ini.
Kode Etik ini terdiri atas tiga bagian. Bagian (1) menetapkan prinsip
dasar etika profesional bagi akuntan profesional dan memberikan kerangka
konseptual yang akan ditetapkan akuntan profesional dalam:
1. Mengidentifikasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika;
2. Mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut; dan
3. Menerapkan perlindungan yang tepat untuk menghilangkan atau
mengurangi ancaman tersebut sampai ketingkat yang dapat diterima.
Perlindungan diperlukan ketika Akuntan Profesional menentukan bahwa
ancaman itu tidak berada pada tingkat yang mana pihak ketiga yang
rasional dan memiliki informasi yang cukup, bedasarkan semua fakta dan
keadaan tertentu yang tersedia bagi Akuntan Profesional pada saat itu,
akan menyimpulkan bahwa kepatuhan pada prinsip dasar etika tidak
berkurang.
Akuntan Profesional menggunakan pertimbangan profesionalnya
dalam menerapkan kerangka konseptual ini.
Bagian (2) dan Bagian (3) menjelaskan penerapan kerangka konseptual
pada situasi tertentu. Bagian tersebut memberi contoh perlindungan yang
mungkin tepat untuk mengatasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip
dasar etika. Bagian tersebut juga menjelaskan situasi ketika tidak tersedia
perlindungan untuk mengatasi ancaman dan, sebagian akibatnya, keadaan atau
hubungan yang menimbulkan ancaman tersebut untuk dihindari. Bagian (2)
berlaku bagi akuntan profesional di praktik publik. Bagian (3) bagi Akuntan
Profesional di Bisnis. Bagian (3) mungkin juga relevan bagi Akuntan
Profesional dalam prakti Publik untuk keadaan tertentu yang mereka hadapi.
A. Prinsip Dasar
Akuntan profesional mematuhi prinsip etika berikut ini:
7
a. Integritas, yaitu bersifat lugas dan jujur dalam semua hubungan
profesional dan bisnis.
b. Objektivitas, yaitu tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau
pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat
mengesampingkan pertimbangan profesional atau bisnis.
c. Kompetensi dan kehati-hatian profesional yaitu menjaga pengetahuan
dan keahlian profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja akan menerima jasa
profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik,
peraturan, dan teknik muktahir, serta bertindak sungguh-sungguh dan
ssesuai dengan teknik dan standar profesional yang berlaku.
d. Kerahasiaan, yaitu menghormati kerahasiaan informasi tersebut
kepada pihak ketiga tanpa ada kewenangan yang jelas dan memadai,
kecuali terdapat suatu hak dan kewajiban hukum atau profesional
untuk menggungkapkannya, serta tidak menggunakan informasi
tersebut untuk keuntungan pribadi akuntan profesional atau pihak
ketiga.
e. Perilaku profesional yaitu mematuhi hukum dan peraturan yang
berlaku dan menghindari perilaku apapun yang mengurangi
kepercayaan kepada profesi akuntan profesional.
B. Ancaman dan perlindungan
Ancaman dapat timbul melalui beragam jenis hubungan dan
keadaan. Ketika hubungan atau keadaan menimbulkan suatu ancaman,
maka ancaman tersebut dapat mengurangi atau dianggap dapat
mengurangi, kepatuhan Akuntan Profesional terhadap prinsip dasar etika.
hubungan atau keadaan dapat menimbulkan lebih dari satu ancaman dan
suatu ancaman dapat memengaruhi kepatuhan pada lebih dari satu prinsip
dasar etika. Ancaman dapat dikategorikan menjadi:
a. Ancaman kepentingan pribadi (self-interest threat), yaitu ancaman
yang terkait dengan kepentingan keuangan atau kepentingan lain yang
8
akan memengaruhi pertimbangan atau perilaku akuntan profesional
secara tidak layak;
b. Ancaman telaah pribadi (self-review threat), yaitu ancaman yang
terjadi akibat dari akuntan profesional tidak dapat sepenuhnya
melakukan evaluasi atas perimbangan yang dilakukan atau jasa yang
diberikan oleh akuntan profesional lain pada kantor akuntan atau
organisasi tempatnya bekerja yang akan digunakan oleh akuntan
profesional untuk melakukan pertimbangan sebagai bagian dari jasa
yang sedang diberikan;
c. Ancaman advokasi (advocacy threat), yaitu ancaman yang terjadi
ketika akuntan profesional akan mempromosikan posisi klien atau
organisasi tempatnya bekerja sampai pada titik yang dapat
mengurangi objektivitas;
d. Ancaman kedekatan (familiarty threat), yaitu ancaman yang terjadi
ketika akuntan profesional terlalu bersimpati pada kepentingan klien
atau organisasi tempatnya bekerja, atau terlalu mudah menerima hasil
pekerjaan mereka, karena hubungan yang dekat dan telah berlangsung
lama dengan klien atau organisasi tempatnya bekerja;
e. Ancaman intimidasi (intimidation threat), yaitu ancaman yang terjadi
ketika akuntan profesional dihalangi untuk bertindak secara objektif
karena tekanan yang nyata atau dirasakan, termasuk upaya
memengaruhi akuntan profesional secara tidak sepantasnya.
