Vous êtes sur la page 1sur 5

STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN PERILAKU

KEKERASAN

OLEH :
NI WAYAN MUJANI
P07120216021
TK. 3A/ D4 KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
SP: Pasien Dengan Perilaku Kekerasan
Perawat : “ Permisi bu, boleh saya masuk?”
Pasien : “Iya boleh (dengan nada yang judes)”
Perawat : “Selamat pagi ibu”
Pasien : “Pagi (dengan tatapan tajam dan membuang muka)”
Perawat : “Ibu bisa lihat ke saya?”
Pasien : Melihat ke arah perawat
Perawat : “Perkenalkan saya Ni Wayan Mujani, ibu bisa memanggil saya Mujani, saya
mahasiswa dari Poltekkes Denpasar. Hari ini saya praktek pagi dari pukul
07.30-14.00 dan saya yang akan merawat ibu selama ibu disini, boleh saya
tahu nama ibu siapa?
Pasien : “Nur (tatapan mata tampak tajam)”
Perawat : “Ibu Nur, bu Nur dari mana ya bu?”
Pasien : “Tabanan”
Perawat : “Oo dari Tabanan. Jadi tujuan saya kesini, ingin mengobrol dengan ibu
tentang pengalaman ibu dan juga keluarga ibu, apakah ibu bersedia?”
Pasien : “Terserahlah (sambil membuang muka)”
Perawat : “Jadi saya ingin mengobrol dengan ibu kurang lebih selama 15 menit. Ibu
mau kita mengobrolnya disini atau di kursi saja?”
Pasien : “Dikursi aja (tatapan tajam)”
Perawat : “Kalau begitu ayo kita kesana bu”
Perawat : Apakah ibu sudah merasa nyaman?”
Pasien : “Sudah”
Perawat : “Jadi seperti yang sudah saya katakana tadi, tujuan saya ke sini yaitu ingin
mengobrol dengan ibu tentang pengalaman ibu, tentang ibu dan juga
tentang keluarga ibu. Bagaimana perasaan ibu hari ini?”
Pasien : “Saya sedang marah, saya benar-benar kesal”
Perawat : “Ibu sedang marah, Boleh saya tahu kenapa ibu marah?”
Pasien : “Saya marah sama suami saya, dia mukulin saya dengan alasan yang benar-
benar, dia nyiksa saya, gak ada yang nolongin saya. Saya disiksa cuma
gara-gara saya gak bisa ngasi dia keturunan laki-laki. Gak ada yang belain
saya. Mertua saya juga menyudutkan saya. Saya gak tahu lagi saya harus
gimana saya benar-benar marah sama dia.”
Perawat : “Apa itu saja yang membuat ibu marah?”
Pasien : “Saya merasa kecewa, sebenernya rasa kecewa saya lebih besar dari rasa marah
saya. Kenapa dia harus nyakitin saya. 10 tahun bukan waktu yang singkat
yang saya habiskan sama dia. Tapi kenapa dia tega sama saya Cuma karena
saya gak bisa ngasi dia anak laki-laki. Saya bener-bener gak habis pikir.
Saya ingin bunuh dia rasanya, seandainya waktu itu gak dilarang, mungkin
waktu itu saya udah bunuh dia, saya udah tusuk dia pake pisau, saya bener-
bener marah sama dia (tangan pasien mengepal, tatapan pasien tajam, mata
pasien tampak merah)”
Perawat : “Ibu tenang bu ya, saya mengerti dengan yang ibu rasakan. Tapi apakah
masalah ibu akan selesai jika ibu membunuh suami ibu?”
Pasien : “Jelas, selesai masalah saya. Gak ada yang nyakitin saya lagi, gak ada yang
mukulin syaa lagi, dia udah mati, saya bisa bebas dan bisa bahagia sama
anak saya. Gak ada yang nyakitin saya lagi kalau dia mati.”
Perawat : “Jika ibu membunuh suami ibu, kira-kira apa akibatnya bagi ibu?”
Pasien : “Palingan saya di penjara, tapi itu gak masalah buat saya yang penting saya gak
disakitin lagi sama laki-laki macam dia.”
Perawat : “Kalau misalnya ibu di penjara, bagaimana dengan anak-anak ibu. Siapa yang
akan mengurus meraka nanti?”
Pasien : “gak ada yang mengurus mereka kalau saya sampai di penjara (dengan suara
dan tatapan yang tampak sedih). Tapi saya harus gimana? Saya sakit, saya
capek dipukulin terus, saya gak bisa nerima gitu aja.”
Perawat : “Jika ibu merasa marah, apakah ibu memiliki usaha untuk meredam amarah
yang ibu rasakan?”
Pasien : “Saya bales dia. Dia mukul saya, saya juga mukul dia. Saya lempar barang
