Vous êtes sur la page 1sur 12

BAB III

PELAKSANAAN PKLI

3.1 Program Bidang Profesi


Kegiatan yang dilakukan mahasiswa PKLI selama berada di Dinas
Kesehatan yaitu kegiatan pengelolaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang
serta observasi kegiatan pengelolaan obat di Puskesmas Kabupaten Malang yang
meliputi 39 puskesmas.
3.1.1 Proses Perencanaan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang
Perencanaan yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan
penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan.
Merencanakan berarti mempersiapkan segala kebutuhan,
memperhitungkan matang-matang apa saja yang menjadi kendala, dan
merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang bermaksud untuk
mencapai tujuan (Terry dan Leslie, 2010).
Perencanaan kebutuhan obat dilakukan setiap satu tahun sekali
dengan menyusun RKO ( Rencana Kebutuhan Obat ). Perencanaan
kebutuhan obat ini untuk pemenuhan selama 18 bulan dengan
mempertimbangkan waktu tunggu ketika obat belum dikirim oleh
distributor, adanya peningkatan jumlah kebutuhan obat dan untuk berjaga-
jaga ketika terjadi KLB sehingga stok obat di Instalansi Farmasi
Kabupaten Blitar tidak sampai kosong.Metode yang digunakan untuk
menyusun perkiraan kebutuhan obat adalah kolaborasi antara metode
epidemiologi dan metode konsumsi.
Proses perencanaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang
sendiri juga memperhatikan jumlah anggaran yang didapat. Maka dari itu
selain melihat sisa stok tahu lalu juga di lakukan metode VEN untuk
penentuan rencana pegadan obat yang akan dipesan. Metode VEN
merupakan penggolongan obat berdasarkan waktu kepentingan. Metode
VEN dibagi menjadi 3 yaitu Vital (V), Esensial (E), Non Esensial (N).Yang
termasuk dalam kelompok vital antara lain : obat penyelamat (life saving
drug), obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk
mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar. Contoh obat yang termasuk
jenis obat Vital adalah adrenalin, antitoksin, insulin, obat jantung. Obat
esensial adalah obat yang sangat dibutuhkan, Obat-obat yang ada dalam
formularium Nasional sendiri sudah termasuk obat-obat esensial.. Contoh
obat yang termasuk jenis obat Essensial adalah antibiotic, obat
gastrointestinal, NSAID dan lain lain. dan Obat-obat non-esensial adalah
obat-obat tambahan namun tanpa obat tersebut maka perencanaan obat akan
pincang. Non-esensial (N) meliputi anekaragam perbekalan farmasi yang
digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri (Self Limiting Disease),
perbekalan farmasi yang diragukan manfaatnya, perbekalan farmasi yang
mahal namun tidak mempunyai kelebihan manfaat dibanding perbekalan
farmasi lainnya. Contoh obat yang termasuk jenis obat Non-essensial adalah
vitamin, suplemen dan lain-lain.

3.1.2 Proses Pengadaan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang


Pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang sendiri
dilakukan dengan dua metode yaitu dengan menggunakan e-catalog dan
Non e-Catalog. Pada pengadaan obat secara e-catalog proses pengadaan
dilakukan secara e-purchasing. Pada proses pengadaan e-purchasing daftar
obat yang telah di sediakan dengan distributor dan harganya telah di
tentukan oleh Dinas Kesehatan Pusat sehingga seluruh Dinas Kesehatan
secara nasional dapat melakukan pembelian obat dengan distributor dan
harga yang telah di tentukan oleh Dinas Kesehatan Pusat. Sedangkan
untuk pengadaan obat secara non e-catalog dilakukan untuk pengadaan
obat-obat yang tidak ada di e-catalog dan pengadaannya sendiri dilakukan
secara Tander.
Pengadaan obat secara e-purchasing sendiri memiliki kelebihan
yakni dapat menekan biaya obat karena harga obat di dasarkan pada
distributor yang memenagkan tander dengan harga yang paling murah dan
itu berlakau secara nasional.
Pengadaan merupakan bentuk realisasi dari perencanaan yang telah
di buat oleh tim perencana. Pengadaan obat sendiri juga di sesuaikan
dengan anggaran yang di miliki oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Malang,
sehingga jumlah obat yang direncanakan bisa saja tidak sama dengan
pengadaannya. Namun menurut narasumber Ibu Santi selama ini dana
yang digunakan untuk pengadaan selalu cukup dan sesuai dengan
perencanaan.