Perlindungan adalah tindakan atau upaya lain yang dapat
menghilangkan atau mengurangi ancaman sampai ke tingkat yang dapat
diterima. Perlindungan dibagi dalam dua kategori berikut:
a. Perlindungan yang diciptakan oleh profesi, perundang-undangan, atau
peraturan:
1) Persyaratan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman untuk
memasuki profesi,
2) Persyaratan pengembangan profesional berkelanjutan,
3) Peraturan tata kelola perusahaa,.
9
4) Standar profesi,
5) Prosedur pemantauan dan pendisiplinan oleh Ikatan Akuntansi
Indonesia atau regulator,
6) Telaah eksternaloleh pihak ketiga yang diberi kewenangan yang
sah atas laporan, hasil, komunikasi, atau informasi yang
dihasilkan oleh Akuntan Profesional.
C. Benturan Kepentingan
Akuntan profesional mungkin menghadapi benturan kepentingan
ketika melakukan kegiatan profesionalnya.benturan kepentingan
menciptakan ancaman terhadap objektivitas dan mungkin menciptakan
ancaman terhadap prinsip dasar etika lainnya. Ancaman ini dapat timbul
ketika:
a. Akuntan profesional melakukan kegiatan profesional yang terkait
dengan permasalahan tertentu untuk dua pihak atau lebih yang
memiliki kepentingan yang saling berbenturan terkait dengan
permasalahan tersebut,
b. Kepentingan akuntan profesional terkait dengan permasalahan
tertentu berbenturan dengan kepentingan pihak lain yang
menggunakan jasa Akuntan Profesional. Menjelaskan benturan
kepentingan bagi Akuntan Profesional dalam praktik public dan
akuntan profesional dalam bisnis.
10
D. Penyelesaian Konflik Etika
Akuntan profesional diwajibkan untuk menyelesaikan benturan
dalam mematuhi prinsip dasar etika. Ketika akuntan profesional memulai
proses penyelesaian benturan terkait kepatuhan pada prinsip dasar etika,
secara formal maupun informal, maka faktor berikut ini mungkin relevan,
sebagai satu faktor yang berdiri sendiri maupun bersama dengan faktor
lain, untuk digunakan dalam proses penyelesaian benturan:
a) Fakta yang relevan;
b) Isu etika yang terkait;
c) Prinsip dasar etika yang terkait dengan hal yang dipermasalahkan;
d) Prosedur internal yang berlaku;
e) Alternatif tindakan.
Setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut, akuntan profesional
menetukan tindakan yang sesuai dengan mempertimbangkan akibat yang
mungkin terjadi dari setiap tindakan. Jika permasalahan tetap tidak dapat
diselesaikan, akuntan profesional dapat berkonsultasi dengan orang yang
tepat dikantor akuntan atau organisasi tempatnya bekerja, untuk membantu
menyelesaikan masalah tersebut.
Ketika suatu permasalahan melibatkan benturan dengan, atau
didalam, organisasi, maka akuntan profesional menentukan perlunya
berkonsultasi dengan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
organisasi, seperti direktur, komisaris, atau komite audit. Akuntan
profesional sebaiknya mendokumentasikan hakikat persoalan, perincian
setiap pembahasan, dan keputusan terkait persoalan tersebut. Jika suatu
benturan yang signifikan tidak dapat diselesaikan, akuntan profesional
dapat mempertimbangkan untuk memperoleh saran profesional dari Ikatan
Akuntan Indonesia atau nasihat hukum. Akuntan profesional umumnya
dapat memperoleh panduan atas persoalan etika tanpa melanggar prinsip
kerahasian jika permasalahan tersebut dibahas dengan Ikatan Akuntan
Indonesia secara anonim, atau dengan penasihat hukum dibawah
11
perlindungan hak istimewa (privilege) dalam hukum. Jika setelah
mendalami semua kemungkinan yang relevan namun benturan etika tetap
tidak terselesaikan, maka akuntan profesional, kecuali dilarang oleh
hukum, menolak untuk tetap dikaitkan dengan permasalahan yang
menyebabkan benturan etika tersebut. Dalam keadaan tersebut, akuntan
profesional mempertimbangkan tepat tidaknyauntuk mundur dari tim
perikatan atau penugasan terntentu, atau bahkan mengundurkan diri
sepenuhnya dari perikatan, kantor akuntan atau organisasi tempatnya
bekerja.