semuanya sampe anak-anak saya takut sama saya. Cuma itu yang saya bisa
gunakan untuk melampiaskan amarah saya sama dia. Gak ada cara lain
lagi.”
Perawat : “Kalau dari yang saya dengar tadi ibu bilang marah-marah, ibu membanting
barang-barang yang ada di dekat ibu, bahkan ibu ingin membunuh suami
ibu sendiri. Apakah ibu tahu itu termasuk perilaku apa?”
Pasien : “Saya cuma ingin membela diri saya. Dia menyakiti saya, saya bela diri dong,
masa saya harus diem aja. Menurut saya itu cuma naluri saya untuk
menyelamatkan diri saya.”
Perawat : “Ya itu benar bu, ibu ingin membela diri ibu sendiri. Tapi berdasarkan yang
sudah saya dengar tadi. Perilaku yang sudah ibu lakukan termasuk dalam
perilaku kekerasan.”
Pasien : “Perilaku kekerasan? Bagaimana itu bisa disebut perilaku kekerasan?
Perawat : “Jadi perilaku kekerasan itu tanda-tandanya seperti yang sudah ibu bilang tadi
marah, mengamuk, membanting barang-barang, bahkan ibu sampai ingin
membunuh suami ibu sendiri.”
Pasien : “Tapi apalagi yang saya bisa lakukan saat orang lain memukul saya, disaat saya
marah dengan kenyataan kalau suami yang katanya mencintai saya tapi dia
tega melakukan tindakan yang keji seperti itu.”
Perawat : “Iya bu, saya punya saran untuk ibu. Apakah ibu mau dengar saran dari
saya?”
Pasien : “Saran untuk?”
Perawat : “Saran untuk meredam emosi ibu, agar ibu tidak melakukan perilaku
kekerasan seperti yang sudah ibu sebutkan tadi. Agar ibu juga tidak sampai
melukai orang lain.”
Pasien : “Seperti contohnya?”
Perawat : “Ibu mau dengar saran dari saya?”
Pasien : “Ok, saya mau dengar sarannya.”
Perawat : “Jadi saran yang saya bisa kasi ke ibu salah satunya yaitu nafas dalam.
Apakah ibu tahu nafas dalam caranya seperti apa?”
Pasien : “Gak tahu saya”
Perawat : “baiklah, kalau begitu ibu ikuti instruksi dari saya ya bu. Jadi begini :
a. Cobalah Ibu untuk tenang dan santai
b. Duduk atau berdiri, menegakkan punggung, dan sedikit mengangkat
dagu.
c. Di awal-awal latihan letakkan telapak tangan kiri di perut dan tangan
kanan sedikit di bawah diafragma
d. Tarik nafas melalui hidung secara perlahan-lahan sampai ke perut,
rasakan tangan kiri terangkat seolah-olah perut mengembang seperti
balon
e. Tahan nafas selama 3 detik
f. Lalu hembuskan secara perlahan melalui hidung, rasakan seolah-olah
jari-jari tangan terlipat satu sama lain karena dada dan lambung
membentuk sebuah celah.
Pasien : Mengikuti instruksi yang diberikan oleh perawat
Perawat : “Cara ini bisa ibu gunakan saat ibu sedang marah, jengkel ataupun saat ibu
merasa emosi ibu tidak terkontrol. Agar ibu tidak melakukan perilaku
kekerasan lagi. Apakah ibu mengerti?
Pasien : Iya saya mengerti
Perawat : Jadi, setelah ibu melakukan latihan nafas dalam tadi bagaimana perasaan ibu
sekarang?
Pasien : “Iya sedikit mengurangi rasa marah saya, walaupun saya masih marah tapi
sedikit bisa mengontrol rasa marah saya kepada suami saya.”
Perawat : “Iya bagus sekali bu, Jadi latihan nafas dalam tadi ibu bisa latih terus setiap
kali ibu merasa emosi dan juga merasa marah ibu tidak terkontrol. Tidak
terasa bu, sudah kurang lebih 15 menit kita mengobrol. Ibu bisa mengulangi
apa saja yang sudah kita bicarakan tadi?”
Pasien : “Tadi kita bicara mengenai perilaku kekerasan, trus bagaimana cara untuk
mengontol rasa marah saya dengan teknik nafas dalam.”
Perawat : “Iya bagus sekali bu, saya ingin ketemu lagi dengan ibu besok untuk berlatih
cara lain untuk mengalihkan emosi ibu, di sini dan juga di jam yang sama.
Apakah ibu bersedia?”
Pasien: “Iya saya bersedia.”
Perawat : ”Kalau begitu sampai bertemu besok lagi ya bu. Terima kasih ibu sudah mau
mendengarkan saya dan juga bercerita kepada saya. sampai jumpa.”
Pasien : “Iya bu”

Vous aimerez peut-être aussi