3.1.3 Proses Penerimaan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang


Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan perbekalan
farmasi harus dilakukan oleh petugas yang bertanggungjawab. Petugas
yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam
tanggungjawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari
perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan harus ada tenaga farmasi.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu
kedatangan. Alur penerimaan obat secara garis besar dibagi menjadi 2,
yaitu penerimaan obat dari Perusahaan obat kepada Dinas Kesehatan dan
penerimaan obat dari Dinas Kesehatan kepuskesmas.

3.1.4 Proses Penyimpanan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang


Penyimpanan barang atau obat di Gudang Farmasi Dinas kesehatan
Kabupaten Malang menggunakan system first in first out (FIFO) dan first
expired first out (FEFO) yaitu penyimpana dilakukan sesuai kedatangan
barang, dan tempat yang kosong, menggunakan system alfabetis yang
memudahkan dalam pengambilan. Penyimpanan obat perlu
mempertimbangkan kondisi penyimpanan obat, salah satunya ialah suhu
dan kelembapan. Dimana suhu harus menyesuaikan obat yang disimpan
yang mempunyai standard penyimpanan dengan suhu masing-masing.
Didalam gudang terdapat thermometer yang digunakan untuk pengukuran
suhu yang dilakukan setiap hari dengan waktu pagi dan sore. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui kestabilan tempat penyimpanan. Dan hasilnya
dapat dicatat dalam log suhu sebagai pemantauannya. Contohnya pada
obat injeksi dan obat supposutoria yang memiliki rentan suhu antar 2-8˚C,
sedangkan obat-obatan lainnya masih menyesuaikan suhu, dimana terdapat
ac dan kipas angin namun belum dapat digunakan.
Fasilitas yang ada di gudang farmasi ini seperti Gudang, keamanan
dan petugas gudang. Selain itu juga terdapat prasarana yang tersedia
berupa rak penyimpanan obat, lemari pendingin, lemari untuk obat-obatan
tertentu, pallet, blower dan kipas angin, kartu stok, ruangan penyimpanan
obat kadaluarsa dan ruangan khusus untuk obat narkotika dan psikotropik
yang langsung terdapat kartu stoknya, namun masih menggunakan tulis
tangan. Sedangkan penyimpanan kartu stok untuk obat-obat lainnya
diletakkan di masing-masing rak obat begitupun juga dengan alat
kesehatan.

3.1.5 Proses Pendistribusian Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang


Dinas kesehataan kabupaten Malang menyediakan obat-obatan dan
alat kesehatan untuk 39 puskesmas. Pendistribusian obat dari dinas
kesehataan kabupaten Malang ke puskesmas dilakukan secara aktif,
pendistribusian aktif yang dimaksud adalah pihak Dinas kesehatan
kabupaten Malang mengirim obat-obatan dan alat kesehatan ke puskesmas
sesuai dengan permintaan dari puskesmas. Pada pendistribusian ini pihak
puskesmas mengambil obat sesuai LPLPO (Lembar Pelaporan dan Lembar
Permintaan Obat).
Pengiriman obat oleh gudang farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten
Malang diawali dengan puskesmas menyerahkan LPLPO yang diberikan
kepada pihak Dinas Kesehatan, Kemudian dievaluasi antara permintaan
dengan stok yang ada di gudang serta kebutuhan setiap puskesmas. Setelah
itu, pihak puskesmas diberi kabar/jadwal dan membuat janji hari untuk
pengiriman obat oleh pihak gudang farmasi. Dinas Kesehataan Kabupaten
Malang menyediakan obat-obatan dan alat kesehatan untuk 39 puskesmas.
Pemenuhan permintaan obat setiap puskesmas dapat terpenuhi
semua maupun sebagian, hal itu bergantung pada
a. Terlalu banyaknya stok obat yang berada di gudang
sehingga permintaan diberikan lebih
b. Terlalu sedikit stok obat sehingga dibagi-bagi sejumlah
puskesmas yang membutuhkan.
Pada saat pengiriman obat, terlebih dahulu harus dilaksanakan
pengecekan oleh apoteker yang bertanggung jawab di gudang farmasi.
Apoteker yang bertanggung jawab di gudang melakukan pengecekkan
terhadap obat yang telah di siapkan oleh staf bagian distribusi sesuai
dengan jenis obat dan jumlah obat sesuai LPLPO. Setelah obat dan alat
kesehatan tiba di puskesmas yang di tuju kemudian dilakukan pengecekan
obat dan alat kesehatan oleh Apoteker atau Asisten Apoteker dan petugas
distribusi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang untuk mengecek
apakah telah sesuai jenis dan jumlahnya. Pada saat menurunkan obat atau
alat kesehatan dari kendaraan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang di cek
ulang nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah obat dan kondisi obat rusak
atau tidak.
Pendistribusian obat dan alat kesehatan ini dilakukan 2 bulan sekali
pada tiap puskesmas. Puskesmas telah memiliki jadwalnya masing-masing
untuk pengiriman obat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Malang. Apabila
dalam kurun waktu tersebut obat di puskesmas telah habis maka pihak
puskesmas dapat mengambil obat tersebut langsung ke GFK dengan
mengirimkan LPLPO minimal 3 hari sebelum pengambilan obat agar obat
disiapkan terlebih dahulu oleh pihak Gudang Dinas Kesehatan Kabupaten
Malang.
3.1.6 Proses Pencatatan dan pelaporan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten
Malang
Pencatatan dan pelaporan data obat maupun perbekalan kesehatan
di Instalasi Farmasi Kab/Kota merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka
penetausahaan obat-obatan maupun perbekalan kesehatan secara tertib yang
diterima, disimpan, dan didistribusikan maupun yang digunakan di
puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya. Tujuan dari pencatatan
dan pelaporan yaitu untuk tersedianya data mengenai jenis dan jumlah
penerimaan, persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu
dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.
Adapun kegiatan pencatatan dan pelaporan sebagai berikut
a. Pencatatan dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan
pengadaan obat melalui kegiatan perhitungan tingkat kecukupan obat
per-UPK
b. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rencana
distribusi akan dapat didukung sepenuhnya oleh sisa stok obat di IFK
c. Perhitungan dilakukan langsung pada kartu rencana distribusi obat
d. Tingkat kecukupan dihitung oleh sisa stok obat di IFK dibagi dengan
pemakaian rata-rata obat di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)
3.2. Progam Pengembangan Kefarmasian
3.2.1 Perencanaan obat dinas kesahatan kabupaten Malang

Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan awal yang sangat


menentukan ketersediaan obat yang di butuhkan. Tujuan perencanaan obat dan
perbekalan kesehatan yaitu untuk menetapkan jenis serta jumlah obat dan
perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan
dasar termasuk obat program kesehatan yang telah ditetapkan. Keberhasilan
perencanaan akan mempengaruhi tahap selanjutnya dalam suatu manajemen
pengelolaan obat. Perencanaan merupakan kegiatan untuk menentukan jenis dan
jumlah obat yang tepat dan sesuai kebutuhan masyarakat (Depkes RI, 2006).

Proses perencanaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang diawali


dengan tahap pemilihan obat. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap kompilasi
pemakaian obat yang bersumber dari LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO). Kemudian dilakukan perhitungan kebutuhan obat
dengan menggunakan kolaborasi antara metode konsumsi dan metode
epidemiologi. Digunakan kombinasi metode perencanaan oleh dinas kesehatan
kabupaten malang karena jika hanya menggunakan satu metode saja maka proses
perencanaan obat tidak akan maksimal karena metode konsumsi maupun metode
epidemiologi mamiliki kekurangan dan kelebihanyanya masing-masing. Setelah
itu dilanjutkan dengan tahap tahap penyesuaian perencanaan obat dengan metode
VEN.