12
dengan seseorang yang bertanggung jawab atas manajemen telah
dilakukan secara memadai dalam kapasitasnya atas tata kelola.
13
memberikan pedoman yang memengaruhi sifat etis dalam profesi
akuntansi.
Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan
terutatama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Kohlberg
sampai pada pandangannya setelah dua puluh tahun melakukan wawancara
yang unik dengan anak-anak. Dalam mewawancara, anak-anak diberi
serangkaian cerita dimana tokoh-tokohnya menghadapi dilemma moral.
Setelah membaca cerita, anak-anak yang menjadi responden menjawab
serangkaian pertanyaan tentang dilema moral.
14
melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap nilai dan social mengenai
tindakan apa yang akan dilakukannya.
1) Kognisi yang didasarkan pada nilai dan bukan pada fakta yang tampak,
2) Keputusan yang didasarkan beberapa isu yang melibatkan diri sendiri dan
orang lain,
3) Keputusan yang dibangun diseputar isu ’keharusan,’ dan bukan pada
peringkat preferensi atau kesukaan sederhana.
Pengembangan pisikologi moral dimulai dari karya pisikolog piaget.
Berdasarkan pada karya piaget, klien kemudian mengembangkan teori
keputusan moral yang memasukan serangkaian pengembangan keseimbangan
(equilibrium) yang ada dalam diri seorang individu. Individu secara berurutan
mengalami kemajuan ketingkat atau tahap moral reasoning yang lebih tinggi
sebagai bagian dari proses pertambahan usia.
a) Pendekatan Kognitif Lingkungan Terhadap Pengembalian Keputusan
Etis
Ketika banyak riset yang berhubungan dengan perilaku etis individual
untuk mengukur tingkat moral reasoning individual, telah berkembang
pendekatan tambahan yang membahas komponen lain dari model riset.
Misalnya, mereka menyebutnya skala etis multidimensional (sem) sebagai
ukuran kesadaran modal, yang merupakan komponen pertama dari model rest
dan menghubungkan teori perencanaan perilaku dengan komponen lain.
Reidenach mengembangkan sem untuk fokus pada dinamika
pengambilan keputusan yang melibatkan perilaku etis yang belum diselidiki.
Delapan skala likert yang bipolar dibagi kedalam tiga dimensi, yaitu keadilan
15
moral, relativisme dan kontraktualisme, yang dimasukkan dalam ukuran.
Skenario etis degunakan dengan memasukkan deskripsi atas situasi tunggal
sepanjang 100 kata. Flory et al, menggunakan SEM untuk mengkaji respon etis
terhadap 300 akuntan manajemen yang bersertifikat terhadap empat skenario
manajemen laba. Tujuan utama dari studi tersubut adalah memvalidasi
penggunaan SEM dalam konteks akuntansi. Ketika tujuan ini dicapai,
gambaran yang ditampilkan tidak mendukung variabilitas antar subjek,
sehingga menghasilkan perhatian pada validasi eksternal.
Cohen kemudian memperluas riset Reidabach dan Robin terhadap
situasi multinasional. Hasil untuk sampel subjek di negara-negara Amerika
Serikat dan lainnya menunjukkan munculnya konflik tambahan yaitu
utilitarianisme yang penting dalam pengambilan keputusan etis. Sementara
SEM dikritik sebagai gagal untuk memasukkan kerangka kerja psikolog dalam
proses ethical reasoning Flory merespon dengan menunjukkan bagaimana
ukuran ini secara teoritis berbeda dari karya pengembangan moral Kolhberg
dan Rest, serta bahwa ukuran ini mungkin menjadi alat yang lebih baik untuk
memahami proses moral reasoning akuntan.
b) Model Alternatif Pengambilan Keputusan Etis
Noreen (1988), memperluas teori agensi dengan membahas ekonomi
etis dalam konteks kontrak. Didasarkan pada minat individual, dia menyatakan
aksi yang paling menguntungkan. Terdapat model pengambilan keputusan etis
lain yang dikembangkan secara spesifik untuk profesi akuntansi. Misalnya,
untuk lebih memahami situasi dimana auditor dianggap melanggar kode etik
dan perilaku profesional AICPA, lampe dan finn membuat model dari proses
keputusan etis auditor sebagai proses dengan lima elimen (pemahaman
keuntungan, pengendalian dampak, keputusan lain, penilaian lain, dan
pengambilan keputusan final) untuk dibandingkan dengan model yang berbasis
kode etik dan perilaku profesional AICPA. Dengan cara yang sama, finn dan
lampe membuat model dari keputusan berkaitan dengan penyampaian
pengaduan auditor.
16
Dalam mengomentari keadaan riset saat ini dalam paradigma etika
akuntansi, Machintosh yang mengadopsi perspektif filosofi sosial, menyatakan
bahwa riset saat ini menekankan suatu perspektif yang hanya mengukur
penerimaan sosial, dan bukannya perspektif etis yang sesungguhnya. Ia
menyatakan bahwa sementara riset sekarang menggunakan ukuran etis
alternatif, orang berperilaku agak etis atau kurang etis, ini adalah masalah ini
atau itu.
Terakhir, ia mempertanyakan penggunaan metodologi positivistik saat
ini dengan mencatat bahwa etika adalah masalah nilai (apa yang seharusnya)
dan bukan fakta (apa ini). Lebih lanjut lagi, masalah ini semakin rumit dengan
adanya fakta bahwa individu yang berbeda mungkin menyampaikan sasaran
normatif yang berbeda yang didasarkan pada konteks dan individu masing-
masing.
17
reasoning individual, temuan dalam ranah akuntansi telah menunjukkan bahwa
akuntan pada umumnya tidak mengalami kemajuan pada tingkat
perkembangan moral sama seperti lulusan kampus lainnya.
M. Armstrong (1987)
Satu studi pertama yang menyelidiki hubungan antara perkembangan
moral dan riset perilaku dilakukan m. Armstrong (1987). Tingkat moral
reasoning dari CPA dibandingkan dengan yang sudah dan belum lulus. Hal
yang mengejutkan, skor DIT rata-rata CPA secara signifikan lebih rendah dari
pada kedua kelompok tersebut. M.armstrong (1987) menyimpulkan bahwa
para CPA yang menjadi responden kelihatannya mencapai tingkat kematangan
moral orang dewasa pada umumnya.
Ponemon Dan Glazer (1990)
Poneman dan glazer memperluas penyelidikan ke dalam tingkat moral
reasoning akuntan dengan membandingkan mahasiswa dengan alumni untuk
dua lembaga pendidikan yang terletak di daerah timur amerika serikat.
Lembaga yang pertama adalah suatu kampus seni liberal swasta yang
menawarkan jurusan akuntansi. Sementara lembaga yang kedua, american
assembly of colligiate school bisiness (AACSB) merupakan lembaga yang
terpandang dalam mengadakan program akuntansi.
18
misalnya menemukan bahwa posisi auditor dalam perusahaan berbanding
terbalik dengan tingkat moral reasoning. Riset memberikan bukti kuat
mengenai eksistensi sosialitan etis. Individu yang dipromosikan mempunyai
tingkat ethical reasoning yang serupa dengan manajemen. Bukti ini
mendukung keyakinan bahwa promosi individual dapat ditekan oleh budaya
etika perusahaan.
Ponemon (1990)
Ponemon menyelidiki ethical reasoning dan penilaian praktisi
akuntansi dalam perusahaan publik. Lima puluh sua praktisi CPA dari
bermacam-macam posisi diperusahaan publik di daerah timur laut Amerika
Serikat berpartisipasi dalam studi. Subjek mengisi wawancara penilaian moral
atau MJI dan paradigma auditing. Dilema auditing dikembangkan dari studi
kasus dari kehidupan nyata yang melibatkan kantor akuntan publik dan dua
klien audit besar.
Dilema tersebut digambarkan sebagai serangkaian kejadian yang terjadi
dalam suatu krisis dengan kedua klien. Baik MJI dan dilema auditing diskor
secara serupa, sehingga memungkinkan untuk membandingkan secara
langsung skor tersebut. Hasilnya menunjukkan bahawa subjek tidak berbeda
secara signifikan antara kedua dilema.
c) Studi Keputusan Etis
Studi keputusan etis berfokus kepada hubungan antara bermacam-
macam ukuran dan perilaku terhadap bidang akuntansi. Bagian berikut
menelaah studi representatif yang mengkaji:
1. Isu independensi
2. Pelanggaran lain kode etik dan perilaku profesional AICPA
3. Pendeteksian atas penipuan dalam laporan keuangan dan komunikasinya
4. Ketidakpatuhan pembayaran pajak
5. Perilaku disfungsional spesifik dalam profesi akuntansi.
d) Studi Etis Lintas Budaya
Sebagian besar studi yang berhubungan dengan akntansi dan etika
difokuskan kepada profesi akuntansi di Amerika serikat. Perbedaan budaya
19
mungkin muncul diantara kelompok profesi akuntansi dari negara berbeda.
Meskipun demikian, perbandingan antara profesi akuntansi di Amerika Serikat
dengan kelompok lain dapat memberikan pemahaman yang berharga tentang
penetapan standar organisasi internasional.
20
Dengan demikian, riset medatang harus melanjutkan kemajuan di dua
dimensi:
1) Melanjutkan integrasi model dan ukuran kognitif yang berbeda dalam
model Rest
2) Mengembangkan sebuah model pengambilan keputusan etis kognitif yang
khusus untuk profesi akuntansi.
21
BAB III
PENUTUP
22