Masalah yang selalu terjadi pada proses perencanaan obat di Dinas


Kesehatan Kabupaten Malang adalah tidak diisinya LPLPO oleh puskesmas. Hal
ini akan menyebabkan proses perencanaan obat akan terlambat sehingga
kemungkinan yang terjadi adalah kekosongan obat yang di butuhkan pasien,
karena LPLPO merupakan data mengenai jenis dan jumlah penerimaan,
persediaan, pengeluaran, penggunaan, dan data mengenai waktu dari seluruh
rangkaian kegiatan mutasi obat. Data tersebut nantinya menjadi informasi yang
sangat penting dan berharga dalam pengelolaan obat yang sedang berjalan
ataupun untuk tahun yang akan datang dalam rangka perencanaan.
3.2.2 Pengadaan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang
Pengadaan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan. Proses
pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan dan penentuan
kebutuhan, serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran (Seto et al, 2012).
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (Kemenkes, 2010).
Pengadaan obat di Dinas kesehatan sendiri diatur dalam Peraturan
Presiden no 54 tahun 2010 tentang peraturan pengadaan barang/jasa. Dalam
peraturan tersebut pengadaan salah satunya dapat dilakukan secara e-purchasing
atau e-catalogue. Pengadaan Obat di Dinas Kesehatan kabupaten Malang
dilakukan secara e-purchasing dan Non e- purchasing. Pada pengadaan obat
secara e- purchasing di dasarkan pada daftar obat yang tersedia di e-catalogue
sedangkan obat yang tidak teredia di e-catalogue diadakan secara non e-
purchasing atau melalui tander.
Alur pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang yakni
Puskesmas melakukan permintaan obat dan alat kesehatan dengan membuat
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). selanjutnya GFK
akan memverifikasi permintaan tersebut berdasarkan stok optimum dan sisa stok
yang ada. Selanjutnya, dokumen RKA diajukan kepada Dinas Kesehatan Malang
melalui website, oleh Dinas Kesehatan akan ditarik data dan di breakdown.
Kemudian, data tersebut dimasukkan ke dalam AKP dari setiap bulan,
berdasarkan koordinasi dengan dinas kesehatan. Selanjutnya, pemesanan obat
dilakukan melalui e-catalogue sesuai dengan kebutuhan dan alokasi anggaran.
Selanjutnya, distributor akan menyetujui pemesanan, dan barang akan dikirim ke
Gudang Farmasi Kabupaten Malang.
Masalah yang didapatkan pada proses pengadaan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang yaitu terlambatnya suplaier dalam memasok obat. Sehingga
hal tersebut menyebabkan ketersediaan obat tertentu menjadi kosong ( Kusmini
dkk, 2016). Kendala tersebut dapat berasal dari distributor obat secara e-
Catalogue (e-purchasing) ataupun secara non e-Catalogue ( non e-purchasing).
Kendala yang di hadapi selama mahasiswa PKL melakukan observasi dan
wawancara yaitu terlambatnya disributor obat dari e-catalogue (e-purchasing)
sehingga terdapat beberapa obat yang mengalami stock out. Terjadinya
keterlambatan pemasokan obat oleh distributor dalam metode e-purchasing secara
e-catalogue penayangan e-catalogue yang tidak memberikan cukup waktu bagi
disributor pemenang e-catalogue untuk mempersiapkan obat dalam jumlah yang
sesuai dengan komitmen pada saat dibutuhkan oleh satker/faskes ( Dwiaji dkk,
2016). Sehingga untuk menganstisipasi terjadinya kekosongan obat di Dinas
Kesehatan Kabupaten Malang dibuat rencana kebutuhan obat selama 18 bulan.

3.2.3 Penerimaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang


Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan. Alur penerimaan obat secara garis besar dibagi
menjadi 2, yaitu penerimaan obat dari Perusahaan obat kepada Dinas Kesehatan
dan penerimaan obat dari Dinas Kesehatan ke puskesmas. Alur penerimaan obat
dari perusahaan obat ke dinas kesehatan pertama adalah menerima obat dari
berbagai sumber, kemudian menandatangani berita acara penerimaan dan
menandatangani berita acara penerimaan oleh Kepala Dinas, terakhir mengatur
obat kedalam gudang disertai pencatatan di kartu stok dan stelling, sesuai dengan
jumlah, bentuk sediaan dan FEFO. Selanjutnya alur penerimaan obat dari dinas
kesehatan ke puskesmas dimulai dengan puskesmas mengisi lembar LPLPO,
Petugas meminta obat kegudang, Petugas memeriksa obat, Petugas memeriksa
kelengkapan (Cross Check) meliputi jumlah, item obat dan tanggal kadaluarsa,
Petugas mencatat penerimaan obat dalam kertu stock, terakhir Petugas
menyimpan obat secara FIFO dan FEFO, alfabetis sesuai dengan bentuk sediaan.

Terdapat 3 masalah yang ditemukan dalam proses penerimaan obat di


Dinas Kesehatan Kabupaten Malang. Pertama adalah kurangnya SDM petugas
penerimaan, kesalahan penerimaan obat dan tidak adanya cross check tanggal
kadaluarsa.Solusi yang dapat diterapkan dalam masalah tersebut pertama adalah
Penambahan SDM, sedikitnya minimal ada 10 petugas gudang farmasi yang
bertugas pada pos sesuai dengan bentuk sediaan yang ada di Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang, kemudian Penambahan SDM khusus untuk pendistribusian
dan penerimaan obat dari dinas kesehatan kepuskesmas, dimana sedikitnya ada 2
petugas.

3.2.4 Penyimpanan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang


Pada dasarnya, gudang farmasi kabupaten Malang menerapkan prinsip
FIFO (first in first out) dalam pengambilan obat, tetapi pada beberapa waktu
petugas gudang mengalami kesulitan untuk mencari barang di gudang, tata
letaknya yang kurang baik dan belum terdapatnya informasi lokasi obat atau alat
kesehatan menyebabkan prinsip FIFO ini kurang berjalan. Hal ini yang
menyebabkan terdapatnya obat yang kedaluwarsa. Apabila hal ini terus dibiarkan,
bisa saja menyebabkan kemungkinan jumlah obat yang kedaluwarsa menjadi
semakin meningkat.
Proses pendataan dan perhitunganjumlah persediaan obat di Gudang
memakanwaktu yang lama dan sering terjadikesalahan perhitungan jumlah
persediaan dikarenakan beberapa obat memiliki tempat yang terpisah dengan obat
lainnya walaupun jenisnya sama..Kondisi persediaan obat hanya dapatdiketahui
pada akhir bulan melalui laporanbulanan dan pada akhir tahun melaluilaporan
tahunan. Berdasarkan pemaparan di atas maka perlu dicari solusi untuk
memperbaiki pencarian obat dalam gudang farmasi kabupaten Malang. Salah satu
solusinya yaitu menggunakan sistem kodifikasi untuk mengetahui letak obat-
obatan dan alat kesehatan agar mempermudah mencari obat dan alat kesehatan
tersebut.

3.2.5 Distribusi Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang


Alur distribusi obat ke dari dinas kesehatan ke puskesmas pertama
petugas puskesmas mengajukan permintaan sediaan obat dan alat kesehatan
melalui LPLPO puskesmas ke gudang farmasi, kemudian petugas gudang farmasi
menerima LPLPO dari puskesmas yang berisi jenis obat yang diperlukan dan
jumlahny auntuk keperluan pelayanan selama satu bulan, selanjutnya petugas
gudang menyiapkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diminta oleh
puskesmas, kemudian petugas gudang mencatat sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang akan di distribusikan dalam kartu stok gudang dan kemudian
melaksanakan penyerahan ke puskesmas.

Masalah yang ditemukan pada saat proses distribusi yaitu kurangnya SDM
petugas distribusi sehingga waktu pendistribusian kurang efektif dan efisein, dan
kurangnya fasilitas transport yang memadai. Solusi yang mungkin
dapatditerapkan dalam masalah pendistribusian tersebut dapat menambah SDM
minimal 3 petugas, dan menambah fasilitas transpot agar bisa memadai dalam
sehari pendistribusian ke puskesmas-puskesmas di Kabupaten Malang.

3.2.6 Pencatatan dan Pelaporan di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang


Pencatatan dan pelaporan yang ada di lakukan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang yaitu pencatatan yang dilakukan pada proses perencanaan
dengan menggunakan lembar Rencana Kebutuhan Obat (RKO), pencatatan pada
proses pengadaan menggunakan Surat Pesanan (SP), pada proses penerimaan/
pemeriksaan menggunakan Kemenkes, 2010 penerimaan yang ditandai dengan
adanya Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Dan Faktur, pada proses penyimpanan
menggunakan kartu stock dan kartu stock induk dan pada proses distribusi
menggunakan LPLPO dan SBBK.

Pelaporan yang dilakukan yang dilakukan yaitu laporan bulanan yang


dibedakan antara laporan obat regular dengan obat narkotika dan psikotropika dan
laporan tahunan. Hampir semua pencatatan dan pelaporan sesuai dengan aturan
namun masih terdapat beberapa yang perlu ditambahkan. Masalah yang
didapatkan pada proses pencatatan dan pelaporan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Malang yaitu kurangnya sumber daya manusia, kurangnya sarana dan prasarana
dan kesalaha dalam menulis. Solusi yang mungkin dapat diterapkan yaitu dengan
menambah sumber daya manusia, menambah sarana dan prasarana dan meningkat
ketelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2006. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas. Jakarta: Direktorat


Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Dwiaji, A., Sarnianto, P., Thabrany, H. 2016. Evaluasi Pengadaan Obat Publik
pada JKN Berdasarkan Data e-Catalogue Tahun 2014-2015, Jurnal
Ekonomi KesehatanIndonesia. Vol.1. No. 1.

Kemenkes. 2010. Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi


Kabupaten Kota. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010. Jakarta.

Kusmini, Saitibi, Suryawati.S. 2016. Evaluasi Pelaksanaan E-Purchasing Obat


Pada DinasKesehatan Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2015.
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Kefarmasian. Vol.6. No. 4.

Seto, S., Nita, Y., Triana, L. (2012). Manajemen Farmasi Lingkup: Apotek,
Farmasi, Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi.
Edisi Tiga. Surabaya: Airlangga University Press.

Terry and Leslie. 2010. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Vous aimerez peut-être aussi